Anda di halaman 1dari 15

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum akuntansi memiliki konsep dasar yang menjadi acuan dalam
penyusunan standar akuntansi yang digunakan yang bertujuan untuk diterapkan
dalam praktek akuntansi. Karena hal inilah yang membuat munculnya berbagai
konsep-konsep dasar akuntansi dalam penyajian dan pelaporan keuangan suatu
entitas.Sehingga membuat beberapa sumber yang mengajukan berbagai konsep-
konsep dasar akuntansi yang berbeda-beda
Di dalam pengertian konsep dasar menurut Ikatan Akuntansi Indonesia
(IAI) dalam dalam Kerangka Dasar Penyajian dan Pelaporan Keuangan
(KDPPLK) menyatakan bahwa asumsi dasar akuntansi dasar akuntansi
berdasarkan dasar akrual dan kelangsungan usaha (going concern). Menurut IFRS
dalam The Conceptual Framework for Financial Reporting sebagai asumsi dasar
akuntansi adalah hanya kelangsungan usaha. Sedangkan menurut Patondan
Littleton, konsep dasar akuntansi terdiri dari konsep kesatuan usaha , kontinuitas
usaha ,penghargaan sepakatan , kos melekat, upaya dan hasil , bukti terverifikasi
dan asumsi. Menurut Anthony, Hawkins dan Merchant, konsep dasar akuntansi
terdapat beberapa point seperti konsep pengukuran dengan unit uang, konsep
entitas, konsep kelangsungan usaha, konsep kos, aspek ganda, periode akuntansi,
konservatisme, realisasi, penandingan, konsistensi dan materialitas.
Hal-hal mengenai konsep dasar akuntansi inipun dipelajari dalam mata
kuliah Teori Akuntansi yang perlu diketahui oleh mahasiswa-mahasiswa
akuntansi dalam menambah pengetahuan dan acuan dalam pengembangan
pendidikan akuntansi yang dipelajari. Dalam makalah ini kami akan membahas
mengenai pemahaman mengenai konsep dasar akuntansi

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah yang dapat diambil


adalah :
1. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan konsep dasar.
2

2. Menjelaskan apa saja yang menjadi sumber dalam konsep dasar.


3. Menjelaskan apa saja manfaat konsep dasar.
4. Menjelaskan apa saja kesatuan usaha.

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut :


1. Untuk mengetahui konsep dasar.
2. Untuk mengetahui sumber dalam konsep dasar.
3. Untuk mengetahui manfaat konsep dasar.
4. Untuk mengetahui kesatuan usaha.
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar

Konsep dasar merupakan abstraksi atau konseptualisasi karakteristik


lingkungan atau wilayah dimana pelaporan keuangan diterapkan. Terdapat
berbagai sumber yang mengajukan seperangkat konsep dasar akuntansi yang
berbeda-beda isinya. Hal ini disebabkan karena perbedaan persepsi terhadap arti
pentingnya suatu konsep oleh suatu sumber.
Konsep dasar secara implisit melekat pada proses penalaran dalam
merekayasa akuntansi. Konsep dasar bersifat asumsi yang validitasnya tidak dapat
selalu diuji tetapi bermanfaat sebagai basis penalaran. Adanya perbedaan konsep
dasar antar sumber tak terlepas dari perkembangan akuntansi di berbagai belahan
dunia. Sejarah akuntansi yang dimulai sejak 3600 SM yang mulai mengenal
pembukuan yang kemudian berkembang dalam terdapat sistem tata buku yang
ditemukan catatan pedagang di abad pertengahan di Italia pada tahun 1340.

2.2 Sejarah dan Perkembangan Konsep Dasar Akuntansi


Di Indonesia, akuntansi mulai diterapkan sejak 1642, tetapi jejak
yang jelas baru ditemui pada pembukuan Amphioen Sociteyt yang berdiri
di Jakarta sejak 1747. Perkembangan akuntansi yang mencolok baru
muncul setelah undang-undang mengenai tanam paksa dihapuskan,1870.
Dengan dihapuskannya tanam paksa, kaum pengusaha swasta Belanda
banyak bermunculan di Indonesia untuk menanamkan modalnya. Dunia
usaha berkembang demikian pula kebutuhan akan akuntansi. Sistem 
pembukuan yang dianut oleh para pengusaha Belanda ini adalah seperti
yang diajarkan Luca Pacioli.
Fungsi pemeriksaan (auditing) mulai dikenalkan di Indonesia sejak
1907, yaitu dengan dikirimnya Van Schagen, seorang anggota NIVA.
Tugas pokoknya adalah menyusun dan mengontrol pembukuan
perusahaan. Pengiriman Van Schagen ini merupakan cikal bakal
dibukanya Jawatan Akuntan Negara (Government Accountant Dienst =
4

