Anda di halaman 1dari 63

MODUL KETRAMPILAN KLINIS

PATOLOGI ORTHOPEDI & TRAUMATOLOGI

Edisi I

Penyusun :
Tim Blok Patologi
Orthopedi dan Traumatologi

Diterbitkan oleh PPD FK UNISMA


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2022
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya pada kami selaku tim penyusun sehingga dapat menyelesaikan
pembuatan Buku “Modul Ketrampilan Klinis Blok Patologi Orthopedi & Traumatologi” ini
dengan baik.
Buku Modul Ketrampilan Klinis ini merupakan bagian dari proses integral
pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) di FK UNISMA dengan sistem
Problem Based Larning (PBL) sejak tahun ajaran 2007 – 2008 dan disempurnakan tahun
2012 dan 2018. Buku ini merupakan panduan belajar ketrampilan klinis pada Blok Patologi
Orthopedi & Traumatologi di FK UNISMA yang mengacu pada capaian kompetensi sesuai
yang disyaratkan oleh Pendidikan Dokter di Indonesia, yaitu ketrampilan klinis
pemeriksaan fisik orthopedi, dan ketrampilan klinis stabilisasi fraktur (tanpa gips) dan
pemasangan sling/bandage.
Besar harapan kami modul ini dapat bermanfaat bagi para pengguna. Kami
mengharapkan saran, kritik dan masukan kepada kami untuk pengembangan dan
penyempurnaan modul ini, demi meningkatkan fungsinya sebagai acuan dan panduan
pelaksanaan pendidikan ketrampilan klinis di FK UNISMA.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tim Blok
Patologi Orthopedi &Traumatologi
2022
DAFTAR KOMPETENSI KETERAMPILAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL

TINGKAT
NO KETERAMPILAN KETERAMPILAN
Pemeriksaan Fisik
1 Inspeksi gait 4
Inspeksi tulang belakang saat berbaring dan
2 bergerak 4
3 Inspeksi tonus otot ekstremitas 4
4 Inspeksi sendi ekstremitas 4
5 Inspeksi postur tulang belakang/ pelvis 4
6 Inspeksi posisi scapula 4
7 Inspeksi fleksi dan ekstensi tulang belakang 4
8 Penilaian fleksi lumbal 4
Penilaian fleksi ekstensi, adduksi, abduksi
9 dan rotasi panggul 4
10 Menilai atrofi otot 4
Penilaian ligamen krusiatus dan kolateral
11 lutut 4
12 Penilaian meniscus 3
13 Inspeksi postur dan bentuk kaki 4
Penilaian fleksi dorsal/plantar, inversi dan
14 eversi kaki 4
15 Palpation for tenderness 4
Palpasi untuk mendeteksi nyeri diakibatkan
16 tekanan vertical 4
17 Palpasi tendon dan sendi 4
Palpasi tulang belakang, sendi sakro-iliaka
18 dan otot-otot punggung 4
19 Percussion for tenderness 4
20 Penilaian range of motion (ROM) sendi 4
21 Menetapkan ROM kepala 4
22 Tes fungsi otot dan sendi bahu 4
Tes fungsi sendi pergelangan tangan,
metacarpal dan jari-jari tangan (Tanda Phallen, Tanda
23 Tinnel, Tanda Luthy, Tanda Gower, dll) 4
24 Pengukuran panjang ekstremitas bawah 4
Pemeriksaan Penunjang
Interpretasi pemeriksaan foto polos pada
25 trauma musculoskeletal 4
TINGKAT
NO KETERAMPILAN KETERAMPILAN
26 CT scan pada kasus-kasus musculoskeletal 1
27 MRI pada kasus-kasus musculoskeletal 1
28 Sidik Tulang 1
29 PET scan tulang 1
Permintaan dan interpretasi x-ray tulang
30 dan sendi 4
31 CT-scan tulang 2
32 Angiografi ekstremitas 1
33 Interpretasi hasil BMD 3
Keterampilan Terapeutik
34 Reposisi fraktur tertutup 3
35 Stabilisasi fraktur (tanpa gips) 4
36 Reduksi dislokasi 3
37 Melakukan dressing (sling, bandage) 4
38 Nail bed cauterization 2
39 Aspirasi sendi 3
40 Mengobati ulkus tungkai 4
41 Removal of splinter 3

Keterangan
Tingkat kemampuan 1 (mengetahui dan menjelaskan)
Lulusan dokter mampu menguasai pengetahuan teoritis termasuk aspek biomedik dan
psikososial keterampilan tersebut sehingga dapat menjelaskan kepada pasien/klien dan
keluarganya, teman sejawat, serta profesi lainnya tentang prinsip, indikasi, dan komplikasi
yang mungkin timbul. Keterampilan ini dapat dicapai mahasiswa melalui perkuliahan,
diskusi, penugasan, dan belajar mandiri, sedangkan penilaiannya dapat menggunakan
ujian tulis.

Tingkat kemampuan 2 (know how)


Lulusan dokter menguasai pengetahuan teoritis dari keterampilan ini dengan penekanan
pada clinical reasoning dan problem solving serta berkesempatan untuk melihat dan
mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan langsung
pada pasien/masyarakat. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 2 dengan
menggunakan ujian tulis pilihan berganda atau penyelesaian kasus secara tertulis
dan/atau lisan (oral test).

Tingkat kemampuan 3 (shows)


Lulusan dokter menguasai pengetahuan teori keterampilan ini termasuk latar belakang
biomedik dan dampak psikososial keterampilan tersebut, berkesempatan untuk melihat
dan mengamati keterampilan tersebut dalam bentuk demonstrasi atau pelaksanaan
langsung pada pasien/masyarakat, serta berlatih keterampilan tersebut pada alat peraga
dan/atau standardized patient. Pengujian keterampilan tingkat kemampuan 3 dengan
menggunakan Objective Structured Clinical Examination (OSCE) atau Objective
Structured Assessment of Technical Skills (OSATS).

Tingkat kemampuan 4 (does)


Lulusan dokter dapat memperlihatkan keterampilannya tersebut dengan menguasai
seluruh teori, prinsip, indikasi, langkah-langkah cara melakukan, komplikasi, dan
pengendalian komplikasi. Selain pernah melakukannya di bawah supervisi, pengujian
keterampilan tingkat kemampuan 4 dengan menggunakan Workbased Assessment
misalnya mini-CEX, portfolio, logbook, dsb.
4A. Keterampilan yang dicapai pada saat lulus dokter
4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internship
Clinical skill : Physical examination

Learning objective

1. The student is able to perform screening musculoskeletal examination GALS


(gait, arms, legs and spine).
2. The student is able to record the findings from GALS examination.
3. The student is able to perform basic shoulder examination
4. The student is able to perform basic knee examination
5. The student is able to perform basic hip examination
6. The student is able to perform basic spine examination

MODULE 1
GALS Assessment

In combination with supervised accredited practice the successful student should be to able to
perform a GALS assessment of the musculoskeletal system

Gait Arms Legs Spine


The GALS screening examination is a fast and efficient way to assess the integrity of the
musculoskeletal system. It is not meant to be a diagnostic examination - but a brief screening
examination for significant abnormality of the musculoskeletal system If any abnormality is
detected then a more detailed ‘regional examination’ should be carried out. An assessment of
the musculoskeletal system should always take place in the routine clerking in of patients.You
will have an opportunity in the CSEC to practice carrying out a GALS assessment.

Screening questions for musculoskeletal disorders

1. Do you have any pain or stiffness in your arms, legs or back?

2. Can you walk up and down stairs without difficulty?

3. Can you dress yourself in everyday clothes without any difficulty?


Screening examination for musculoskeletal disorders

Observe the patients gait for symmetry, smoothness and the


Ask the patient to walk a few
ability to turn quickly.
steps, turn & walk back.
Gait With the patient in the
anatomical position inspect Observe for any abnormalities in the muscles (e.g. reduced
from the posterior, lateral and muscle bulk), spine (e.g. abnormal spinal curvature such as
anterior aspects. scolosis), limbs or joints (e.g. a red swollen knee)
Inspect the spine for any abnormalities including abnormal
Inspection kyphosis, scolosis or loss of lordosis.

Ask the patient to tilt their head to each side, brining the ear
Neck movements
towards their shoulder. Assess the degree of lateral neck
flexion.
Spine
Ask the patient to bend forward and touch their toes. During
this movement the patient may depend partly on good hip
Lumbar spine movement flexion to bend forwards. So it is always a good idea to
palpate for the range of lumbar movement. Place two fingers
over the lumbar vertebra. As the patient bends forward your
fingers should move apart (assuming the patient has a good
range of lumbar spine movement)

Ask the patient to place their hands behind their head, with
Shoulder movements
their elbows back This movement assesses abduction,
external rotation of the shoulder and elbow flexion.

