Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

“Teknik Pemeriksaan CT Scan Kepala Tanpa Kontras dengan Diagnosa Abnormal


Concussion di IGD Dr. Soebandi Jember”

Disusun Oleh:

VERONICA VANESSA AULIA BAHTIAR


(151910383052)

D-IV TEKNOLOGI RADIOLOGI PENCITRAAN


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan sebagai
laporan guna memenuhi tugas Praktek Lapangan Kerja Program Studi Diploma IV
Teknologi Radiologi Pencitraan Fakultas Vokasi Universitas Airlangga.
Nama : Veronica Vanessa Aulia Bahtiar
NIM : 151910383052
Waktu Pelaksanaan : 09 Mei 2022 – 30 Juni 2022
Tempat Pelaksanaan : Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soebandi
Judul Laporan Kasus: “Teknik Pemeriksaan CT Scan Kepala Non Kontras dengan
Diagnosa Cocussion di IGD Dr. Soebandi Jember.”

Jember, 20 Juni 2022

Mengetahui Mengetahui
Kepala Instalasi Radiologi Instruktur Klinis
RSUD dr. Soebandi Jember

Dr. R. Handi Sembodo, Sp.Rad Agi Yuliawan, A. Md. Rad


NIP. 101201705119790515 NIP. 19730327199603100

Mengetahui Menyetujui
Dosen Pembimbing Koordinator Program Studi D4 Teknologi
Radiologi Pencitraan Universitas Airlangga

Lailatul Muqmiroh, dr., Sp.Rad (K) Muhaimin, S.Tr.Kes.,M.T


NIP. 197607202015043201 NIP. 199002252020073101

ii
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena atas berkat ridho dan
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Tugas mandiri Laporan studi kasus Praktik
Kerja Lapangan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soebandi Jember.
Tugas mandiri ini merupakan tugas laporan bagi mahasiswa D4 Teknologi
Radiologi Pencitraan Universitas Airlangga yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan serta pemahaman mahasiswa mengenai “Teknik Pemeriksaan CT Scan
Kepala Non Kontras dengan Diagnosa Concussion di IGD Dr. Soebandi Jember”
untuk pemenuhan tugas mata kuliah atau Praktik Kerja Lapangan, selain itu dengan
pembuatan laporan ini kami berharap akan lebih meningkatkan kemampuan para
mahasiswa dalam menyusun berbagai makalah.
Tiada kata yang pantas kami ucapkan kecuali ucapan terimakasih yang
sebanyak-banyaknya atas semua pihak yang telah membantu dan mendukung
selesainya makalah ini dengan sebaik-baiknya. Penyusun menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dalam penyusunan laporan studi kasus ini. Oleh karena itu,
penyusun sangat berharap adanya kritik dan saran yang membangun dari pembaca,
guna memperbaiki penulisan laporan kasus selanjutnya. Penyusun juga berharap
dengan penyusunan laporan kasus ini bisa bermanfaat bagi penyusun maupun para
pembaca.

Wassalamualaikum wr.wb.

Jember, 20 Juni 2022

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………...…………………………i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................................... 3
BAB II .................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN .................................................................................................... 4
2.1 Anatomi Otak .............................................................................................. 4
2.2 Patofisiologi Cedera Otak Traumatik ..................................................... 11
2.4 Teknik CT-Scan Kepala Tanpa Kontras ................................................ 16
2.4.1 Persiapan pasien ................................................................................. 16

2.4.2 Indikasi ................................................................................................ 16

2.4.4 Alat & bahan ....................................................................................... 16

2.4.5 Pengaturan Posisi Pasien dan Objek Evaluasi ................................. 17

2.4.6 Parameter scanning ............................................................................ 17

2.4.7 Gambaran filming............................................................................... 17

2.5 Proteksi Radiasi ......................................................................................... 18


BAB III ................................................................................................................. 20
PEMBAHASAN .................................................................................................. 20
3.1 Identitas Pasien .......................................................................................... 20
3.2 Riwayat Pasien ........................................................................................... 20
3.3 Prosedur Pemeriksaan .............................................................................. 20
3.3.1 Persiapan Alat dan Bahan ................................................................. 20

3.3.2 Persiapan Pasien ................................................................................. 21

3.3.3 Teknik Pemeriksaan ........................................................................... 21

iv
3.3.4 Post Processing .................................................................................... 22

3.3.5 Hasil Citra ........................................................................................... 23

3.3.6 Hasil Bacaan Dokter ........................................................................... 24

3.3.7 Usaha Proteksi radiasi ........................................................................ 25

3.3.8 Pembahasan Kasus ............................................................................. 25

BAB IV ................................................................................................................. 27
PENUTUP ............................................................................................................ 27
4.1 Kesimpulan ................................................................................................ 27
4.2 Saran ........................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cedera kepala merupakan penyebab utama kematian pada populasi

dibawah 45 tahun dan merupakan kejadian kematian nomer 4 terbanyak

pada seluruh populasi. Frekuensi cedera kepala pada laki-laki dan

perempuan adalah 2-2,8 : 1, sebagian besar mengalami cedera kepala ringan

(CKR) (80%), sisanya mengalami cedera kepala sedang (CKS) (10%), dan

cedera kepala berat (CKB) (10%). Angka kematian akibat cedera kepala

sendiri terbilang tinggi. Setiap tahunnya, kejadian cedera kepala di

Indonesia diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Tingkat kematiannya

10%, bahkan sebelum pasien tiba di rumah sakit. Cedera kepala akan

mengakibatkan gegar otak atau yang disebut juga dengan concussion.

