Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

“INTERAKSI ORANG TUA DENGAN ANAK”

Dosen Matakuliah : Dra. Lucia A.M. Pati, M.Pd

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

 DELA ILAM ( 22105007 )


 PUTRI SUPIT ( 22105085 )
 FIDINDA PAPUTUNGAN ( 22105243 )
 ANGGREINE SAMBOUW ( 21105001 )
 REFINA BAWOLE ( 22105200 )
 CLAUDIA LANTU ( 22105337 )

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PSIKOLOGI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan hidayah-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Interaksi Orang Tua dengan Anak” dengan
baik.

Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dra.
Lucia A.M. Pati, M.Pd, karena telah memberikan tugas ini, sehingga dapat menambah wawasan
kami tentang interaksi orang tua dan anak.

Dan kami juga sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, oleh
sebab itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang dapat menambah pengetahuan serta
pengalaman kami dalam pembuatan makalah berikutnya. Terima Kasih.

Tomohon,24 Februari 2022

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................
A. LATAR BELAKANG............................................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................................................
C. TUJUAN MASALAH............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................
A. POLA ASUH ORANG TUA.................................................................................................
B. POLA INTERAKSI PERILAKU KELUARGA MODEL SIRKUMPLEKS........................
C. TIPE POLA KELUARGA MODEL SIRKUMPLEKS.........................................................
D. PERAN INTERAKSI ORANG TUA DAN ANAK TERHADAP PRESTASI
AKADEMIK ANAK ....................................................................................................................
BAB III PENUTUP....................................................................................................................................
A. KESIMPULAN.......................................................................................................................
B. SARAN...................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan pendapat Albert Bandura (2001) dalam teorinya yang disebut Social
Cognitive Theory menyatakan bahwa faktor sosial, kognitif dan perilaku merupakan
faktor yang penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi siswa untuk
meraih keberhasilan dalam pembelajaran. Faktor sosial mencakup pengamatan siswa
terhadap perilaku orangtuanya.
Bandura mengembangkan model determinisme resiprokal, di mana faktor person/
kognitif, faktor lingkungan dan faktor perilaku saling memengaruhi satu sama lain.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pola asuh orang tua?
2. Bagaimana pola interaksi perilaku keluarga model sirkumpleks?
3. Bagaimana tipe pola keluarga model sirkumpleks?
4. Bagaimana peran interaksi orang tua dan anak terhadap prestasi akademik anak?

C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui pola asuh orang tua.
2. Untuk mengetahui pola interaksi perilaku keluarga model sirkumpleks.
3. Untuk mengetahui tipe pola keluarga model sirkumpleks.
4. Untuk mengetahui peran interaksi orang tua dan anak terhadap prestasi akademik
anak.
BAB II

