PPK Penyakit Dalam
PPK Penyakit Dalam
PENYAKIT DALAM
RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO
2015-2016
DIABETES MELITUS
Pengertian
Suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oelh
hipergikemia akibat defek pada :
1. Kerja insulin (resistensi insulin) di hati
(peningkatan produksi glukosa hepatik) dan di
jaringan perifer (otot dan lemak)
2. Sekresi insulin oleh sel beta pankreas
3. Atau keduanya.
Terapi
Edukasi
Meliputi pemahaman tentang
- Penyakit DM
- Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan
DM
- Penyulit DM
- Intervensi farmakologis dan non-farmakologi
- hiperglikemia
- masalah khusus yang dihadapi
- cara mengembangkan sistem pendukung dan
mengajarkan ketrampilan
- cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
Perencanaan Makan
Standar yang dianjurkan adalah makanna dengan
komposisi :
- karbohidrat 60 – 70 %
- protein 10 – 15 %
- lemak 20 – 25 %
jumlah kandungan kolesterol disarankan < 100 mg/hari.
Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak
tidak jenuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid),
dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Faity Acid)
dan asam lemak jenuh. Jumlah kandungan serat ± 25
g/hr, diutamakan serat larut.
Jumlah kalori basal per hari :
- laki – laki : 30 kal/kg BB idaman
- wani
ta : 25
kal/kg
BB
idaman
Penyesu
aian
(terhada
p kalori
basal/ha
ri)
- status gizi
o BB gemuk - 20%
o Lebih - 10 %
o BB kurang + 20 %
- Umur > 40 tahun + (10 s/d 30%)
- Aktivitas
o Ringan + 10 %
o Sedang + 20 %
o Berat + 30 %
- Hamil
o Trimester I,II + 300 kal
o Trimester III + 500 kal
Rumus Broca Berat badan idaman = (tinggi badan -100) – 10%*
Pria <160 cm dan wanita < 150 cm, tidak dikurangi 10%
lagi
Latihan jasmani :
Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit). Prinsip
Continous – Rythmical - Interval – Progressive –
Enduranc
Intervensi Obat Hipoglikemia Oral (OHO) :
Farmakologis
- Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) :
sulfonilurea, glinid
- Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin,
tiazolidindion
- Penghambat absorbsi glukosa : penghambat
glukosidase alfa
Insulin
Indikasi :
- Penurunan berat badan yang cepat
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
- Ketoasidosis diabetik
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- Hiperglikemia dengan asidosis laktat
- Gagal dngan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA,
Stroke)
- Kehamilan dengan DM / diabetes melitus
gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Terapi Kombinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan
dosis rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap
sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Kalau dengan
OHO tunggal sasaran kadar glukosa belum tercapai, perlu
kombinasi dua kelompok obat hipoglikemik oral yang
berbeda mekanisme kerjanya.