Concussion adalah kondisi cedera kepala yang terjadi diakibatkan oleh

benturan pada kepala yang cukup parah. Bahkan, para ahli patologi

belakangan ini dapat menunjukkan adanya lesi di otak.

Dengan adanya teknologi yang sangat canggih untuk membantu

dokter untuk menegakkan diagnosa. Teknologi tersebut yaitu CT Scan, saat

ini pemanfaatan CT Scan digunakan diberbagai aplikasi klinis, salah

satunya yaitu pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras. Penggunaan CT

Scan di Instalasi Gawat Darurat dr. Soebandi untuk menegakkan diagnosa

membantu dokter menggunakan CT Scan dual slice.

1
Computed Tomography menggunakan komputer yang kompleks

dan sistem pencitraan mekanik untuk memberikan gambar anatomi

penampang di bidang aksial, sagital, dan koronal. Unit CT menggunakan

tabung sinar-X dan rangkaian detektor untuk mengumpulkan data anatomi

dari pasien. Data ini direkonstruksi menjadi gambar. Sistem CT terdiri dari

tiga komponen utama yaitu gantry, komputer dan operator console.

Operator console untuk mengontrol parameter pemeriksaan yang disebut

protokol, dan tampilan atau memanipulasi gambar yang dihasilkan

(Bontrager, 2014).

Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin mengkaji lebih lanjut

mengenai teknik pemeriksaan CT-Scan kepala di Instalasi Gawat Darurat

RSUD dr. Soebandi, Jember dan mengangkatnya dalam bentuk laporan

kasus dengan judul: “Teknik Pemeriksaan CT Scan Kepala Non Kontras

dengan Diagnosa Concussion di IGD Dr. Soebandi Jember”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan,


bagaimana teknik pemeriksaan CT-Scan Dual Slice kepala tanpa kontras
dengan diagnosa Concussion di IGD Dr. Soebandi Jember?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk


mengetahui bagaimana teknik pemeriksaan CT-Scan Dual Slice kepala
tanpa kontras dengan diagnosa Concussion di IGD Dr. Soebandi Jember?

2
1.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari pembuatan laporan kasus ini yakni diharapkan dapat


digunakan sebagai acuan untuk menambah wawasan bagi penulis khususnya
dan bagi para pembaca pada umumnya mengenai patologi yang dapat terjadi
pada kepala yang merupakan bagian tubuh sangat vital yang rentan terhadap
berbagai penyakit.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Otak

Otak merupakan organ vital dalam tubuh manusia. Otak sebagai pusat
kendali segala kegiatan yang dilakukan organ-organ tubuh yang lain. Otak
manusia secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu forebrain, midbrain dan
hindbrain. Forebrain terdiri dari telencephalon yang didalamnya terdapat
cerebral hemispere, olfactory cortex, hippocampus, basal ganglia dan
ventrikel ke-3, serta diencephalon yang di dalamnya terdiri dari optic cup/
nerves, thalamus, hypothalamus, mammilary bodies, dan bagian dari
ventrikel ke-3. Midbrain terdiri dari mesencephalon yang di dalamnya
terdapat tectum, cerebral quedact, red nucleus, subtantia nigra dan crus
cerebelli. Sedangkan Hindbrain dibagi menjadi merenncephalon yang terdiri
dari pons dan cerebellum serta myelencephalon yang terdiri atas medulla
oblongata.
Menurut Van Putte, (2016), pada umumnya otak dibagi menjadi empat
bagian utama, yaitu: cerebrum, diencephalon, brainstem dan cerebellum.
a. Cerebrum (Otak Besar)
Adalah bagian dari otak yang paling besar yang terdiri dari
hemisphere kanan dan kiri dan dipisahkan dengan longitudinal fissure.
Bagian permukaan yang paling mencolok dari hemispere disebut gyrus,
sedangkan lipatan ke dalamnya disebut sulcus yang ditampakkan pada
gambar di bawah ini.

4
Gambar 2. 1 Anatomi Gyrus dan Sulcus (Vanputte, 2016)

Keterangan:
1. Lobus Frontalis 6. Longitudinal Fissure
2. Sulcus Centralis 7. Hemisphere Sinistra
3. Lobus Parietalis 8. Sulcus
4. Lobus Occipitalis 9. Gyrus
5. Hemisphere Dextra

Setiap hemisphere terdiri dari lobus-lobus dengan sebutan sesuai


dengan tulang yang menutupinya. Terdapat lobus frontalis, lobus
parietalis, lobus occipitalis dan lobus temporalis. Di antara lobus frontalis
dan parietalis dipisahkan dengan central sulcus seperti tampilan pada
gambar anatomi brain lobus dari pandangan superior di bawah ini:

Gambar 2. 2 Anatomi Lobus dari Pandangan Superior (Netter, 2014)

5
Keterangan :
1. Polus Frontalis 6. Lobus Temporalis
2. Fisura longitudinalis cerebri 7. Sulcuparietoocipitalis
3. Lobus Frontalis 8. Lobus Occipitalis
4. Sulcus Centralis 9. Polus Occipitalis
5. Lobus Parietalis