PEMBAHASAN

A. POLA ASUH ORANG TUA


Pola asuh dapat diartikan sebagai proses interaksi total antara orangtua dengan
anak, yang mencakup proses pemeliharaan (pemberian makan, membersihkan dan
melindungi) dan proses sosialisasi (mengajarkan perilaku yang umum dan sesuai dengan
aturan dalam masyarakat. Proses ini melibatkan juga bagaimana pengasuh (orangtua)
mengomunikasikan afeksi, nilai, minat, perilaku dan kepercayaan kepada anak-anaknya
(Kompas, Minggu, 28 Februari, 2016).
Terdapat beberapa jenis pola pengasuh, yaitu:
1. Pola asuh uninvolved (tidak terlibat), di mana kontrol atau pengawasan orangtua
rendah, begitupula derajat interaksi orangtua dengan anak rendah, serta kehangatan
orangtua terhadap anak rendah. Orangtua cenderung menunjukkan jarak, sikap
kurang simpatik, sikap pasif, mengabaikan emosi anak, tetapi tetap menyediakan
kebutuhan dasar mereka. Akibatnya self esteem anak kurang berkembang, cenderung
immature, kurang perhatian, terhambat penyesuaian dirinya, spontan, tetapi berani
mencoba.
2. Indulgent. Orangtua menunjukkan kehangatan yang tinggi tetapi kontrol yang rendah
terhadap perilaku anak. Orangtua sangat terlibat dengan kehidupan anak, cenderung
bersikap lunak dan minim arahan, aturan tidak jelas, anak cenderung menjadi "bos".
Dengan pola asuh ini anak menjadi manja, kurang dewasa, kurang teratur, egois,
mudah menyerah, tidak disiplin, tetapi percaya diri, serta kreatif dan asertif.
3. Authoritative. Orangtua cenderung menunjukkan adanya. kontrol dan kehangatan
yang tinggi terhadap anak. Di dalamnya terdapat aturan, sikap asertif, dukungan,
fleksibilitas, serta self regulation sehingga anak bebas berkreasi dan mengeksploitasi
berbagai hal dengan sensor batasan dan pengawasan dari orangtua. Dengan demikian
kepribadian anak yang terbentuk adalah ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas,
percaya diri, terbuka pada orangtua, tidak mudah stres dan depresi, serta berprestasi
baik, tetapi ada kalanya merongrong otoritas orangtua.
4. Authoritarian. Kontrol orangtua tinggi terhadap perilaku anak, tetapi rendah dalam
kehangatan. Orangtua cenderung berperan sebagai "bos", menuntut ketaatan,
bersikap kaku, penuh aturan. Akibat pola asuh ini kepribadian anak yang terbentuk
adalah mudah cemas, kurang percaya diri, kurang komunikasi, sulit untuk membuat
keputusan, cenderug memberontak, mudah sedih dan tertekan, tetapi disiplin,
mandiri, tanggung jawab dan idealis.

Keempat pola asuh tersebut di atas semuanya diperlukan tetapi harus disesuaikan
dengan situasi, lingkungan dan kepribadian anak. Hasil pola asuh akan menjadi lebih
baik apabila orangtua melakukan dialog dengan anak dan bukan memaksakan
kehendaknya. Ayah dan ibunya harus kompak dan konsisten dalam menerapkan pola
asuhnya. Akan lebih baik orangtua tidak menggunakan reward dan punishment tetapi
berpegang pada hasil dialog antara orangtua dengan anak. Sebaiknya orangtua lebih
fokus untuk mengembangkan self esteem anak, sehingga anak dapat mengendalikan diri
dan bebas mengembangkan kreativitasnya. Seyogianya orangtua menghindari tindakan
mencela, memberikan label negatif, membandingkan dengan anak lain atau
memerlakukan anak sebagai objek.

B. POLA INTERAKSI PERILAKU KELUARGA MODEL SIRKUMPLEKS


Untuk mengembangkan pola interaksi perilaku dalam keluarga, akan diuraikan
Pola Interaksi Keluarga Model Sirkumpleks, sebagai berikut:
Model sirkumpleks dari sistem pola keluarga dan perkawinan dikembangkan
sebagai usaha yang menjembatani perbedaan dari berbagai macam penelitian, teoretis dan
praktis yang telah ada (Olson, Russell dan Sprenkle dalam Olson, 1999). Model secara
khusus dirancang untuk assessment klinis, perencanaan treatment dan hasil yang efektif
pada marital dan family therapy (Olson, 1993 & 1996 dalam Olson 1999).
Ragam dari model pola interaksi perilaku dalam keluarga berfokus pada
independensi dalam hubungan variabel dimensi kedekatan, fleksibilitas dan komunikasi.
Fakta-fakta tersebut memandang nilai dan pentingnya ketiga dimensi umum dalam
kehidupan keluarga, yaitu dimensi kedekatan keluarga (Cohesion), dimensi adaptabilitas
keluarga (Adaptability) dan dimensi komunikasi (Communication).
Menurut Olson (1999), beberapa konsep telah digunakan dalam beberapa dekade
(sebagai contoh, kekuatan dan aturan), banyak konsep yang telah dikembangkan oleh
terapis keluarga dengan mengobservasi masalah dalam keluarga pada perspektif sistem
secara umum.
Menurut Olson (dalam Sari, 1998) dimensi pertama yaitu kedekatan keluarga,
menunjukkan derajat keterpisahan atau keterhubungan individu terhadap keluarganya.
Dimensi kedua yaitu adaptabilitas keluarga yang disebut juga fleksibilitas,
menggambarkan fleksibilitas sistem keluarga untuk berubah. Sedangkan dimensi ketiga
yaitu komunikasi keluarga merupakan sarana pergerakan dari kedua dimensi yang di atas.
Ketiga dimensi model Sirkumpleks, akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini:

