Disusun oleh:
Fio Rentia Aprilianza
22204101012
Pembimbing:
dr. Widi Hatmaka, Sp. OG
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayat-Nya, sholawat serta salam kami junjungkan kepada Nabi Muhammad
Obstetri dan Ginekologi RSUD Kanjuruhan Kabupaten Malang, yaitu dr. Widi Hatmaka,
Sp. OG yang memberikan bimbingan dalam menempuh pendidikan ini. Tak lupa kami
ucapkan terimakasih kepada semua pihak sehingga dalam penyusunan laporan kasus dengan
Saya menyadari dalam laporan kasus ini belum sempurna secara keseluruhan oleh
karena itu saya dengan tangan terbuka menerima masukan-masukan yang membangun
kasus selanjutnya. Demikian pengantar ini saya sampaikan, semoga makalah laporan kasus
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.4 Manfaat..............................................................................................................................2
2.3 Anamnesis.........................................................................................................................3
2.6 Resume..............................................................................................................................7
2.8 Penatalaksanaan................................................................................................................7
3.1 Definisi............................................................................................................................11
3.2 Epidemiologi...................................................................................................................11
3.3 Etiologi............................................................................................................................11
3.4 Patofisiologi....................................................................................................................12
3.5 Klasifikasi........................................................................................................................12
3.6 Diagnosis.........................................................................................................................15
3.10 Komplikasi....................................................................................................................21
3.11 Pencegahan....................................................................................................................21
3.12 Prognosis.......................................................................................................................22
BAB IV PEMBAHASAN.......................................................................................................23
BAB V PENUTUP...................................................................................................................29
5.1 Kesimpulan......................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................30
iv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan obstetrik merupakan salah satu penyebab kematian ibu terutama di negara
berkembang dan merupakan 50% penyebab dari 500.000 kematian ibu di dunia setiap
tahunnya. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, sebanyak
40–60% penyebab kematian ibu adalah perdarahan dan 3–4% diantaranya adalah perdarahan
kesakitan dan kematian Ibu dan janin. (Silver et al, 2018; SDKI,2012)
Perdarahan antepartum yang terjadi pada usia kehamilan trimester ketiga dan pada
umumnya merupakan perdarahan yang berat, jika tidak mendapat penanganan yang sesuai
salah satunya yakni plasenta previa dengan angka kejadian sebesar 31% dari seluruh kejadian
perdarahan antepartum. Oleh karena itu, pencegahan prenatal diperlukan dimana gejala
diawali berupa perdarahan berulang, sedikit, dan tanpa disertai rasa nyeri serta terjadi pada
waktu tidak tentu, tanpa trauma. Sering disertai oleh kelainan letak janin atau pada kehamilan
lanjut bagian terbawah janin tidak masuk ke dalam panggul (Benson, et al., 2008)
Plasenta previa didefinisikan sebagai plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim, dimana bisa mendekati atau menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
Klasifikasi plasenta previa dapat dibedakan sebagai parsial atau total. Dimana jika semua
plasenta yang menutupi ostium disebut sebagai “previas” dan plasenta di dekat tetapi letaknya
tidak di atas ostium disebut plasenta letak rendah (Silver, et al., 2018)
Insiden plasenta previa diperkirakan 1 dari 200 kehamilan aterm dan bervariasi di seluruh
dunia (Iyasu, et al., 1993). Insiden tersebut diduga meningkat sehubungan dengan
meningkatnya angka kelahiran sesar (Getahun, et al., 2006). Meskipun secara patofisiologi
masih belum pasti, dari beberapa penelitian menemukan hubungan antara kerusakan
2
endometrium dan jaringan parut uterus dengan kejadian plasenta previa. Selain itu,
Prawihardjo (2008), menyebutkan bahwa faktor risiko perdarahan antepartum dengan sebab
plasenta previa akan meningkat seiring dengan meningkatnya usia dan paritas ibu, dimana
usia berisiko adalah ibu usia diatas 30 tahun dan ibu dengan paritas tinggi (Prawirohardjo, et
al., 2008). Merokok, riwayat kehamilan kembar, dan riwayat plasenta previa sebelumnya
(Benson, et al., 2008) Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
1.4 Manfaat
Menambah wawasan keilmuan tentang kasus dan tinjauan pustaka mengenai gemelli
degan hipertensi untuk meningkatkan pemahaman penulis dan pembaca serta mengetahui
perkembangan pasien.