Pengelolaan DM tipe 2 Non – farmakologis → evaluasi 2 – 4 minggu
Gemuk
(sesuai keadaan klinis) :
→ evaluasi 2 – 4 minggu
(sesuai keadaan klinis) :
Biguanid/Penghambat
glukosidase α / Glitazon
→ evaluasi 2 – 4
minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak
tercapai Kombinasi 2
macam OHO, antara :
Biguanid / Penghambat
glukosidase α / Glitazon
→ evaluasi 2 – 4
minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak
tercapai Kombinasi 3
macam OHO
Biguanid +Penghambat
glukosidase α + Glitazon
atau
Terapi kombinasi OHO siang
hari + Insulin malam
→ evaluasi 2 – 4 minggu
(sesuai keadaan klinis) :
→ evaluasi 2 – 4 minggu
(sesuai keadaan klinis) :
→ evaluasi 2 – 4
minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak
tercapai Kombinasi 2
macam OHO, antara :
Secretagogue +
Penghambat glukosidase
α / biguanid/Glitazon
→ evaluasi 2 – 4
minggu (sesuai keadaan klinis) : Sasaran tidak
tercapai Kombinasi 3
macam OHO
Secretagogue + Penghambat
glukosidase α /
biguanid/Glitazon
atau
→ evaluasi 2 – 4 minggu
(sesuai keadaan klinis) :
Diagnosis Klinis :
Keluhan poliuri, polidipsi
Riwayat berhenti menyuntik insulin
Demam/infeksi
Muntah
Nyeri perut
Kesadaran : kompos mentis, delirium, koma
Pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul)
Dehidrasi (turgor kulit menurun, lidah dan bibir
kering)
Dapat disertai syok hipovolemik
Kriteria diagnosis
Kadar gula : > 250 mg/dL
pH : < 7.35
HCO : rendah
Anion gap : tinggi
Keton serum : positif dan atau ketonuria
Diagnosa Banding Ketosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik /
hyperglycemic hyperosmolar state, ensefalopati uremikum,
asidosis uremikum, minum alkohol ketosis alkoholik, ketosis
hipoglikemia, ketosis starvasi, asidosis laktat, asidosis
hiperkloremik, kelebihan salisilat, drug-induced acidosis,
ensefalopati karena infeksi, trauma kapitis
Pemeriksaan lain
(sesuai indikasi) :
kultur darah, kultur
urin, kultur pus
Terapi Akses IV.2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way:
I. Cairan :
NaCl 0.9 % diberikan ±1-2 L pada 1 jam
pertama, lalu ± 1 L pada jam kedua., lalu
± 0.5 L pada jam ketiga dan keempat, dan
±0.25 L pada jam kelima dan keenam,
selanjutnya sesuai kebutuhan.
Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam
sekitar 5 L
Jika Na+ > 155 mEq/L ganti cairan dengaan
NaCL 0.45 %
Jika GD < 200 mg/dL gaanti cairan dengan
Dextrose 5%
II. Insulin (regular insulin = RI)
Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
RI bolus 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan
RI drip 90 mU/kgBB/jam dalam NACL 0.9%
Jika GD < 200 mg/dL : kecepatan dikurangi
RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam NaCl
0.9%
Jika GD stabil 200-300 mg/dL selama 12 jam
RI drip 1- 2 U/jam IV, disertai
sliding scale setiap 6 jam :
GD RI
< 200 0
200 – 250 5
250 – 300 10
300 – 350 15
˃ 350 20
Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dL : drip RI
dihentikan
Setelah Sliding Scale tiap 6 jam, dapat
diperhitungkan kebutuhan insulinsehari
dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum
makan (bila pasien sudah makan)
III. Kalium
Kalium (KCl) drip dimulai bersamaan
dengan drip RI, dengan dosis 50 mEq/6
jam. Syarat : tidak ada gagal ginjal, tidak
ditemukan gelombangn T yang lancip dan
tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup
adekuat.
V. Tatalaksana umum
O2 bila PO2 < 80 mmHg
Antibiotika adekuat
Heparin : bila ada DIC atau hiperosmolar
(> 380mOsm/L) terapi disesuaikan
dengan pemantauan klinik ;
Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi
pernapasan, temperatur setiap jam,
Kesadaran setiap jam
Keadaan hidrasi (turgor, lidah) setiap jam
Produksi urin setiap jam, balans cairan
Cairan infus yangmasuk setiap jam
Dan pemantauan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang)
Pengertian Kadar glukosa < 60 mg/dL, atau kadar glukosa darah < 80
mg/dL dengan gejala klinis. Hipoglikemia pada DM terjadi
karena :
Kelebihan obat/dosis obat : terutama insulinm atau obat
hipoglikemik oral
Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun :
gagal ginjal kronik, pasca persalinan
Asupan makan tidak adekuat : jumlah kalori atau waktu
makan tidak tepat
Kegiatan jasmani berlebihan
DIAGNOSIS
Gejala dan tanda klinis :
Stadium parasimpatik : lapar, mual, tekanan darah turun
Stadium gangguan otak ringan : lemah, lesu, sulit
bicara, kesulitan menghitung sementara
Stadium simpatik : keringat dingin pada muka, bibir atau
tangan gemetar
Stadium gangguan otak berat : tidak sadar, dengan atau tanpa
kejang
Anamnesis
Penggunaan preparat insulin atau obat hipoglikemik
oral : dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir,
perubahan dosis
Waktu makan terakhir, jumlah asupan gizi
Riwayat jenis pengobatan dan dosis sebelumnya
Lama menderita DM, komplikasi DM
Penyakit penyerta : gijal, hati, dll
Penggunaan obat sistemik lainnya : penghambat
adrenergik β, dll Pemeriksaan fisik : pucat,
diaphoresis, tekanan darah, frekuensi denyut jantung,
penurunan kesadaran, defisit neurologik fokal
transien.