1. Kedekatan Keluarga (Family Cohesion)


Menurut Olson (1999) (dalam Walsh, 2003) dimensi kedekatan keluarga
menunjukkan sejauh mana anggota keluarga terpisahkan atau terhubungkan secara
emosional dengan keluarganya.
Dalam model Sirkumpleks ini, terdapat beberapa variabel spesifik yang dapat
dijadikan patokan untuk mendiagnosa serta
mengukur kedekatan keluarga (Olson, dalam Walsh 2003).
Menurut Olson dalam Walsh (2003), terdapat beberapa aspek yang dijadikan
tolak ukur dalam menilai kedekatan keluarga, yaitu :
a. Ikatan emosional (emotional bonding), di mana kedekatan emosional dirasakan oleh
anggota keluarga.
b. Keterlibatan dalam keluarga (family involvement), digambarkan sebagai banyaknya
interaksi yang terjadi dan seperti apa kecenderungan mereka berespons dengan kasih
sayang.
c. Hubungan orangtua anak (parent-child relation), yang mencakup kedekatan dan
batas-batas dalam keluarga, terutama orangtua dan anak.
d. Batas-batas (boundaries), batas-batas ini kemudian terbagi menjadi dua, yaitu batas
internal dan eksternal. Batas internal: waktu (time), ruang (space), dan pengambilan
keputusan (decision making), sedangkan batas-batas ekternal mencakup: teman
(friends), minat (interest), serta rekreasi (recreation).

Menurut Olson (1985) (dalam Olson, Russell dan Sprenkle (1988)) derajat kedekatan
individu dengan sistem keluarga yang terukur melalui variabel-variabel di atas, dapat
dibagi menjadi empat tingkatan dalam dimensi kedekatan, yaitu: Tingkatan ekstrim
rendah (disengaged), tingkat sedang-rendah (separated), tingkat sedang-tinggi
(connected), tingkat ekstrem-tinggi (enmeshed).

Pada tingkatan ekstrem-rendah (desangaged) anggota keluarga tidak memiliki


keterikatan dan komitmen dengan keluarga mereka, dan lebih memilih orang lain dalam
membina hubungan dengan akrab. Dalam hubungan ini, kepuasan dalam berhubungan
dengan orang lain lebih baik di bandingkan dengan keluarga.

Tingkatan yang seimbang (separated dan connected), pada tingkatan ini kedekatan
digambarkan sebagai suatu keadaan di mana anggota keluarga mampu menjalin
hubungan dengan baik dengan anggota keluarga lain maupun dengan orang lain
hubungan yang memuaskan tergambar dalam tingkatan ini.

Olson (1985) mengaku adanya perbedaan antartingkat kedekatan yang separated dan
connected dalam setiap perkembangan keluarga. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan, Olson menemukan bahwa keluarga yang di dalamnya terdapat anak remaja,
akan cenderung memiliki tingkat kedekatan separated yang lebih tinggi dibandingkan
tingkat kedekatan connected.