Ask the patient to extend their arms fully and turn their hands
over so palms are down.
Elbow movements & hands Following this ask the patient to turn their hands over.
Arms Observe the hands for any joint swelling or deformities
Click here to see some interesting clinical cases

Ask the patient to make a fist. Observe the hand and finger
Grip strength movements
Ask the patient to grip your fingers and assess the degree of
grip strength
Ask the patient in turn to bring each finger in turn to meet the
Precision pinch
thumb

Squeeze across the metacarpalphalangeal joints


(tenderness here may indicates synovitis of
Metacarpalphalangeal squeeze
metacarpalphalangeal joints)
test
Click here to see some interesting clinical cases

With the patient lying on the couch assess flexion and


Knee movements
extension of both knees. Make sure to palpate the knee for
crepitus

Hold the knee & hip flexed to 90 degrees. Now assess the
Hip movement
degree of internal rotation in each hip
Leg
Perform a patellar tap in each knee for the presence of an
Patellar tap test
effusion
Inspection of feet Inspect the feet for any swelling, deformity or any callosities
Metacarpalphalangeal squeeze Squeeze across the metatarsophalangeal joints for any
test tenderness

Record Record your findings


MODULE 2
Shoulder Examination

Skill Shoulder examination

Learning To be able to i) identify surface anatomy of the shoulder


outcome ii) examine a patients shoulder & iii) compare left and right shoulders.

The shoulder joint is the most mobile joint in the body, allowing the hand to be
placed into a position where it can operate efficiently. To achieve its range of
mobility, the shoulder is dependent for stability on surrounding soft tissue
structures, in particular a group of muscles called the rotator cuff. The two main
bones of the shoulder are the humerus and the scapula. The joint cavity is
cushioned by articular cartilage covering the head of the humerus and face of the
glenoid. The scapula extends up and around the shoulder joint at the rear to form a
roof called the acromion, and around the shoulder joint at the front to form the
coracoid process. The end of the scapula, called the glenoid, meets the head of the
humerus to form a glenohumeral cavity that acts as a flexible ball-and-socket joint.
Background The joint is stabilized by a ring of fibrous cartilage surrounding the glenoid called
the labrum. Ligaments connect the bones of the shoulder, and tendons join the
bones to surrounding muscles. The biceps tendon attaches the biceps muscle to
the shoulder and helps to stabilize the joint. A group of short muscles originate on
the scapula and pass around the shoulder where their tendons fuse together to form
the rotator cuff. Movements of the shoulder joint are dependent on five functional
areas: glenohumeral joint; the acromioclavicular joint; the subacromial joint
between the acromioclavicular arch above and the head of the humerus below; the
sternoclavicular joint and the scapulothoracic region. Shoulder pain can arise from
a number of sites including: the rotator cuff tendons, biceps tendon, subacromial
bursa, glenohumeral joint, acromioclavicular joint & the sternoclavicular joint.

Procedure INTRODUCTION, PATIENT IDENTIFICATION & CONSENT

HAND WASHING

EXPOSURE
When examining a patients shoulder, their upper garments should be removed.
This will also provide an opportunity to observe the patients shoulder function.

INSPECTION
Observe both shoulder areas from the anterior, lateral and posterior aspects.
Observe for any scars, swelling, erythema, muscle wasting or abnormal contours.
Example of a scar in a patient who has received shoulder surgery.

PALPATION
Prior to palpating the patient’s shoulders, ask if they are experiencing any pain. It
is often useful to have the patient point to the site where they are experiencing
discomfort. Equally you should instruct the patient to inform you if they experience
any pain during the examination.
During palpation observe for any signs of tenderness, swelling, temperature or
crepitus.You should palpate both shoulder joints in a systematic approach. A
suggested approach would be:
1) Sternoclavicular joint
2) Clavicle
3) Acromioclavicular joint
4) Humeral head
5) Coracoid process
6) Deltoid muscle
7) Spine of scapula
8) Supraspinatus muscle
9) Infraspinatus muscle
10) Trazpezus muscle
(then repeat on the other side)
MOVEMENT
Note! Remember in assessing the patients range of shoulder movements you should
always compare one side with the other.

When assessing movement in a patients shoulder joint you should assess:

Active movements (i.e. movements performed by the patient on their own)


Passive movements (i.e. movements performed by the examiner)
Resisted movements (i.e. movements against resistance)
A general rule of thumb is that reduced active movements, that improve on passive
movement, suggest muscular / tendon problems. Reduced range of both active and passive
movements suggest intra-articular disease.
The range of movements that we assess for in the shoulder joint include:
Flexion
Extension
Abduction
Adduction
Internal rotation
External rotation

Tip! To have the patient perform the various range of shoulder movements – try not to use
medical jargon (e.g. “Abduct your shoulder please!”). Stand in front of the patient, face to
face, and ask them to copy the movements that you make (assuming that your shoulders
have a normal range of movement!) - this can make patient understanding of your
instructions a lot easier.

ACTIVE MOVEMENTS:

Active shoulder flexion


Have the patient flex their elbows to 90 degrees, then ask
the patient to move their arms upward as high as possible.
(Normal range - usually 180 degrees)

Active shoulder extension


Have the patient flex their elbows to 90 degrees, then ask
the patient to move their arms backwards as far as possible.
(Normal range ~ usually 50 degrees)

Active shoulder abduction


With the elbows fully extended, ask the patient to bring their
arms away from their body.
(Normal range ~ usually 180 degrees)
Active shoulder adduction
With the elbows fully extended have the patient place their
arms across their trunk.
(Normal range ~ usually 45 degrees)

Active shoulder external rotation


With the elbows flexed to 90 degrees, have the patient pin
their elbows to their side. Now ask them to move there arms
out as far as possible
(Normal range ~ usually 90 degrees)

Alternatively you may ask the patient to place their hands


behind their head, with their elbows far back as possible.
Active shoulder internal rotation
Again with the patients elbows flexed to 90 degrees and their
elbows pinned to their side, have the patient bring their arms
to their centre
(Normal range ~ usually 50 degrees)

Alternatively you may ask the patient to place their thumbs


up their back and try to touch their back as high as possible

PASSIVE MOVEMENTS:
Prior to passive movements it is important to have your
patient relax as best as possible.

Passive shoulder flexion


Flex the patients elbow to 90 degrees, then move their arm
upward as high as possible. (Repeat on the other side)
(Normal range ~ usually 180 degrees)
Passive shoulder extension
Flex the patients elbow to 90 degrees, then move their arm
backwards as far as possible (Repeat on the other side)
(Normal range ~ usually 50 degrees)

Passive shoulder abduction


Fully extend the patients elbow. The examiner shoulder
place a hand on the patients scapula to fix it in that position.
Now move the patients arm away from their body. By fixing
the scapula, allows assessment of the glenohumeral joint
only. The normal range of movement here should be approx
90. By taking your hand of the patients scapula, should now
allow for scapulothoracic movement – which normal can
bring the arm up to 180 degrees. (Repeat on the other side)

Passive shoulder adduction


Fully extend the patients elbow, and then place their arm
across their trunk as far as possible. (Repeat on the other
side)
(Normal range ~ usually 45 degrees )
Passive shoulder external rotation
Flex the patients elbow to 90 degrees and pin their elbow to
their side. Now move there arm out as far as possible.
(Repeat on the other side)
(Normal range ~ usually 90 degrees )

Passive shoulder internal rotation


Again with the patients elbow flexed to 90 degrees and their
elbow pinned to their side, move their arm to their centre.
(Repeat on the other side)
(Normal range - usually 50 degrees )

• Depending on your clinical findings – you may want to perform resisted movements.
This will be covered in the CSEC & in your clinical attachments
• When making an assessment of a patients shoulder there are many other special tests
/ manoeuvres that can be performed. They will not be discussed here.
• You may also consider examining the patients peripheral neurological system in the
upper limbs and circulation status.

EXAMINATION OF OTHER AREAS


Remember there are many other conditions that can cause shoulder pain (e.g. pain radiating
from the neck, gallbladder disease, cardiac pain) so depending on the circumstances you may
want to perform other relevant clinical examinations.
MODULE 3
Spine Examination

Skill Spine examination

Learning
In combination with supervised accredited practice the successful student should be
outcome
able to perform an assessment of a patients spine.

Disorders of the spine are the commonest form of musculoskeletal conditions that
present in clinical practice. Lower back pain affects 4 out of 5 people at some time in
their lives and has a major impact in terms of morbidity, disability, socioeconomic
burden & lost days at work. Vital to the examination of the spine is to have a good
knowledge of the anatomy of this area.

Background
1= Vertebral body

2= Vertebral foramen

3= Spinous process

4= Pedicle

5= Superior articular process

6= Transverse process

7= Lamina
1= Cervical lordosis

2=Thoracic kyphosis

3= Lumbar lordosis

1 4= Sacral kyphosis

4
1="Vertebra prominens"
Spinous process of C7

2= 2nd Lumbar vertebra

3= L4-5 inter vertebral space

4= Iliac crests

1 5= Dimples of Venus / Sacroiliac joints

2
4 3 4
5 5
Examination of the spine

Introduction Introduce your self to the patient, identify the patient's details and gain informed
consent.

Patient Ask if they are in any pain, and to inform you if they experience any discomfort
instructions during the examination. Exposure of spine- remove upper garment; ideally
should be wearing shorts or an examination gown.
Hand
washing Wash hands prior to examination

Inspection

Inspection While the patient is removing their garments, use this opportunity to observe
the patient performing this activity of daily living. Any difficulties observed?

Ask the patient to walk several yards, turn around and then walk back. Observe
their gait carefully. Is there easy following movement? Is there symmetrical
Gait movement? Is there a normal gait cycle from heel strike to toe off? Do you
observe an Antalgic gait? (where pain or deformity causes the patient to hurry
off one leg and to spend most of the gait cycle on the other. May suggest
abnormality in one region e.g. lumbar spine or hip)

Orientate your self to the patients surface


anatomy. Observe the patient’s posture.
How do they hold their neck?

