Anda di halaman 1dari 16

FILSAFAT SOSIAL : TEORI, PEMIKIRAN, DAN PERKEMBANGANNYA

Oleh :
Tsaltsa Niswatul Aulia tsaltsaniswa@gmail.com
Dosen :
Prof. Dr. ISA ANSHORI, Drs., M.Si.
Mata Kuliah : Filsafat Sosial, Program Studi : Sosiologi

ABSTRAK
Filsafat sosial merupakan kajian dari filsafat yang mempelajari persoalan-persoalan
perilaku sosial kemasyarakatan secara kritis, radikal dan lebih komprehensif. Sejak Plato dan
Aristoteles, kajian terhadap persoalan-persoalan kemasyarakatan sudah menjadi objek penelitian
tersendiri. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka/ literatur. Hasil dari
penelitian ini adalah Filsafat sosial, secara umum berarti filsafat tentang masyarakat, di
dalamnya termasuk filsafat ilmu sosial (dan banyak komponennya, misalnya, ekonomi dan
sejarah), filsafat politik, kebanyakan dari apa yang kita kenal sebagai etika, dan filsafat hukum.
Perkembangan filsafat sosial mengikuti perubahan penting dalam pandangan filosof. Misalnya,
paham individualisme dapat saja mengikuti idenya Descartes yang menyatakan bahwa “Cogito
ergo sum” (Aku berpikir maka aku ada). Jadi, nampaknya filsafat sosial itu proyek individual,
per kepala. Jadi dapat disimpulkan bahwa ilsafat sosial itu mempunyai dua aktivitas: konseptual
yang menjelaskan apa yang seadanya (what the really is) dan normatif yang menjelaskan apa
yang seharusnya (what the really ought to be). Yang pertama melahirkan sosiologi, psikologi
sosial, ekonomi, sejarah dengan teoriteori sosialnya dan yang kedua menimbulkan filsafat
politik, etika, dan hukum. Jadi filsafat sosial tidak melulu dipenuhi oleh penjelasan-penjelasan
tentang masyarakat, tetapi juga penjelasan tentang bagaimana mengubah masyarakat. Tidaklah
mengherankan jika salah satu sifat dari filsafat sosial adalah “pemberontakan”.
Kata Kunci : Filsafat Sosial, Fenomena Sosial, Islam.

PENDAHULUAN
Filsafat ilmu sosial merupakan sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana upaya
untuk mencari sebuah kebenaran dengan mengunakan akal budi mengenai hakekat ilmu
sosial, sebab-sebab munculnya, asal usul ilmu dengan cara-cara yang sistematis,
koheren dengan metode tertentu. Yang mana dalam sebuah ilmu itu terdapat
permasalahan-permasalahan yang harus dicari kebenaranya. Salah satu pembahasan
dalam ilmu sosiologi ada yang disebut dengan perilaku sosial yang mana dapat dikupas
dengan cara pandang filsafat ilmu sosial.1
Filsafat sosial merupakan kajian dari filsafat yang mempelajari persoalan-
persoalan perilaku sosial kemasyarakatan secara kritis, radikal dan lebih komprehensif.
Sejak Plato dan Aristoteles, kajian terhadap persoalan-persoalan kemasyarakatan sudah

1 Sulassman dan Dadan Rusmana, Filsafat Sosial Budaya di Dunia Islam, Bandung: Pustaka
Setia, 2013
menjadi objek penelitian tersendiri. Menurut Plato dan Aristoteles, susunan masyarakat
mencerminkan susunan kosmos yang abadi, manusia berkewajiban untuk menyesuaikan
diri dengan susunan itu dan mentaati demi keselamatannya, kalau tidak, ia
menghancurkan dirinya. Tampilnya Auguste Comte dengan bukunya ‘Sistem Filsafat
Positif’ telah memberikan warna tersendiri terhadap kajian kemasyarakatan secara
kritis, sistematis dan intensif secara modern pada abad ke 19. Sejak kemunculannya
hingga saat ini sosiologi masih dibayang-bayangi oleh pengaruh filsafat dan psikologi,
hal semacam itu wajar karena kelahiran sosiologi ditengah persaingan pengaruh antara
filsafat dan psikologi.2
Harus diakui kajian terhadap persoalan kemasyarakatan bukan sesuatu yang
baru, karena menunggu adanya ilmu-ilmu lain yang kemudian menyatu ke dalam suatu
keseluruhan yang integral sebagai ilmu tersendiri (K.J. Veeger, hlm:3). Maka ilmu
sosial terus berkembang merambah ke seluruh Eropa, dan filsuf-filsuf sosial dan
mazhab sosial terus bermunculan di mana-mana, salah satu yang paling terkenal adalah
mazhab Frankfurt. Mazhab ini menunjukkan pada sekelompok sarjana yang bekerja
pada lembaga untuk penelitian sosial di Frankfurt. Lembaga ini didirikan oleh Felix
Weil pada tahun 1923, dan mengalami puncak keemasan ketika Max Horkheimer
menjadi direktur pada tahun 1930 M. Horkheimer merupakan tokoh kiri yang
mengkritik teori tradisional untuk menganalisis fungsi ilmu pengetahuan dan filsafat
dalam masyarakat.