Otak kanan dan kiri dibagi menjadi empat bagian besar yang disebut
lobus frontal, lobus temporal, lobus parietal dan lobus oksipital.
Lobus frontal berperan penting dalam mengendalikan gerakan tubuh,
menilai dan merencanakan sesuatu, memecahkan masalah serta mengatur
emosi dan pengendalian diri. Kerusakan pada lobus ini menyebabkan
perubahan perilaku dan kebiasaan seksual, kesulitan berbahasa dan
mengatur emosi.
Lobus oksipital berguna untuk membantu kita mengenali obyek,
ketidakmampuan untuk mengidentifikasi warna, halusinasi dan kesulitan
memahami kata-kata.
Lobus temporal bertanggung jawab terhadap fungsi pendengaran,
memori dan emosi. Kerusakan pada lobus temporal menyebabkan masalah
pada ingatan, persepsi ucapan dan kemampuan berbahasa.
Lobus parietal berperan penting dalam menafsirkan sentuhan, gerakan
tubuh, sensasi nyeri dan kemampuan berhitung serta menulis atau melukis.
Cedera atau kerusakan pada lobus ini menyebabkan seseorang kehilangan
sensasi (mati rasa kesemutan) di sisi tubuh yang berlawanan.
Contoh gambar dari lobus frontal, oksipital, temporal dan parietal
adalah sebagai berikut:

6
Gambar 2. 3 Anatomi Lobus dari pandangan lateral (Netter, 2014)

Keterangan :
1. Pol Frontalis 7. Lobus Occipitalis
2. Lobus Frontalis 8. Incisura Preoccipitalis
3. Sulcus centralis 9. Lobus temporalis
4. Lobus parietalis 10. Sulcus lateralis
5. Sulcus parietooccipital 11. Polus temporalis
6. Polus occipitalis 12. Fossa lateralis cerebri

b. Diencephalon
Terdiri dari thalamus, epithalamus dan hypothalamus terletak di
antara batang otak dan cerebrum sesuai gambar 2.4 di bawah ini.

Gambar 2. 4 Letak Diancephalon di dalam kepala digambarkan


dengan gambar berwarna merah (VanPutte, 2016)

Keterangan:
1. Diencephalon
2. Brainsteam
Diencephalon terdiri dari:
1.) Thalamus

7
Thalamus yang ditunjukkan pada gambar (2.5) terletak pada
bagian belakang (posterior) otak depan dan dijadikan sebagai tempat
lalu lintas rangsangan sensorik dari dan menuju korteks otak.
Merupakan bagian terbesar, terdiri dari susunan syaraf dengan bentuk
sepertim yo-yo. Kedua sisi dihubungkan dengan suatu bagian kecil
yang disebut interthalamic adhesion. Bagian ini mengelilingi ventrikel
ketiga dan merupakan produk utama dari embrionik diencephalon.
Fungsi paling utama dari kelenjar thalamus adalah sebagai penyampai
informasi yang berkaitan dengan kesadaran, siklus tidur dan
kewaspadaan. Thalamus merupakan bagian dalam sistem lambik yang
memiliki peran dalam mengontrol dan merespon emosi , motivasi,
mood, sekresi sistem hormon pada manusia dan sensasi rasa sakit dan
senang.

Gambar 2. 5 Anatomi Thalamus (VanPutte, 2016)

Keterangan:
1. Thalamic Nuclei
2. Interthalamic adhesion
2) Epithalamus
Merupakan bagian kecil yang berada pada superior dan posterior
dari thalamus. Yang berhubungan dengan thalamus terdapat kelenjar
pineal (pineal gland) yaitu kelenjar endokrin yang mempengaruhi
aktifitas pubertas pada usia remaja. Fungsi dari epithalamus adalah
untuk menghubungkan sistim lambik ke bagian lain dari otak.
3) Hypothalamus
Merupakan bagian inferior yang terdiri dari beberapa syaraf yang
berfungsi sangat penting dalam pengaturan homeostasis 13 yaitu

8
berkaitan dengan pengaturan suhu tubuh, rasa lapar dan haus. Sensasi
seperti kesenangan seksual, emosional seperti marah dan rasa takut
serta rileks setelah makan. Selain itu, hypothalamus juga berperan
dalam pengaturan sekresi hormon dari kelenjar pituitari.
c. Brainstem (Batang Otak)
Batang otak adalah penghubung antara susunan saraf tepi dengan otak
yang letaknya ditunjukkan pada gambar 2.6. Batang otak terdiri dari
medulla oblongata, pons, dan mid brain (otak tengah). Fungsi utama dari
batang otak antara lain untuk mengatur detak jantung, tekanan darah, dan
pernafasan.

Gambar 2. 6 Anatomi Batang Otak dan Diancephalon (VanPutte, 2016)

Keterangan :
1. Thalamus 5. Medulla Oblongata
2. Infundibulum 6. Diancephalon
3. Pons 7. Midbrain
4. Pyramid 8. Brainstem

1) Medulla Oblongata
Medulla oblongata terletak padaa bagian inferior dari batang otak
dan merupakan kelanjutan dari spinal cord. Medulla oblongata berada
setinggi Foramen magnumm sampai dengan pons. Medulla oblongata
memiliki fungsi yang spesifik seperti untuk mengatur detak jantung,
diameter pembuluh darah, pernafasan, fungsi dalam menelan, muntah,
batuk, bersin, keseimbangan dan koordinasi.
2) Pons

9
Pons tersusun dari saraf-saraf ascenden dan descenden. Fungsi
pernafasan, menelan dan keseimbangan dilakukan oleh bagian inferior
pons. Syaraf di bagian ini juga berfungsi sebagai penghubung antara
cerebellum dan cerebrum. Fungsi lain adalah dalam proses mengunyah
dan pengaturan air liur. Adanya kelainan di daerah pons atau batang
otak dapat menimbulkan efek yang fatal bagi kesadaran.
3) Mid Brain (Otak Tengah)
Fungsi dari otak tengah adalah untuk pengaturan pergerakan mata,
pengaturan diameter pupil dan bentuk lensa. Mid brain terletak pada
bagian superior dari pons dan merupakan bagian terkecil dari batang
otak.
4) Cerebellum (Otak Kecil)
Otak kecil terletak menempel dengan batang otak, dengan
beberapa konektor yang disebut Cerebellar penducles, yang 15
menghubungkan antara cerebellum dengan bagian lain di susunan
syaraf pusat.
Fungsi utama sebagai pengontrol gerak dan keseimbangan,
mlelakukan pengendalian otot untuk pergerakan tubuh, membantu
belajar dan mengingat kemampuan motorik, sebagai pengatur postur
tubuh dan gerak bola mata, membantu fungsi kognitif seperti bahasa,
emosi dan perhatian seseorang, dan sebagai pengatur gerakan dan
informasi dari rangsangan supaya bisa melakukan gerakan yang tepat.
Contoh dari gambar anatomi otak secara keseluruhan adalah sebagai
berikut:

Gambar 2. 7 Anatomi otak secara keseluruhan dan letak Cerebellum


berada pada inferior dari batang oak (VanPutte, 2016)

10
Keterangan:
1. Cerebrum 6. Diancephalon
2. Corpus Callosum 7. Midbrain
3. Cerebellum 8. Pons
4. Thalamus 9.Medulla Oblongata
5. Hypothalamus 10. Brainstem

2.2 Patofisiologi Cedera Otak Traumatik


Pada saat trauma terjadi, pertama sekali terjadi cedera primer oleh
kerusakan mekanis yang dapat berupa tarikan, robekan dan atau peregangan
pada neuron, akson, sel glia dan pembuluh darah. Cedera primer dapat bersifat
fokal atau pun difus. Kebanyakan kasus cedera primer langsung menyebabkan
kematian sel neuron. Cedera primer bersamaan dengan perubahan metabolik
dan seluler memicu kaskade biokimia, menyebabkan gelombang sekunder
atau cedera sekunder. Hal ini berlangsung dari menit-menit awal terjadinya
proses trauma yang dapat berlangsung berhari-hari hingga berbulan-bulan dan
menyebabkan neurodegenerasi, dan memperparah cedera primer. Cedera
sekunder merupakan penyebab utama meningkatnya tekanan intrakranial
pada cedera otak traumatik, dimana terjadi edema pada jaringan otak. Cedera
sekunder terjadi pada lokasi cedera dan jaringan sekelilingnya. Cedera otak
traumatik diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan
morfologinya.
a. Berdasarkan mekanisme:
 Trauma tumpul, trauma tumpul dengan kecepatan tinggi
(misalnya kecelakaan kendaraan bermotor) atau trauma tumpul
dengan kecepatan rendah (misalnya terjatuh atau serangan
pemukulan)

 Trauma penetrasi, misalnya akibat luka tembak atau luka tusuk


 Trauma ledakan, akibat ledakan benda eksplosif.
b. Berdasarkan tingkat keparahan yang dinilai dari skor Glasgow Coma
Scale (GCS):
 Ringan, GCS 14-15
 Sedang, GCS 9-1

11

Berat, GCS 3-8
c. Berdasarkan morfologi:
 Fraktur tengkorak, yaitu fraktur kubah kranii dan fraktur basis
kranii. Fraktur kubah kranii, antara lain bentuknya linear atau
stellata, depresi atau non depresi, fraktur terbuka atau fraktur
tertutup. Fraktur basis kranii, antara lain dengan atau tanpa cairan
serebrospinal dan dengan atau tanpa paralisis saraf kranial.
 Lesi intrakranial, yakni fokal dan difus. Fokal, yakni perdarahan
epidural, perdarahan subdural, dan perdarahan intraserebral.
Difus, yakni gegar otak ringan, gegar otak klasik, dan diffuse
axonal injury.

2.3 Komponen CT Scan (Romans, 2011: 14-21)

Pada modalitas CT Scan, terdapat beberapa komponen penting yang


berperan dalam produksi sinar-x dan data akuisisi yang terlibat sehingga
menghasilkan citra CT Scan dan ditampilkan pada workstation. Dinataranya
adalah:
2.3.1 Gantry
Gantry merupakan bagian dari CT Scan yang berbentuk melingkar
seperti cicncin dengan diameter tengah lubangnya berukuran antara 70-
90 cm. Selain itu, gantry dapat dilakukan tilting yang berguna pada
pemeriksaan tertentu. Umunya gantry tilting dapat dilakukan 15°-30°.
Gantry merupakan salah satu komponen utama pada CT Scan karena
pada gantry terdapat x-ray tube, detektor, generator, sistem pendingin,
filter, dan kolimasi.
1. Tabung Sinar-x
Sama, seperti general x-ray, CT Scan juga memanfaatkan
energi yang dihasilkan dari sinar-x untuk menghasilkan citra.
Namun, yang membedakan dengan general x-ray adalah
pergerakan tabung yang dilakukan hingga 360°, sehinga
memungkinkan unruk mengcover seluruh area objek menjadi
citra 3D.
Seperti prinsip pembentukan sinar-x pada umumnya, juga
memerlukan katoda dan tearget yang berada di anoda. Target

12
tersebut adalah tungsten dengan nomor atom 74, hal ini
dikarenakan pada tungsten dapat menghasilkan sinar-x dengan
intensitas tinggi. Selain itu pada tabung sinar-x dilengkapi dua
ukuran focal spot yang berbeda, dengan ukuran 0,5 mm dan 1
mm. Dengan ukuran focal spot yang kecil dapat meningkatkan
resolusi spasial pada citra, namun konsekuensi lain yang
didapat adalah tabung sinar-x akan menjadi lebih cepat panas.
2. Generator
Pada CT Scan umumnya menggunakan generator frekuensi
tinggi. Kapasistas daya pada generator diatur untuk
memperoleh faktor eksposi (kV dan mA) yang sesuai,
umumnya pada generator menggunakan kV yang tinggi
dengan rentan 120-140 kV untuk meningkatan intensitas x-ray
beam sehingga dapat menurunkan dosis yang diterima oleh
pasien dengan harapan mA dapat diturunkan pula. Dampak
lain dari ditingkatkannya kV adalah menurunkan panas pada
tabung sinar-x dengan catatan mA harus diminimalkan
sehingga dapat memperpanjang usia alat.
3. Slip Ring
Awalnya setiap modalitas CT Scan menggunakan kabel
sistem, sehingga diperlukan pengkodean awal untuk memulai
scanning. Karena keterbatasan tersebut, dibuat pengganti
sistem kabel tersebut dengan chanical device atau dikenal
dengan slip ring sehingga memungkinkan gantry untuk
berputar terus menerus tanpa diperlukan pengkodean ulang
sebelum scanning.