Do they have a straight spine or do you


From behind detect a scoliosis (click here for more
and in front information on scoliosis) or rib cage
asymmetry?

Is there normal muscle bulk? Do they


have any scars from previous spinal
surgery?
1

Is there loss of the normal cervical and


lumbar lordosis (Click here for more
From the
information on abnormal kyphosis)? No
side
you notice any alteration of the normal
mild thoracic kyphosis?

Palpation

Gently palpate over the spinous process


from the cervical region down. Is there
Palpation:
any tenderness (if so this may indicate
local pathology in that vertebra).
The facet joints may be palpated laterally
to the spinous processes and further
lateral, the paraspinal muscles.

Movement
Observe for any restricted movements, smoothness of movement and for any
pain experienced during movements. In addition to your verbal patient
instructions, you may want to demonstrate these movements to the patient.
Cervical spine

Cervical Cervical spine flexion


spine “Touch your chin on your chest”
Cervical spine extension
“Look up and back”

Lateral cervical spine flexion


“Touch your shoulder with your ear”
(Both sides)
(Not bringing their shoulder up to their
ear!)
Lateral cervical rotation (Both sides)
“Touch your shoulder with your chin”

Thoracolumbar

Lumbar flexion
“Try to touch your toes without bending
knees”
Lumbar extension
“Lean back”

Lateral lumbar flexion (Both sides)


“Slide your hand down your leg”
Thoracolumbar rotation
“Sit down and turn round, looking over
your shoulder”
(Sitting down helps fix the patients
pelvis)

Other tests

In lumbar spine flexion, hip flexion can


compensate to a considerable extent for a
loss of spinal flexion. You may want to
consider performing Schober’s test to
objectively measure the degree of spinal
Schober's test
flexion. Firstly identify the Dimples of Venus
(2). Now in the midline, use a tape measure
and pen to mark a point 10cm superior (1)
to, and an other mark 5 cm inferior (3) to this
point.
Ask the patient to attempt to “touch their
toes” (i.e Flexing their lumbar spine).The
distance between these two marks should
be measured when the patient’s spine is
flexed maximally.

The distance should increase to more than


21cm in a normal patient. A modified way to
demonstrate lumbar spine flexion is to place
several fingers over the lower lumbar
spinous processes and ask the patient to
bend forward and touch there toes as best
as possible. In a normal spine your fingers
should move part.

Given the close proximity of the spine and the spinal cord and nerve roots it is
very important to consider performing a peripheral neurological examination,
Other tests
together with some special nerve root stretch tests. In the CSEC and your
attachments you will learn further information about conditions such as
Sciatica and cauda equina (Click here for further information)

With the patient supine, the examiner uses


their arm to fix the pelvis. The patient then
attempts to raise one leg at a time, with the
Straight leg
knee fully extended. Make an assessment of
raising (SLR):
the degree of movement from the horizontal.
Repeat other on the other side.

Is a refinement of the SLR test. It aims to


assess the limitation of movement due to
sciatic nerve root pressure. When the limit of
Lasegue’s
SLR is reached, dorsiflexion of the ankle
test:
produces acute accentuation of pain.
Conversely asking the patient to bend their
knee should relieve the pain.
Have the patient lie prone. Passively flex the
knee as far as it goes. In a positive test the
Femoral patient should feel pain in the ipslateral
stretch test: anterior thigh (i.e. the distribution of the
femoral nerve) Also pain may be
exacerbated on hip extension.

Peripheral
nerve Consider performing a perpherial nerve examination, including assessment of
examination: saddle sensation and anal tone if clinically required.

Sacroiliac Are difficult to assess. They have minimal movement. Pain may be induced on
joints: compression of the pelvis or by distracting it by flexing the hip & knee and
forcibly, adducting the leg across to the contra lateral iliac fossa.

Abdominal Several intrabdominal conditions can present as back pain (e.g abdominal
examination: aortic aneurysm, acute pancreatitis) – therefore it may be worthwhile
considering performing an abdominal examination.
MODULE 4
Hip Examination
Skill
Hip examination

Learning outcome The successful student should be able to perform a clinical examination
of the hip joint.

The hip is a synovium–lined ball and socket joint that plays a major role
in weight bearing and locomotion. Its stability is due to the relatively
deep insertion of the femoral head into the acetabulum and the strong
capsule and surrounding muscles. To properly examine the hip joint a
good anatomical knowledge of this area is vital. For further reading
about hip anatomy click here for link.
Some bony anatomical areas worth noting:
1) Anterior superior iliac spine
2) Anterior inferior iliac spine
3) Pubic tubercle
Background 4) Pubic symphysis
5) Superior pubic ramus
6) Inferior pubic ramus
7) Greater trochanter
8) Lesser trochanter
9) Femur
10) Head of femur
11) Ischial spine
12) Ischial tuberosity
13) Sacroiliac joint
14) Posterior inferior iliac spine
15) Crest of ilium
Procedure

INTRODUCTION, PATIENT IDENTIFICATION & CONSENT


HAND WASHING
EXPOSURE
Expose the patient's legs by asking the patient to undress down to their
underwear.
INSPECTION

i) Standing:
Observe the patient from all sides with the patient standing stationary.
Inspect for the level of the iliac crests. Now have the patient walk to the
other side of the room, turn around and walk back. Observe the patients
gait and pelvic movements. In a Trendelenburg gait the pelvis on the
opposite drops and the body leans away from the affected side, when
weight bearing is on the affected hip.
ii) Lying supine:
Have the patient lie supine on a couch. Are any scars present? Muscle
wasting present? Is there any obvious discrepancy in leg length?
PALPATION
Palpate around the hip area. Specifically is there any tenderness around
the inguinal area and the greater trochanter area? Is there any
Procedure tenderness? Heat? Swelling?
Measurement
True length of the legs – using a tape measurer measure the distance
between the anterior iliac spine to the tip of the medial mallous, with the
anterior spines lying at the same transverse level. Compare one side to
the other.

Measuring the true length of the legs

The apparent length - is measured from the xiphisternum to the tip of the
medial mallous, with the legs in a parallel position.
Measuring the apparent length of the legs
Note! When examining hip movements, the pelvis needs to be fixed in
order to observe the range of movement in the hip joint and not the
pelvis (i.e tilt and shift). Remember to compare one side with the other.

MOVEMENT:

FLEXION
Have the patient flex their knees & move their hip
joint into the flexed position as fair as possible.
(Normal range ~ 120 degree)

(If you keep the knee extended the range of


movement in the hip joint is limited by tension in the
hamstring muscles)

ABDUCTION
Make sure you stabilze the pelvis by placing a hand
on the opposite anterior iliac crest and holding the
ankle with the other hand. The hip is abducted until
the pelvis tilts.
(Normal range of movement ~ 45 degrees)

ADDUCTION
Cross one leg over the other until pelvis begins to
tilt.
(Normal range of movement ~ 30 degrees)
INTERNAL ROTATION
Flex the hip and knee to 90 degrees. Now move the
leg laterally.
(Normal range of movement ~ 45 degrees)

EXTERNAL ROTATION
Again with the hip and knee flexed move the
patients leg medially. (Normal range of movement ~
60 degrees)

EXTENSION
Have the patient lie prone on the couch. Immobilise
the pelvis with one hand while extending the hip
with the other hand.
SPECIAL TESTS:

i) THOMAS' TEST
Thomas’ test Is used to detected a fixed flexion
deformity in the hip. Place your hand behind the
small of the patient’s back, between it and the
couch. There is normally a small gap here due to
normal lumbar lordosis. Abolish the lumbar lordosis
by asking the patient to flex the hip and feel the
lumbar spine flatten out onto your hand. When you
are happy that the lumbar spine is flat, see if the
patient’s other knee is flat on the couch. If not,
measure the angle of (fixed) hip flexion. Then repeat
the test asking the patient to clasp their other knee
up against their chest and observe for fixed flexion
deformity in the previously flexed hip.

ii) TRENDELENBURG TEST


Detects weakness of the gluteus medius hip abductors. This can be due to true weakness
as in neurological disease or wasting associated with hip arthritis or to painful reflex
inhibition. In an adult the commonest cause of a positive test is osteoarthritis of the hip. Ask
the patient to stand on each leg in turn. Observe the pelvis for any tilt. In normal individuals
the pelvis will rise on the side of the leg that has been lifted. With instability, the pelvis may
drop on the side of the leg that has been lifted. Repeat on the other side.

Abnormal - the
Normal - the pelvis rises on the side
Standing on both legs pelvis drops on the
of the lifted leg
side of the lifted leg.
MODULE 6
Splinting

Skill Splinting Technique

To be able to i) identify condition would require splint & ii)


Learning outcome
perform splinting

Splinting is a medical tools that act as temporary protection


and immobilization of the extremity and joint. Splinting was
Back ground aimed to prevent movement in pathological site (Fracture), as
a pain control, prevent further injury and complication that
might be appear.

PROCEDURE
Introduction Introduction & patient consent
Hand
Hand washing
hygiene
Make sure that extremity that involved
Exposure
fully exposed.

Is there any malformation or deformity?