METODE
Menurut J. Supranto seperti yang dikutip Ruslan dalam bukunya metode
Penelitian Public Relations dan Komunikasi, bahwa studi kepustakaan adalah dilakukan
mencari data atau informasi riset melalui membaca jurnal ilmiah, buku-buku referensi
dan bahanbaham publikasi yang tersedia di perpustakaan. Studi kepustakaan digunakan
untuk mempelajari sumber bacaan yang dapat memberikan informasi yang ada
hubungannya dengan masalah yang sedang diteliti.
1. Studi Literatur
Studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan
metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat, serta mengelolah

2 Sulassman dan Dadan Rusmana, Filsafat Sosial Budaya di Dunia Islam, Bandung: Pustaka
Setia, 2013
bahan penelitian. Menurut Danial dan Warsiah (2009:80), Studi Literatur adalah
merupakan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan
sejumlah buku buku, majalah yang berkaitan dengan masalah dan tujuan
penelitian.
Teknik ini dilakukan dengan tujuan untuk mengungkapkan berbagai
teori-teori yang relevan dengan permasalahan yang sedang dihadapi/diteliti
sebagai bahan rujukan dalam pembahasan hasil penelitian. Pengertian Lain
tentang Studi literatur adalah mencari referensi teori yang relefan dengan kasus
atau permasalahan yang ditemukan
2. Internet Searching
Internet Searching atau pencarian secara online adalah pencarian dengan
mengunakan komputer yang dilakukan melalui internet dengan alat atau
software pencarian tertentu pada server-server yang tersambung dengan internet
yang tersebar di berbagai penjuru dunia.
Penggunaan internet sebagai salah satu sumber dalam teknik
pengumpulan data dikarenakan dalam internet terdapat banyak informasi yang
berkaitan dengan penelitian. Beragam informasi ini tentunya sangat berguna
bagi penelitian, serta dilengkapi sengan beragam literatur yang berasal dari
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dari berbagai belahan dunia.
Aksesibilitas yang fleksibel dan aplikasi yang mudah juga menjadi point penting
untuk menjadikan pencarian data dalam intenet sebagai salah satu teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Metode Pengamatan dan Kemunculan FIlsafat Sosial dalam Islam
Filsafat sosial menjadi salah satu tradisi intelektual penting di dunia
Islam.3 Menurut Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, filsafat Islam lahir
dari spekulasi filosofis tentang warisan filsafat Yunani yang diterjemahkan ke
dalam bahasa Arab pada abad ketiga Hijriah atau abad kesembilan Masehi.
Penerjemahan berlangsung intens ketika Dinasti Abbasiyah memegang kendali
pemerintahan. Dalam Ensiklopedi Islam disebutkan, semula mereka hanya

3 Sulassman dan Dadan Rusmana, Filsafat Sosial Budaya di Dunia Islam, Bandung: Pustaka
Setia, 2013
tertarik menerjemahkan naskah ilmu pengobatan Yunani. Tetapi, ketertarikan
mereka juga merambah pada teks-teks filsafat.4
Perhatian pada filsafat meningkat pada pemerintahan Khalifah al-
Ma’mun (813-833), putra Harun al-Rasyid. Berbeda dengan orang Yunani, filsuf
Islam berfokus pada filsafat kenabian. Alquran dan hadis juga menjadi sumber
sentral spekulasi filosofis Islam selama berabad-abad. Abad awal pertama
filsafat Islam ditandai dengan munculnya sejumlah mazhab. Salah satunya
adalah masyasya’un atau peripatetik. Mazhab ini merupakan sintesis antara
prinsip Islam dan aliran filsafat Yunani, Arsitotelianisme dan Neoplatonisme.
Pendiri mazhab ini adalah Abu Yaqub al-Kindi.5
Sejumlah sumber mengungkapkan, Abu al-Abbas Iransyhari merupakan
Muslim pertama yang menuliskan karya filsafat. Sayangnya, tak ada karyanya
yang bertahan. Berbeda dengan al-Kindi yang karya-karyanya diketahui banyak
orang. Dalam mengembangkan mazhab filsafatnya, ia menghadapi persoalan
harmonisasi antara iman dan akal. Kemudian, muncul Abu Nashr al-Farabi.
Sejumlah kalangan menganggap al-Farabi melebihi al-Kindi. Dan, Ibnu Sina
muncul pula dengan beragam karyanya. Selain adanya filasafat bermazhab,
abad-abad awal perkembangan filsafat Islam juga melahirkan filsuf independen.
Mereka juga berpengaruh.6
Salah satunya adalah Muhammad bin Zakariya al-Razi. Selain filsuf, dia
dikenal sebagai dokter terbesar setelah Ibnu Sina. Pada akhirnya, filsafat Islam
tak hanya berkembang di wilayah Arab ataupun Persia, tapi juga di Barat, yaitu
Spanyol, diawali oleh munculnya filsuf bernama Ibnu Masarrah. Filsuf awal
lainnya adalah Ibnu Hazm. Ia merupakan ahli fikih, teolog, filsuf, dan penulis
salah satu karya Muslim pertama mengenai perbandingan agama. Pada masa
selanjutnya, ada nama Ibnu Thufail. Ia terkenal dengan karya novel filsafatnya
dengan judul Hayy ibnu Yaqzhan.