GAD ) yang resmi didirikan pada 1915. Akuntan publik pertama adalah
Frese&Hogeweg, yang mendirikan kantonya di Indonesia, 1918. Pada
1920 berdiri kantor akuntan H.Y.Voerens. Dalam tahun 1921 didirikan
Jawatan Akuntan Pajak  (Belasting Accountant Dienst = BAD).
Di dalam negeri sendiri, pendidikan akuntan mulai di rintis dengan
dibukanya jurusan akuntansi di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
1952. Pembukaan ini kemudian diikuti oleh fakultas-fakultas ekonomi di
Universitas Padjadjaran (1961). Universitas Sumatera Utara (1962),
Universitas Airlangga (1962) dan Universitas Gajah Mada (1964).
Organisasi profesi yang menghimpun para akuntan Indonesia di
Indonesia berdiri 23 Desember 1957. Organisasi ini, yang diberi nama
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), didirikan oleh lima akuntan Indonesia.
Anggotanya pada waktu itu baru sebelas orang. Dalam tahun 1978, berdiri
Ikatan Akuntan Indonesia Seksi Akuntan Publik. Tahun 1986, berdiri
Ikatan Akuntan Indonesia Seksi Akuntan Manajemen dan Seksi Akuntan
Pendidik.
Profesi akuntansi mulai berkembang dengan pesat sejak 1967.
Dikeluarkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing dalam tahun
itu, yang kemudian disusul dengan Undang-Undang Penanaman Modal
Dalam Negeri, 1968, merupakan pendorong berkembangnya profesi
akuntansi. Tumbuhnya perusahaan-perusahaan baru, baik yang didirikan
dalam rangka ke dua undang-undang tersebut maupun yang bukan, sebagai
akibat makin baiknya iklim investasi di Indonesia, telah meningkatkan
kebutuhan akan tenaga akuntansi. Sementara itu, di sektor Pemerintah,
bertambahnya proyek-proyek pembangunan yang harus dikelola, baik
melalui dana APBN maupun non APBN di satu pihak, dan makin
disadarinya sistem pertanggungjawaban yang auditable dan accountable,
di pihak lain, telah mendorong lajunya perkembangan profesi akuntansi.
Pemerintah sangat berperan dalam mendorong perkembangan profesi ini.
Diantaranya dengan membentuk Tim Koordinasi Pengembangan
Akuntansi dalam tahun 1985.

2.3 Konsep-Konsep Dasar Akuntansi


5

Konsep dasar pada umumnya merupakan abstraksi atau


konseptualisasi karakteristik lingkungan tempat atau wilayah
diterapkannya pelaporan keuangan. Daftar konsep dasar dari beberapa
sumber:

1. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)


IAI mengadopsi kerangka konseptual IASC sehinggga konsep dasar
yanga dipilih juga mengikuti IASC. Ada dua konsep dasar (dinamakan
asumsi pelandas atau underlying assumption) yang disebut secara spesifik
dalam kerangka konseptual IASC. Konsep dasar tersebut adalah :
a. basis Akrual ( Accrual basis)
b. Usaha berlanjut (Going concern)

2. Grady
Grady mendiskripsikan konsep dasar sebagai konsep yang mendasari
kualitas kebermanfaatan dan keterandalan informasi akuntansi atau
sebagai keterbatasan yang melekat pada statemen keuangan.

3. Accounting Principles Board


Accounting Principles Board (APB) menyebut konsep dasar sebagai
cirri-ciri dasar dan memuatnya dalam APB statement No.4. APB
mengidentifikasi tigabelas konsep dasar yang merupakan karakteristik
lingkungan diterapkannya akuntansi

4. Wolk, Tearney, dan Dodd


Wolk dan Teraney mendaftar empat konsep yang dianggap sebagai
postulat dan beberapa konsep lain sebagai prinsip berorientasi masukan
(input-oriented principles) yaitu recognition, matching, conservatism,
disclosure, materiality, dan objectivity dan prinsip berorientasi  keluaran
(output oriented principles) yaitu comparability,consistency, dan
uniformity. Keempat konsep yang dikategori sebagai postulat adalah;
      1. Usaha berlanjut (going concern)
      2. Periode waktu (Time period)
6