Diagnosa
Hipoglikemia karena :
banding
Obat :
(sering) :
insulin,
sulfonilurea,
alkohol
(kadang) :
kinin,
pentamindine
(jarang) :
salisilat,
sulfonemid
Hiperinsulinisme endogen, insulinoma, kelainan sel β jenis
lain, sekretagogue
(sulfonilurea), autoimun, sekresi insulin ektopik
Penyakit kritis : gagal hati, gagal ginjal, gagal jantung,
sepsis,starvasi dan inanisi
Defisiensi endokrin : kortisol, growth hormone, glukagon,
epinefrin
Tumor non-sel β: sarkoma, tumor adrenokortikal,
hepatoma, leukimia, limfoma, melanoma.
o Pasca-prandial : reaktif (setelah operasi gaster), diinduksi
alkohol
Pemeriksaan Kadar glukosa darah (GD), tes fungsi ginjal, tes fungsi hati, C-
penunjang peptide
Terapi
Stadium permulaan (sadar)
Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau
sirop/permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula
atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang
mengandung karbohidrat.
Hentikan obat hipoglikemik sementara,
Pantau glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam
Pertahankan GD sekitar 200mg/dL (bila sebelumnya tidak
sadar)
Cari penyebab.
Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar + curiga
hipoglikemia) :
1. Diberikan larutan Dekstrosa 40% sebanyak 2 flakon (=50
mL) bolus intra vena,
2. Diberikan cairan Dekstrosa 10% per infus, 6 jam per kolf
3. Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan
glukometer :
- Bila GDs < 50 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV
- Bila GDs < 100 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 25 mL
IV
4. Periksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian Dekstrosa 40%
- Bila GDs < 50 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 50 mL IV
- Bila GDs < 100 mg/dL + bolus Dekstrosa 40% 25 mL
IV
- Bila GDs 100 – 200 mg/dL tanpa bolus Dekstrosa 40%
- Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangkan
menurunkan kecepatan drip Dekstrosa 10%
5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut – turut,
pemantauan GDs setiap 2 jam, dengan protokol sesuai
diatas. Bila Gds> 200 mg/dL pertimbangkan
mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0.9%
6. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut – turut,
pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan protokol sesuai
diatas. Bila Gds> 200 mg/dL pertimbangkan
mengganti infus dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0.9%
7. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut – turut,
sliding scale setiap 6 jam
GD RI
(mg/dL) (Unit, subkutan)
< 200 0
200-250 5
250-300 10
300-350 15
>350 20
Prognosis
Dubia
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PENYAKIT DALAM
RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO
2015-2016
DEMAM BERDARAH DENGUE
Derajat
I. Demam disertai gejala konstitusional yang
tidak khas, manifestasi perdarahan hanya
berupa uji torniquet positif dan/atau mudah
memar
II. Derajat I disertai perdarahan spontan
III. Terdapat kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan
lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan
lembab serta gelisah
IV. Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak
tertur DBD derajat III dan IV
digolongkan dalam sindrom renjatan
dengue
Pemeriksaan
Hb, Ht, Lekosit, trombosit, Serologi dengue
Penunjang
TERAPI
Nonfarmakologis
: tirah baring,
makanan lunak
Farmakologis :
Simtomatis : antiseptik parasetamol bila demam
- Cairan intravena : Ringer laktat atau
ringer asetat 4-6 jam/kolf Koloid/plasma
ekspander pada DBD stadium III dan IV
bila diperlukan
- Transfusi trombosit dan komponen darah sesuai
indikasi
- Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III atau IV
dengan koagulasi intravaskular diseminata (KID)
Prognosis
Bonam
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PENYAKIT DALAM
RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO
2015-2016
DEMAM TIFOID
Pemeriksaaan
Darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur
Penunjang
darah (biakan empedu)
Terapi
Nonfarmakologis : tirah baring,
makanan lunak rendah serat
Farmakologis :
Simtomatis
Antimikroba
- Pilihan utama : Kloramfenikol 4 x 500
mgsampai dengan 7 hari bebas demam.