Tingkatan ekstrem-tinggi (enmeshed), digambarkan sebagai suatu kekuatan yang


menarik anggota keluarga untuk selalu berada di dalam keluarga. Dalam ekstrem ini
hubungan sesama anggota terlalu dekat. Keadaan tersebut sering menimbulkan
terjadinya identifikasi yang berlebihan kepada keluarga sehingga menghambat
kemandirian individu.
2. Adaptabilitas Keluarga (Family Adaptabiliy)
Adaptabilitas keluarga ialah kemampuan perkawinan atau sistem keluarga untuk
mengubah struktur kekuasaan, aturan dalam menjalin relasi, dan aturan dalam merespons
situasi dan perkembangan stres (Olson (1999) dalam Walsh, 2003).
Model Sirkumpleks kemudian menguraikan aspek-aspek spesifik yang didapat
untuk mengukur dimensi adaptabilitas keluarga, yaitu: Kepemimpinan (leadership), yang
mengacu pada kontrol (control) dalam keluarga, negosiasi, hal tersebut merupakan tiga
konsep yang mengacu pada struktur kekuasaan dalam keluarga. Dua aspek berikutnya
adalah peran dan aturan, yang berusaha menjelaskan bagaimana negosiasi yang terjadi
antaranggota keluarga dalam menentukan serta melaksanakan aturan-aturan yang berlaku
dalam keluarga (Olson, 1985).
Dimensi adaptabilitas dapat digolongkan ke dalam empat tingkat, berturut-turut
dari tingkat yang rendah ke tertinggi, yaitu: kaku (rigid), terstruktur (structured), fleksibel
(flexible), dan kacau (chaotic). Dua tingkatn menengah yaitu "strutured" dan "flexible"
dihipotesakan sebagai keadaan yang paling memungkinkan berlangsungnya fungsi
keluarga dengan baik. Menurut Olson (1985) tingkatan adaptabilitas keluarga sejalan
dengan baik.
Pada tingkatan ekstrem-rendah (rigid), terdapat penolakan dari anggota keluarga
untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan keadaan yang berubah. Kepemimpinan
dan kontrol dalam keluarga sangat kaku. Pembagian peran dan pelaksanaan peraturan
sangat ketat. Pengambilan keputusan ada ditangan figur otoritas.
Pada tingkatan tengah (structured), keluarga yang memiliki hubungan bersifat
structured cenderung kepada pola kepemimpinan yang demokratis, serta negosiasi yang
juga melibatkan anak. Terdapat pembagian peran yang jelas dan saling berbagi antar
anggota keluarganya, peraturan (rules) diterapkan secara bijaksana.
Tingkatan tengah yang kedua (flexbile), keluarga menerapkan kepemimpinan
sejajar, pengambilan keputusan diterapkan secara demokratis. Negosiasi dilakukan secara
terbuka dan peran aktif dari orangtua untuk mengajak anak berperan serta. Pembuatan
peraturan disesuaikan dengan perkembangan masing- anggota anggota keluarga.
Tingkatan ekstrem-tinggi (chaotic), pelaksanaan kepemimpinan tidak begitu jelas,
pembagian peran dalam keluarga sangat kacau. Penerapan disiplin tidak konsisten,
bersifat permisif dan aturan-aturan mudah sekali berubah.

3. Komunikasi (Communication)
Komunikasi adalah suatu topik yang amat sering diperbincangkan sehingga kata
"komunikasi" itu sendiri terlalu memiliki banyak arti. Secara luas, komunikasi
didefinisikan sebagai “berbagi pengalaman" (Muyana, dalam Sari 1998). Keluarga
sebagai suatu kelompok juga mengadakan komunikasi. Komunikasi merupakan faktor
yang berperan dalam proses negosiasi pada keluarga yang sedang mengalami perubahan
akibat perkembangan ataupun pertumbuhan anggotanya (Olson (1999) dalam Walsh,
2003).
Menurut Robin (dalam Sari, 1998), komunikasi adalah ekspresi ide dan perasaan
secara asertif tetapi tidak mengganggu, dan menerima ekspresi ide dari orang lain secara
penuh perhatian dan akurat.
Menurut Olson (1985) (1988), komunikasi keluarga mengandung aspek-aspek
keterampilan mendengar (listening skills), keterampilan bebicara (speaking skills),
keterbukaan diri (self disclousure), kejelasan (clarity), berkesinambungan (contunuity-
tracking), respek (respect), dan hormat (regard).
Terdapat dua dimensi dalam berkomunikasi, yaitu dimensi positif dan dimensi
negatif. Dimensi positif menggambarkan keterbukaan antaranggota keluarga dalam
berkomunikasi (open family communication), yang difokuskan pada:
kebebasan/kelancaran pertukaran informasi (baik faktual dan emosional), kurangnya
hambatan dalam berkomunikasi, serta adanya pengertian dan kepuasan dalam
berinteraksi.
Sedangkan dimensi negatif menggambarkan permasalahan yang terjadi dalam
komunikasi keluarga (problems in family communication) dengan fokus perhatian:
adanya keengganan untuk saling berbagi antar anggota keluarga dengan cara interaksi
yang negatif, serta sikap selektif dan berhati-hati mengenai hal-hal yang akan dibagi
dengan sesama anggota keluarga.
Dinamika hubungan interpersonal dalam keluarga selalu berubah seiring dengan
bertambahnya usia anak dari usia bayi sampai dewasa. Hakikat hubungan interpersonal
akan berbeda pada setiap keluarga, karena masing-masing anggota keluarga memiliki
interpretasi masing-masing terhadap norma dan nilai budaya yang disesuaikan dengan
keinginan dan kebutuhannya (Olson, et al., 1992).