3
BAB II
STATUS PASIEN
2.1 Identitas Pasien
No. RM : 549***
Nama : Ny. I
Usia : 29 tahun
Suku/Negara : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Kromengan
Usia : 34 tahun
Pekerjaan : Swasta
Suku/Negara : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Kromengan
2.3 Anamnesis
1. Keluhan Utama:
6. Riwayat Kontrasepsi:
Kontrasepsi kondom
7. Riwayat Penyakit Dahulu:
Hipertensi : Tidak ada
Diabetes Melitus : Tidak ada
Penyakit Jantung : Tidak ada
Asma : Tidak ada
TBC : Tidak ada
5
c. RR : 19x/ menit
d. Suhu : 36,8 °C
e. SpO2 : 98% RA
f. BB : 50 kg
g. TB : 151 cm
4. Abdomen:
Inspeksi : tampak membesar
Palpasi : terjadi pembesaran abdomen
Auskultasi : bising usus normal
5. Ekstremitas:
Superior : palmar eritem (-), edema (-/-), akral hangat (+/+)
Inferior : plantar eritem (-), edema (-/-), teraba hangat (+/+)
6. Pemeriksaan Status Obstetrik :
Inspeksi : Abdomen membesar dengan arah membujur, linea alba (-),
linea nigra (+), striae albican (+), striae livide (-), luka bekas operasi (-)
Palpasi : Tinggi fundus uteri 4 jari di bawah pusat (23 cm), puki, letak
obliq, belum masuk PAP
Auskultasi : DJJ 145x/ menit regular
Pemeriksaan dalam (VT): tidak dilakukan
Pemeriksaan inspekulo: v/v darah merah, tampak portio menutup
2.6 Resume
Ny. I datang ke IGD RSUD dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak
5 jam sebelum. Darah yang keluar berwarna merah encer sebanyak 1 softek. Keluhan
dirasakan pasien pertama kali selama kehamilan ini. Keluhan lain seperti kenceng”
dan keluar cairan/ lendir tidak ada. Pasien tidak merasakan keluar cairan/lendir dari
jalan lahir. Pasien masih merasakan gerakan bayi. Gerakan bayi masih bisa dirasakan.
Keluhan nyeri perut (-), mual(-), muntah(-), demam(-). BAB dan BAK normal.
Dari anamnesis HPHT 10 Juli 2022 dan HPL 17 April 2023 (berdasarkan
USG). Kehamilan ini adalah hamil ketiga, pernah mengalami keguguran 1x saat hamil
anak pertama. Persalinan spontan dibantu dokter (anak pertama) dan bidan (anak
ketiga)
107/82 mmHG, Nadi 100x/ menit, RR 19x/menit, suhu axilar 36,8 oC, BB 50 kg, TB
51 cm. Pada palpasi abdomen didapatkan Tinggi fundus uteri 4 jari di bawah pusat (23
cm), puki, letak obliq, belum masuk PAP, HIS (-), DJJ 145 x/menit regular.
Pada pemeriksaan inspekulo V/V terdapat darah merah, portio menutup. Dari
eritrosit menurun. Pada pemeriksaan USG tanggal 27 Februari 2023 didapatkan kesimpulan
2.8 Penatalaksanaan
- MRS Kamar Bersalin
- PO Asamefenamat 3x500mg
- PO Histolan 3x1
-
2.9 Follow Up
Tanggal S O A P
- BB/PB: 2000
gram/49 cm (bayi
1) dan 2200
gram/50 cm (bayi
2)
- Jumlah plasenta
lahir 2
SpO2: 97%
PPV (+), UC (+)
baik, lochea
rubra (+),
gremace (+)
09-10-2022 Nyeri KU: cukup Post SC dengan - Infus + DC lancar
(05.00) ringan pada GCS: 456 Gemelli + - Diit NSTKTP
luka bekas Kesadaran: MOW (H+2) - Inj. Ceftriaxone 2x1
operasi compos mentis gram
(skor 2) TD: 130/70 - Asam Mefenamat
mmHg 3x500 mg
N: 86x/ menit - Rawat luka
S: 36 °C - Ajarkan teknik
RR: 20x/ menit relaksasi &
SpO2: 98% distraksi
PPV (+), UC (+)
baik, lochea
rubra (+),
grimace (+)
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.Plasenta previa adalah
kondisi dimana plasenta berimplantasi menutupi sebagian atau seluruh segmen bawah rahim.
Plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui jalan lahir diklasifikasikan
menjadi plasenta previa totalis yaitu implantasi plasenta menutupi seluruh pembukaan jalan
lahir, plasenta previa partialis yaitu plasenta yang implantasinya menutupi sebagian
pembukaan jalan lahir, plasenta previa marginalis yaitu plasenta yang implantasinya berada
tepat di pinggir pembukaan jalan lahir dan plasenta letak rendah yaitu implantasi plasenta
yang terletak 3-4 cm dari pembukaan jalan lahir (Prawirohardjo, et al., 2008).
3.2 Epidemiologi
2008 prevalensi plasenta previa sekitar 458 dari 100.000 kelahiran setiap tahunnya,
sedangkan prevalensi plasenta previa menurut WHO tahun 2009 sekitar 320 dari
wilayah Asia yaitu sekitar 1,22% dan Negara tertiggi kasus plasenta previa di Filipina
kasus plasenta previa berkisar antara 2,4% sampai 3,56% dari seluruh kehamilan
(Fitrianingsih,2014).
Etiologi pasti dari plasenta previa belum diketahui. Menurut Fauziah (2012) kondisi
banyak disebabkan multifaktorial dan diduga terkait dengan beberapa faktor risiko, sebagai
berikut:
Ibu usia lanjut (>35 tahun)
Multiparitas (5% pada pasien multiparitas)
12
Riwayat persalinan secara seksio sesarea (SC), termasuk kehamilan berikutnya setelah
persalinan sesar
Riwayat aborsi sebelumnya ataupun berulang
Riwayat plasenta previa (4-8%)
Riwayat merokok
3.4 Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan mungkin
juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak
dari ja-ringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian
dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka
plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat
pelepasan pada de-sidua sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada waktu serviks
mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian tapak plasenta yang
terlepas. Pada tempat laserasi tu akan teriadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi
maternal yaitu dari ruangan in-tervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena
pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun
pasti akan terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah
dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu
berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan
13
akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak. akan tertutup dengan sempurna.
Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai
sinus yang besar dari plasenta pada mana perdarahan akan berlangsung lebih banyak
dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen ba-wah rahim itu akan berlangsung
progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan me-ngulang kejadian perdarahan.
Demikianlah perdarahan akan berulang tapa sesuatu sebab lain (causeless). Darah
yang kelvar berwarna merah segar tapa rasa nyeri (pain-less). Pada plasenta yang
menutupi selurah ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam
kchamilan olch karena segmen bawah rahim terbentuk lebibs daliola pada bagian
terbawah yaitu pada ostium utori interrum. Sebaliknya, pada plasenta pre-via parsialis
atau leak rendah, perdarahan baru teriadi pada wakto mendekati atau mulai persalinan.
Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan
Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi
tempat perdarahan terletak dekar dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih
mudah mengalir ke luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang
mampu merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi
maternal. Dengan demikian, sangar jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah dinvasi oleh pertumbuhan vili dari crofoblas, akibatnya plasenta melcka:
lebih kuar pada dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta
inkreta, bahkan plasenta perkreta yang persumbuhan vilinya bisa sampai menembus ke
buli- buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta dan inkreta lebih
sering teriadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah rahim
dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat
14
pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta sukar
melepas dengan sempurna (retentio placentae), atau setelah uri lepas karena segmen
bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik (Prawirohardjo, et al., 2008)
3.5 Klasifikasi
Plasenta previa letak rendah – plasenta berimplantasi di segmen bawah uterus sehingga
3.6 Diagnosis
Jika plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau trimester kedua,
sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar. Ini dapat dilakukan
pemeriksaan USG. Beberapa wanita mungkin bahkan tetap tidak terdiagnosis sampai
a. Anamnesis
Pada anamnesis dapat dinyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan perdarahan
antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan, apakah ada rasa nyeri,
Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung tanpa rasa nyeri,
b. Pemeriksaan luar
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan cervix dan vagina.