4 Jalaluddin, Abdullah Idi, Filafat Pendidikan: Manuisa, Filsafat dan Pendidikan, Depok:
Rajagrafido Persada, 2016.
5 Hans Fink. Filsafat Sosial (asli: Social Philosophy). Terj. Sigit Djatmiko. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2010 (cetakan kedua)
6 KJ Veeger. Realitas social, refleksi filsafat social atas hubungan individu masyarakat dalam
cakrawala sejarah sosiologi. Jakarta: Gramedia 1985
Pada abad ke-16, bersamaan dengan berdirinya Dinasti Shafawiyah di
Persia, dimulailah fase baru dalam filsafat Islam. Ini berkaitan dengan
keberadaan mazhab Isfahan yang didirikan Mir Damad. Ia mempunyai seorang
murid yang sangat terkenal bernama Shadr al-Din Syirazi, yang biasa dikenal
dengan panggilan Mulla Shadra. Mulla Shadra dan pengikutnya memiliki
pengaruh di wilayah Persia, India Muslim, lingkaran Syiah di Irak. Di India,
filsafatnya diajarkan oleh tokoh ternama pula di antaranya Syah Wali Allah dari
Delhi. Pada masa berikutnya, Jamal al-Din al-Afghani, salah satu murid mazhab
Mulla Shadra, menghidupkan kajian filsafat di Mesir.7
Di sana, beberapa cendekiawan mengikuti pemikiran Mulla Shadra,
seperti Abd al-HalimMahmud. Di Pakistan, ada Muhammad Iqbal. Bahkan
diungkapkan, Maulana Maududi, pendiri Jamaat-i-Islami di Pakistan, pada masa
mudanya menerjemahkan sebagian al-Asfar karya Mulla Shadra ke dalam
bahasa Urdu. Dalam filsafat sosial terdapat banyak sekali metode pengamatan
antara lain adalah sebagai berikut 8: (a) Kritis, Metode ini mengacu pada
kenyataan bahwa banyak pengetahuan dan pendapat manusia bersifat semu.
Artinya, banyak hal yang kabur dan bertentangan dalam pengetahuan seseorang
sehingga perlu dipikirkan lebih matang. (b) Metode intuitif dipengaruhi oleh
aliran agama yang memakai cara mistik dan kontemplatif. Metode intuitif berarti
seseorang memiliki intuisi untuk memandu dan mengungkapkan suatu
kebenaran. (3) Metode skolastik sering disebut sebagai metode sintesis-deduktif.
Metode ini menunjukkan kaitan yang erat dengan metode mengajar.
(4) Metode Matematis Sesuai namanya, metode matematis merupakan
metode yang berkaitan erat dengan ilmu pasti, ilmu alam, astronomi, arsitektur,
dan metafisika. (5) Metode empiris eksternal yaitu metode yang mempercayakan
pengalaman sebagai sumber pengetahuan yang terpercaya daripada rasio. (6)
Berikutnya adalah transendental. Metode transendental sering dijuluki neo-
skolastik. Dalam metode ini, pengertian yang objektif diterima, lalu dianalisis
dengan kriteria logis. (7) Metode berikut adalah metode dialektis. Metode ini
termasuk dalam aliran idealisme yang menekankan subyektivitas. Subyektivitas
7 KJ Veeger. Realitas social, refleksi filsafat social atas hubungan individu masyarakat dalam
cakrawala sejarah sosiologi. Jakarta: Gramedia 1985.
8 Jalaluddin, Abdullah Idi, Filafat Pendidikan: Manuisa, Filsafat dan Pendidikan, Depok:
Rajagrafido Persada, 2016.
ini dapat meliputi seluruh kenyataan yang membuat self-sufficient sama dengan
menjadi kenyataan. (8) Metode historis yaitu cara belajar dengan menilik padan
sejarah yang dibagi menjadi empat fase secara berurutan Fase ini meliputi fase
Pra Yunani, fase Yunani, fase Modern, dan fase Post Modern.
(9) Selanjutnya ada metode saintifik. Metode saintifik adalah jenis
metode yang menggunakan kaidah keilmuan yang memuat serangkaian aktivitas
dan langkah dalam proses pembelajaran meliputi mengamati, mengumpulkan,
mengolah, dan mengkomunikasikan informasi. (10) Metode Silogistis Deduktif
Contoh metode ilmu filsafat terakhir adalah metode silogistis. Mengutip
repository.iainponogoro.ac.id, metode ini menarik kesimpulan berdasarkan dua
kebenaran yang pasti dan tidak diragukan.
2. Ibnu Khaldun sebagai Tokoh Muslim
Ibnu Khaldun adalah seorang historiografi dan sejarawan Muslim Arab
abad ke-14. Ia dianggap sebagai salah satu bapak ilmu sosiologi, historiografi,
dan ekonomi modern. Meskipun dia telah hidup berabad-abad yang lalu,
hidupnya didokumentasikan dengan baik. Kondisinya berbeda dengan
kebanyakan orang sezamannya, yang tidak memiliki banyak informasi yang
dapat dipercaya. 9
Pesan yang dapat ditarik dari pernyataan Ibn Khaldun yaitu: Pertama
Budaya akan berkembang apabila pendidikan akan dikembangkan karena
pendidikan akan mengembangkan manusia dalam berpikir, sementara
perkembangan budaya sangat ditentukan oleh kemajuan ilmu masyarakat dan
cara berpikir-nuya. yang kedua Pendidikan harus mengembangkan ilmu
Naqliyah dan Aqliyah, hingga ada keseimbangan antara ilmu yang memperkuat
keimanan dan pengetahuan dan ilmu yang mengembangkan cara berpikir.
Sedangkan pernyataan dari Karl Marx menganggap agama sebagai bentuk
keterasingan dan penghalang bagi manusia untuk melakukan kreativitasnya
sebagai mahluk yang bebas. Dasar pemikirannya itu dirumuskan sebagai berikut:
Pertama, bagaimana membebaskan manusia dari penindasan sistem politik
reaksioner. Kedua, bagaimana menghilangkan keterasingan manusia atas dirinya