C. TIPE POLA KELUARGA MODEL SIRKUMPLEKS


Tipe keluarga oleh Olson hanya terdiri dari dua dimensi yaitu kedekatan dan
adaptabilitas, serta komunikasi yang berdiri secara bebas, yang merupakan sarana penting
untuk menuju perubahan dalam kedua dimensi tersebut (Olson, 1999 dalam Walsh,
2003).
Menurut Olson (1999), dari penggabungan masing-masing empat tingkatan
dimensi kedekatan dan dimensi adaptabilitas, dapat disusun suatu tipologi keluarga dari
model Sirkumpleks, yang terdiri dari 16 tipe khusus.
Keenam belas tipe keluarga khusus tersebut: 1) chaotically- disengaged; 2)
chaotically-separated; 3) chaotically-connected; 4) chaotically-enmeshed; 5) flexibly-
disangaged 6) flexibly-separated; 7) flexibly-connecteed; 8) flexibly-enmeshed; 9)
structurally-disangaged; 10) structurally-separated; 11) structrurally-connected; 12)
structurally- enmeshed; 13) rigidly-disangaged; 14) rigidly-separated; 15) rigidly-
conected; 16) rigidly-enmeshed.
Dari keenam belas tipe khusus tersebut dibuat suatu penggolongan yang lebih
umum, dan disebut tipe umum. Ada tiga penggolongan tipe umum (Olson, 1999), yaitu:
1. Tipe ekstrem (extreme), yaitu keluarga-keluarga yang baik dimensi kedekatan
maupun dimensi adaptabilitas tergolong pada tingkat ekstrem. Ada empat tipe
khusus yang tergolong dalam tipe ekstrem ini, yaitu: rigidly-disangaged (13),
chaotically-disangaged (1), rigidly-enmeshed (16), dan chaotically- enmeshed (4).
2. Tipe rentang tengah (mid range) adalah keluarga yang salah satu dimensinya
tergolong seimbang dan dimensi lainnya tergolong ekstrem. Ada delapan tipe
khusus yang tergolong dalam tipe rentang tengah ini, yaitu tipe: rigidly-
separated(14), chaotically-separated (2), rigidly-connected (15), chaotically-
connected (3), structurally-disangagaed (9), flexibily-disangaged (5), structurally-
enmeshed (12), dan flexibly-enmeshed (8).
3. Tipe Seimbang (Balanced), yaitu keluarga yang kedua dimensinya (kedekatan dan
adaptabilitas) tergolong dalam tipe seimbang, yaitu: tipe structurally-separated
(10), structurally- connected (11), flexibly-connected (7), dan flexibly-separated
(6).

Olson (dalam Olson, 1985) berpendapat bahwa keluarga yang 'sehat' dalam arti
dapat berfungi secara memadai, ialah keluarga yang seimbang kedekatan (cohesion),
maupun adaptabilitasnya (adaptability). Sebaliknya apabila terlalu banyak kedekatan/
keterikatan antaranggota keluarga serta terlalu banyaknya perubahan yang dilakukan
atau bahkan terlalu kaku untuk berubah, membuat keluarga tersebut tidak dapat
menjalankan fungsinya dengan baik.

Agar keluarga dapat dengan mudah-berpindah dari satu dimensi ke dimensi yang
lain, dengan maksud untuk memperbaiki 'kesehatan' keluarga diperlukan adnaya
komunikasi yang baik. menurut olson & barmes (dalam olson, 1985) faktor komunikasi
keluarga mencakup dua aspek, yaitu keterbukaan dalam berkomunikasi dan masalah-
masalah yang kerap ditemui dalam keluarga.

keluarga yang memiliki keseimbangan dalam dimensi kedekatannya adalah


keluarga yang masing-masing anggotanya memiliki rasa keterikatan (connected)
terhadap keluarga maupun kemandirian (independent) dari keluarganya. sedangkan
keluarga dengan adaptabilitas yang seimbang, mampu mempertahankan stabilitas
walaupun membuka diri terhadap perubahan-perubahan yang ada. keluarga yang
seimbang dapat pula mengalami keadaan yang ekstrem saat mengalami stres akibat
tuntutan-tuntutan yang ada, sejalan dengan perkembangan setiap anggota keluarga.
namun keluarga yang seimbang lebih dapat mengatasi tuntutan dan stres yang muncul
dibandingkan keluarga yang berada pada posisi ekstrem (olson, 1988).