Alternatif lain :
- Tiamfenikol 4 x 500 mg (komplikasi
hematologi lebih rendah dibandingkan
klorafenikol)
- Kotrimoksazol 2 x 2 tablet selama 2 minggu
- Ampisilin dan amoksisilin 50 – 150 mg/kgBB
selama 2 minggu
- Sefalosporin generasi III ; yang terbukti
efektif adalah seftriakson 3-4 gram dalam
dextrosa 100cc selama 2-3 x 1 gram,
sefoperazon 2 x 1 gram
- Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada
hari III atau menjelang hari IV) :
Norfloksasin 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
Ofloxsasin 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Kasus toksik tifoid (demam tifoid disertai
gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan
neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan
otak masih dalam batas normal) langsung
diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg
dengan ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3
x 500 mg
Kasus tifoid karier :
Tanpa kolelitiasis pilihan rejimen terapi selama
3 bulan :
- Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + Probenesid 30
mg/kgBB/hari
- Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari + probenesid 30
mg/kgBB/hari
- Kotrimoksazol 2 x 2 tablet/hari
Dengan kolelitiasis kolesistektomi + regimen
tersebut di atas selama 28 hari atau kolesistektomi
+ salah satu rejimen berikut :
- Siprofloksasin 2 x 750 mg/hari
- Norfloksasin 2 x 400 mg/hari
Dengan infeksi Schistosoma haematomium pada
traktus urinarius eradikasi
Schistosoma haematomium :
Ekstra- Intestinal
Kardiovaskular (kegagalan sirkulasi
perifermiokarditis, trombosis,
tromboflebitis), hematologik (anemia
hemolitik, trombositopenia,KID), paru
(pneumonia, empiem, pleuritis),
hepatobilier (hepatitis, kolesistitis),
ginjal (giomerulonefritis, pielonefritis,
perinefritis), tulang (osteomielitis,
periostitis, spondilitis, artritis),
neuropsikiatrik (toksik tifoid)
Prognosis
Baik, bila penyakit berat, pengobatan terlambat/tidak
adekuat atau ada komplikasi berat, prognosis
meragukan/buruk.
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PENYAKIT DALAM
RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO
2015-2016
SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK
Pengertian Sepsis :
Sindrom respons inflamasi sistemik (SIRS) yang
disebabkan oleh infeksi
Pemeriksaan
DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah,
penunjang
AGD, elektrolit, kultur darah adn infeksi fokal (urin,
pus, sputum,dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme
terhadap anti mikroba, foto toraks
Terapi Eradikasi fokus infeksi
Antimikroba empirik, sesuai dengan :
o Tempat infeksi
o Dugaan kuman penyebab
o Profil antimikroba (farmakokinetik dan
farmakodinamik)
o Keadaan fungsi n fungsi hati)
Antimikroba definitif : bila hasil kultur
mikroorganisme telah diketahui, antimikroba dapat
diberikan sesuai hasil uji kepekaan mikroorganisme
Suportif : resusitasi ABC, oksigenasi, terapi
cairan, vasopresor.inotropik, dan transfusi
(sesuai indikasi) pada renjatan septik
diperlukan untuk mendapatkan respons
secepatnya.
o Resusitasi cairan
Hipovolemia pada sepsis segera diatasi
dengan pemberian cairan kristaloid atau
koloid. Volume cairan yang diberikan
mengacu pada respons klinis(respons terlihat
dari peningkatan tekanan darah, penurunan
frekuensi jantung, kecukupan isi nadi,
perabaan kulit dan ekstremitas, produksi urin,
dan perbaikan kesadaran) dan perlu
diperhatikan ada tidaknya tanda kelebihan
cairan (peningkatan JVP, ronki, galop S dan
penurunan saturasi oksigen).
