Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH IMPLIKASI TRANSKULTURAL DALAM PRAKTIK KEPERAWATAN

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
perilaku mencari pengobatan (health seeking behavior), misalnya pengobatan
sendiri, kedukun, dokter, puskesmas,dan lainnya. Hal ini sangat berkaitan dengan sosial-
ekonomi dan tingkat pengetahuan/pengalaman seseorang, sedangkan tingkat pendidikan
tidak menjamin seseorang untuk selalu berobat ke pelayanan kesehatan. Pada situasi
tertentu, orang lebih percaya terhadap pengobatan alternatif. Misalnya pada kasus
penyakit kronis, atau penderita mengalami putus asa karena kurangnya informasi dari
petugas kesehatan tentang penyakitnya, atau pengalaman yang kurang menyenangkan
dengan pelayanan kesehatan. Contoh lain adalah seorang ibu melahirkan yang lebih
memilih dukun bayi daripada pelayanan kesehatan.

Prilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior), disebut pula sebagai


upaya-upaya penyembuhan suatu penyakit. Misalnya, patuh terhadap nasehat dokter,
melakukan diet, dan minum obat sesuai dengan aturan. Bila informasi yang disampaikan
kepada pasien dan akses untuk mendapatkan pelayanan mudah, masyarakat akan
melakukan pemulihan kesehatan dengan baik.

B. Tujuan
1. Memahami Pengaruh Lingkungan Sosial Budaya Terhadap Penyakit
2. Memahami Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Status Gizi

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengaruh Lingkungan Sosial Budaya Terhadap Penyakit

Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk menyembuhkan


anggota masyarakat yang sakit. Berbeda dengan ilmu kedokteran yang menganggap
bahwa penyebab penyakit adalah kuman, kemudian diberikan obat yang dapat
membunuh kuman tersebut. Pada masyarakat tradisional, tidak semua penyakit
disebabkan oleh penyebab biologis. Kadang kala mereka bisa saja menghubung-
hubungkan dengan sesuatu yang ghaib, sihir, roh jahat atau makhluk halus lainnya yang
mengganggu manusia dan menyebabkan sakit.

Banyak suku yang ada diindonesia menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat
guna-guna. Orang yang terkena guna-guna akan mendatangi dukun untuk meminta
pertolongan. Masing-masing suku diindonesia memiliki dukun atau tertua adat sebagai
penyembuh orang yang terkena guna-guna tersebut. Cara yang digunakan juga berbeda
pada masing-masing suku. Begitu pula suku-suku didunia. Mereka menggunakan
pengobatan tradisional masing-masing untuk menyembuhkan anggota sukunya masing-
masing.

Budaya diatas dipengaruhi oleh 3 faktor utama:

1) Faktor prediposisi yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap


kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan penyakit, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat
social ekonomi, dan sebagainya.
2) Faktor pemungkin yang mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau
fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Contoh, minimalnya fasilitas tenaga
kesehatan.

2
3) Faktor penguat mencakup pengaruh sikap dan perilaku tokoh yang dipandang
tinggi oleh masyarakat.

perilaku mencari pengobatan (health seeking behavior), misalnya pengobatan


sendiri, kedukun, dokter, puskesmas,dan lainnya. Hal ini sangat berkaitan dengan sosial-
ekonomi dan tingkat pengetahuan/pengalaman seseorang, sedangkan tingkat pendidikan
tidak menjamin seseorang untuk selalu berobat ke pelayanan kesehatan. Pada situasi
tertentu, orang lebih percaya terhadap pengobatan alternatif. Misalnya pada kasus
penyakit kronis, atau penderita mengalami putus asa karena kurangnya informasi dari
petugas kesehatan tentang penyakitnya, atau pengalaman yang kurang menyenangkan
dengan pelayanan kesehatan. Contoh lain adalah seorang ibu melahirkan yang lebih
memilih dukun bayi daripada pelayanan kesehatan. Menurutnya selain relatif murah,
pelayanan dukun bayi bisa dibayar dengan apa saja dan berapa saja. Selain itu dukun bayi
dapat memberi pelayanan tambahan, yaitu berupa pijat dan upacara ritual, yang tidak
diberikan oleh tenaga kesehatan.

Prilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior), disebut pula sebagai


upaya-upaya penyembuhan suatu penyakit. Misalnya, patuh terhadap nasehat dokter,
melakukan diet, dan minum obat sesuai dengan aturan. Bila informasi yang disampaikan
kepada pasien dan akses untuk mendapatkan pelayanan mudah, masyarakat akan
melakukan pemulihan kesehatan dengan baik. (Notoadmojo, 2011)

1.2 Aspek Sosial Budaya yang Mempengaruhi Status Gizi


1.2.1 Pengaruh budaya
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain yaitu:
a. Sikap terhadap makanan
Dalam hal sikap terhadap makanan, masih banyak terdapat pantangan,
tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi
rendah

3
b. Penyakit
Konsumsi makanan yang rendah juga dapat disebabkan oleh penyakit,
terutama penyakit infeksi pada saluran pencernaan. Namun tidak hanya infeksi
pada saluran pencernaan saja. Biasanya kondisi sakit juga mempengaruhi nafsu
makan.dalam kondisi sakit seseorang cenderung merasa lemas dan nafsu
makannya berkurang.
c. Jarak kelahiran anak
Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah terlalu banyak
mempengaruhi asupan zat gizi anak dalam keluarga.
d. Produksi pangan
Konsumsi zat gizi yang redah dalam keluarga juga dipengaruhi oleh
produksi pangan. Rendahnya produksi pangan juga disebabkan karena para petani
masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.
Data yang relevan untuk produksi pangan :
 Penyediaan makanan keluarga (produksi sendiri, membeli atau barter)
 Sistem pertanian (alat pertanian,irigasi, pembuangan air, pupuk,
pengontrolan serangga, penyuluhan pertanian)
 Tanah (kepemilikan tanah, luas perkeluarga kecocokan tanah, tanah yang
digunakan, jumlah tenaga kerja)
 Perternakan dan perikanan (jumlah ternak seperti kambing dan bebek) dan
alat penangkap ikan
 Keuangan(keuangan yang tersedia, fasilitan untuk kridit)

e. Faktor sosial ekonomi


1) Data sosial yang perlu dipertimbangkan adalah:

Keadaan penduduk dimasyarakat (jumlah, umur, distribusi, gender dan


geografis), keadaan keluarga (bearnya, hubungan dan jark kelahiran),
pendidikan (tingkat pendidikan ibu dan bapak, keberadaan buku-buku, usia
anak sekolah), perumahan (tipe, lantai, atap, dinding, listrik, ventilasi,
prabotan, jumah kamar, pemilikan dan lain-lain), dapur (bangunan, lokasi,

4
kompor, bahan bakar, alat maak, pembuangan sampah), penyimpanan
makanan (ukuran, isi, penutup serangga), air (sumber, jarak dari rumah).

2) Data Ekonomi meliputi:

pekerjaan (pekerjaan utama misalnyapertanian dan pekerjaan tambahan


misalnya pekerjaan musiman), pendapatan keluarga (gaji, industri rumah
tangga, pertanian pangan/ non pangan, utang), kekayaan yang terlihat seperti
(tanah, ternak, perahu, mesin jahit, kendaraan, radio, TV), pengeluaran/
anggaran (pengeluaran untuk makanan menyewa, pakaian, bahan bakar,
listrik, pendidikan, transportasi, rekreasi, hadiah/persembahan), harga pangan
bergantung pada pasar dan variasi musim. (Foster, 2010)

