SURAT KETERANGAN
VISUM ET REPERTUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KETERAMPILAN KLINIK 3
PEMBUATAN SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM
DAN SURAT KETERANGAN MEDIS
CAPAIAN PEMBELAJARAN
STRATEGI PEMBELAJARAN
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan buku panduan
2. Diskusi
3. Simulasi (partisipasi aktif) menggunakan manikin.
METODE PENILAIAN
Evaluasi menggunakan daftar tilik (check list) dengan ujian berupa OSCE.
2
REFERENSI
1. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology. 2nd ed. (Geberth VJ, ed.). Boca Raton: CRC
Press LLC; 2001.
2. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. London:
Elsevier Academic Press; 2005.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
4. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana RI.
5. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana RI.
6. Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Kode Etik Kedokteran Indonesia.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 36 Tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran.
8. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 269 Tahun 2008 tentang Rekam Medis.
9. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. London: Edward Arnold Ltd.;
2004.
10. Shepherd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. (Shepherd R, ed.). New York: Arnold;
2003.
11. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology of Trauma: Common Problem for the
Pathologists. (Karch SB, ed.). Totowa, New Jersey: Humana Press; 2007.
3
PROSEDUR PEMBUATAN SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM (SK VER)
KORBAN HIDUP
NO. AKTIVITAS
A. Pemeriksaan Kelengkapan Administrasi
1. Surat Permintaan Visum (SPV) yang diantar penyidik
2. Persetujuan pemeriksaan medis forensik (informed consent) baik verbal maupun
tertulis
3. Bukti identitas pasien (KTP, SIM, SPV, dan sebagainya).
B. Pemeriksaan Medis Forensik
1. Nilai kondisi pasien; jika terdapat kegawatdaruratan maka dahulukan
pertolongan pertama hingga kondisi pasien stabil
2. Setelah kondisi pasien stabil, lakukan anamnesis pada pasien
3. Anamnesis sebaiknya meliputi:
Keluhan utama pasien
Mekanisme terjadinya perlukaan
Waktu terjadinya perlukaan (menurut pasien)
Ada tidaknya gejala/perlukaan di tempat lain
4. Lakukan pemeriksaan medis forensik (dokumentasi forensik) pada pasien
5. Lakukan pemeriksaan penunjang bila perlu
6. Tentukan diagnosis dan Multiple Cause of Damage (MCODamage)
7. Lakukan penanganan medis jika diperlukan
8. Catat seluruh hasil pemeriksaan pada berkas rekam medis.
C. Pembuatan Surat Keterangan Visum et Repertum
1. Perhatikan beberapa ketentuan penulisan SK VER seperti:
Ada kop surat institusi yang mengeluarkan SK VER
Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EYD (hindari
penggunaan singkatan dan istilah asing, termasuk istilah medis)
Jenis huruf (font) yang disarankan adalah Arial dengan ukuran 11
Tidak menggunakan spasi antarbaris (spasi 1)
Untuk angka ditulis menggunakan huruf (“1” menjadi “satu”, “2017” menjadi
“dua ribu tujuh belas”, dst) kecuali untuk nomor surat resmi, nomor bukti
identitas, dan data-data yang disadur/disalin dari sumber tertulis lainnya
(dicetak miring)
Jika kalimat selesai sebelum mencapai tepi/margin kanan kertas, maka sisa
ruang yang kosong diberi tanda garis datar (---) hingga penuh ke margin
kanan kertas
Diberi nomor halaman dan jumlah total halaman
2. Tuliskan laporan VER sesuai dengan urutan-urutan sebagai berikut:
Pro Justitia (“Demi Kebenaran”/”For the sake of the truth”)
Pendahuluan, memuat dasar pembuatan SK VER (SPV), dokter pemeriksa,
waktu dan tempat pemeriksaan, serta identitas pasien
Pemberitaan, memuat hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisis,
pemeriksaan penunjang)
Ringkasan, memuat ringkasan pemberitaan yang disusun menurut alur
patobiologi
4
Kesimpulan, memuat diagnosis perlukaan (MCODamage), penyebab
perlukaan, dan prognosis perlukaan
Penutup, memuat waktu dan tempat dikeluarkannya SK VER serta nama
lengkap dan tanda tangan dokter yang memeriksa.