Sebaiknya dievaluasi dengan CVP
(dipertahankan 8-12 mmHg), dengan
mempertimbangkan kebutuhan kalori perhari.
o Oksigenasi sesaui kebutuhan, Ventilator
diindikasikan pada hipoksemia yang
progresif, hiperkapnia, gangguan
neurologis atau kegagalan otot pernapasan
Terapi
A. Penanganan kegawatan : resusitasi A-B-C
(airway, breathing,circulation) dengan
memperhatikan prinsip kewaspadaan
universal. Bebaskan jalan napas, berikan
oksigen sesuai kebutuhan, pemasangan infus
dan pemberian cairan sesuai kebutuhan
B. Pemberian antidot nalokson
1. Tanpa hipoventilasi : dosis awal
diberikan 0.4 mg IV pelan –
pelan atau diencerkan
2. Dengan hipoventilasi : dosis awal
diberikan 1-2 mg IV pelan – pelan
atau diencerkan
3. Bila tidak ada respon, diberikan nalokson
1-2 mg IV tiap 5 – 10 menit hingga
timbul respons (perbaikan kesadaran,
hilangnya depresi pernapasan, dilatasi
pupil) atau telah mencapai dosis
maksimal 10mg. Bila tetap tak ada
respon, diagnosis intoksikasi opiat perlu
dikaji ulang.
4. Efek nalokson berkurang dalam 20-40
menit dan pasien dapat jatuh kedalam
keadaan overdosis kembali, sehingga
perlu pemantauan ketat tanda vital,
kesadaran dan perubahan pupil selama
24 jam. Untuk pencegahan dapat
diberikan drip nalokson satu ampul
dalam 500 ml D5% atau NaCl 0.9%
diberikan dalam 4-6 jam
5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan
opiat urin dan lakukan rontgen toraks
6. Pertimbangan pemasangan ETT bila :
pernapasan tak adekuat setelah pemberian
nalokson yang optimal, oksigenasi
kurang meski ventilasi cukup atau
hipoventilasi menetap setelah 3 jam
pemberian nalokson yang optimal
7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk
menghindari aspirasi akibat spasme
pilorik, bila diperlukan dapat dipasang
NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas
lambung pada intoksikasi opiat oral
8. Activated charcoal dapat diberikan pada
intoksikasi peroral dengan memberikan
240 ml cairan dengan 30 gram charcoal,
dapat diberikan sampai 100 gram
9. Bila terjadi kejang dapat diberikan
diazepam IV 5-10 mg dan dapat diulang
bila perlu.