4. Cooling System
Sistem pendingin atau dikenal cooing system merupakan
perangkat yang berada pada gantry yang bertujuan untuk
menstabilkan suhu pada x-ray tube yang diakibatkan
pengaturan (kV dan mA) dari generator. Contoh cooling
system seperti adanya ventilasi untuk pembuangan panas yang

13
dihasilkan, pelindung atau perangkat yang melakukan
perubahan panas dari minyak menjadi udara.
5. Filter
Filter pada CT Scan membantu untuk mengurangi dosis
radiasi yang diterima pasien dan membantu untuk
meminimalkan artefak pada citra. Pancaran berkas radiasi
yang dihasilkan oleh tabung sinar- x bersifat polikromatik.
Dengan penggunaan filter dapat menyaring sinar-x dengan
meniadakan gelombang panjang, selain itu juga bertujuan
untuk menjadikan berkas sinar-x menjadi seragam.
6. Kolimasi
Kolimasi atau collimator pada gantry digunakan untuk
membatasi berkas sinar-x yang dikeluarkan, sehingga terfokus
pada objek yang akan dilakukan scanning dan mencegah radisi
menyebar pada objek lain. Selain itu, ketebalan irisan
dipengaruhi oleh kolimator yang tersedia dengan kisaran 5 mm
hingga 10 mm.
7. Detektor
Pada CT Scan setelah berkas sisnar-x dikeluarkan oleh tabung
sinar-x dan menembus objek, selanjutnya akan diteruskan
menuju detektor untuk diolah menjadi data analog. Detektor
dapat dibuat dengan beberapa bahan seperti xenon gas atau
solid state crystal. Berikut merupakan karakteristik detektor
berdasarkan bahannya:

8. Cooling System
Sistem pendingin atau dikenal cooing system merupakan
perangkat yang berada pada gantry yang bertujuan untuk
menstabilkan suhu pada x-ray tube yang diakibatkan
pengaturan (kV dan mA) dari generator. Contoh cooling
system seperti adanya ventilasi untuk pembuangan panas yang
dihasilkan, pelindung atau perangkat yang melakukan
perubahan panas dari minyak menjadi udara.

14
9. Filter
Filter pada CT Scan membantu untuk mengurangi dosis
radiasi yang diterima pasien dan membantu untuk
meminimalkan artefak pada citra. Pancaran berkas radiasi
yang dihasilkan oleh tabung sinar- x bersifat polikromatik.
Dengan penggunaan filter dapat menyaring sinar-x dengan
meniadakan gelombang panjang, selain itu juga bertujuan
untuk menjadikan berkas sinar-x menjadi seragam.
10. Kolimasi
Kolimasi atau collimator pada gantry digunakan untuk
membatasi berkas sinar-x yang dikeluarkan, sehingga terfokus
pada objek yang akan dilakukan scanning dan mencegah radisi
menyebar pada objek lain. Selain itu, ketebalan irisan
dipengaruhi oleh kolimator yang tersedia dengan kisaran 5 mm
hingga 10 mm.
11. Detektor
Pada CT Scan setelah berkas sisnar-x dikeluarkan oleh tabung
sinar-x dan menembus objek, selanjutnya akan diteruskan
menuju detektor untuk diolah menjadi data analog. Detektor
dapat dibuat dengan beberapa bahan seperti xenon gas atau
solid state crystal. Berikut merupakan karakteristik detektor
berdasarkan bahannya:

Solid State Crystal Pressurized Xenon Gas


Penyerapan foton tinggi Penyerapan foton sedang
Sensitif terhadap suhu, Sangat stabil
lembab/uap
Material padat Material densitas rendah (gas)
Dapat menunjukkan sisa Tidak ada sisa berkas cahaya
berkas cahaya
No front window loss Losess attributable to front widow and the
spaces
taken up by the plates
Tabel 1.2 Karakteristik Detektor

2.3.2 Patient Table

15
Meja pasien apabila dilakukan scan akan bergerak dengan
kecepatan tertentu untuk memulai scan saat memasuki gantry.
Dengan adanya hal tersebut diharapkan akan menghasilkan hasil
objek scan secara kontinu berdasarkan gerakan gantry. Dengan
meningkatkan pitch, maka volume coverage dan kecepatan
scanning meningkat pula.