      3. Entitas akuntansi (Accounting entity)


      4. Unit moneter (Monetary unit)

5. Anthony, Hawkins, dan Merchant


Konsep dasar 1 sampai 5 dikategori sebagai pelandas statement
posisi keuangan (neraca) sedangkan konsep dasar 6 sampai 11 dikategori
sebagai pelandas statement laba rugi.
(1) pengukuran dengan unit uang,
(2) entitas,
(3) usaha berlanjut,
(4) cost,
(5) aspek ganda,
(6) perioda akuntansi,
(7) konservatisme,
(8) realisasi,
(9) penandingan,
(10) konsistensi,
(11) materialitas.

6. Paton dan Littleton


Konsep-konsep dasar yang dikemukakan P&L:
Entitas bisnis atau kesatuan usaha, batas kesatuan, penghargaan
sepakatan, kontinuitas usaha, kos melekat, upaya dan hasil, bukti
terverifikasi dan objektif.

1. Kesatuan Usaha (Entity Theory)


Konsep ini menyatakan bahwa perusahaan dianggap sebagai suatu kesatuan
atau badan usaha ekonomik yang berdiri sendiri, bertindak atas namanya sendiri,
dan kedudukannya terpisah dari pemilik atau pihak lain yang menanamkan dana
dalam perusahaan dan kesatuan ekonomik tersebut menjadi pusat perhatian atau
sudut pandang akuntansi. Jadi kesatuan usaha merupakan pusat pertanggung
jelasan.
2. Batas Kesatuan
7

Batas kesatuan usaha dari segi akuntansi bukanlah kesatuan yuridis


atau hokum melainkan kesatuan ekonomik. Batas kesatuan ekonomik
adalah kendali (control) oleh satu manajemen.

3. Penghargaan Sepakatan

Konsep ini menyatakan bahwa jumlah rupiah/agregat harga atau


penghargaan sepakatan yang terlibat dalam tiap transaksi atau kegiatan
pertukaran merupakan bahan olah dasar akuntansi yang paling objektif
terutama dalam mengukur sumber ekonomi yang masuk dan sumber
ekonomi yang keluar. Sebagai konsekuensi, elemen-elemen atau pos-pos
pelaporan keuangan diukur atas dasar penghargaan sepakatan tersebut.

4. Kontinuitas Usaha (Going Concern)

Konsep kontinuitas usaha atau usaha berlanjut menyatakan bahwa


kalau tidak ada tanda-tanda, gejala-gejala, atau rencana pasti dimasa dating
bahwa kesatuan usaha akan dibubarkan atau dilikuidasi maka akuntansi
menganggap bahwa kesatuan usaha tersebut akan berlangsungsung terus
sampai waktu yang tidak terbatas.

5. Kos Melekat (Cost Attach)

Konsep ini menyatakan bahwa kos melekat pada objek yang


direpresentasinya sehingga kos bersifat mudah bergerak dan dapat
dipecah-pecah/digabungkan kembali mengikuti objek yang dilekatinya.
Jadi untuk barang sebagai hasil akhir kegiatan produksi, kos terkandung
adalah kos komponen yang melekat pada barang tersebut, sedangkan kos
penggantian adalah price agregat yang tidak jadi diperoleh kalau barang
tersebut tidak ada atau price agregat yang harus dikorbankan kalau
perusahaan tidak memproduksi barang tersebut. Jadi, kos melekat
merupakan konsep dasar untuk mendukung bahwa bahan olah akuntansi
adalah kos yang sesungguhnya terjadi.

6. Upaya dan Hasil (Effort and Accomplishment)


8

Konsep ini menyatakan bahwa biaya merupakan upaya dalam


rangka memperoleh hasil berupa pendapatan. Secara konseptual,
pendapatan timbul karena biaya bukan sebaliknya pendapatan
menanggung biaya. Artinya, begitu kesatuan usaha melakukan kegiatan
produktif maka pendapatan dapat dikatakan telah terbentuk pula walaupun
belum terealisasi.