Pasien dirawat untuk penilaian keadaan
klinis dan rencana rehabilitasi
Komplikasi
Aspirasi, gagal napas, edema paru akut
Prognosis
Dubia
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PENYAKIT DALAM
RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO
2015-2016
INTOKSIKASI ORGANOFOSFAT
Komplikasi
Gagal napas, blok AV
Prognosis
Dubia
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PENYAKIT DALAM
RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO
2015-2016
PENYAKIT GINJAL KRONIK
Pengertian Kriteria:
1. Kerusakan ginjal yang terjadi selama 3 bulan atau
lebih, berupa kelainan struktur atau fungsi ginjal,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glumerulus
(LFG), berdasarkan :
- Kelainan patologik atau
- Petanda kerusakan ginjal, termasuk kelianan pada
komposisi darah atau urin atau kelainan pada
pemeriksaan pencitraan
2. LFG < 60 ml/menit/1.73 m² yang terjadi selama 3
bulan atau lebih, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
< 15 (atau 5 5 4 5
dialisis)
Diagnosis Gagal ginjal akut
Banding
Pemeriksaan
DPL, ureum, kreatinin,UL, CCT ukur, elektrolit (Na, K, Cl,
Penunjang
Ca, P, Mg),
Profil lipid, asam urat, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin
serum, kormon PTH, albumin, globulin, USG ginjal,
pemeriksaan imunologi, hemostasis lengkap, foto polos
abdomen, renogram, foto thoraks, EKG, ekokardiografi,
biopsi ginjal, HbsAG, Anti HCV, anti HIV
Prognosis Dubia
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PENYAKIT DALAM
RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO
2015-2016
INFEKSI SALURAN KEMIH
ISK berkomplikasi :
ISK yang berlokasi selain di vesika urinaria. ISK pada anak – anak, laki – laki
atau ibu hamil
Diagnosi
Anamnesis : ISK bawahh frekuensi, disuria terminal,
s
polakisuria, nyeri suprapubik. ISK atas : nyeri pinggang,
demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria
Diagnosis
ISK sederhana, ISK berkomplikasi
banding
Pemeriksaa DPL, urinalisis, kultur urin dan tes resistensi kuman, tes fungsi
n penujang
ginjal, gula gdarah, foto BNO-IVP, USG Ginjal
Terapi Nonfamakologis
Banyak minum bila fungsi ginjal masih baik
Menjaga
hygiene
genitalia
eksterna
Farmakologis
Antimikroba berdasarkan pola kuman yang ada ; Bila
hasil tes resistensi kuman sudah ada, pemberian
antimikroba disesuaikan
Antimikroba Dosis
Lama terapi
Sefepim 1 gram 12
jam
Siprofloksasin 400 mg 12
jam
Levofloksasin 500 mg 24jam
Ofloksasin 400 mg 12 jam
Gentamisin 3-5mg/kgBB 24 jam
(+ampisilin)
1 mg/kgBB 8 jam
Ampisilin 1-2 gram 6 jam
(+gentamisin)
Tikarsilin – klavulanat 3,2 gram 8 jam
Piperasilin – 3,375 gram 2-8 jam
tazobaktam
Imipenem-silastatin 250-500 mg 6-8 jam
ISK pada perempuan
Pengobatan selama 3
hari
Follow up selama 4 – 7
hari
lanjut
Pengobatan
Observasi, pengobatan untukPengobatan
dengan analgetika saluranklamidia
kuman kemih
diperpanjang
ISK tak bergejala pada perempuan menopause tidak perlu
pengobatan
ISK pada perempuan hamil tetap diberikan pengobatan
meski tidak bergejala
Pengobaan untuk ISK pada laki – laki usia <
50 tahun harus diberikan selama 14 hari ; usia
> 50 tahun pengobatan selama 4 – 6 minggu
Infeksi jamur kandida diberikan flukonazol
200-400 mg/hari selama 14 hari, bila infeksi
terjadi pad pasien dengan kateter, kateter
dicabut lalu dilakukan irigasi kandung kemih
dengan amfoterisin selama 5 hari.