What kind of deformity that clinically
Inspection
shown?
(Look)
(angulation, rotation, shortening)
A patient with deformity
(Angulation deformity of the
distal radius)
due to distal radius fracture

Is there any wound? What is the base


of the wound (bone, muscle, other soft
tissue) ?

Wound in the upper thigh with


bone expose and shortening
deformity

Is there any swollen part? Bruises and


redness?

A patient swollen part of ankle,


with bruises and haematoma
(suggest patient might have
fracture or ligamentous injury)

Is there any tenderness / crepitation


Palpation
?
(Feel)
Gentle palpation on snuffbox
area of wrist, pain indicate might
be scaphoid fracture
(do not proceed if patient had
painfull one)

Is there any vascular disruption?


(asses the vascular status in relation
with injured extremity)

Palpation of radial artery


Palpation of dorsalis pedis arteri

Unable to extent the wrist


(drop hand) sign of possible
radial nerve palsy
Is there any neurological disruption ?
(asses the neurological dermatome
and myotome status in relation with
injured extremity)

Unable to extent the foot (drop


foot) sign of possible peroneal
nerve palsy
Is there any pain in passive and active
Movement
movement in joint adjacent the
pathology (fracture)

Rotation deformity in lower thigh,


patient unable to active &
passively move the knee and
ankle (adjacent joint)

Splinting principal :
• Splint should long enough pass
through two joints (before &
after the fracture site)
• Using three splint configuration
• Soft padding in skin side
Splinting
• Always check the Neuro
Principal
Vascular status before & after
splinting
• Minimal 3 straps in the middle,
proximal joint and distal joint
• Wound should be clean &
dressed first before splinting

Splinting
Always check the neurovascular status
Technique
before splint application Assessing for any excessive
anterior & posterior movement

Do the traction while mobilize the


injured extremity to enhance
ligamentotaxis that prevent pain and
further injury
Put minimally three straps in the middle
part, proximal joint, and distal joint of
the extremity that injured Apley's grind test

Put minimally three pieces of splint in


posterior, lateral, and medial part. With
the softpad part in inner side

Stitch the strap, not to tight but abble to


immobilize the joint

Always check the neurovascular status


after the application of splint
Ketrampilan Klinis : Balut bidai dan transport

Tujuan Instruksional Khusus


1. Mahasiswa mengetahui jenis-jenis luka
2. Mahasiswa mampu mengenali tanda-tanda fraktur
3. Mahasiswa mampu melakukan pertolongan pada korban trauma

Vulnus
Luka atau vulnera (vulnus) adalah terjadinya gangguan diskontinuitas suatu jaringan,
sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal. Secara umum luka dapat dibagi
menjadi dua, yaitu:
§ Simplex à bila hanya melibatkan kulit saja
§ Komplikatum à bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya

Jika digolongkan menurut etiologinya, luka terbagi menjadi:


§ Trauma mekanis à disebabkan karena tergesek , terpotong, terpukul, tertusuk,
terbentur dan terjepit
§ Trauma elektris à disebabkan cedera karena listrik dan petir
§ Trauma termis à disebabkan oleh panas dan dingin
§ Trauma kimia à disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa, serta zat
iritatif dan korosif lainnya

Pembagian lain dari luka adalah berdasarkan exposure luka tersebut, yaitu:
§ Luka tertutup à tidak terjadi hubungan antara luka dengan dunia luar.
Contoh: luka memar.
§ Luka terbuka à terjadi kontak antara luka dengan dunia luar.
Contoh: vulnus excoriatio (luka lecet), vulnus scissum (luka sayat), vulnus lacerum
(luka robek), vulnus punctum (luka tusuk), vulnus caesum (luka potong), vulnus
scolopectorum (luka tembak), dan vulnus morsum (luka gigitan).

Tanda umum
§ Syok
o Terjadi akibat kegagalan sistem sirkulasi perifer dengan tanda-tanda;
tekanan darah turun, nadi kecil hingga tak teraba, keringat dingin , lemah,
kesadaran menurun. Syok dapat disebabkan oleh nyeri atau perdarahan
hebat.
§ Sindroma remuk
o Terjadi akibat banyaknya daerah yang hancur, misalnya otot-otot pada
daerah luka, sehingga myoglobin turut hancur dan menumpuk di ginjal
yang mengakibatkan kelainan yang disebut lower nefron nephrosis.
Tanda-tandanya yaitu urin berwarna merah, oliguri hingga anuria, ureum
meningkat.
Tanda lokal
§ Rasa nyeri
o Disebabkan oleh lesi pada sistem saraf. Pada luka-luka besar sering
tidak terasa nyeri karena gangguan sensibilitas.
§ Perdarahan
o Banyaknya perdarahan tergantung atas vaskularisasi daerah luka dan
banyaknya pembuluh darah yang terpotong atau rusak. Perdarahan
berhenti bila terjadi retraksi pembuluh darah dan telah terbentuk cincin
trombosis. Pada vunus contosum perdarahan terhenti karena terbentuk
hematome yang menekan pembuluh darah.
Jenis perdarahan:
§ perdarahan kapiler, tidak berbahaya kecuali bila mengenai organ dalam
seperti hepar, lien, ginjal, dsb.
§ Perdarahan vena, tidak berbahaya kecuali bila mengenai pada daerah
yang banyak mengandung varises
§ Perdarahan arteri, bersifat memancar sesuai dengan deyut nadi, bila tidak
segera diatasi akan menyebabkan syok perdarahan.

Penanganan
v Penanganan Umum
Penanganan umum pada luka adalah dengan mengatasi syok dan perdarahan.
Untuk mengatasi syok primer berikan analgesik seperti morfin, petidin, atau yang
lain. Untuk mengatasi syok sekunder adalah dengan memberikan terapi cairan.
Infus segera dangan NaCl 0,9% atau RL. Untuk mengatasi perdarahan dilakukan
dengan transfusi secepatnya dan bantuan obat-obatan hemostatika seperti adona,
transamin dsb. Bila transfusi belum memungkinkan berikan ekspander plasma
seperti dextran L.
v Penanganan Lokal
Pertolongan pertama adalah dengan cara menutup luka dengan pembalut
steril. Penanganan perdarahan dilakukan dengan penekanan (kompresi) dengan
jari, dengan membengkokkan angota badan, atau kompresi dengan torniquiet.
Dengan cara ini ikatan harus sering dibuka untuk mencegah terjadinya necrosis
setiap 5-15 menit.
Pada luka tertutup umumnya tak diperlukan tindakan bedah, kecuali bila
terjadi robekan tendon. Waspada bila terjadi di daerah abdomen dan thorax.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk mengetahui adanya perdarahan interna.
Caranya menggunakan kriteria von Slany, yaitu; hemoglobin menurun, hematokrit
meningkat, dan leukosit meningkat.
Penanganan pada luka terbuka adalah dengan mengkondisikan luka kotor
menjadi luka yang bersih. Pemeriksaan dilakukan dengan menarik tepi luka dan
membuka lebar-lebar, kemudian dilihat apakah terdapat organ dibawahnya yang
terpotong. Periksa bagaimana keadaan luka apakah kotor, bersih, terkontaminasi,
ada benda asaing. Bila terjadi perdarahan dihentikan dengan pembalut tekan,
tampon dengan alat vasokonstriksi, diklem atau ligasi. Luka di daerah kepala tidak
usah diklem, karena dengan penjahitan yang baik akan dapat menghentikan
perdarahan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penanganan luka
§ Durasi terjadinya luka
Golden period merupakan saat kita menganggap suatu luka dapat ditangani
dengan sempurna. Jadi luka masih dapat dijahit secara primer. Golden period
suatu luka lebih kurang 6 jam. Masa ini tidak berlaku untuk luka kotor dan jelas
terkontaminasi. Pada daerah dengan vaskularisasi sangat baik (misalnya daerah
kulit kepala dan wajah) mempunyai golden period lebih kurang 8 jam. Bila masih
dalam golden period, maka dapat dilakukan clean surgical wound dengan jalan
menghentikan perdarahan, toilet luka, dan dilakukan debridemen. Kemudian
dilakukan penutupan luka dengan cara dijahit primer/tidak dijahit dan dilanjutkan
dengan penutupan luka menggunakan kassa steril yang sudah dibubuhi
povidone iodine.
§ Bentuk anatomis luka
Luka sederhana cukup dibersihkan dan diberi obat. Sedangkan luka dengan
bentuk tak teratur harus didebridemen kemudian dilakukan tindakan
selanjuntnya.
§ Kebersihan luka
Luka yang kotor harus dicuci dengan bersih. Jangan biarkan corpus alinum
tertinggal dalam luka. Bila luka kotor, maka penyembuhan luka menjadi sulit,
kalaupun sembuh akana memberikan hasil kosmetik yang buruk. Harus diyakini
suatu luka telah bersih, sehingga dapat dilakukan tindakan selanjutnya.
§ Lokasi luka
Luka di daerah abdomen dan thorax lebih sulit ditangani dibandingkan luka di
daerah lain karena harus dipastikan bahwa luka tidak menembus ke rongga
abdomen atau thorax. Luka daerah wajah dan kulit kepala banyak mengeluarkan
darah sehingga harus segera dilakukan penanganan dengan cepat. Luka di
daerah sendi harus segera ditangani karena keterlambatan penanganan akan
menyebabkan fungsi sendi berubah dan terjadi kontraktur.