2.4 Teknik CT-Scan Kepala Tanpa Kontras


2.4.1 Persiapan pasien
Pasien diberikan penjelasan tentang pemeriksaan yang akan
diperiksa, pasien wanita dianamnase apakah sedang hamil. Pastikan
tidak terpasang dan dilepaskan benda yang bersifat logam di area tubuh
yang akan dilakukan pemeriksaan. Pasien dihimbau untuk mengganti
baju dengan baju pasien yang telah disiapkan di ruang ganti dan tidak
boleh bergerak saat pemeriksaan dilaksanakan (PARI, 2016).
2.4.2 Indikasi
a) Cedera kepala
b) Stroke
c) Sakit kepala
d) Evaluasi awal space occupying lession (SOL)
e) Penurunan kesadaran yang tidak dapat dijelaskan
f) S. hydrosefalus
g) Hematoma Intracranial
h) Gangguan Psikiatrik
i) Penyakit vaskular oklusif,
j) Evaluasi Aneurisma.
k) Meningioma
2.4.3 Kontra indikasi
a) Pasien Hamil
2.4.4 Alat & bahan
a) Handscoon

16
b) Fiksasi Kepala
c) CT-Scan
d) Komputer Concole
2.4.5 Pengaturan Posisi Pasien dan Objek Evaluasi
a) Posisikan pasien Supine dengan kepala didahulukan (Head First)
b) Kepala hiperfleksi dan diletakkan pada head holder. Agar gambaran
simetris kepala diposisikan sehingga mid sagital plane sejajar
dengan lampu indikator longitudinal dan interpupilary line sejajar
dengan lampu indikator horizontal.
c) Lengan pasien diletakkan diatas perut atau disamping tubuh.
d) Gantry disudutkan paralel dengan supra orbita meatal baseline
sebelum pemeriksaan dilakukan.
2.4.6 Parameter scanning
a) Scan Type : Helical full
b) Range : Sympisis menti – Vertex
c) Helical thickness : 1,25 mm (kepala)
d) Detektor Coverage : 20 – 40
e) Scan time : 3 second
f) Gantry tilt : Paralel dengan supraorbita meatal baseline
g) kVp : 120
h) mAs : 250 (Auto)
i) FOV : 22 cm
j) Pitch & Speed : 0,984 : (mm/rot)
k) Scan direction : Craniocaudal
l) Kernel : Standart/Medium average

2.4.7 Gambaran filming


Umumnya CT Scan kepala tanpa kontras ini menggunakan
ketebalan irisan 5 mm dan menggunakan window witdh 80 dan window
level 40 dan filter algorithma smooth (kondisi jaringan brain). Untuk
indikasi klinis curiga fraktur basis cranii diberikan kondisi tulang/bone
dengan window witdh 1500 dan window level 400 dan ketebalan irisan
3 – 5 mm ditambah filter algorithma enhancement/sharpness (kondisi

17
bone). Jika ditemui kelainan, seperti pendarahan maka dilakukan
pengukuran volume pendarahannya.
2.4.8 Kriteria radiograf
a) Gambaran Axial, Sagital, dan Coronal tervisualisasi baik
b) Terlihat Gambaran Rongga Sinus dengan baik
c) Mencakup basis cranii sampai vertex
d) Objek tidak bergerak
e) Menampakan kelainan yang dicurigai

2.5 Proteksi Radiasi

2.5.1 Proteksi bagi pasien


a) Pemeriksaan dengan CT-Scan hanya dilakukan atas permintaan
dokter dengan klinis dan posisi yang jelas
b) Mengatur FOV pemeriksaan sesuai dengan kebutuhan
c) Waktu penyinaran sesingkat mungkin
d) Pasien menggunakan apron pada bagian krusial dan tidak menutupi
kebutuhan pemeriksaan CT-Scan
2.5.2 Proteksi bagi keluarga pasien yang membantu pemeriksaan
Menggunakan apron pada saat pelaksaanan ekspose jika keluarga
dibutuhkan untuk menemani pasien.
2.5.3 Proteksi bagi petugas
Menggunakan alat monitoring radiasi secara continue selama
bertugas (TLD)
2.5.4 Proteksi bagi masyarakat umum di sektiar ruang radiologi
Pintu pemeriksaan tertutup rapat dan memastikan tidak ada celah
yang terbuka
2.5.6 Asas proteksi radiasi
a) Asas Justifikasi (Justification of Practices)
Justifikasi adalah setiap pemanfaatan tenaga nuklir harus
berlandaskan azas manfaat dimana resiko yang ditimbulkan oleh
pemanfaatan tenaga nuklir harus jauh lebih kecil dibandingkan
dengan manfaat yang diterima.

18
b) Asas Limitasi (Dose Limitation)
Limitasi adalah pemanfaatan tenaga nuklir harus tidak melebihi
nilai batas dosis yang ditetapkan oleh peraturan tidak boleh
dilampaui.

c) Asas Optimasi (Optimization of Protection and Safety)


Optimasi adalah bahwa dalam pemanfaatan tenaga nuklir
penyinaran harus diupayakan serendah mungkin dengan
mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi.
2.5.7 Prinsip proteksi radiasi
a) Waktu
Waktu yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan dengan
menggunakan radiasi diusahakan secepat mungkin.
b) Jarak
Semakin besar jarak dari sumber maka dosis radiasi ditempat
tersebut jauh semakin kecil. Pengendalian radiasi hambur dari ruang
pemeriksaan rontgen dapat dilakukan dengan menjaga jarak
minimal 3 meter dari tabung sinar X.
c) Shielding
Ruang radiologi harus mempunyai dinding dari beton yang lebih
tebal atau adanya timbal pelapis sehingga dapat menyerap semua
energi radiasi yang melaluinya. Pada jendela perlu disisipkan kaca
timbal sehingga petugas dapat mengawasi pasien selama
pemeriksaan dengan aman.