9 Jalaluddin, Abdullah Idi, Filafat Pendidikan: Manuisa, Filsafat dan Pendidikan, Depok:
Rajagrafido Persada, 2016.
sendiri. Marx berkesimpulan bahwa keterasingan paling dasar adalah proses
pekerjaan manusia.10
Jurgen habermas merupakan tokoh yang sangat terkenal dalam aliran
filsafat. Teori kritis yang dihasilkannya memberikan pengaruh yang besar dalam
kajian ilmu sosial. Habermas memandang teori kritis sebagai metodologi yang
berdiri diantara ketegangan dialektis filsafat dan ilmu. Dengan adanya teori
kritis ini, habermas ingin menembus realitas maupun data empiris yang ada,
dengan tiga hal yakni pengetahuan, ilmu dan teknologi. Baginya, ketiga hal ini
memiliki keterkaitan yang erat. Pengetahuan merupakan aktivitas, proses,
kemampuan, serta bentuk kesadaran manusia, sedangkan ilmu sebagai satu
pengetahuan yang direfleksikan secara metodis. Jika ilmu dan pengetahuan
membeku menjadi suatu delusi atau kesadaran palsu yang merintangi praksis
sosial manusia untuk merealisasikan kebaikan, kebenaran, kebahagiaan dan
kebebasannya, maka keduanya telah berubah menjadi ‘ideologis. 11
Salah satu bukti perkembangan filsafat sosial adalah modernitas.
Modernitas adalah konsekuensi sosial dari industrialisasi. Peter L. Berger
mengakatan bahwa ciri umum dari modernitas adalah melemahnya
tradisionalitas dan komunitasnya, meluasnya pilihan pribadi, meningkatnya
keberagaman dalam pola kepercayaan dan orientasi terhadap waktu khususnya
masa depan. Ferdinand Tonnies mendeskripsi modernisasi sebagai transisi dari
Gemeinschaft kea rah Gesselschaft yang menunjukkan adanya pelemahan
komunitas dan berakhir pada individualitas. Emile Durkheim menghubungkan
modernisasi dengan pembagian kerja secara langsung dalam aktivitas produktif
solidaritas mekanis, berdasarkan pada aktivitas bersama dan kepercayaan
bersama, secara bertahap memberi jalan kepada solidaritas organik, dimana
spesialisasi membuat orang saling bergantung. Max Weber berpandangan bahwa
modernitas adalah pengganti pola piker tradisional oleh rasionalitas. Ia khawatir
bahwa organisasi rasional akan membuat manusia tidak manusiawi. Kemudian
Marx, Marx berpendapat bahwa modernitas terbentuk karena kemenangan
kapitalis atas kaum feodalisme. Melihat masyarakat kapitalis yang penuh dengan