Wound Toilet
§ Persiapan
Luka dicuci dengan NaCl 0,9% atau akuades, jangan menggunakan bahan yang
merangsang misalnya alkohol, sebab dapat menimbulkan nyeri. Pembersihan
seperlunya saja dahulu. Bila terjadi perdarahan karena terlukanya pembuluh
darah besar dilakukan klem dulu.
§ Anestesi Luka
Suntikan zat anestesi lokal di sekitar luka. Penyuntikan dilakukan pada kulit
diluar/di sekitar luka pada luka kotor, atau di dalam luka pada luka yang bersih.
Jangan biarkan masuk ke dalam pembuluh darah. Setelah dianestesi, penderita
tak akan kesakitan sewaktu dimanipulasi. Pada end organ (hidung, telinga dan
ujung jari ) jangan menggunakan zat anestesi yang mengandung epinefrin,
sebab dapat terjadi nekrosis organ yang bersangkutan.
§ Pembersihan Luka
Tutup luka dengan kassa steril. Bersihkan bulu dan rambut disekitar luka,
kemudian cuci sekitar luka dengan antiseptik. Selanjutnya dilakukan debridemen
(pembuangan jaringan kotor, benda asing dibuang, bentuk luka yang tidak teratur
dirapikan dengan menggunting ). Semprot luka dengan perhidrol sehingga
semua kotoran keluar. Bila perlu luka digosok dengan kassa sambil disiram
perhidrol. Kemudian bilas luka dengan akuades atau NaCl 0,9%.
§ Menutup Luka
Menutup luka tidak identik dengan menjahit luka. Sebaiknya luka disiram sekali
lagi dengan betadine. Pada luka bedah bersih dapat dilakukan :
1. Penjahitan primer. Sebaiknya jangan terjadi penegangan kulit karena dapat
menyebabkan nekrosis. Dengan cara ini penyembuhan akan cepat terjadi.
2. Rotation flap. Menurut prinsip bedah plastik, dan dilakukan pada daerah
dengan cacat yang besar dan luas, tetapi jaringan sekitarnya cukup
memenuhi syarat untuk dilakukan flap-nya
3. Dibiarkan terbuka. Diberi obat perangsang granulasi seperti betadine,
bioplacenton, levertraan. Bila granulasi baik dan tak ada infeksi, maka
dilakukan penjahitan sekunder, skin graft menurut prosedur bedah plastik.

Luka yang lebih dari 6-8 jam dianggap luka kotor, dan pada luka seperti ini dapat
dilakukan :
1. Jahitan sementara/situasi dengan pemasangan drain. Jahitan dapat dibuka
sewaktu-waktu bila sekret sudah tidak keluar lagi. Bila masih ada sekret, drain
diganti setiap 2-3 hari sekali
2. Dibiarkan terbuka dan ditutup dengan kassa steril serta diberi obat
perangsang granulasi.
Pada luka kotor berikan antibiotika spektrum luas dalam dosis tinggi, misalnya
ampisilin atau tetrasiklin. Pada luka bersih atau dianggap bersih, berikan
antibiotika profilaksis. Pada luka kotor, bila jaringan granulasi baik dan infeksi
mereda, dapat dilakukan penjahitan sekunder atau transplantasi kulit.
Pembalutan

Pada pembahasan sebelunya telah disinggung tujuan pembalutan salah satunya adalah
untuk menghentikan perdarahan dan menutup luka. Tujuan pembalutan lain
diantaranya:
1. Mempertahankan keadaan aseptis
2. Sebagai penekan untuk menghentikan perdarahan
3. Imobilisasi
4. Penunjang bidai
5. Menaikkan suhu tubuh yang dibalut
6. Melindungi bagian tubuh yang cedera

Gambar 1. Fungsi pembalutan sebagai penekan luka untuk menghentikan


perdarahan. Sumber : Pelatihan pembalutan dan pembidaian oleh tim IRD RSSA
Agustus 07

Untuk dapat melakukan pembalutan yang baik, perlu diperhatikan bentuk anggota tubuh
yang akan dibalut; bulat (kepala), silindris (leher, lengan atas, jari tangan dan tubuh),
kerucut (lengan bawah, tungkai atas), atau bentuk persendian yang tidak teratur. Poin-
poin penting pada pembalutan diantaranya:
1. Balutan harus rapi
2. Balutan harus menutupi luka
3. Balutan dipasang tidak terlalu longgar ataupun terlalu erat. Karena pembalut akan
bergeser terutama pada bagian tubuh yang bergerak, sehingga harus diperkuat
dengan plester
4. Balutan dipasang pada anggota tubuh pada posisi seperti pada waktu akan
diangkat/dalam perjalanan
5. Bagian distal anggota tubuh yang dibalut hendaknya tetap terbuka untuk mengawasi
perubahan yang bisa terjadi akibat pembalutan yang teralu erat, yaitu :
- Pucat/ sianosis
- Nyeri yang muncul beberapa menit setelah dibalut
- Teraba dingin
- Terasa tebal dan kesemutan
Bila terjadi hal-hal tersebut diatas, pembalut harus segera dibuka dan diperbaiki.
6. Gunakan simpul yang rata sehingga tidak menekan kulit, simpul tidak boleh dibuat di
atas bagian yang sakit.
Gambar 2. Contoh pembidaian yang baik

Jenis Bahan Pembalutan


Ø Mitella
Merupakan kain segitiga sama kaki dengan panjang 90 cm, terbuat dari kain mori.
Pada penggunaannya sering dilipat-lipat sehingga menyerupai dasi.
Ø Funda
Merupakan kain segitiga sama kaki yang sisi kiri dan kanannya dibelah 6-10 cm
tingginya dari alas, sepanjang ± 1/3 dari panjang alas, sudut puncaknya dilipat ke
dalam. Umumnya digunakan sebagai:
§ Funda maksila untuk menahan tulang maksila yang patah atau untuk menekan
perdarahan di daerah maksila
§ Funda nasi untuk menutup dan menekan luka di daerah hidung
§ Funda frontis untuk menutup dan menekan luka di dahi
§ Funda vertisis untuk menutup dan menekan luka daerah puncak kepala
§ Funda oksipitis untuk menutup dan menekan luka daerah belakang kepala
§ Funda kalsisi untuk membalut tumit dan pergelangan kaki.
Ø Platengga
Merupakan pembalut segitiga yang dibelah dari puncak sampai setengah tingginya.
Dapat digunakan pada:
§ Pembalut payudara sebagai penunjang / penahan pada mastitis untuk
mengurangi rasa nyeri
§ Membalut panggul atau perut
Ø Pembalut pita à Digunakan sebagai pengganti pembalut segitiga berbentuk dasi.
Putaran Dasar Pembebatan :
§ Putaran spiral digunakan pada tulang panjang
§ Putaran sirkuler digunakan pada akhir pembebatan
§ Putaran berulang digunakan untuk menutup luka (amputasi)
§ Putaran 88 digunakan pada sendi siku,lutut,tumit.

Cara Pembalutan
A. Membalut Kepala
1. Kapitum Spartuvum Triangulare
Digunakan untuk membungkus kepala bila ada luka kecil,atau persiapan
persiapan pembedahan. Perhatikan gambar 3.

Gambar 3. Tehnik pembalutan ”Kapitum Spartuvum Triangulare”.


Sumber : Pelatihan pembalutan dan pembidaian oleh tim IRD RSSA Agustus
07.
2. Fasia Nodosa (pospaket)
Digunakan pada:
- pertolongan pertama pada perdarahan daerah temporal
- fiksasi sendi rahang setelah reposisi
- pembalut telinga
- balut tekan daerah rahang

Cara:
Luka ditutup dengan kain steril dan kapas, bila perlu ditambah dengan
sepotong gabus agar lebih menekan luka. Lalu digunakan pembalut segitiga
berbentuk dasi, diletakkan di bawah dagu. Kedua ujungnya ditarik ke atas
melewati telinga dan pelipis, lalu diputar diatas penutup luka, kemudian
dipertahankan di pelipis yang sehat dan disimpulkan.

Gambar 4. Tehnik pembalutan ”fasia nodosa”. Sumber : Pelatihan


pembalutan dan pembidaian oleh tim IRD RSSA Agustus 07.

B. Membalut Tubuh
Untuk membalut dada, puncak kain segitiga diletakkan di salah satu bahu
penderita, sedang sisi alasnya dirapatkan di perut, dikedua sudut alasnya ditarik
pula ke punggung dan disimpulkan dengan salah satu sudut alas. Untuk
membalut punggung, pemasangan pembalut dibalik.