Apabila perdarahan berasal dari OUE, adanya plasenta previa harus dicurigai.
vaginal toucher masih menjadi kontraindikasi absolut sampai diagnosis plasenta previa
dapat disingkirkan.
Inspeksi: Perdarahan hebat keluar melalui vagina dan berwarna merah segar
Palpasi abdomen: sering dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi fundus uteri
yang rendah karena belum cukup bulan. Uterus lembek dan tidak ada nyeri
tekan. Juga sering dijumpai bahwa bagian terbawah janin belum turun, apabila
letak kepala, biasanya masih bergoyang, terapung diatas pintu atas panggul.
perdarahan, baik dari uterus ataupun kelainan yang terdapat pada serviks,
c. Pemeriksaan penunjang
pemeriksaan VT dalam kondisi ini kontraindikasi sampai lokasi plasenta diketahui dan
faktor risiko sekunder dalam perdarahan masif. Selain itu, pemeriksaan abdomen secara
menyeluruh untuk mengidentifikasi nyeri tekan pada uterus sangat bermanfaat dalam
pervaginam, yakni ruptur uteri dan solusio plasenta. Idealnya, lokasi plasenta
diidentifikasi selama usia kehamilan 18 dan 20 minggu. Pada wanita dengan plasenta
previa, dapat dilakukan pengecekan ulangan pada usia kehamilan 32 minggu, untuk
Ultrasonografi Transabdominal
Metode yang paling sederhana, aman, dan akurat untuk menetukan letak
umumnya disebabkan oleh distensi kandung kemih. Karena itu, pemeriksaan pada
kasus yang diduga positif harus diulangi setelah kandung kemih dikosongkan.
Sumber kesalahan yang jarang adalah ditemukannya plasenta dalam jumlah besar
di fundus uteri, tetapi pemeriksa gagal mengenali bahwa plasenta tersebut besar
Ultrasonografi Transvaginal
Penggunaan transvaginal telah meningkatkan ketepatan diagnostik plasenta
previa. Meskipun tampaknya berbahaya dalam memasukkan probe ultrasonografi
ke dalam vagina pada kasus yang diduga plasenta previa, teknik ini telah terbukti
aman. Farine et al, mampu memvisualisasikan ostium uteri internum pada semua
kasus dengan menggunakan teknik transvaginal, dibandingkan dengan hanya 70%
dengan peralatan transabdominal.
Ultrasonografi Transperineal
Sonografi transperineal merupakan metode alternatif, terutama pada kasus-
kasus kontraindikasi pemasukan probe dalam vagina. Sonografi transperineal
dilaporkan akurat untuk menentukan letak plasenta previa. Penelitian terbaru oleh
Rani et al (2007), membuktikan keakuratan pada perempuan dengan plasenta
previa yang telah divisualisasi dengan sonografi transperineal. Nilai prediktif-
postif adalah 98% dan nilai prediktif-negatif 100%.
18
3.8 Penatalaksanaan
Ibu hamil dengan diagnosis plasenta previa, dijadwalkan untuk persalinan elektif pada
minggu ke 36 hingga 37 melalui operasi sesar (seksio sesarea). 4 Namun, pasien dengan
plasenta previa dengan komplikasi memerlukan operasi saesar segera pada usia kehamilan
lebih awal.