7. Bukti Terverifikasi dan Objektif

Konsep ini menyatakan bahwa informasi keuangan akan mempunyai


tingkat kebermanfaatandan tingkat keterandalan yang cukup tinggi apabila
terjadinya data keuangan didukung oleh bukti-bukti yang objektif dan
dapat diuji kebenarannya. Objektifitas bukti harus dievaluasi atas dasar
kondidi yang melingkupi penciptaan, pengukuran dan penangkapan atau
pengakuan data akuntansi. Jadi, akuntansi tidak mendasarkan diri pada
objektifitas mutlak melainkan pada objektifitas relative yaitu objektifitas
yang paling tinggi pada waktu transaksi terjadi dengan
mempertimbangkan keadaan dan ketersediaan informasi.

2.4 Manfaat Konsep Dasar

Bahwa konsep dasar berfungsi melandasi penalaran pada tingkat


perekayasaan akuntansi,konsep dasar lebih banyak manfaatnya bagi penyusunan
staandar dalam berargumen untuk menentukan konsep, prinsip, metoda, atau
teknik yang akan dijadikan standar.
Dalam tiap standar yang diterbitkan, misalnya, FASB menyertakan
bagian yang disebut Basis Penyimpulan yang didalamnya terrefleksi
konsep dasar yang dianut baik secara eksplisit maupun implicit. Patton
&Littleton menegaskan bahwa penyusunan standar harus dilandasi oleh
pemikiran atau penalaran yang jelas dan jernih.
Konsep ini menyatakan bahwa perusahaan dianggap sebagai suatu
kesatuan atau badan usaha ekonomik yang berdiri sendiri, bertindak atas
namanya sendiri, dan kedudukannya terpisah dari pemilik atau pihak lain
yang menanamkan dana dalam perusahaan dan kesatuan ekonomi tersebut.
9

2.5 Spiritualitas dalam Sosial Akuntansi

Penderitaan menghinggapi tidak saja bagi mereka yang secara materi


mendapatkan sedikit maupun banyak. Penderitaan merujuk pada rasa kurang
terhadap apa yang sudah dimiliki dan berusaha mendapatkan materi lebih banyak.
Ada ketamakan yang selalu muncul dan menciptakan kesenjangan antara harapan
dengan kenyataan. Untuk mengeliminasi kesenjangan tersebut, banyak individu
atau perusahaan berusaha melakukan redistribusi bagian materi dengan pihak-
pihak di sekitarnya (stakeholders). Ini dapat memicu tindakan yang merugikan
para stakeholders tersebut. Selama bisnis masih dibangun dengan filosofi
“mendapatan lebih,” zero sum game akan menjadi dasar hubungan antara individu
atau perusahaan dengan para stakeholders. Pada gilirannya, semua pihak terus
berusaha saling mengambil bagian pihak lain.
Spiritualitas memiliki banyak definisi maupun aspek yang telah
dikembangkan di berbagai literatur. Sebagai contoh, Field (2007) yang
terinspirasi dari ajaran Buddhisme menyatakan bahwa spiritualitas dalam
bisnis tidak terpisahkan dari proses mengeliminasi ketamakan, mengurangi
penderitaan, mengembangkan welas asih dan kebijaksanaan pada semua
mahluk hidup dan lingkungan. Setiap perusahaan perlu memiliki “cause
no harm” value, yaitu (2007:32):
“..to continuously be mindful of our intentions, and to contribute
positively to making “better communities” among all our internal and
external stakeholders.... will not acquire any raw materials, or design,
manufacture, or sell any products or services, the doing of which will be
harmful to any sentient being or to the environment.”
Ajaran Buddhisme mengenal konsep anatta (tiada diri). Intinya
adalah semua komponen, benda, atau mahluk hidup terdiri dari komponen
yang berasal dari luar dirinya sendiri. Saat kita melihat bunga yang mekar
dengan indah, sesungguhnya bunga tersebut tidak memiliki inti kekal yang
inheren di dalamnya. Bunga tersebut terdiri dari awan, hujan, mineral,
tanah, cuaca dan sebagainya yang berasal dari luar dirinya namun
termanifestasi menjadi bunga yang indah saat sebab dan kondisi telah
terpenuhi. Demikian juga dengan kebahagiaan diri sendiri yang
10