C. Membalut Anggota Tubuh Dan Persendian


1. Sendi Bahu dan Sendi Panggul
Digunakan dua kain segitiga, satu kain di bentuk seperti dasi dan diikatkan
melingkari pangkal leher sisi sakit dan ketiak sisi sehat (untuk sendi panggul
melingkari pinggang). Kain segitiga yang lain, sisi alasnya dilipat - lipat,
dilingkarkan pada lengan atas/ paha dan disimpulkan, sudut puncaknya
diarahkan ke pangkal leher / pinggang , diselipkan di bawah kain yang
pertama lulu dilipat dan dipenitikan. Periksa denyut nadi di sendi siku/ lutut
untuk mendeteksi balutan yang terlalu erat.
2. Sendi Siku dan Sendi Lutut
Sendi siku/lutut dibalut pada posisi dengan nyeri yang minimal. Sebuah kain
segitiga berbentuk dasi selebar 20 cm, bagian tengahnya diletakkan pada
lekuk siku/lutut dan ujung-ujungnya dililitkan mengelilingi sendi. Ujung atas
mengelilingi lengan atas/tungkai atas dari proksimal ke lekuk sendi, sedang
ujung bawah mengelilingi lengan bawah/tungkai bawah dari distal ke lekuk
sendi. Lalu kedua ujung itu disimpulkan di sisi lateral sendi. Perhatikan
gambar 5.

3. Pergelangan Tangan
Sebuah kain segitiga berbentuk dasi bagian tengahnya di letakkan di telapak
tangan, ujung-ujungnya disilangkan di punggung tangan, lalu mengitari
pergelangan tangan dan disimpulkan di tempat tersebut. Perhatikan gambar
6.

4. Tumit dan Pergelangan Kaki


Kain segitiga dilipat - lipat dari sisi alas sampai 2/3 tinggi kain, lalu letakkan
alas yang telah dilipat tadi di pangkal tumit. Kedua ujungnya dililitkan di
pergelangan kaki membentuk angka 8, setelah diulang secukupnya lalu
disimpulkan disisi dorsal pergelangan kaki.

5. Seluruh Tangan dan Seluruh Kaki


Telapak tangan/ kaki di letakkan di atas kain yang dihamparkan, sisi alasnya
terletak di daerah pergelangan, ujung puncaknya dilipatkan ke punggung
tangan/kaki. Setelah sisi-sisinya diselipkan pada jari-jari, kedua ujung alas
dibelitkan beberapa kali pada pergelangan, lalu disimpulkan.
Gambar 5. Tehnik pembalutan tangan. Sumber : Pelatihan pembalutan dan
pembidaian oleh tim IRD RSSA Agustus 07.

Gambar 6. Tehnik pembalutan telapak hingga pergelangan tangan. Sumber :


Pelatihan pembalutan dan pembidaian oleh tim IRD RSSA Agustus 07.
Catatan:
Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menggendong tangan:
§ Bila tangan yang bersangkutan patah, letakkan lengan bawah dalam gendongan
dalam posisi datar
§ Bila untuk mengurangi perdarahan, letakkan jari tangan lebih tinggi dari pada siku
§ Simpul di leher tidak boleh terletak di tengah karena akan menekan kulit ke tulang
belakang, juga tidak boleh terletak diatas pleksus brakialis.
§ Sudut puncak di lateral siku ditarik ke ventral dan dipeniti

Cara Szimanowsky untuk pertolongan pertama pada patah tulang klavicula:


Digunakan empat kain segitiga berbentuk dasi, kain pertama dibuat nmenyerupai
cincin mengelilingi bahu dan ketiak sisi sehat. Kain kedua dililitkan di pergelangan
tangan sisi sakit lalu kedua ujungnya ditarik dan disimpulkan di cincin tadi. Kain Ketiga
dililitkan di lengan atas sisi sakit, dan kedua ujungnya di tarik ke punggung dan
disimpulkan di cincin tersebut. Kain keempat dililitkan di lengan bawah sisi sakit, kedua
ujungnya ditarik ke punggung dan disimpulkan juga ke cincin tadi.

D. Pembalutan Pita
1. Balutan Sirkuler
Digunakan untuk membalut bagian tubuh berbentuk silinder. Caranya:
pembalut mula-mula dikaitkan dengan 2-3 putaran, lalu pada saat membalut,
tepi atas balutan harus menutupi tepi bawah balutan sebelumnya demikian
seterusnya. Perhatikan gambar 7.

Gambar 7. Aplikasi balutan silinder pada tangan. Sumber : Pelatihan


pembalutan dan pembidaian oleh tim IRD RSSA Agustus 07.

2. Balutan Pucuk Rebung


Untuk membalut bagian tubuh berbentuk kerucut. Caranya : setelah dikaitkan
dengan 2-3 putaran, pembalut diarahkan ke atas dengan menyudut 45oC.
Lalu di tengah pembalut tadi dilipat mengarah ke bawah dengan sudut 45oC
juga, demikian seterusnya. Perhatikan gambar 8.
Gambar 8. Aplikasi balutan pucuk rebung pada tangan. Sumber : Pelatihan
pembalutan dan pembidaian oleh tim IRD RSSA Agustus 07.

3. Balutan Angka Delapan


Dapat dilakukan pada hampir semua bagian tubuh, terutama pada daerah
persendian. Caranya :
Pembalut mula-mula dililitkan di pergelangan beberapa kali, lalu diteruskan ke
punggung kaki, melingkari telapak kaki, naik lagi ke punggung dan
pergelangan kaki demikian seterusnya membentuk angka delapan.
Catatan:
Pada kasus terkilir, ligamentum yang sering terobek adalah yang terletak di
lateral, karena itu kaki diletakkan dalam posisi eversi/rotasi eksterna untuk
mengistirahatkan dan mendekatkan kedua ujung ligamentum tersebut, baru
kemudian dibalut. Untuk menghindari teregangnya balutan ini, digunakan
plester selebar 2-3 cm dengan cara:
Dari sisi medial pergelangan melingkari telapak kaki ke sisi lateral. Lalu dari
sisi medial punggung kaki melingkari tumit ke sisi lateral, demikian di selang-
seling/. Plester harus cukup panjang hingga mencapai kulit yang tidak
terbalut. Balutan harus diganti setiap 4-6 hari.
4. Balutan Rekurens
Dapat dilakukan pada kepala atau ujung jari, misalnya pada luka dipuncak
kepala. Cara:
Pembalut dilingkarkan di kepala, tepat diatas telinga 2-3 kali, setelah
pembalut mencapai pertengahan dahi, dengan dipegang oleh pembantu, lalu
pembalut kembali ditarik ke dahi. Setelah seluruh kepala tertutup, ujung-ujung
bebas di dahi dan oksiput ditutup dengan balutan sirkuler lagi. Lalu diperkuat
dengan plester selebar 2-3 cm mengelilingi dahi sampai okisipital.

Pembidaian
Pembidaian adalah tindakan memfixasi/mengimobilisasi bagian tubuh yang
mengalami cedera, dengan menggunakan benda yang bersifat kaku maupun fleksibel
sebagai fixator/imobilisator.
Tujuan
§ Mencegah gerakan bagian yang sakit sehingga mengurangi nyeri dan mencegah
kerusakan lebih lanjut
§ Mempertahankan posisi yang nyaman
§ Mempermudah transportasi korban
§ Mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera
§ Mempercepat penyembuhan
Indikasi
§ Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup
§ Adanya kecurigaan terjadinya fraktur
§ Dislokasi persendian

Catatan:
Curigai adanya fraktur jika didapatkan tanda-tanda sebagai berikut:
o Pasien merasakan tulangnya terasa patah atau mendengar bunyi “krek”.
o Ekstremitas yang cedera lebih pendek dari yang sehat, atau mengalami
angulasi abnormal
o Pasien tidak mampu menggerakkan ekstremitas yang cedera
o Posisi ekstremitas yang abnormal
o Memar
o Bengkak
o Perubahan bentuk
o Nyeri gerak aktif dan pasif
o Nyeri sumbu
o Pasien merasakan sensasi seperti jeruji ketika menggerakkan ekstremitas
yang mengalami cedera (Krepitasi)
o Fungsiolesa
o Perdarahan bisa ada atau tidak
o Hilangnya denyut nadi atau rasa raba pada distal lokasi cedera
o Kram otot di sekitar lokasi cedera
F Jika mengalami keraguan apakah terjadi fraktur atau tidak, maka
perlakukanlah pasien seperti orang yang mengalami fraktur.

Kontraindikasi
Pembidaian baru boleh dilaksanakan jika kondisi saluran napas, pernapasan dan
sirkulasi penderita sudah distabilisasi. Jika terdapat gangguan sirkulasi dan atau
gangguan persyarafan yang berat pada distal daerah fraktur, jika ada resiko
memperlambat sampainya penderita ke rumah sakit, sebaiknya pembidaian tidak perlu
dilakukan.

Komplikasi
Jika dilakukan tidak sesuai dengan standar tindakan, beberapa hal berikut bisa
ditimbulkan oleh tindakan pembidaian :
§ Cedera pembuluh darah, saraf atau jaringan lain di sekitar fraktur oleh ujung
fragmen fraktur, jika dilakukan upaya meluruskan atau manipulasi lainnya pada
bagian tubuh yang mengalami fraktur saat memasang bidai.
§ Gangguan sirkulasi atau saraf akibat pembidaian yang terlalu ketat
§ Keterlambatan transport penderita ke rumah sakit, jika penderita menunggu
terlalu lama selama proses pembidaian.