Pasien dengan perdarahan pervaginam yang berlebihan dan terus menerus harus segera
dilahirkan melalui seksio sesar tanpa memandang usia kehamilan. Jika perdarahan berhenti,
dan usia kehamilan kurang dari 36 minggu maka melanjutkan kehamilan dengan observasi
dan evaluasi tanda perdarahan. Jika usia kehamilan > 36 minggu, biasanya pasien disarankan
untuk dilakukan SC.4 Pasien harus dirawat dan apabila persyaratan ibu terpenuhi, maka pasien
di injeksikan magnesium sulfat untuk perlindungan saraf janin dan steroid berupa injeksi
dexamethasone untuk pematangan paru janin. Bed rest total dan mengurangi aktivitas, serta
menghindari hubungan seksual.5 Jika perdarahan pervaginam berhenti selama lebih dari 48
jam dan janin dalam keadaan sehat, rawat inap dilanjutkan atau pasien boleh dipulangkan
untuk penanganan rawat jalan lanjutan.
Tujuan utama dalam pengelolaan pasien dengan perdarahan akut plasenta previa
adalah :
- Mencapai dan/atau mempertahankan stabilitas hemodinamik ibu
- Menentukan indikasi kegawatan kelahiran sesar
Seksio sesarea.
Cara paling aman dan tepat dalam penanganan plasenta previa yakni persalinan
sesar. Jika dipastikan tidak ada perlengketan (plasenta akreta), biasanya dapat
dilakukan dengan menggunakan insisi segmen bawah uterus. Operasi dilakukan
dengan cepat dan berhati-hati, dikarenakan pemotongan plasenta sering disertai
dengan peningkatan perdarahan pada maternal. Ketika plasenta ditranseksi, tali pusar
harus segera dijepit untuk menghindari kehilangan darah yang berlebih. Insisi vertikal
tinggi dibenarkan dalam beberapa kasus untuk menghindari plasenta, terutama pada
kehamilan prematur atau letak sungsang. USG pre-operatif dalam menentukan lokasi
plasenta berguna dalam menentukan tempat yang optimal dalam melakukan insisi
uterus.
Terdapat peningkatan risiko perdarahan saat post partum pada kasus plasenta previa,
bahkan tanpa disertai plasenta akreta. Hal tersebut dikarenakan oleh perdarahan difus pada
19
tempat implantasi plasenta di segmen bawah uterus. Selain diberikan uterotonika, intrauterine
ballon tamponade, dan B-Lynch atau jahitan kompresi lainnya dapat membantu. Anestesi
regional biasanya digunakan pada saat operasi sesar, dan anestesi general digunakan apabila
pasien tidak stabil dan membutuhkan histerektomi ataupun indikasi non obstetrik lainnya.
A. Penanganan Ekspektif
Kriteria :
Planning :
Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan anak
sudah meninggal atau prematur.
1) Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4-5 cm), amniotomi jika his lemah, diberikan
oksitosin drip
2) Bila perdarahan masih terus berlangsung, dilakukan SC
perdarahan (kompresi atau tamponade bokong dan kepala janin terhadap plasenta)
hanya dilakukan pada keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah mati, dan tidak
3.9 Komplikasi
Ada beberapa komplikasi utama yang bisa terjadi pada ibu hamil yang menderita
plasenta previa, di antaranya ada yang bisa menimbulkan perdarahan yang cukup banyak dan
fatal.
1. Oleh karena pembentukan segmen rahim terjadi secara ritmik, maka pelepasan
plasenta dari tempat melekatya di uterus dapat berulang dan semakin banyak, dan
22
perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah sehingga penderita menjadi aremia
bahkan syok.
2. Oleh karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat seg-men
dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian
plasenta inkreta dan bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta
yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam
mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta
dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga.
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang pernah seksio sesarea. Dila-
porkan plasenta akreta terjadi 10 % sampai 35 % pada pasien yang pernah seksio
sesarea satu kali, naik menjadi 60 % sampai 65 % bila telah seksio sesarea 3 kalit.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai olch perdarahan yang banyak. Olch karena itu, ha-rus
sangat berhati-hati pada semua tindakan manual di tempat ini misalnya pada waktu
mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu
mengeluarkan plasenta dengan tanga pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu
sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih
sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi arteria uterina, ligasi arteria
ovarika, pemasangan tampon, atau ligasi arteria hipogastrika, maka pada keadaan yang
sangat gawat seperti ini jalan keluarya adalah melakukan histerektomi total.