D. Penyerahan SK VER Kepada Pihak yang Meminta SK VER
1. Setelah selesai dibuat, laporan VER harus dibaca kembali untuk mengurangi
risiko terdapatnya kesalahan dalam penulisan
2. SK VER yang telah selesai dicetak kemudian ditandatangani oleh dokter yang
membuat SK VER tersebut, serta diberi cap institusi yang menerbitkan SK VER
di tiap halaman untuk menjaga keasliannya
3. SK VER hanya boleh diserahkan kepada petugas yang membawa surat
tugas/perintah pengambilan SK VER dari institusi/pihak yang mengirimkan Surat
Permintaan Visum (SPV).
5
RUBRIK PENILAIAN UJIAN KETERAMPILAN KLINIK
KETERAMPILAN KLINIK 3—PEMBUATAN SK VISUM ET REPERTUM
KOMPETENSI
I. Format SK VER
1. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai EYD
2. Menghindari penggunaan singkatan dan istilah asing (termasuk istilah medis)
3. Untuk angka ditulis menggunakan huruf (“1” menjadi “satu”, “2017” menjadi “dua ribu
tujuh belas”, dst) kecuali untuk nomor surat resmi, nomor bukti identitas, dan data-data
yang disadur/disalin dari sumber tertulis lainnya
4. Jika kalimat selesai sebelum mencapai tepi/margin kanan kertas, maka sisa ruang yang
kosong diberi tanda garis datar (---) hingga penuh ke margin kanan kertas
5. Diberi nomor halaman dan jumlah total halaman,
II. Kelengkapan Bagian-Bagian SK VER
SK VER memuat bagian-bagian berikut:
1. Pro Justitia
2. Pendahuluan
3. Pemberitaan
4. (Ringkasan)
5. Kesimpulan
6. Penutup.
III. Kelengkapan Poin-Poin dalam SK VER
Poin-poin dalam SK VER yang harus dilengkapi:
1. Logo institusi yang mengeluarkan/menerbitkan SK VER
2. Kop surat institusi yang mengeluarkan/menerbitkan SK VER
3. Logo institusi jejaring (bila ada)
4. Pro Justitia
5. No. SK VER dari institusi yang mengeluarkan/menerbitkan SK VER
6. No. Surat Permintaan VER (SPV)
7. Tanggal dan waktu SPV diterima
8. Pihak yang membuat SPV
9. Jenis permintaan yang diminta
10. Waktu dan tempat pemeriksaan
11. Identitas pasien
12. Anamnesis
13. Pemeriksaan fisis
14. Pemeriksaan penunjang
15. Ringkasan pemeriksaan
16. Diagnosis kerja
17. Pengobatan dan tindakan
18. Prognosis dari penyakit/damage
19. Kesimpulan
20. Tempat dan tanggal dikeluarkan/diterbitkan SK VER
21. Nama lengkap dan NIK dokter yang membuat SK VER
22. Jabatan/kompetensi dari dokter yang membuat SK VER
23. Tanda tangan dokter yang membuat SK VER
24. Lampiran hasil pemeriksaan.
6
LAMPIRAN 8: ALUR PENANGANAN MEDIS UNTUK KORBAN HIDUP
Catatan:
1. SPV dapat diterima kapanpun, misalnya:
Mulai Selesai SPV datang bersamaan pasien masuk RS
dirawat PERAWATAN MEDIS dirawat SPV datang saat pasien sedang dalam perawatan
SPV datang setelah pasien selesai dirawat (pulang).
2. Pemeriksaan dan penanganan medis harus selalu lebih
PEMERIKSAAN MEDIS diutamakan daripada pemeriksaan forensik.
Kesimpulan:
PENATALAKSANAAN Syarat pemeriksaan forensik (untuk membuat SK VER):
MEDIS 1. Ada permintaan dari penyidik (SPV)
2. Kondisi pasien sudah stabil
S1 F1 S2 F2 S3 F3
REKAM RESUME
MEDIS MEDIS
LAMPIRAN 9: CONTOH SURAT PERMINTAAN VISUM (SPV)
Kepada
Institusi (RS) tujuan SPV Yth. KA RSP Universitas Hasanuddin
di Makassar
1. Dasar :
a. Pasal 133 ayat (1) KUHP
b. Laporan Polisi No: LP/327/IV/2017/Sek.Panakkukang tanggal 25 April 2017.