1.2.2 Dampak dari Ketidakseimbangan Status Gizi

Beberpa analisa resiko yang bisa terjadi :


a. Menurunnya kemampuan belajar/berfikir

Asupan zat gizi anak-anak sekolah masih sangat memprihatinkan. Padahal


asupan gizi yang baik setiap harinya dibutuhkan supaya memiliki kemampuan
intelektual yang baik sehingga menjadi generasi penerus bangsa yang unggul.
Kurang gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental
dan kemampuan berfikir. Karena organ otak mencapai bentuk maksimal pada usia
dua tahun. Apabila kurang gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secara
permanen. Oleh karena itu, kemampuan belajar anak atau prestasi anak menjadi
menurun. Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa, karena mereka adalah
generasi menerus bangsa. Sehingga kewajiban kita sebagai orang tua harus selalu
memperhatikan kualitas dan kuantitas asupan gizi anak.

b. Menurunnya pertumbuhan, kemampuan fisik dan ketahanan tubuh rentan.

Pada umumnya banyak keluarga yang masih tidak peduli terhadap asupan
kandungan gizi yang dikonsumsi oleh anak-anaknya. Mereka lebih banyak
peduli bahwa “yang penting anak kenyang”, tanpa memperhatikan keseimbangan
gizinya. Padahal akibat dari asupan gizi yang kurang diantaranya daya tahan
tubuh terhadap tekanan atau stress menjadi menurun. Sistem imunitas dan

5
antibodi berkurang, sehingga mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk, dan
diare. Pada anak-anak hal ini dapat bisa berbahaya dan bahkan bisa membawa
kematian. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal juga tergantung
pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas yang baik dan benar. Pada masa
tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak-
anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna sehingga dampak masalah
gizi bagi anak sekolah dapat berupa gangguan pertumbuhan dan kesegaran
jasmani yang rendah. Oleh karena itu, pertumbuhan dan perkembangan anak
harus diperhatikan sedini mungkin, agar terhindar dari ancaman berbagai
penyakit yang bisa berujung pada kematian. Salah satu contoh yang bisa diambil
adalah kasus-kasus di daerah endemik Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
(GAKY), akibatnya pertumbuhan penduduknya sangat terhambat seperti cebol
atau kretinisme. (Notoadmojo, 2011)

6
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Masing-masing kebudayaan memiliki berbagai pengobatan untuk menyembuhkan


anggota masyarakat yang sakit. Sampai saat ini, masih banyak suku yang ada diindonesia
bersosial budaya dengan menganggap bahwa penyakit itu timbul akibat guna-guna sehingga
Penggunaan pengobatan tradisional masih banyak peminatnya. Semua itu dikarenakan beberapa
faktor yaitu, kurangnya pengetahuan dan ekonomi, minimalnya kelengkapan fasilitas kesehatan,
dan pengaruh dari masyarakat tertua dalam suku tersebut. Selain berpengaruh pada penyebab
sakit, penyakit, social budaya juga dapat mempengaruhi status gizi masyarakat tersebut.

3.2 Saran

Kita sebagai tenaga kesehatan hendaknya dapat memberikan wawasan yang lebih kepada
masyarakat mengenai konsep sehat sakit. Selain itu, perlu pula peran aktif semua pihak dalam
mengatasi masalah kesehatan masyarakat, dibutuhkan kerjasama dalam merumuskan dan
mengembangkan program kesehatan masyarakat secara bertahap sehingga tahap perubahan
menuju masyarakat sehat dalam pengelolaan kesehatan masyarakat menjadi bagian kesadaran
dan pengetahuan masyarakat.

7
DAFTAR PUSTAKA
Foster. (2010). Pengantar Antropologi. Jakarta: Graha Medika.

Notoadmojo. (2011). Konsep Keperawatan Transkultural (Madeleine Leininger). Yogyakarta:


Gajah Mada University.

Koentjaraningrat. (1996). Pengantar Antropologi. Jakarta: Selemba Medika

Anda mungkin juga menyukai