Morbiditas dari semua tindakan ini tent merupakan komplikasi tidak langsung dari
plasenta previat.
4. Kelainan letak anak: pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih
5. Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian oleh karena
cindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm.
6. Komplikasi lain dari plasenta previa yang dilaporkan dalam kepustakaan selain masa
rawatan yang lebih lama, adalah berisiko tinggi untuk solusio plasenta (Risiko Relatif
13,8), seksio sesarea (RR 3,9), kelainan leak janin (RR 2,8), perdarahan pasca-
persalinan (RR 1,7), kematian maternal akibat perdarahan (50 %), dan disseminated
3.10 Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika
dibandingkan dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak
invasif dengan USG di samping ketersediaan transfusi darah dan infus cairan telah ada
di hampir semua rumah sakit kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan
terutama bagi kasus yang pernah melahirkan dengan seksio sesarea atau bertempat
tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan. Penurunan jumlah ibu hamil dengan paritas
tinggi dan usia tinggi berkat sosialisasi program keluarga berencana menambah
dapat dihindarkan. Namun, nasib janin masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran
prematur baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio sesarea. Karenanya
diberlakukan.
24
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Dasar Penegakan Diagnosa
karena didapatkan hasil pemeriksaan fisik dan USG bayi kembar sebelumnya. Pasien
dokter saat usia kehamilannya sekitar 1 bulan. Dari anamnesis yang dilakukan pasien lupa
HPHT, dan HPL berdasarkan USG adalah 28 Oktober 2022. Ini adalah hamil anak keempat,
anak pertama berjenis kelamin laki-laki, sekarang berusia 9 tahun 11 bulan, lahir spontan,
aterm, dengan berat badan saat lahir 2900 gram, dan ditolong dokter. Saat hamil anak kedua
Ny. T mengalami keguguran dan dilakukan curetase. Anak ketiga Ny. T berjenis kelamin
laki-laki, sekarang berusia 4 tahun 6 bulan, lahir spontan, aterm, dengan berat badan lahir
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum cukup, kesadaran compos mentis, TD
100/60 mmHg, nadi 72 x/menit, RR 20 x/menit, suhu 36,8 oC, SpO2 99%, BB 71 kg, TB 163
cm. Pada pemeriksaan palpasi abdomen didapatkan TFU 3 jari di bawah pusat (38 cm), letak
janin pertama adalah kepala dan letak janin kedua adalah sungsang, belum masuk PAP, his
(-), DJJ 154 x/menit dan 158 x/menit. Pada pemeriksaan dalam pada V/V tidak didapatkan
apa-apa, portio menutup, dan efficement (-). Pada pemeriksaan penunjang USG tanggal 07
Oktober 2022 didapatkan kesimpulan gemelli, dengan kedua janin hidup, dengan janin
pertama letak kepala dan janin kedua letak sungsang. Taksiran berat janin masing-masing
Pada pasien ini diagnosis dengan kehamilan gemelli ditegakkan berdasarkan pemeriksaan
fisik dan didukung dengan pemeriksaan penunjang yaitu USG. Dari hasil USG saat usia
25
kehamilan sekitar 1 bulan tampak 2 janin yang hidup, lalu sekitar 3 bulan setelahnya dari
pemeriksaan USG didapatkan hasil kehamilan gemelli. Pada pemeriksaan USG tanggal 07
Oktober 2022 didapatkan kesimpulan gemelli, dengan kedua janin hidup, dengan janin
pertama letak kepala dan janin kedua mengalami kelainan letak yaitu sungsang. Pada
janin adalah 2400 gram namun berkurang pada pemeriksaan USG terakhir menjadi 2100
gram. Dari hasil anamnesis juga didapatkan terdapat riwayat kehamilan kembar dari keluarga
ibu. Hal ini sejalan dengan teori bahwa salah satu etiologi terjadinya kehamilan kembar yaitu
faktor genetik.