19
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. Axxx


Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 70 Tahun
No. RM : 345xxxx
Pengirim : Instalasi Gawat Darurat
Tanggal Pemeriksaan : 15 Juni 2022
Permintaan Pemeriksaan : CT-Scan Kepala Tanpa Kontras
Diagnosa : Concussion

3.2 Riwayat Pasien

Pada tanggal 15 Juni 2022, pasien bernama Ny. A dibawa ke


Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. Soebandi untuk dilakukan pemeriksaan
CT-Scan Kepala tanpa Kontras, sebelumnya dilakukan pemeriksaan foto
Thorax AP terlebih dahulu. Setelah melakukan pemeriksaan Thorax
barulah pasien di pindahkan ke ruang CT-Scan yang ada di IGD.
Pemeriksaan CT-Scan sangat efektif untuk mengetahui kelainan patologis
dari pasien, selain karena waktu pemeriksaan yang relatif cukup cepat
gambaran hasil dari pemeriksaan ini sangat informatif bagi dokter radiologi
dalam melakukan diagnosa.

3.3 Prosedur Pemeriksaan

3.3.1 Persiapan Alat dan Bahan


a) CT-Scan GE Dual Slice siap pakai :
Merk : GE Dual Slice
Start location : Dari foramen magnum
End location : Vertex

20
kV : 120
mA : 160
Slice : 10 mm
FOV : 22 cm
Tilt : 0.0
Scan Direction : Caudocranial
WW/WL : 2000/500 (Lung) dan 80/35 (Brain)
b) Handscoon
c) Fiksasi Kepala
3.3.2 Persiapan Pasien
a) Pasien datang ke instalasi radiologi bersama perawat dengan membawa
surat permintaan pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras.
b) Sebelum memulai pemeriksaan, persiapan yang dilakukan untuk pasien
yaitu petugas harus mengetahui klinis dari pasien terlebih dahulu,
kemudian menjelaskan tentang prosedur pemeriksaan yang akan
diberikan.
c) Selanjutnya, pasien diminta untuk melepaskan seluruh benda berunsur
logam yang terdapat disekitar area pemeriksaan (kepala) dengan
bantuan perawat.

3.3.3 Teknik Pemeriksaan


a) Posisi Pasien dan Objek Evaluasi
Pasien diposisikan pada bed CT-Scan dengan posisi supine
head first dan kepala pasien ditepatkan pada bagian penahan kepala
untuk memudahkan proses pemeriksaan. Posisikan kepala pasien
sedapat mungkin simetris dan sejajar dengan midcoronal plane (MCP)
dan mid sagittal plane (MSP) sejajar dengan red cross line lamp pada
gantry karena pada CT Scan Dual Slice tidak dapat direkontruksi.
Untuk meminimalisasi pergerakan dari pasien, diberikan fiksasi
tambahan yaitu pengikat kepala dan tubuh pasien.
b) Prosedur pelaksanaan.
Setelah melakukan pengaturan posisi pasien, petugas mulai
mengisi data pasien pada workstation yang meliputi: nama pasien,

21
umur, no. rekam medis, jenis kelamin, age group dan study
description. Untuk proses scanning dilakukan pemilihan posisi
pemeriksaan (head first jika untuk pemeriksaan kepala), memilih
menu sesuai organ yang diperiksa (head jika pemeriksaan kepala),
memilih menu sesuai jenis pemeriksaan (brain rutin) jika pemeriksaan
kepala tanpa kontras). Proses Scanning dimulai dengan pengambilan
gambar topogram/surview atau proses scanogram dengan cara sebagai
berikut:

1. Setelah dimasukkan data pasien dan posisikan pasien klik brain


2. Klik brain rutin
3. Klik confirm, tunggu untuk mendapatkan hasil scannogram
4. Jika sudah mendapatkan hasil scannogram, atur FOV
5. Jika sudah mengatur FOV, lanjutkan scan dan tunggu hingga scan
selesai
6. Klik End Exam dan complete.

3.3.4 Post Processing


a) Transfer Data
1. Jika sudah melakukan scan, klik image works
2. Klik Lung jika ingin menampilkan gambaran lung view
3. Klik Brain jika ingin menampilkan brain view
4. Klik nama pasien yang akan di print
5. Klik GEPACS dan send data
6. Klik Masterview dan send data
b) Proses Filming atau Pengolahan Film
1. Lakukan filming jika hasil gambar sudah dikirim pada GEPACS
dan Masterview
2. Klik Select Layout pilih 3 x 4
3. Jika gambaran kurang besar dilakukan zooming sampai hasil yang
diinginkan (rekontruksi yang dapat dilakukan hanya zooming saja
karena CT Scan dual slice)
4. Klik Print

22
3.3.5 Hasil Citra
a) Citra CT-Scan Potongan Axial Bone View

Gambar 3.1 Hasil Citra Bone View

23
b) Citra CT-Scan Potongan Brain View

Gambar 3.2 Hasil Citra Brain View

3.3.6 Hasil Bacaan Dokter


Hasil Pemeriksaan Radiologi :
Fraktur maxilla kanan
dengan hematosinus maxillaris kanan