sesungguhnya merupakan manifestasi dari interaksi positif dengan alam


dan mahluk lainnya. Saat kita membuat orang lain bahagia, maka
kebahagiaan tersebut akan melenyapkan penderitaan kita sendiri dan
mendatangkan kebahagiaan bagi semuanya. Tidak ada bisnis yang dapat
berkelanjutan jika dibangun atas dasar keserakahan dan pemuasan ego
dengan sekedar mengambil sesuatu dari orang lain dan alam.
Dalam ajaran Islam juga dikenal amal saleh. Amal berarti perbuatan
atau tindakan, sedangkan saleh berarti yang baik atau yang patut. Amal
saleh ialah perbuatan baik yang memberikan manfaat bagi semuanya
bukan hanya berorientasi pada kepentingan diri atau kelompok sendiri.
Pengertian amal dalam pandangan Islam adalah setiap amal saleh, atau
setiap perbuatan kebajikan yang diridai oleh Allah SWT. Alam semesta
berupa keseimbangan dan keserasian yang perlu dijaga dan menjadi
tanggung jawab manusia. Dengan demikian, amal dalam Islam tidak hanya
terbatas pada ibadah formal, namun juga dalam setiap tindakan dalam
keseharian kita termasuk dalam mengembangkan bisnis. Dengan kata lain,
bekerja adalah juga sebuah ibadah jika dilakukan dengan tepat.
Dalam ajaran Kristen atau Katolik juga dikenal pernyataan yang
diucapkan Yesus: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
Sesama manusia tidak merujuk pada orang yang memiliki agama, etnis
atau ideologi yang sama namun semua orang tanpa pengecualian. Bahkan
setiap orang perlu memandang baik atau tidaknya tindakan yang dilakukan
kepada orang lain seperti tindakan kepada dirinya sendiri. Jadi, ukuran
yang digunakan kepada diri sendiri perlu digunakan juga terhadap semua
orang dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam mengembangkan
bisnis. Contoh lain, Rhodes (2006) membuat sebuah ringkasan yang
menjembatani berbagai aspek dari spiritualitas dalam bisnis. Spiritualitas
dinyatakan memiliki 6 aspek: menekankan pada sustainability;
berkontribusi pada nilai; menghargai kreativitas; menumbuh kembangkan
inklusivitas; mengembangkan prinsip etika; dan berorientasi pada passion
yang menyatukan kehidupan dan pekerjaan. Enam komponen itu
diperlukan untuk menciptakan manusia yang utuh, menciptakan
11

spiritualitas di tempat kerja, dan akhirnya membawa perubahan ke


masyarakat luas. Enam aspek tersebut bersifat universal dan tidak
bertentangan dengan atau merugikan kepentingan siapapun.
Dalam konteks pengembangan literatur akuntansi di Indonesia, Iwan
Triyuwono mempelopori masuknya dimensi spiritualitas. Ia menekankan
pada pentingnya dekonstruksi pemikiran akuntansi mainstream yang
terlalu mendewakan rasionalitas dan menciptakan ilusi keterpisahan antara
subjek (pelaku, akuntan) dan objek (masyarakat) (Triyuwono 2000a dan
2000b). Sebagai hasilnya, akuntansi menjadi alat yang mendukung
berbagai tindakan destruktif atas nama rasionalitas ekonomi. Triyuwono
(2000a) memandang bahwa nilai cinta berpotensi hilang dari aktivitas
ekonomi karena akuntansi lebih mengutamakan nilai-nilai egoistik,
materialistik, dan utilitarian. Untuk menghindari proses dehumanisasi
dalam masyarakat, nilai-nilai cinta perlu dibangun dalam pembelajaran
dan pengembangan penelitian yang membentuk kerangka pemikiran
akuntansi. Triyuwono (2000b) menyarankan pengembangan literatur dan
praktik akuntansi berbasiskan akuntabilitas horisontal (manusia dan alam)
dan vertikal (Tuhan). Akuntansi seharusnya bukan sekedar instrumen
bisnis namun juga berkontribusi untuk menunjang penemuan hakikat diri
dan tujuan hidup manusia.
Selanjutnya, Molisa (2011) mengangkat masalah spiritualitas dalam
penelitian kritis dan sosial akuntansi sebagai sebuah tantangan untuk
menghasilkan berbagai penelitian yang dapat berkontribusi pada
emansipasi. Namun, Molisa mengkritisi bahwa berbagai penelitian kritis
akuntansi terlalu berharap pada perubahan eksternal untuk mengakhiri
penderitaan manusia. Yang diperlukan adalah bagaimana menyadarkan
manusia bahwa akar masalah sebenarnya ada pada ego. Ego menghasilkan
ketamakan, keterpisahan antar manusia dan keterpisahan antar seluruh
mahluk hidup. Pada gilirannya, ego menyebabkan penderitaan. Saat ego
dilenyapkan, transformasi internal akan terjadi dan cinta akan muncul.
Menurut Molisa, praktik akuntansi dan akuntabilitas membutuhkan bentuk
baru yaitu awakening accounts, awakened accounting, dan awakened
12