calcium, dan laktat yang dicampurkan kedalaman larutan yang memiliki osmolaritas
273 mOsm/L dengan pH sekitar 6.5. RL biasa digunakan untuk penggantian cairan
yang hilang. Pada pasien yang menjalani operasi dengan perkiraan perdarahan kurang
dari 15% EBV, seperti pada operasi sectio caesarea dan operasi-operasi lain dengan
mengunakan cairan kristaloid seperti Ringer Laktat (RL). Pemberian RL pada pasien
dengan perdarahan kurang dari 15% EBV, keseimbangan asam-basa pasien tersebut
tetap terjaga dan akan mempermudah perbaikan metabolik yang terganggu selama
3. Tindakan operatif
Tindakan operatif berupa sectio caesarea (SC) pada dapat diindikasikan pada
beberapa keadaan, seperti letak janin yang sulit atau bahkan tidak dapat dilahirkan
26
melalui pervaginam. Salah satu contoh letak janin yang diindikasikan untuk dilakukan
SC adalah letak kepala dan letak bokong atau vertex dan non vertex. Tindakan operatif
ini dapat dilakukan untuk menghindari keadaan beberapa keadaan, seperti (Lubis,
2010):
a. Kollisi: adanya kontak antara bagian janin sehingga tidak bisa memasuki pintu
atas panggul
c. Interlocking: adanya kontak antara dagu kedua janin pada bayi A presentasi
bokong dan bayi B presentasi vertex dan kedua janin saling berhadap-hadapan
Gambar 5. Janin pertama letak lintang atau sungsang dan janin kedua
Antibiotik ini dapat digunakan untuk mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
baik Gram positif maupun Gram negatif. Ceftriaxone memiliki mekanisme kerja
bakteri yang serupa dengan antibiotik golongan penicillin. Pemberian antibiotik dapat
dilakukan salah satunya pada pasien yang memiliki faktor resiko tertentu. Faktor
mortalitas pasien. Salah satu faktor resiko tersebut yaitu akibat tindakan tertentu
operasi SC dilakukan, dengan harapan pada penyembuhan luka operasi tidak terjadi
Methyldopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat, adalah
obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi
kronis. Methyldopa mempunyai safety margin yang luas (paling aman). α-methyldopa
adrenergic melalui agonis α-2 dari sistem saraf pusat yang menyebabkan penurunan
resistensi perifer total dan penurunan tekanan darah sistemik (Gupta and Al, 2022) .
Meskipun methyldopa bekerja terutama pada sistem saraf pusat, namun juga memiliki
sedikit efek perifer yang akan menurunkan tonus simpatis dan tekanan darah arteri.
Frekuensi nadi, cardiac output, dan aliran darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek
samping pada ibu antara lain letargi, mulut kering, mengantuk, depresi, hipertensi
Methyldopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau 3 kali
sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal dicapai 4-6 jam
setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam sebelum diekskresikan lewat
ginjal. Alternatif lain penggunaan metildopa adalah intra vena 250-500 mg tiap 6 jam
sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Methyldopa dapat melalui
Menurut Mochtar Rustam, pada hamil kembar sering terjadi kesalahan presentasi dan
posisi kedua janin. Begitu pula letak janin kedua dapat berubah setelah janin pertama lahir,
misalnya dari letak lintang berubah jadi letak sungsang atau letak kepala.
Berbagai kombinasi letak, presentasi dan posisi bisa terjadi yang paling sering dijumpai
adalah:
g. Letak dan presentasi 69 adalah letak yang berbahaya karena dapat terjadi kunci-
mengunci (interlocking)
Berbagai kombinasi letak, presentasi dan posisi bisa terjadi dan yang paling sering
dijumpai adalah :
29
(Wiknjosastro, 2007:394)
30
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Diagnosis kehamilan gemelli sulit ditegakkan hanya dengan pemeriksaan fisik dan sering
kali tidak disadari hingga persalinan. Untuk kehamilan dengan keluhan besar perut lebih
besar dari usia kehamilannya, adanya hiperemesis berkepanjangan, gerak janin yang ramai,
di temukan adanya denyut jantung bayi lebih dari 1 tempat yang berjauhan harus dicurigai
kehamilan gemelli sebelumnya dapat menjadi faktor risiko dan etiologi terjadinya kehamilan
gemelli pada keturunannya, dan banyak komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan
gemelli. Diagnosa lebih awal dalam kehamilan gemelli sangat penting karena dibutuhkan
penanganan dan persiapan yang tepat untuk menghasilkan keluaran bayi dan ibu yang baik.