Jenis
Pembidaian pada pertolongan pertama
§ Dilakukan di tempat cedera sebelum penderita dibawa ke rumah sakit
§ Bahan untuk bidai bersifat sederhana dan apa adanya
§ Bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri dan menghindarkan kerusakan yang lebih
berat
§ Bisa dilakukan oleh siapapun yang sudah mengetahui prinsip dan teknik dasar
pembidaian
Pembidaian sebagai tindakan definitif
§ Dilakukan di fasilitas layanan kesehatan (klinik atau rumah sakit)
§ Pembidaian dilakukan untuk proses penyembuhan fraktur/dislokasi
§ Menggunakan alat dan bahan khusus sesuai standar pelayanan (gips, dll)
§ Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih

Model Pembidaian
§ Bidai Keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain yang kuat
dan ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan sempurna dalam
keadaan darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan yang memenuhi syarat
di lapangan.
Contoh : bidai kayu, bidai udara, bidai vakum.
§ Bidai Traksi
Bidai bentuk jadi dan bervariasi tergantung dari pembuatannya, hanya
dipergunakan oleh tenaga yang terlatih khusus, umumnya dipakai pada patah
tulang paha.
Contoh : bidai traksi tulang paha
§ Bidai Improvisasi
Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk penopang.
Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan kemampuan
improvisasi si penolong.
Contoh : majalah, koran, karton dan lain-lain.
§ Gendongan / Belat dan Bebat
Pembidaian dengan menggunakan pembalut, umumnya dipakai mitela (kain
segitiga) dan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan
pergerakan daerah cedera.
Contoh : gendongan lengan.

Prosedur Dasar Pembidaian


A. Mempersiapkan Penderita
§ Tangani dahulu kondisi kegawatannya (Basic Life Support)
§ Menenangkan penderita, jelaskan bahwa anda akan memberi pertolongan
§ Pemeriksaan untuk mencari tanda fraktur atau dislokasi.
§ Menjelaskan secara singkat dan jelas kepada penderita tentang prosedur
tindakan yang akan dilakukan.
§ Meminimalkan gerakan daerah luka. Jangan menggerakkan atau
memindahkan korban sampai daerah yang patah tulang distabilkan kecuali jika
keadaan mendesak (korban berada pada lokasi yang berbahaya, bagi korban
dan atau penolong)
§ Sebaiknya guntinglah bagian pakaian di sekitar area fraktur. Jika diperlukan,
kainnya dapat dimanfaatkan untuk proses pembidaian.
§ Jika ada luka terbuka maka tangani dulu luka dan perdarahan. Bersihkan luka
dengan cairan antiseptik dan tekan perdarahan dengan kasa steril. Jika luka
tersebut mendekati lokasi fraktur, maka sebaiknya dianggap bahwa telah terjadi
patah tulang terbuka. Balutlah luka terbuka atau fragmen tulang yang
menyembul dengan bahan yang se-steril mungkin
§ Pasang Collar Brace maupun sejenisnya yang dapat digunakan untuk
menopang leher jika dicurigai terjadi trauma servikal
§ Tindakan meluruskan ekstremitas yang mengalami deformitas yang berat
sebaiknya hanya dilakukan jika ditemukan adanya gangguan denyut nadi atau
sensasi raba sebelum dilakukannya pembidaian. Proses pelurusan ini harus
hati-hati agar tidak makin memperberat cedera.
§ Periksalah sirkulasi distal dari lokasi fraktur. Jika ditemukan gangguan sirkulasi,
maka penderita harus langsung dibawa ke rumah sakit secepatnya.
§ Jika pada bagian ekstremitas yang cedera mengalami edema, maka sebaiknya
perhiasan yang dipakai pada lokasi itu dilepaskan, setalah anda menjelaskan
pada penderita.
§ Pada fraktur terbuka, kecepatan penanganan merupakan hal yang esensial.
Jangan pernah menyentuh tulang yang tampak keluar, jangan pernah pula
mencoba untuk membersihkannya. Manipulasi terhadap fraktur terbuka tanpa
sterilitas hanya akan menambah masalah.

B. Periapan Alat
§ Bidai dapat menggunakan alat bidai standar telah dipersiapkan, namun juga
bisa dibuat sendiri dari berbagai bahan sederhana, misalnya ranting pohon,
papan kayu, dll. Panjang bidai harus melebihi panjang tulang dan sendi yang
akan dibidai.
§ Bidai yang terbuat dari benda keras (kayu,dll) sebaiknya dibungkus/dibalut
terlebih dahulu dengan bahan yang lebih lembut (kain, kassa, dll)
§ Bahan yang digunakan sebagai pembalut pengikat untuk pembidaian bisa
berasal dari pakaian atau bahan lainnya. Bahan yang digunakan untuk
membalut ini harus bisa membalut dengan sempurna mengelilingi extremitas
yang dibidai untuk mengamankan bidai yang digunakan, namun tidak boleh
terlalu ketat yang bisa menghambat sirkulasi.

C. Pembidaian
§ Pembidaian minimal meliputi 2 sendi (proksimal dan distal daerah fraktur).
Sendi yang masuk dalam pembidaian adalah sendi di bawah dan di atas patah
tulang. Sebagai contoh, jika tungkai bawah mengalami fraktur, maka bidai
harus bisa mengimobilisasi pergelangan kaki maupun lutut.
§ Luruskan posisi korban dan posisi anggota gerak yang mengalami fraktur
maupun dislokasi secara perlahan dan berhati-hati dan jangan sampai
memaksakan gerakan. Jika terjadi kesulitan dalam meluruskan, maka
pembidaian dilakukan apa adanya.
§ Pada trauma sekitar sendi, pembidaian harus mencakup tulang di bagian
proksimal dan distal.
§ Fraktur pada tulang panjang pada tungkai dan lengan, dapat terbantu dengan
traksi atau tarikan ringan ketika pembidaian. Jika saat dilakukan tarikan
terdapat tahanan yang kuat, krepitasi, atau pasien merasakan peningkatan rasa
nyeri, jangan mencoba untuk melakukan traksi. Jika anda telah berhasil
melakukan traksi, jangan melepaskan tarikan sebelum ekstremitas yang
mengalami fraktur telah terfiksasi dengan baik, karena kedua ujung tulang yang
terpisah dapat menyebabkan tambahan kerusakan jaringan dan beresiko untuk
mencederai saraf atau pembuluh darah.
§ Beri bantalan empuk dan penopang pada anggota gerak yang dibidai terutama
pada daerah tubuh yang keras/peka(lutut,siku,ketiak,dll), yang sekaligus untuk
mengisi sela antara ekstremitas dengan bidai.
§ Ikatlah bidai di atas dan bawah luka/fraktur. Jangan mengikat tepat di bagian
yang luka/fraktur. Sebaiknya dilakukan sebanyak 4 ikatan pada bidai, yakni
pada beberapa titik yang berada pada posisi:
a) superior dari sendi proximal dari lokasi fraktur
b) diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan pertama
c) inferior dari sendi distal dari lokasi fraktur
d) diantara lokasi fraktur dan lokasi ikatan ketiga (point c)
§ Pastikan bahwa bidai telah rapat, namun jangan terlalu ketat sehingga
mengganggu sirkulasi pada ekstremitas yang dibidai. Pastikan bahwa
pemasangan bidai telah mampu mencegah pergerakan atau peregangan pada
bagian yang cedera.
§ Pastikan bahwa ujung bidai tidak menekan ketiak atau pantat
§ Harus selalu diingat bahwa improvisasi seringkali diperlukan dalam tindakan
pembidaian. Sebagai contoh, jika tidak ditemukan bahan yang sesuai untuk
membidai, cedera pada tungkai bawah seringkali dapat dilindungi dengan
merekatkan tungkai yang cedera pada tungkai yang tidak terluka. Demikian
pula bisa diterapkan pada fraktur jari, dengan merekatkan pada jari
disebelahnya sebagai perlindungan sementara.
§ Kantong es dapat dipasang dalam bidai dengan terlebih dahulu dibungkus
dengan perban elastis. Harus diberikan perhatian khusus untuk melepaskan
kantong es secara berkala untuk mencegah “cold injury” pada jaringan lunak.
Secara umum, es tidak boleh ditempelkan secara terus menerus lebih dari 10
menit. Ekstremitas yang mengalami cedera sebaiknya sedikit ditinggikan
posisinya untuk meminimalisasi pembengkakan.

D. Evaluasi Pasca Pembidaian


§ Periksa sirkulasi daerah ujung pembidaian. Misalnya jika membidai lengan
maka periksa sirkulasi dengan memencet kuku ibu jari selama kurang lebih 5
detik. Kuku akan berwarna putih kemudian kembali merah dalam waktu kurang
dari 2 detik setelah dilepaskan.
§ Pemeriksaan denyut nadi dan rasa raba seharusnya diperiksa di bagian bawah
bidai paling tidak satu jam sekali. Jika pasien mengeluh terlalu ketat, atau
kesemutan, maka pembalut harus dilepas seluruhnya. Dan kemudian bidai di
pasang kembali dengan lebih longgar.

Tehnik Pembidaian
A. Fraktur Cranium dan Tulang Wajah
Pada fraktur cranium dan tulang wajah, hindarilah melakukan penekanan pada
tempat yang dicurigai mengalami fraktur. Pada fraktur ini harus dicurigai adanya
fraktur tulang belakang, sehingga seharusnya dilakukan imobilisasi tulang
belakang. Ada beberapa bidai khusus yang digunakan untuk fiksasi fraktur tulang
wajah (bersifat bidai definitif), namun tidak dibahas pada sesi ini karena biasanya
dilakukan oleh para ahli.