doing untuk dapat berkontribusi pada pengakhiran penderitaan. Akun


diartikan sebagai sebuah penjelasan yang menunjukkan alasan dibalik
pelaksanaan sebuah kegiatan. Akun juga dapat berarti catatan atu deskripsi
tentang hal-hal yang dianggap penting dan perlu diperjuangkan. Ini
berimplikasi pada ontologi, epistemologi, aksiologi dan praktik baru yang
amat berbeda dengan yang selama ini mengilhami diskursus akuntansi.
Bagaimana bentuk konkretnya masih membutuhkan banyak penelitian di
masa mendatang.
Tri Hita Karana merupakan sebuah filosofi yang berakar dari Tradisi
Hindu. Filosofi ini menekankan pada pentingnya membangun keharmonisan
antara Tuhan (parhyangan), manusia, dan alam/lingkungan (palemahan) (Pertiwi
dan Ludigdo 2013). Unsur alam atau lingkungan dan manusia akan selalu
berhubungan dengan Parhyangan sebagai sebuah kesatuan yang tak terpisahkan.
“As is the microcosm, so is the macrocosm, As is the atom, so is the universe. As
is the human body. So is the cosmic body. As is the human mind, so is the cosmic
mind.” (ayat dari Vedha, dikutip dari Chopra 1997:14).
Dalam ajaran Hindu, jasmani manusia digambarkan sebagai
mikrokosmos sedangkan alam semesta ini atau jagat raya sebagai
makrokosmos. Kosmos di dalam istilah Hindu disebut “bhuwana” yang
artinya dunia. Alam semesta adalah bhuwana agung dan tubuh manusia
adalah bhuwana alit. Dunia ini sesungguhnya semu. Walaupun semu,
namun dapat dilukiskan. Dengan mencintai alam, maka kita sedang
mengembangkan cinta kepada Tuhan dan manusia. Berbuat jahat kepada
manusia lain berarti juga mencederai bhuwana dan Sang Hyang Widhi.
Tuhan adalah sumber yang memancarkan segala sesuatunya. Jadi manusia
adalah gambaran dari alam, demikian sebaliknya. Ketiga unsur tersebut
sesungguhnya menyatu dan tidak dapat dipisahkan. Hindu Dharma
mengajarkan agar manusia menjaga keharmonisan kedua kosmos demi
kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin. Jadi keseimbangan
ekosistem perlu diciptakan dan dijaga karena kesatuan manusia dengan
alamnya. Dalam konteks bisnis, aktivitas bisnis perlu mengedepankan
keharmonisan unsur-unsur di atas dan diwujudkan dalam hubungan di
13

antara unsur-unsur tersebut. Pertiwi dan Ludigdo (2013) menunjukkan


bagaimana filosofi tersebut diimplementasikan dalam aktivitas CSR
perusahaan (Hotel Discovery Kartika Plaza, Kuta Bali) yang tidak semata-
mata berorientasi pada profit finansial, namun juga kesinambungan antara
perusahaan dengan karyawannya, orang sekitar, alam dan Tuhan.
Aktivitas CSR ini meliputi: kesempatan berkembang bagi
masyarakat sekitar dalam aktivitas ekonomi melalui berbagai program
terintegrasi dengan aktivitas perusahaan; penggunaan listrik dan air secara
bertanggungjawab; implementasi DFSMS (Discovery Food Safety and
Management System); pelatihan menghadapi kecelakaan/kebakaran bagi
karyawan; komitmen perusahaan terhadap kesejahteraan karyawan;
pengolahan dan pemanfaatan limbah; kebersamaan internal dalam
pengambilan keputusan; dan dukungan bagi pengembangan kehidupan
religius karyawan dan masyarakat sekitar. Implementasi CSR tersebut
berkontribusi bagi kesinambungan operasi perusahaan dalam jangka
panjang. Pertiwi dan Ludigdo (2013) mengidentifikasikan empat nilai
utama dari pelaksanaan CSR berbasis Tri Hita Karana, yaitu: nilai
material, sosial, vital dan spiritual. Keempat nilai ini penting untuk
menciptakan sustainability bagi perusahaan. Hal lain yang tak kalah
menariknya dari penelitian tersebut ditemukan bahwa dengan menjalankan
CSR berbasis Tri Hita Karana, ada kedamaian, keselarasan dan
kebahagiaan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Ini juga selaras
dengan temuan dari Saputra (2012). Dalam studinya tentang kinerja dan
kepuasan kerja internal auditor yang memiliki nilai-nilai Tri Hita Karana,
ditemukan bahwa nilai-nilai tersebut berkontribusi pada penguatan locus
of control dari para auditor dan meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja
mereka. Kedua penelitian di atas memberikan sebuah gambaran awal yang
penting dan inspiratif. Spiritualitas tidaklah dapat dipisahkan dari
kehidupan kerja dan karenanya adalah penting untuk menjaga keselarasan
antara tindakan bisnis dan spiritualitas di tempat kerja.
14