31
DAFTAR PUSTAKA
Ayres, A., & Johnson, T. R. R. 2005. Management of Multiple Pregnancy: Labor and
Delivery. Obstetrical and Gynecologycal survey, 60: 550-555.
Black, M., & Bhattacharya, S. 2010. Epidemiology of multiple pregnancy and the effect of
assisted conception. Semin Fetal Neonatal Med,15:306–312
Brahmana, I. B., & Setyawati, I. 2020. Evaluasi Pemakaian Antibiotik Profilaksis Ceftriaxone
Injeksi dan Cefadroxil Oral Terhadap Penyembuhan Luka Post Sectio Caesarea. S
Med Jour, 3(2): 90-95
Chauhan, S. P., Scardo, J. A., Hayes, E., Abuhamad, A. Z., Barghella, V. 2010. Twins:
Prevalence, Problems, and Preterm Births. American Journal of Obstetric and
Gynecology, 203(4): 305-15
Cunningham, F. G., Leveno, K. J, et al. 2010. Obstetri Williams volume 2. Edisi 23. Jakarta:
EGC.
Dera, A., et al. 2007. Twin Pregnancy- Physiology, Complication and The Mode of Delivery.
Achives of perinatal medicine, 13: 7-16.
Fellman, J., & Eriksson, A. 2009. Statistical Analyses of Hellin's Law. Twin Research and
Human Genetics. 12(2), 191-200.
Gupta M, Al Khalili Y. Methyldopa. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-.
[Diakses pada: 20 Oktober 2022]. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK551671/
Huliana, M. 2007. Panduan menjalani kehamilan sehat. Puspa swara. 64-65.
Hofmeyr, G. J., Barret, J. F., et al. 2011. Planned Caesarean Section For Women With A
Twin Pregnancy. Cochrane Database Syst Rev; 12.
Keith, L. G. 2010. Multiple Pregnancy : epidemiology, gestation and perinatal outcome. 2nd
edition. Taylor & Francis Group.
Leveno K. J., et al. 2010. Hypertensive disorders in pregnancy. In:.Williams Manual of
Obstetrics. USA: McGraw-Hill Companies, 761-808
Lim, K. H. 2010. Human Cytothropoblast Differentiation Is Abnormal In Preeclampsia. Am J
Pathol, 151 (6): 1809- 18
Lubis, M. P. 2010. Kehamilan Kembar (Gemelli). Departemen Obstetri dan Ginekologi Divisi
Feto-Maternal RSUP. H. Adam Malik. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara: Medan.
Lukito, J. I. 2019. Antibiotik Profilaksis pada Tindakan Bedah. 2019. CDK Journal, 46(12):
777-783
Parlindungan, Y. B., et al. 2016. Luaran Persalinan Gemelli di RSUP Prof. dr. R.D. Kandau
Periode 1 Januari 2014-31 Desember 2015. Jurnal e-clinic, 4: 1-5.
Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI). 2016. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Diagnosis dan Tata Laksana Pre-Eklamsia
Prawirohardjo S., dkk. 2008. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: BP-SP.
32
Rudi, M. M. 2006. Pengaruh Pemberian Cairan Ringer Laktat Dibandingkan NaCl 0,9%
Terhadap Keseimbangan Asam-Basa pada Pasien Sectio Caesaria dengan Anastesi
Regional. Universitas Diponegoro: Semarang
Saffira, A. N., Trisetiyono, Y., Andar, E. B. P. S., Dewantiningrum, J. Luaran Maternal dan
Neonatal Pada Kehamilan Gemelli di RSUP Dr. Kariadi Semarang. Diponegoro
Medical Journal, 9(2): 140-147
Sarwono