10 Pip Jones, Pengantar teori-teori social. Jakarta, Yayasan OBOR, 2003.


11 Ibid
konflik sosial, dia menginginkan revolusi terhadap kondisi tersebut kearah yang
lebih dikenal sebagai sosialis.
3. Kerangka Teori Filsafat Sosial
Kerangka Teori Konsensus dalam Pendasaran Teorisasi Filsafat Sosial
Teori kebenaran consensus pada awalnya digagas oleh Thomas Kuhn,
seorang ahli sejarah ilmu pengetahuan. Penulis buku The Structure of Scientific
Revolutions ini menyatakan bahwa ilmu pengetahuan berkembang melalui
beberapa tahapan Pertama, ilmu pengetahuan berada pada posisi sebagai normal
science ketika ia diterima oleh masyarakat berdasarkan konsepsi kebenaran
ilmiah. Pada perkembangannya, akan muncul beberapa anomali yang membuat
konsepsi kebenaran tersebut dipertanyakan keabsahannya. Selanjutnya akan
terjadi revolusi ilmu pengetahuan yang juga menyebabkan pergeseran paradigma
(shifting paradigm) dalam masyarakat ilmiah. Singkat kata, perkembangan imu
pengetahuan ditandai dengan adanya pergeseran paradigma lama yang
digantikan oleh paradigma baru. Pergeseran tersebut ditentukan oleh penerimaan
masyarakat (social acceptance) terhadap sebuah paradigma dan konsepsi
kebenaran ilmiah.12
Kerangka Teori Dialektika dalam Pendasaran Teorisasi Filsafat Sosial
Hegel dikenal sebagai filsuf yang menggunakan dialektika sebagai
metode berfilsafat. Dialektika menurut Hegel adalah dua hal yang
dipertentangkan lalu didamaikan, atau biasa dikenal dengan tesis (pengiyaan),
antitesis (pengingkaran) dan sintesis (kesatuan kontradiksi). Pengiyaan harus
berupa konsep pengertian yang empris indrawi. Pengertian yang terkandung di
dalamnya berasal dari katakata sehari-hari, spontan, bukan reflektif, sehingga
terkesan abstrak, umum, statis, dan konseptual. Pengertian tersebut diterangkan
secara radikal agar dalam proses pemikirannya kehilangan ketegasan dan
mencair. 13
Pengingkaran adalah konsep pengertian pertama (pengiyaan)
dilawanartikan, sehingga muncul konsep pengertian kedua yang kosong, formal,
tak tentu, dan tak terbatas. Menurut Hegel, dalam konsep kedua sesungguhnya

12 Giddens, Anthony., 1986, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, Jakarta, UI Press, edisi
bahasa Indonesia
13 Thomas McCarty. 2006. Teori Kritis Jurgen Habermas, Yogyakarta : Kreasi Wacana
tersimpan pengertian dari konsep yang pertama. Konsep pemikiran kedua ini
juga diterangkan secara radikal agar kehilangan ketegasan dan mencair.
Kontradiksi merupakan motor dialektika (jalan menuju kebenaran) maka
kontradiksi harus mampu membuat konsep yang bertahan dan saling
mengevaluasi. Kesatuan kontradiksi menjadi alat untuk melengkapi dua konsep
pengertian yang saling berlawanan agar tercipta konsep baru yang lebih ideal
Kerangka Teori Logika Diskursif dalam Pendasaran Teorisasi Filsafat Sosial
Logika adalah suatu cabang filsafat yang membahas tentang aturan-
aturan, asas-sasa, hukum-hukum dan metode atau prosedur dalam mencapai
pengetahuan secara rasional dan benar, juga merupakan suatu cara untuk
mendapatkan suatu pengetahuan dengan menggunakan akal pikiran, kata dan
bahasa yang dilakukan secara sistematis. Logika sebagai cabang filsafat adalah
cabang filsafat tentang berpikir. Logika membicarakan tentang aturan-aturan
berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang
benar. Dengan mengetahui cara atau aturan-aturan tersebut dapat
menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil keputusan.14
Kerangka Teori Emansipasi dalam Pendasaran Teorisasi Filsafat Sosial
Jurgen Habermas memberi perhatian terhadap persoalan emansipasi
sosial, mendefinisikan, dan memaknainya sebagai sesuatu yang khas dalam
praksis hidup manusia. Menurut Habermas, emansipasi adalah proses
pencerahan atas ketidaktahuan akibat dogmatisme pengetahuan. Dalam konteks
masyarakat Zaman Pencerahan (Aufklarung), dogmatisme ditunjukkan oleh
bentuk pengetahuan yang 'mapan', cenderung berkuasa sebagai juru tafsir satu-
satunya yang benar atas realitas. Oleh karena itu, Habermas menegaskan bahwa
satu kekeliruan besar dalam relasi itu adalah realitas ilmu pengetahuan yang
notabene absolut dan totaliter yang membiarkan 'ketidaktahuan' masyarakat
manusia sendiri. Konsep refleksi (self-reflection), akhirnya menjadi tawaran
solusi Habermas yang diderivasi dari konsep psikoanalisis, sebagaimana telah
dilakukan oleh Mazhab Frankfurt.15
Kerangka Teori Komunikasi dalam Pendasaran Teorisasi Filsafat Sosial

