Anda di halaman 1dari 4

Nama : Sekar Karima

Kelas : AK4501
NIM : 1402213053

STANDAR MENENTUKAN TINGKAT MATERIALITAS DAN RISIKO


MENURUT STANDAR AUDIT

Konsep materialitas adalah istilah yang digunakan untuk mengemukakan sesuatu ynng
dianggap wajar untuk diketahui oleh pengguna laporan keuangan. Informasi dianggap
material apabila tidak disajikannya atau terdapat kesalahan dalam mencatat informasi tersebut
dapat mempengaruhi keputusan yang diambil.

Risk atau risiko adalah risko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari tidak
memodifikasi pendapatnyasebagaimana mestinya atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Unsur risiko audit terdiri dari : risiko pengendalian dan
risiko deteksi.

Standar penentuan materialitas audit adalah standar yang digunakan oleh auditor
untuk menentukan besarnya jumlah kesalahan atau ketidaksesuaian dalam laporan keuangan
yang dianggap materi atau signifikan sehingga harus dilaporkan. Beberapa standar yang
umum digunakan dalam praktik audit untuk menentukan materialitas audit adalah sebagai
berikut:

1. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP): Menurut SPAP, auditor harus menentukan
materialitas berdasarkan keseluruhan keadaan, termasuk karakteristik klien, sifat entitas, dan
besarnya jumlah kesalahan atau ketidaksesuaian yang ditemukan. Auditor harus
menggunakan kebijakan materialitas yang konsisten selama seluruh proses audit.

2. International Standards on Auditing (ISA): Menurut ISA, materialitas ditentukan


berdasarkan penggunaan suatu persentase pada jumlahnya atau suatu jumlah tetap dalam
mata uang. Auditor harus menentukan batas materialitas yang sesuai dan menggunakan batas
tersebut dalam seluruh tahap audit.

3. Otoritas Jasa Keuangan (OJK): OJK memiliki Standar Profesional Akuntan Publik yang
mengadopsi ISA untuk audit perbankan dan lembaga keuangan lainnya. OJK juga memiliki
pedoman yang mengatur tentang materialitas audit pada audit tersebut.
Dalam praktiknya, auditor harus mempertimbangkan berbagai faktor yang mempengaruhi
tingkat materialitas, termasuk kompleksitas entitas, karakteristik industri, dan jumlah
transaksi yang terlibat. Auditor juga harus memperhatikan persyaratan dan pedoman dari
regulator yang berlaku di wilayah yang bersangkutan. Selain itu, auditor harus melakukan
evaluasi terhadap potensi kesalahan materi yang terkait dengan akuntansi dan pelaporan
keuangan, serta mempertimbangkan dampak kesalahan tersebut terhadap pengguna laporan
keuangan.

Proses penentuan materialitas dan materialitas dalam proses audit meliputi :


1. Langkah Pertama
Auditor harus mengidentifikasi risiko salah saji terhadap :
- Setiap akun akun pada laporan keuangan
- Luas pengungkapan laporan keuangan
- Posisi laporan keuangan

2. Langkah Kedua
Menentukan dan menggunakan materialitas bersifat konseptual,auditor mengajukan
setiap pertanyaan (quisioner)

3. Langkah Ketiga
- Auditor menetapkan materialitas dalam rangka salah saji,apakah salah saji
tersebut masih bisa diabaikan atau material dan harus menjadi perhatian auditor
- Melakukan perencanaan dan prosedur atas audit selanjutnya materialiti berkaitan
dengan salah saji.

Materialitas dalam proses audit meliputi 3 tahapan :


1. Risk Assesment :
- Auditor melaksanakan dua macam materialitas,yakni materialitas untuk laporan
keuangan secara menyeluruh
- Auditor merencanakan prosedur penilaian risiko risiko apa yang harus
dilaksanakan
- Auditor mengindentifikasi dan menilai risiko – risiko salah saji yang material

2. Risk Response :
- Auditor menentukan sifat, waktu dan luasnya prosedur audit selanjutnya
- Audit merevisi angka materialitas karena adanya perubahan situasi selama audit
berlangsung