2. Bersama ini diserahkan satu barang bukti hidup dengan identitas sebagai berikut:
Nama : Taufiq Ismail
Umur : 23 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki (II.b) Identitas pasien
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai swasta
Alamat : Jl. Racing Center Blok D No.13 Kec. Panakkukang Kota Makassar
3. Orang tersebut di atas mengalami luka di pipi kiri akibat terjatuh dari motor di Jl. Urip Sumoharjo
Kec. Panakukkang kota Makassar, pada hari Selasa tanggal 25 April 2017 sekitar jam 21.30 WITA.
4. Mohon diadakan pemeriksaan medis/pengobatan/perawatan atas orang tersebut serta dibuatkan
Visum et Repertum.
Diterima oleh:
Nama : Theresia Sasmito, S.Ked
Jabatan : dokter muda IRD
Penerimaan SPV dari penyidik
Tanggal : 26 April 2017, pukul 05.30 WITA oleh petugas institusi tujuan (RS)
Tanda tangan :
1 2 3
SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM
KORBAN HIDUP Logo
Departemen Kedokteran Forensik & Medikolegal (KFM) Institusi
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Jejaring
RS Pendidikan Universitas Hasanuddin
Jl. Tamalanrea No. 90 Makassar – Indonesia
PRO JUSTITIA 4
2. Pemeriksaan Fisis------------------------------------------------------------------------------------------ 16
(a) Kesadaran : ………………………………………………………….
(b) Denyut nadi : ………………………………………………………….
(c) Pernapasan : ………………………………………………………….
(d) Tekanan darah : ………………………………………………………….
(e) Suhu tubuh : ………………………………………………………….
(f) Pakaian : ………………………………………………………….
(g) Tinggi badan : ………………………………………………………….
(h) Berat badan : ………………………………………………………….
(i) Ciri khusus : ………………………………………………………….
(j) Kepala : ………………………………………………………….
(k) Leher : ………………………………………………………….
(l) Bahu : ………………………………………………………….
(m) Dada : ………………………………………………………….
(n) Punggung : ………………………………………………………….
(o) Perut : ………………………………………………………….
(p) Pinggang : ………………………………………………………….
(q) Bokong : ………………………………………………………….
(r) Dubur : ………………………………………………………….
(s) Alat kelamin : ………………………………………………………….
(t) Anggota gerak atas : ………………………………………………………….
(u) Anggota gerak bawah : ………………………………………………………….
3. Pemeriksaan Penunjang---------------------------------------------------------------------------------- 17
(a) Laboratorium : ………………………………………………………….
(b) Radiologi : ………………………………………………………….
(c) Odontogram : ………………………………………………………….
b) Nama lengkap dan Nomor Induk Kepegawaian dokter/dokter gigi yang diberi wewenang
pelayanan kesehatan : …………………………………………………………. 24
10
PENJELASAN POIN DEMI POIN
SURAT KETERANGAN VISUM ET REPERTUM PASIEN HIDUP
11
dilakukan pemeriksaan pasien hidup dalam rangka menjawab Surat Permintaan Visum
et Repertum).
[18] Ringkasan Pemeriksaan diisi sesuai dengan rangkuman hasil pemeriksaan fisis serta
pemeriksaan penunjang terhadap jejas atau damage (diagnosis/gambaran klinik pada
saat dilakukan pemeriksaan pasien hidup dalam rangka menjawab Surat Permintaan
Visum et Repertum).
[19] Diagnosis Kerja (ICD coding) diisi sesuai dengan diagnosis terhadap jejas atau
damage pada saat dilakukan pemeriksaan pasien hidup dalam rangka menjawab Surat
Permintaan Visum et Repertum. Bilamana damage tersebut merupakan rangkaian
damage dan komplikasi sebagai konsekuensi dari adanya kejadian (incidence), maka
dalam mengungkapkan rangkaian patomekanisme tersebut perlu dimasukan dalam
lampiran semua ringkasan/ resume medik dari tindakan medik terdahulu yang telah
dilakukan oleh dokter/dokter gigi/petugas kesehatan yang diberikan wewenang; dan
resume medik tersebut harus ditandatangani oleh dokter/dokter gigi/petugas kesehatan
tersebut. Urutan diagnosis kerja menggunakan pendekatan Multiple Cause of Damage
(MCOD), sehingga dituliskan keadaan morbid yang langsung berhubungan dengan
damage sekarang (A1), dan penyebab antaranya (A-2, A-3), serta penyebab yang
mendasari terjadinya damage (A-4). Selain itu dituliskan pula semua keadaan morbid
lain yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan penyebab langsung damage
tersebut, namun berkontribusi terhadap keadaan damage sekarang (B-1, B-2, B-3, dan
B-4). Kemudian diagnosis/damage tersebut diberi kode sesuai dengan International
Classification of Disease-10 (ICD-10).