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa untuk menyediakan data


kuantitatif, terutama yang mempunyai sifat keuangan dari kesatuan usaha
ekonomi yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi
yag sesuai dengan prnsio akuntansi dalam memilih alternatif dari suatu
keadaan. Di dalam menyusun prinsip akuntansi, digunakan asumsi-asumsi
dan konsep-konsep dasar tertentu. Asumsi dasar ini merupakan aspek dari
lingkungan di mana akuntansi itu dilaksanakan. Sedangkan konsep-konsep
dasar merupakan pedoman dalam menyusun prinsip akuntansi. Konsep
dasar diperlukan untuk membuat kesatuan fikir dalam pembuatan laporan
keuangan, agar tidak terjadi perbedaan antara pembuat laporan keuangan
yang satu dan yang lain. Spiritualitas dalam sosial akuntansi terlalu
berharap pada perubahan eksternal untuk mengakhiri penderitaan manusia
sehingga yang diperlukan adalah bagaimana menyadarkan manusia bahwa
akar masalah sebenarnya ada pada ego. Spiritualitas tidaklah dapat
dipisahkan dari kehidupan kerja dan karenanya adalah penting untuk
menjaga keselarasan antara tindakan bisnis dan spiritualitas di tempat
kerja.
15

DAFTAR PUSTAKA

Efferin, S, dan M.S. Hartono. 2015. “Management Control and Leadership Styles
in Family Business: An Indonesian Case Study”. Journal of Accounting and
Organizational Change, Vol. 11, No. 1, hlm 130-159.
Efferin, S, dan T. Hopper. 2007. “Management Control, Culture and Ethnicity in a
Chinese Indonesian Company”. Accounting, Organizations and Society,
Vol. 32, hlm 223-262.
Hoogervorst, H. 2012. Speech on the 3rd ECB Conference on Accounting,
Financial Reporting and Corporate Governance for Central Banks. Diunduh
tanggal 18 Mei 2015.
Hopper, T. dan A. Powell. 1985. “Making Sense of Research into the
Organizational and Social Aspects of Management Accounting: A Review
of Its Underlying Assumptions”. Journal of Management Studies, Vol. 22,
No. 5, hlm 429-465.
IASB. 2015. Work Plan on Conceptual Framework of Reporting Entity. Diunduh
tanggal 18 Mei 2015.
Iwan triyuwono,2003, “Konsekuensi Penggunaan Enthity Teori Sebagai Konsep
Dasar Standart Akuntansi Perbankan Syariah”, JAAI Volume 7 No. 1, Juni
2003
Jaka Isgrayanta, 2009, “Perumusan Konsep Entitas Akuntansi Islam”, JAAI
Volume 13 No. 1, Juni 2009: 77–86
Molisa, P. 2011. “A Spiritual Reflection on Emancipation and Accounting”.
Critical Perspectives on Accounting, Vol. 22, hlm 453-484.
Suwardjono.2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi
Ketiga. BPFE: Yogyakarta
Triyuwono, I. 2000a. Organisasi dan Akuntansi Syari’ah. Penerbit LKiS.
Yogyakarta.
Triyuwono, I. 2000b. Posmodernisme: Beberapa Konsep Transedental Tradisi
Islam untuk Metodologi Penelitian Akuntansi, Bisnis dan Ekonomi. Short
Course Metodologi Penelitian Paradigma Alternatif, CBIES FE Unibraw
bersama IAI KAPd, 8 - 9 Mei 2000.

Anda mungkin juga menyukai