ISK Berulang
Gejala ISK
baru
Pengobatan 3 hari
Follow up selama 4 – 7 hari
Pengobatan berhasil
Prognosis Bonam
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PENYAKIT DALAM
RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO
2015-2016
DEHIDRASI
-
Diagnosis banding
Prognosis
Dubia ad bonam
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PENYAKIT DALAM
RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO
2015-2016
INSTABILITASI DAN JATUH
-
Diagnosis Banding
TERAPI
Identifikasi faktor risiko intrinsik dan ekstrinsik
Terapi selanjutnya tergantung faktor risiko yang
ditemukan
Koreksi gangguan penglihatan dan atau pendengaran
Latihan desensitasi faal keseimbangan
Anti agregasi trombosit : antikoagulan
Atasi infeksi sistemik : atasi gagal jantung; atasi
infark miokard
Atasi artrosis sendi yang ada ; latihan peningkatan
kekuatan otot
Rehabilitasi defisit neurologik yang ada
Modifikasi lingkungan tempat tinggal
Komplikasi
Fraktur femur, tangan, vertebra, memar jaringan lunak,
isolasi dan depresi, imobilisasi
Prognosis
Baik
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PENYAKIT DALAM
RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO
2015-2016
INFEKSI HIV/AIDS
Stadium WHO :
Stadium 1
Asimtomatik, limfadenopati generalisata
Stadium 2
Berat badan turun < 10%
Manifestasi mukokutan minor (dermatitis
seboroik, prurigo, infeksi jamur kuku, ulkus
oral rekuren, cheilitis angularis)
Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
Infeksi saluran napas atas rekuren
Stadium 3
Berat badan turun > 10 %
Diare yang tidak diketahui penyebab > 1 bulan
Demam berkepanjangan (intermitena atau
konstan). > 1 bulan
Kandidiasis oral
Oral hairy leucoplakia
Tuberculosis paru
Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)
Stadium 4
HIV wasting syndrome
Pneumonia pneumocystis carinii
Toksoplasma serebral
Kriptosporidiosis dengan diare > 1 bulan
Sitomegalovirus pada organ selain hati,
limpa atau kelenjar getah bening
(misalnya renitis CMV)
Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1 bulan)
atau visceral
Progressive multifocal leucoencephalopathy
Mikosis endemic diseminata
Keandidiasis esophagus, trakea dan bronkus
Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru
Septikemia salmonella non-tifosa
Tuberkulosis ekstrapulmoner
Limfoma
Sarkoma Kaposi
Ensefalopati HIV
Penyakit imunodefisiensi primer
Diagnosis Banding
TERAPI
Konseling
Terapi suportif
Terapi infeksi oportunitikdan pencegahan infeksi
oportunitik
Terapi antiretrovirus kombinasi, efek samping dan
penanganannya
Vaksinasi pada penderita HIV/AIDS
Terapi pasca paparan HIV (post-exposure
prophylaxis)
Penatalaksanaan infeksi HIV pada kehamilan
Penatalaskanaan koinfeksi HIV dengan Hematitis C
dan Hepatitis B
Komplikasi
Infeksi oportunitik, kanker terkait HIV dan manifestasi
HIV pada organ lain.
Prognosis
Tergantung stadium penyakit
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PENYAKIT DALAM
RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO
2015-2016
RENJATAN ANAFILAKSIS
C. Bila disertai
edema
hebat
saluran
napas atas :
Intubasi dan
trakeostomi
D. Pemantauan
paling
sedikit 24
jam
Komplikasi
Renjatan ireversibel, multi organ failure
Prognosis
Tergantung organ yang terlibat dan beratnya gejala
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PENYAKIT DALAM
RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO
2015-2016
DISPEPSIA
Diagnosis Banding
Penyakit refluks gastroesofageal
Irritable Bowel Syndrome
Karsinoma saluran cerna bagian ata
Kelainan pankreas dan kelainan hati
Pemeriksaan
Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi,
Penunjang
pemeriksaan terhadap adanya infeksi Helicobacter
pylori, pemeriksaan fungsi hati, amilase dan lipase,
fosfatase alkali dan gamma GT, USG Abdomen
Komplikasi
Tergantung etiologi dispepsia
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PENYAKIT DALAM
RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO
2015-2016
HEMATEMESIS MELENA
Diagnosis Banding
Hemoptoe, hematoskezia
Pemeriksaan
Darah perifer lengkap, hemostasis lengkap atau masa
Penunjang
perdarahan, masa pembekuan, masa protrombin,
elektrolit (Na,K,Cl), pemeriksaan fungsi hati
(cholinesterase, albumin/globulin, SGOT/SGPT,
petanda hepatitis B dan C), endoskop SCBA diagnostik
atau foto rontgen OMD, USG hati
antasida
Prognosis Dubia
PANDUAN PRAKTIK KLINIS
PENYAKIT DALAM
RSU MUHAMMADIYAH PONOROGO
2015-2016
SIROSIS HATI
Roboransia
Mengatasi penyulit