14 Giddens, Anthony., 1986, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, Jakarta, UI Press, edisi
bahasa Indonesia
15 Thomas McCarty. 2006. Teori Kritis Jurgen Habermas, Yogyakarta : Kreasi Wacana
Filsafat Sosial dalam teori komunikasi bila menggunakan bahan-bahan
deskriptif yang disajikan sub-subbidang studi komunikasi— komunikasi politik,
jurnalistik atau komunikasi massa, komunikasi bisnis, periklanan, public
relations, dan manajemen komunikasi, sekadar menyebut beberapa subbidang
kajian komunikasi—dan melampaui deskripsi tersebut dengan menyelidiki atau
menanyakan sifat dasarnya, nilai-nilainya dan kemungkinankemungkinannya,
maka jelas bahwa filsafat komunikasi pada dasarnya bertujuan memberikan
pemahaman (understanding) sekaligus kebijaksanaan (wisdom).
4. Bukti Keilmiahan Filsafat Sosial
Objektif adalah satu di antara cara pandang yang penting dalam
kehidupan sehari-hari. Mampu berpikir secara objektif penting untuk banyak
pekerjaan. Objektif merupakan cara berpikir yang mempertimbangkan sesuatu
yang nyata atau fisik, dan ada terlepas dari persepsi pribadi. 16
Dalam filsafat, objektivitas adalah konsep kebenaran yang terlepas dari
subjektivitas individu. Subjektivitas adalah bias yang disebabkan oleh persepsi,
emosi, atau imajinasi seseorang. Sebuah proposisi dianggap memiliki kebenaran
objektif ketika kondisi kebenarannya terpenuhi tanpa bias yang disebabkan oleh
subjek yang hidup. Objektivitas ilmiah mengacu pada kemampuan untuk menilai
tanpa memihak atau pengaruh luar. Objektivitas dalam kerangka moral
menghendaki agar kode-kode moral dinilai berdasarkan kesejahteraan orang-
orang dalam masyarakat yang mengikutinya. Objektivitas moral juga
menyerukan agar kode moral dibandingkan satu sama lain melalui serangkaian
fakta universal dan bukan melalui subjektivitas.
Istilah objektif berasal dari istilah objek yang merupakan sesuatu yang
nyata, fisik, dan ada terlepas dari persepsi. Ketika pandangan apa pun dikatakan
objektif, itu berarti pandangan itu independen dari pendapat pribadi. Penilaian
tidak akan berubah tergantung pada apakah peneliti atau pengamat telah
melihatnya sendiri atau tidak. Jika kamu menganggap suatu kepercayaan sebagai
sesuatu yang objektif, misalnya, ketika melempar batu ke sungai akan
mengeluarkan suara. Bahkan ketika kamu tidak melihat batu yang dilempar,
kamu akan tahu bahwa itu membuat suara percikan.

16 Bagong Suyanto. Filsafat Sosial. Aditia media 2013


Perdebatan tentang status ilmiah Ilmu Sosial dan upaya mereka untuk
mencapai objektivitas dalam penyelidikan mereka adalah perdebatan tanpa akhir
di dalam dan di luar keluarga Ilmu Sosial. Kaum positivis berpendapat bahwa
objektivitas dalam Ilmu Sosial dapat dicapai dan bahwa metode ilmiah dapat
digunakan dalam penyelidikan Ilmu Sosial, sama atau mirip dengan cara yang
dilakukan ilmuwan alam dalam upaya ilmiah mereka. Bagi kaum positivis 'Ilmu
Sosial yang bebas nilai' adalah mungkin. Namun posisi ini dikritik bahkan di
dalam Ilmu Sosial, apalagi di dunia ilmiah. Semua perdebatan ini berpusat pada
apakah Ilmuwan Sosial benar-benar ilmiah dalam pencarian pengetahuan
mereka. Tidak peduli hasil dari perdebatan yang jelas adalah bahwa ada masalah
filosofis dengan objektivitas ilmiah secara umum. Berdasarkan tinjauan sejarah
perkembangan teori-teori ilmiah tertentu, dalam bukunya, 'Struktur revolusi
ilmiah', seorang ilmuwan dan sejarawan Thomas Kuhn mengajukan beberapa
keberatan filosofis terhadap klaim kemungkinan pemahaman ilmiah benar-benar
objektif.
Kriteria metode dalam filsafat sosial antara lain adalah sebagai berikut :
17
(1) Karaktersasi, yaitu identifikasi terhadap sifat-sifat utama yang dimiliki oleh
objek penelitian dengan menggunakan pengukuran serta pengamatan. (2)
Hipotesis, yaitu dugaan sementara bersifat teoritis. (3) Prediksi, yaitu penalaran
dari adanya hipotesis. (4) Eksperimen, yaitu percobaan untuk menguji hubungan
karakterisasi dengan hipotesis dan prediksinya. (5) Evaluasi dan pengulangan,
yaitu penilaian terhadap tepat atau tidaknya hipotesis dan prediksi dengan
berdasar pada hasil eksperimen. Jika belum didapatkan hasil sesuai, dapat
dilakukan pengulangan pada beberapa bagian.
Untuk menentukan kepercayaan dari sesuatu yang dianggap benar, para
filosof bersandar kepada 4 cara untuk menguji kebenaran, yaitu teori
koresponden (yakni persamaan dengan fakta), teori koherensi atau konsistensi,
teori pragmatis, dan teori religius. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh John
S. Brubacher dalam bukunya yang berjudul “Modern Philosophies of Education”
mengemukakan empat teori tentang kebenaran sebagai berikut:
a. Teori Korespondensi (Correspondence)