24
contusion cerebri di lobus temporalis dan parietalis kiri

Patchy ICH di basall ganglia, lobus hemisphere blasteral, adakah


gejala berat yang mendukung diffuse axonal injury

3.3.7 Usaha Proteksi radiasi


Proteksi radiasi yang diusahakan oleh instalasi radiologi RSUD
Simpang Lima Gumul Kediri dalam pemeriksaan CT-Scan Kepala
Tanpa Kontras yaitu sebagai berikut:
a) Kontruksi bangunan ruang CT-Scan sudah dilengkapi dengan bahan
timbal yang mana dapat menahan radiasi dari dalam ruangan saat CT-
Scan dioperasikan.
b) Proteksi radiasi pada pasien adalah dengan mengatur lapangan
penyinaran atau kolimasi sesuai dengan area yang diperiksa atau
seperlunya, memposisikan pasien dengan tepat dan mengatur faktor
eksposi yang sesuai dan diusahakan seminimal mungkin untuk
meminimalisasi dosis radiasi yang diterima pasien.
c) Proteksi radiasi untuk masyarakat umum adalah dengan tidak
mengizinkan pihak-pihak yang tidak berkepentingan berada dalam
ruang pemeriksaan serta menutup pintu ruang pemeriksaan saat
eksposi berlangsung.
3.3.8 Pembahasan Kasus
Sebelum pasien dilakukan permintaan CT Scan maka dokter
pengirim akan menajukan permintaan foto thorax sebagai persiapan
dilakukannya CT Scan. Dokter melakukan pemeriksaan CT Scan karena
pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, maka dokter curiga adanya
concussion pada kepala pasien. CT Scan kepala dapat dilakukan tanpa
kontras untuk mengetahui letak dan volume pendarahan yang dialami
pasien. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan karena mengetahui adanya
fracture dan juga melihat apakah adapendarahan di kepala sehingga
dapat menunjukkan kelainan secara radiologis dengan jelas dan
membantu proses pemilihan tindakan selanjutnya yang tepat.

25
Pemeriksaan CT Scan di IGD RSUD dr. Soebandi dengan kasus
curiga concussion dilakukan dengan mempersiapkan pasien terlebih
dahulu sebelum dilakukan tindakan dengan dibersihkannya darah yang
ada di area kepala pasien. Posisikan pasien ke bed CT Scan dengan
kepala menghadap keatas dan pastikan kepala pasien sudah pas agar
mendapatkan gambaran yang terbaik. Jika sudah posisikan pasien
dengan benar dilanjutkan dengan memasukkan data pasien pada
workstation kemudian pemeriksaan dapat mulai dengan pengambilan
scannogram terlebih dahulu. Jika dirasa lapangan scan sudah tepat dan
cukuo maka proses scanning dapat dilakukan.

Jadi CT Scan dual slice sudah dapat menampilkan gambaran


concussion traumatik. Dengan menggunakan parameter kV 120, mA
160, slice thicknes 10 mm, dan WW/WL 80/35 (brain view) WW/WL
2000/500 (lung view). Gambaran yang dihasilkan hanya axial saja,
gambaran coronal dan sagital tidak dapat ditampilkan karena
menggunakan CT Scan dual slice. Setelah proses scanning dilakukan
hasil citra dikirimkan ke GEPACS dan Masterview. Hasil yang
didapatkan pada scanning hanya irisan axial saja. Setelah data terkirim
maka dilakukan filming atau pengolahan data untuk di print. Pada CT
Scan dual slice hanya bisa dilakukan zooming saja. Jika dirasa gambaran
sudah sesuai dengan film 3 x 4 dilakukan 2 kali print yang sudah
mencangkup gambaran axial lung view dan brain view.

26
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pemeriksaan kepala tanpa kontras yang dilakukan di IGD RSUD dr.


Soebandi berbeda dengan text book, karena di text book kita dapat
melakukakan pengolahan gambar dengan merubah slice thickness serta
dapat menampilkan irisan sagittal dengan coronal, tetapi di IGD RSUD
Soebandi tidak dapat melakukannya. Salah satu penyebab yang tidak dapat
dilakukan pengolahan gambar karena CT Scan yang dipakai yaitu CT Scan
dual slice. Meskipun tidak dapat direkontruksi CT Scan dual slice sudah
dapat mengevaluasi kelainan concussion yang tampak pada pasien.

4.2 Saran

Maintenance dan Quality Control harap diperhatikan, jika ada


kendala atau notifikasi tertentu segera ditindak karena software CT-Scan
tersebut sempat crash sehingga tidak bisa beroprasi dan harus menunggu
teknisi dari vendor. Petugas radiologi diharap dapat melakukan controlling
pada mesin CT-Scan untuk dilakukan warming up karena suhu mesin CT-
Scan tersebut cepat mengalami penurunan suhu, selain itu diharapkan
perawat yang akan mengantarkan pasien untuk pemeriksaan CT-Scan
melakukan konfirmasi terlebih dahulu sebelum datang agar petugas
radiologi dapat mempersiapkan mesin CT-Scan dengan melakukan
warming up. Perbarui CT Scan untuk memaksimalkan hasil gambaran
yang lebih baik serta dapat menampilkan gambaran axial, coronal, dan
sagittal.

27
DAFTAR PUSTAKA

Bontrager, L. K. and Lampignano, J. P. (2014) Textbook of Radiographic Positioning and


Related Anatomy. 8th edn. Missouri: Elsevier Mosby.

Netter, Frank H. 2014. ATLAS OF HUMAN ANATOMY 25th Edition. Jakarta: EGC

Romans, Lois E. 2011. Computed Tomography for Technologist a Comprehensive Text.


Philadelphia: Wolters Kluwer.

Stippler M. Craniocerebral Trauma. In: Darrof RB, Jancovic J, Mazziota JC, Pomeroy SL,
editors. Bradley’s Neurology in Clinical Practices. 7th ed. London: Elsevier; 2015. p.
867–80

Traumatic brain injury (2021), from: https://www.mayoclinic.org/diseases-


conditions/traumatic-brain-injury/symptoms-causes/syc-20378557 (Diakses pada
tanggal 6 Juni, 2022)

VanPutte, Cinamon, Jenifer Regan, Andrew Russo. 2016. Seeley’s Essential of Anatomy &
Physiology. New York: McGrawEducation

28
LAMPIRAN

Lampiran 1

Surat Permintaan Pemeriksaan

29
Lampiran 2

Hasil Bacaan Dokter

30
31

Anda mungkin juga menyukai