B. Leher
Dalam kondisi darurat, bisa dilakukan pembidaian dengan pembalutan.
Pembalutan dilakukan dengan hati-hati tanpa menggerakkan bagian leher dan
kepala. Pembalutan dianggap efektif jika mampu meminimalisasi pergerakan
daerah leher. Jika tersedia, fixasi leher paling baik dilakukan menggunakan
“Cervical collar”.

Gambar 9. Pembidian leher (cervical collar)

C. Clavicula
Terapi definitif untuk fraktur klavikula biasanya dilakukan secara konservatif yaitu
dengan “ransel bandage” (lihat gambar 2). Pembebatan yang efektif akan
berfungsi untuk traksi dan fiksasi, sehingga kedua ujung fragmen fraktur bisa
bertemu kembali pada posisi yang seanatomis mungkin, sehingga
memungkinkan penyembuhan fraktur dengan hasil yang cukup baik.

Gambar 10. Ransel bandage

D. Costae
Perhatian utama pada kondisi suspect fraktur costae adalah upaya untuk
mencegah bagian patahan tulang agar tidak melukai paru. Upaya terbaik yang
bisa dilakukan sebagai pertolongan pertama di lapangan sebelum pasien dibawa
dalam perjalanan ke rumah sakit adalah memasang bantalan dan balutan lembut
pada dinding dada, memasang sling untuk merekatkan lengan pada sisi dada
yang mengalami cedera sedemikian sehingga menempel secara nyaman pada
dada.

Gambar 11. Pembidaian pada costae

E. Lengan Atas
§ Pasanglah sling untuk gendongan lengan bawah, sedemikian sehingga sendi
siku membentuk sudut 90%, dengan cara :
§ Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku, dan
puncak dari sling berada pada bahu sisi lengan yang tidak cedera. posisikan
lengan bawah sedemikian sehingga posisi tangan sedikit terangkat (kira-kira
membentuk sudut 10°). ikatlah dua ujung sling pada bahu dimaksud. Gulunglah
apex dari sling, dan sisipkan di sisi siku.
§ Posisikan lengan atas yang mengalami fraktur agar menempel rapat pada bagian
sisi lateral dinding thoraks.
§ Pasanglah bidai yang telah di balut kain/kassa pada sisi lateral lengan atas yang
mengalami fraktur.
§ Bebatlah lengan atas diantara papan bidai (di sisi lateral) dan dinding thorax
(pada sisi medial).
§ Jika tidak tersedia papan bidai, fiksasi bisa dilakukan dengan pembebatan
menggunakan kain yang lebar.

Gambar 12. Pemasangan sling pada bidai lengan


F. Lengan Bawah
§ Imobilisasi lengan yang mengalami cedera
§ Carilah bahan yang kaku yang cukup panjang sehingga mencapai jarak
antara siku sampai ujung telapak tangan
§ Carilah tali untuk mengikat bidai pada lengan yang cedera
§ Flexi-kan lengan yang cedera, sehingga lengan bawah dalam posisi
membuat sudut 90° terhadap lengan atas. Lakukan penekukan lengan
secara perlahan dan hati-hati.
§ Letakkan gulungan kain atau benda lembut lainnya pada telapak tangan
agar berada dalam posisi fungsional
§ Pasanglah bidai pada lengan bawah sedemikian sehingga bidai menempel
antara siku sampai ujung jari
§ Ikatlah bidai pada lokasi diatas dan dibawah posisi fraktur. Pastikan bahwa
pergelangan tangan sudah terimobilisasi
§ Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan lengan yang
dibidai
§ Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region distal dari lokasi
pembidaian, untuk memastikan bahwa pemasangan bidai tidak terlalu
ketat
§ Pasanglah sling untuk menahan bagian lengan yang dibidai, dengan cara :
§ Letakkan kain sling di sisi bawah lengan. Apex dari sling berada pada siku,
dan puncak dari sling berada pada bahu sisi lengan yang tidak cedera.
posisikan lengan bawah sedemikian sehingga posisi tangan sedikit
terangkat (kira-kira membentuk sudut 10°). ikatlah dua ujung sling pada
bahu dimaksud. Gulunglah apex dari sling, dan sisipkan di sisi siku.

Gambar 13. Pembidaian lengan bawah

G. Tangan dan Pergelangan Tangan


Ekstremitas ini seharusnya dibidai dalam “posisi dari fungsi mekanik”, yakni
posisi yang senatural mungkin. Posisi natural tangan adalah pada posisi seperti
sedang menggenggam sebuah bola softball. Gulungan pakaian atau bahan
bantalan yang lain dapat diletakkan pada telapak tangan sebelum tangan dibalut.
Gambar 14. Pembidaian tangan.

H. Jari
Fraktur jari bisa dibidai dengan potongan kayu kecil atau difiksasi dengan
merekatkan pada jari di sebelahnya yang tidak terkena injury (buddy splinting).

Gambar 15. Pembidaian Jari

I. Punggung
Pasien yang dicurigai menderita fraktur tulang belakang/punggung, harus dibidai
menggunakan spine board atau bahan yang semirip mungkin dengan spine
board.

J. Panggul
Fraktur panggul lebih sering terjadi pada orang tua. Jika seseorang yang berusia
tua terjatuh dan mengeluhkan nyeri daerah panggul, maka sebaiknya dianggap
mengalami fraktur. Apalagi jika pasien tidak bisa menggerakkan tungkai, atau
ditemukan pemendekan dan atau rotasi pada tungkai (biasanya kearah lateral).
Pemindahan pasien yang dicurigai menderita fraktur panggul harus
menggunakan tandu. Tungkai yang mengalami cedera diamankan dengan
merapatkan pada tungkai yang tidak cedera sebagai bidai. Anda bisa melakukan
penarikan/traksi untuk mengurangi rasa nyeri, jika perjalanan menuju rumah
sakit cukup jauh, dan terdapat orang yang bisa menggantikan anda saat anda
sudah kelelahan.

K. Femur
Pada fraktur femur, bidai harus memanjang antara punggung bawah sampai
dengan di bawah lutut pada tungkai yang cedera. Traksi pada cedera tungkai
lebih sulit, dan resiko untuk terjadinya cedera tambahan akibat kegagalan traksi
seringkali lebih besar. Sebaiknya jangan mencoba untuk melakukan traksi pada
cedera tungkai kecuali jika orang yang membantu pembidaian telah siap untuk
memasang bidai.

Gambar 16. Traksi untuk melawan tarikan otot-otot kaki

L. Lutut
Cedera lutut membutuhkan bidai yang memanjang antara pinggul sampai
dengan pergelangan kaki. Bidai ini dipasang pada sisi belakang tungkai dan
pantat.

M. Tibia-Fibula
F Imobilisasikan tungkai yang mengalami cedera untuk mengurangi nyeri dan
mencegah timbulnya kerusakan yang lebih berat
F Carilah bahan kaku yang cukup panjang sehingga mencapai jarak antara
telapak tangan sampai dengan diatas lutut.
F Carilah bahan yang bisa digunakan sebagai tali untuk mengikat bidai
F Pastikan bahwa tungkai berada dalam posisi lurus
F Letakkan bidai di sepanjang sisi bawah tungkai, sehingga bidai dalam posisi
memanjang antara sisi bawah lutut sampai dengan dibawah telapak kaki
F Pasanglah bidai pasangan di sisi atas tungkai bawah sejajar dengan bidai yang
dipasang di sisi bawah tungkai
F Ikatlah bidai pada posisi diatas dan di bawah lokasi fraktur. Pastikan bahwa
lutut dan pergelangan kaki sudah terimobilisasi dengan baik
F Pasanglah bantalan pada ruang kosong antara bidai dan lengan yang dibidai
F Periksalah sirkulasi, sensasi dan pergerakan pada region distal dari lokasi
pembidaian, untuk memastikan bahwa pemasangan bidai tidak terlalu ketat

Gambar 17. Pembidaian pada regio cruris

N. Pergelangan Kaki
• Cedera pergelangan kaki terkadang bisa diimobilisasi cukup dengan
menggunakan pembalutan. Gunakan pola “figure of eight”: Dimulai dari sisi
bawah kaki, melalui sisi atas kaki, mengelilingi pergelangan kaki, ke belakang
melalui sisi atas kaki, kesisi bawah kaki, dan demikian seterusnya.
• Bidai penahan juga bisa dipasang sepanjang sisi belakang dan sisi lateral
pergelangan kaki untuk mencegah pergerakan yang berlebihan. Saat
melalukan tindakan imobilisasi pergelangan kaki, posisi kaki harus selalu dijaga
pada sudut yang benar.

O. Telapak Kaki
Filename: MODUL KETRAMPILAN KLINIS ORTHOPEDI.docx
Directory:
/Users/user/Library/Containers/com.microsoft.Word/Data/Docu
ments
Template: Normal.dotm
Title:
Subject:
Author: Myologi' 2019
Keywords:
Comments:
Creation Date: 6/19/22 9:49:00 PM
Change Number: 7
Last Saved On: 6/19/22 9:51:00 PM
Last Saved By: Microsoft Office User
Total Editing Time: 2 Minutes
Last Printed On: 6/19/22 9:52:00 PM
As of Last Complete Printing
Number of Pages: 62
Number of Words: 10,084
Number of Characters: 59,242 (approx.)

Anda mungkin juga menyukai