17 Ibid
Berfikir korespondensi adalah berfikir tentang terbuktinya
sesuatu itu relevan dengan sesuatu yang lain. Korespondensi relevan
dibuktikan adanya kejadian sejalan antara fakta dengan yang diyakini.
Ujian kebenaran teori korespondensi ini paling banyak diterima secara
luas oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran adalah kesetiaan
kepada realita obyektif(fidelity to objective reality).Sebagaimana
dikatakan oleh White Patrick “truth is that which conforms to fact, which
agrees with reality, which corresponds to the actual situation. Truth, then
can be defined as fidelity to objective reality”.[8]Kebenaran adalah
persesuaian antara pernyataan tentang fakta dengan fakta itu sendiri, atau
antara pertimbangan dengan situasi yang pertimbangan itu berusaha
untuk melukiskan, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan
pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu
b. Teori Konsistensi (Consistensy)
Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar bila
pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-
pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Artinya pertimbangan
dikatakan benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten dengan
pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren
menurut logika.18
c. Teori Pragmatisme (Pragmatism)
Teori pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Pierce (1839-1914)
dalam sebuah makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How
to make Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa
ahli filsafat yang kebanyakan adalah kebangsaan Amerika yang
menyebabkan filsafat ini sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-
ahli filsafat ini diantaranya adalah Wiliam James, John dewey, George
Hobart Mead, dan C.I. Lewis.19
d. Teori Religius (Religious)
Dalam epistimologi Islam, konsep kebenaran ilmu pengetahuan
disamping mencakup kebenaran korespondensi, koherensi, dan

18 Bagong Suyanto. Filsafat Sosial. Aditia media 2013


19 Gaston Bouthoul. teori-teori Filsafat Sosial Ibn Khaldun. Titian Ilahi Press, 1998
pragmatisme, juga yang bersifat Spiritual-Ilahiyyah. Artinya bahwa
sumber ilmu pengetahuan selain mungkin didapat melalui akal rasional
dan empiris indrawi (observasi) juga niscaya didapatkan dan diperkuat
melalui petunjuk wahyu (kitab suci), pelajaran sejarah, latihan-latihan
ruhani, penyaksian, dan penyingkapan ruhaniyah. Seperti kata Jalaluddin
Rumi, seorang sufi agung mengatakan bahwa kaki rasionalisme semata
ialah kaki kayu yang rapuh untuk meraih ilmu pengetahuan dan
kbenaran.20
5. Fenomena Sosial sebagai Fokus Kajian
Soerjono kemudian mendefinisikan fenomena sosial sebagai masalah
sosial. Sehingga suatu kejadian bisa disebut fenomena jika termasuk suatu
masalah. Masalah yang memberi dampak negatif, terjadi berulang, dan bisa
menyebar dengan sangat mudah. Dijelaskan pula, fenomena sosial bisa berarti
sebagai gejala-gejala atau peristiwa yang terjadi dan dapat diamati dalam
kehidupan sosial. Sehingga oleh Soerjono, fenomena sosial disebut juga dengan
istilah gejala sosial dan masalah sosial. Karakteristik fenomena sosial antara lain
adalah sebagai berikut : (1) Bersifat kompleks, (2) Bersifat dinamis, (3) Tidak
universal, (4) Sulit diprediksi, (5) Beraneka ragam, dan (6) Bersifat kontekstual.
21

Perkembangan sosil adalah sebuah proses interaksi yang dibangun oleh


seseorang dengan orang lain. Setiap kehidupan di dunia ini tergantung pada
kemampuan beradaptasi terhadap lingkungannya dalam arti luas.Akan tetapi
berbeda dengan kehidupan lainnya, manusia membina hubungan dengan
lingkungannya secara aktif.Manusia tidak sekedar mengandalkan hidup mereka
pada kemurahan lingkungan hidupnya seperti ketika Adam dan Hawa hidup di
Taman Firdaus.Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mengelola
lingkungan dan mengolah sumberdaya secara aktif sesuai dengan seleranya.22
Karena itulah manusia mengembangkan kebiasaan yang melembaga
dalam struktur sosial dan kebudayaan mereka.Karena kemampuannya
beradaptasi secara aktif itu pula, manusia berhasil menempatkan diri sebagai
20 Ibid
21 Aholiab Watloly, Sosio Epistemologi: Membangun Pengetahuan Berwatak Sosial,
Yogyakarta: Kanisius, 2013
22 Ibid
makhluk yang tertinggi derajatnya di muka bumi dan paling luas persebarannya
memenuhi dunia. Di lain pihak, kemampuan manusia membina hubungan
dengan lingkungannya secara aktif itu telah membuka peluang bagi
pengembangan berbagai bentuk organisasi dan kebudayaan menuju peradaban.
Dinamika sosial itu telah mewujudkan aneka ragam masyarakat dan
kebudayaan dunia, baik sebagai perwujudan adaptasi kelompok sosial terhadap
lingkungan setempat maupun karena kecepatan perkembangannya. Syamsu
Yusuf menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian
kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan
sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral dan tradisi. meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan kerja sama.Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat
sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan
orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan
pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya.Sedangkan, menurut
Ahmad Susanto, perkembangan sosial merupakan Pencapaian kematangan
dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk
menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi,
meleburkan diri menjadi satukesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja
sama.23
Ada banyak sekali perubahan atau perkembangan masyarakat, salah
satunya adalah Perubahan yang tidak berpengaruh besar adalah perubahan
lifestyle. Contoh yang sering kita temukan adalah perubahan gaya berpakaian.
Dulu, masyarakat terbiasa berpakaian tidak berhijab. Sebaliknya, dahulu orang
yang berhijab hanya segelintir orang. Kini berubah, hampir sebagian besar sudah
menggunakan hijab dalam kehidupan sehari-hari. Karena faktor lingkungan
yang tinggi menggunakan hijab inilah yang mendorong orang-orang disekitar
kita menggunakan hijab bukan karena kewajiban. Tetapi karena pengaruh
lingkungan dan fashion. Meskipun demikian, perubahan sosial budaya seperti ini
tidak sampai menimbulkan konflik dan pertentangan besar dalam masyarakat.