D. PERAN INTERAKSI ORANG TUA DAN ANAK TERHADAP PRESTASI


AKADEMIK ANAK
Studi baskin, quintana, dan slaten (2014) menyebutkan bahwa keharmonisan
keluarga sangat membantu individu melewati masa-masa sulit ketika menjalani proses
belajar. orangtua dan anggota keluarga dapat memberikan dukungan agar stres yang
dialami siswa tidak mengganggunya dalam belajar. Keharmonisan keluarga ini menjadi
penting karena menjadi hal yang berpengaruh secara tidak langsung dengan capaian
prestasi akademis siswa.
Orangtua dapat berada di sisi anak dan membantu anak untuk memaksimalkan
capaian kemampuan akademisnya dengan memberikan panduan saat belajar. Konsep
yang dicetuskan oleh Vygotsky ini dikenal dengan nama scaffolding. Scaffolding yang
dilakukan oleh orangtua ternyata sangat membantu anak untuk mendapatkan hasil belajar
yang lebih baik. Temuan Bae dkk. (2014) menyebutkan bahwa scaffolding yang
dilakukan orangtua membantu anak bukan hanya menjadi lebih bertanggung jawab,
melainkan juga berpengaruh secara positif terhadap capaian materi membaca dan
matematika.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Interaksi orang tua dan anak adalah bahwa interaksi positif antara orang tua dan
anak sangat penting dalam membentuk perkembangan dan kesejahteraan anak. Orang tua
perlu memberikan perhatian dan pengawasan yang tepat, mendengarkan anak,
memberikan dukungan emosional, menciptakan lingkungan yang aman dan sehat, dan
membangun hubungan yang positif dengan anak-anak mereka. Dalam hal ini, komunikasi
yang terbuka dan jujur sangat penting untuk memperkuat hubungan antara orang tua dan
anak. Orang tua juga perlu memberikan perhatian yang tepat pada kebutuhan individu
anak-anak mereka dan menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan fisik dan
mental anak-anak mereka. Semua hal ini akan membantu anak-anak merasa didengar,
diterima, dan dicintai, sehingga mereka dapat berkembang dengan baik dan meraih
potensi penuh mereka.

B. SARAN
Jadilah pendengar yang baik dan perhatikan perasaan anak dan Tunjukkan minat
Anda pada kegiatan dan minat mereka. Berikan pengawasan yang tepat pada anak-anak
Anda dan tetap konsisten dalam aturan dan harapan yang diterapkan. Berkomunikasi
dengan terbuka dan jujur dengan anak-anak Anda. Hal ini akan membantu membangun
kepercayaan dan memperkuat hubungan antara orang tua dan anak. Berikan dukungan
emosional kepada anak-anak Anda, memberikan dorongan dan pujian ketika mereka
berhasil, dan membantu mereka mengatasi kesulitan yang mereka hadapi. Berikan
perhatian yang tepat pada kebutuhan individu anak-anak Anda. Jadilah orang tua yang
peduli dan hadir untuk anak-anak Anda. Menciptakan lingkungan yang aman dan sehat
untuk anak-anak Anda, termasuk memberikan makanan yang sehat, tempat tinggal yang
aman, dan lingkungan yang mendukung kesehatan fisik dan mental anak-anak Anda.

DAFTAR PUSTAKA
Dr. Seto Mulyadi, M.Psi., Prof. Dr. A. M. Heru Basuki, M.Si. Dr. Wahyu Rahardjo, M.
Si. 2016. PSIKOLOGI PENDIDIKAN [Hal. 189-203]. DEPOK : RAJAWALI PERS

Anda mungkin juga menyukai