3. Reporting :
- Auditor mengevaluasi salah saji yang belum dikoreksi oleh entitas tersebut
- Auditor merumuskan pendapat auditor.
Empat konsep materialitas menurut International Standar Auditing (ISA) 320 :
1. Overall Materiality, didasarkan pada apa yang layaknya diharapkan
berdampak terhadap keputusan yang dibuat oleh pengguna laporan keuangan.
Jika auditor memperoleh informasi yang menyebabkan didalam menentukan
angka materialitas yang berada dari yang ditetapkannya semula,angka
materialitas semula harus segera direvisi.
2. Overall Performance Materiallity,ditetapkan lebih rendah dari overall
materiallity. Konsep ini memungkinkan auditor menanggapi penilaian risiko
tertentu tanpa mengubah konsep materiallity dan menurunkan ke tingkat
rendah yang tepat probabilitas salah saji yang tidak dikoreksi dan salah saji
yang tidak terdeteksi secara agrerat melampauioverall materiallity.
Performance materiallity perlu diubah berdasarkan temuan audit.
3. Specific Materiallity,konsep ini merupakan kepada jenis transaksi,saldo akun
atau disclosure tertentu dimana jumlah salah sajinya akan lebih rendah dari
overall materiallity
4. Specific Performance Materiallity,konsep ini ditetapkan lebih rendah dari
spesifik materiality. Hali ini memungkinkan auditor menanggapi penilaian
risiko tertentu dan memperhitungkan kemungkinan adanya salah saji yang
tidak terdeteksi dan salah saji yang tidak material yang secara agrerat dapat
berjumlah materiallity.

Menentukan dan menggunakan materialitas menurut ISA 320 alinea 8


“Menerapkan secara tepat konsep materialitas dalam perencanaan dan
pelaksanaan audit”. Menurut ISA 320 alinea 3 “Dampak salah saji yang
ditemukan terhadap audit,dampak salah saji yang tidak dikoreksi jika ada terhadap
laporan keuangan”.
Auditor harus menggunakan materialitas letika menentukan sifat,waktu
pelaksanaan dan luasnya prosedur audit, untuk :
1. Identifikasi prosedur audit selanjutnya
2. Menentukan item mana yang harus dipilih untuk sampling atau testing
3. Membantu menentukan banyaknya sampling
4. Evaluasi representasi sampling errors (RSE)
5. Evaluasi gabungan keseluruhan kesalahan
6. Evluasi gabungan seluruh kesalahan termasuk dampak neto dari salah gaji
yang tidak dikoreksi
7. Menilai hasil prosedur audit.
Standar penentuan risiko audit terkait dengan evaluasi risiko yang dilakukan
oleh auditor untuk memahami dan mengidentifikasi potensi kesalahan materi
dalam laporan keuangan klien. Beberapa standar yang umum digunakan dalam
praktik audit untuk menentukan risiko audit adalah sebagai berikut:

1. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP): Menurut SPAP, auditor harus


melakukan evaluasi risiko pada tingkat pernyataan keuangan dan tingkat
pengendalian. Evaluasi risiko pada tingkat pernyataan keuangan harus mencakup
risiko inheren, risiko pengendalian, dan risiko deteksi. Sementara itu, evaluasi
risiko pada tingkat pengendalian harus mencakup risiko pengendalian yang
signifikan.

2. International Standards on Auditing (ISA): Menurut ISA, auditor harus


melakukan evaluasi risiko pada tingkat pernyataan keuangan, tingkat transaksi,
dan tingkat pengendalian. Evaluasi risiko pada tingkat pernyataan keuangan
mencakup risiko inheren dan risiko pengendalian. Sedangkan, evaluasi risiko pada
tingkat transaksi mencakup risiko pengendalian yang signifikan dan risiko
kesalahan. Evaluasi risiko pada tingkat pengendalian mencakup pengujian
pengendalian.

3. Otoritas Jasa Keuangan (OJK): OJK memiliki Standar Profesional Akuntan


Publik yang mengadopsi ISA untuk audit perbankan dan lembaga keuangan
lainnya. OJK juga memiliki pedoman yang mengatur tentang evaluasi risiko pada
audit tersebut.

Dalam praktiknya, auditor harus mempertimbangkan berbagai faktor yang


mempengaruhi risiko audit, termasuk kompleksitas entitas, karakteristik industri,
dan jumlah transaksi yang terlibat. Auditor juga harus memperhatikan persyaratan
dan pedoman dari regulator yang berlaku di wilayah yang bersangkutan. Selain
itu, auditor harus melakukan komunikasi yang efektif dengan manajemen klien
dan memahami proses bisnis mereka untuk mengidentifikasi potensi risiko audit
yang signifikan.

Anda mungkin juga menyukai