23 Ibid
KESIMPULAN
Dalam Everyman’s Encyclopaedia (1958: 409) disebutkan bahwa filsafat sosial
adalah “aspek filsafat yang memakai metode filosofis untuk membahas masalah-
masalah kehidupan sosial dan sejarah sosial.” Di sini kita temukan apa yang menjadi
objek materia-nya, yaitu kehidupan dan sejarah sosial dan yang menjadi objek forma-
nya yaitu filsafat. Sedangkan dari The Cambridge Dictionary of Philosophy (1995), kita
dapatkan definisi sebagai berikut: “Filsafat sosial, secara umum berarti filsafat tentang
masyarakat, di dalamnya termasuk filsafat ilmu sosial (dan banyak komponennya,
misalnya, ekonomi dan sejarah), filsafat politik, kebanyakan dari apa yang kita kenal
sebagai etika, dan filsafat hukum.”
Perkembangan filsafat sosial mengikuti perubahan penting dalam pandangan
filosof. Misalnya, paham individualisme dapat saja mengikuti idenya Descartes yang
menyatakan bahwa “Cogito ergo sum” (Aku berpikir maka aku ada). Jadi, nampaknya
filsafat sosial itu proyek individual, per kepala. Namun pada faktanya dari ide-ide
individual itu kemudian mengkristal dalam dialog antar masyarakat menjadi sebuah
pandangan umum. Pandangan umum inilah yang kemudian melahirkan keteraturan yang
lambat laun menjadi sistem yang –secara langsung atau tidak, dengan terpaksa atau
tidak—menjadi disepakati. Demikian kira-kira pendapat Durkheim.
Filsafat sosial itu mempunyai dua aktivitas: konseptual yang menjelaskan apa
yang seadanya (what the really is) dan normatif yang menjelaskan apa yang seharusnya
(what the really ought to be). Yang pertama melahirkan sosiologi, psikologi sosial,
ekonomi, sejarah dengan teoriteori sosialnya dan yang kedua menimbulkan filsafat
politik, etika, dan hukum. Jadi filsafat sosial tidak melulu dipenuhi oleh penjelasan-
penjelasan tentang masyarakat, tetapi juga penjelasan tentang bagaimana mengubah
masyarakat. Tidaklah mengherankan jika salah satu sifat dari filsafat sosial adalah
“pemberontakan”.

REFERERNSI :
Aholiab Watloly, Sosio Epistemologi: Membangun Pengetahuan Berwatak Sosial,
Yogyakarta: Kanisius, 2013.
Bagong Suyanto. Filsafat Sosial. Aditia media, 2013.
Gaston Bouthoul. teori-teori Filsafat Sosial Ibn Khaldun. Titian Ilahi Press, 1998.
Giddens, Anthony., 1986, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, Jakarta, UI Press, edisi
bahasa Indonesia
Hans Fink. Filsafat Sosial (asli: Social Philosophy). Terj. Sigit Djatmiko. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2010 (cetakan kedua).
Jalaluddin, Abdullah Idi, Filafat Pendidikan: Manuisa, Filsafat dan Pendidikan, Depok:
Rajagrafido Persada, 2016.
KJ Veeger. Realitas social, refleksi filsafat social atas hubungan individu masyarakat
dalam cakrawala sejarah sosiologi. Jakarta: Gramedia 1985
Pip Jones, Pengantar teori-teori social. Jakarta, Yayasan OBOR, 2003.
Sulassman dan Dadan Rusmana, Filsafat Sosial Budaya di Dunia Islam, Bandung:
Pustaka Setia, 2013.
Thomas McCarty. 2006. Teori Kritis Jurgen Habermas, Yogyakarta : Kreasi Wacana

Anda mungkin juga menyukai