[20] Pengobatan dan Tindakan diisi sesuai dengan pengobatan dan tindakan terhadap
jejas atau damage (diagnosis/gambaran klinik pada saat dilakukan pemeriksaan pasien
hidup dalam rangka menjawab Surat Permintaan Visum et Repertum).
[21] Prognosis dari penyakit/damage diisi sesuai dengan prognosis yang dibuat
berdasarkan penilaian terhadap jejas atau damage (diagnosis/gambaran klinik pada
saat dilakukan pemeriksaan pasien hidup dalam rangka menjawab Surat Permintaan
Visum et Repertum).
[22] Kesimpulan diisi sesuai dengan Diagnosis dan Prognosis.
[23] Tempat dan Tanggal dikeluarkan VeR diisi dengan tempat dan tanggal
dikeluarkan/diterbitkan Surat Keterangan Visum et Repertum oleh institusi yang
membuat VeR.
[24] Nama lengkap dan Nomor Induk Kepegawaian dari dokter/dokter gigi yang diberi
wewenang pelayanan kesehatan diisi sesuai dengan nama dan NIK dari dokter/ dokter
gigi/ petugas kesehatan yang melakukan pemeriksaan pasien hidup dalam rangka
menjawab Surat Permintaan Visum et Repertum. Dokter/ dokter gigi/ petugas kesehatan
ini adalah dokter/ dokter gigi/ petugas kesehatan yang ditunjuk/mewakili institusi yang
mengeluarkan/menerbitkan Surat Keterangan Visum et Repertum.
[25] Jabatan dan kompetensi dari [24] diisi sesuai dengan jabatan dan kompetensi yang
dimiliki oleh dokter/ dokter gigi/ petugas kesehatan yang membuat surat keterangan
Visum et Repertum.
[26] Tanda tangan ditandatangani oleh [24].
[27] Lampiran pemeriksaan dilampirkan semua pemeriksaan dalam rangka membuat
diagnosis terhadap damage yang terjadi (misalnya hasil pemeriksaan laboratorium,
radiologi, ultrasonografi, EKG, EEG, histopatologi, toksikologi, DNA, dan lain-lain).
12
MANUAL KETERAMPILAN KLINIK
(CLINICAL SKILL LEARNING)
DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
DOKUMENTASI FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KETERAMPILAN KLINIK 1
FOTOGRAFI FORENSIK
CAPAIAN PEMBELAJARAN
STRATEGI PEMBELAJARAN
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan buku panduan
2. Diskusi
3. Simulasi (partisipasi aktif) menggunakan manikin.
METODE PENILAIAN
Evaluasi menggunakan daftar tilik (check list) dengan ujian berupa OSCE.
2
REFERENSI
1. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology. 2nd ed. (Geberth VJ, ed.). Boca Raton: CRC Press
LLC; 2001.
2. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. London:
Elsevier Academic Press; 2005.
3. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. London: Edward Arnold Ltd.;
2004.
4. Shepherd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. (Shepherd R, ed.). New York: Arnold;
2003.
5. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology of Trauma: Common Problem for the
Pathologists. (Karch SB, ed.). Totowa, New Jersey: Humana Press; 2007.
3
KETERAMPILAN KLINIK 2
DESKRIPSI LUKA
CAPAIAN PEMBELAJARAN
STRATEGI PEMBELAJARAN
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan buku panduan
2. Diskusi
3. Simulasi (partisipasi aktif) menggunakan manekin
4. Praktik langsung ke pasien yang ditemui di rumah sakit.
METODE PENILAIAN
Evaluasi menggunakan daftar tilik (check list) dengan ujian berupa OSCE.
4
REFERENSI
1. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology. 2nd ed. (Geberth VJ, ed.). Boca Raton: CRC Press
LLC; 2001.
2. DiMaio VJM. Gunshot Wounds Practical: Aspects of Firearms, Ballistics, and Forensic
Techniques. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press LLC; 1999.
3. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. London:
Elsevier Academic Press; 2005.
4. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. London: Edward Arnold Ltd.;
2004.
5. Shepherd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. (Shepherd R, ed.). New York: Arnold;
2003.
6. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology of Trauma: Common Problem for the
Pathologists. (Karch SB, ed.). Totowa, New Jersey: Humana Press; 2007.
5
PROSEDUR DOKUMENTASI FORENSIK UNTUK KORBAN HIDUP
(FOTOGRAFI FORENSIK & DESKRIPSI LUKA)
NO. AKTIVITAS
A. Persiapan Pemeriksaan Luka
1. Sediakan alat dan bahan yang diperlukan:
Kamera
Sarung tangan medis (hanscoen)
Label identitas
Alat pengukur
Lembar sketsa tubuh (body chart)
Alat tulis menulis.
2. Periksa kelengkapan administrasi:
Surat Permintaan Visum (SPV) yang diantar penyidik
Persetujuan pemeriksaan medis forensik (informed consent) baik verbal
maupun tertulis
Bukti identitas pasien (KTP, SIM, SPV, dan sebagainya).
3. Tuliskan data-data yang dibutuhkan ke dalam label identitas dan lembar body chart
berdasarkan keterangan yang terdapat pada SPV dan bukti identitas pasien
sebagai berikut:
Nomor SPV
Nomor registrasi kasus di RS yang bersangkutan
Nama korban dan umur/tanggal lahir
Nama pemeriksa
Hari dan tanggal dilakukannya pemeriksaan
Waktu dilakukannya pemeriksaan.
6
Letakkan alat pengukur dan label identitas yang telah diisi sebidang dengan
bagian tubuh yang akan difoto
Lakukan pengambilan foto dengan posisi kamera tegak lurus 90° terhadap
titik pusat dari bagian tubuh (regio anatomis) yang akan difoto
Foto harus memuat keseluruhan regio yang ingin didokumentasikan, yakni
ada penanda (marker) anatomis dan harus jelas sisi atas dan bawah, kanan dan
kiri, depan dan belakang, label identitas dan alat ukur.
3. Foto close up
Identifikasi objek/luka yang ingin didokumentasikan dan bebaskan dari
penutup tubuh
Letakkan alat pengukur dan label identitas yang telah diisi sebidang dengan
luka
Lakukan pengambilan foto dengan posisi kamera tegak lurus 90° terhadap
titik pusat luka
Foto harus memuat keseluruhan luka dan dapat memberikan keterangan
mengenai karakteristik luka, label identitas dan alat ukur
Dapat dilakukan pengambilan foto tambahan dengan posisi kamera miring
45° terhadap titik pusat luka, baik dari sisi atas, bawah, kanan, kiri, maupun
diagonal, jika dirasa perlu.
4. Foto objek lain (barang bukti pakaian, bercak darah, anak peluru, senjata,
dokumen, dan lain-lain) jika ada
Letakkan alat pengukur dan label identitas yang telah diisi sebidang dengan
objek yang akan difoto
Lakukan pengambilan foto dengan posisi kamera tegak lurus 90° terhadap
titik pusat objek
Foto memuat keseluruhan objek, label identitas dan alat ukur
Jika objek mengandung tulisan, tulisan harus dapat dibaca dengan jelas
Dapat dilakukan pengambilan foto tambahan dengan posisi kamera miring
45° terhadap titik pusat objek, baik dari sisi atas, bawah, kanan, kiri, maupun
diagonal, jika dirasa perlu.
7
Lokasi anatomis
Bentuk luka
Ukuran luka, yaitu panjang dan lebar luka (pengukuran kedalaman luka
hanya dilakukan jika memungkinkan)
Lokasi koordinat luka berdasarkan absis dan ordinat
Karakteristik luka, mencakup garis batas luka, daerah di dalam garis batas
luka, dan daerah di sekitar luka
Perincian:
Luka tertutup:
Garis batas luka: batas tegas/tidak tegas
Daerah di dalam garis batas luka: warna, permukaan luka, bengkak ada/tidak
Daerah di sekitar luka: ada/tidak ada kelainan
Luka terbuka:
Garis batas luka: tepi rata/tidak rata
Daerah di dalam garis batas luka: tebing luka, dasar luka, jembatan jaringan
ada/tidak, ujung luka (bila ada) tajam/tumpul, perdarahan aktif ada/tidak
Daerah di sekitar luka: ada/tidak ada kelainan
4. Ulangi langkah 3 untuk semua luka yang ditemukan.
F. Diagnosis Luka
1. Tentukan diagnosis luka berdasarkan deskripsi yang telah dibuat
2. Diagnosis yang dituliskan berupa jumlah luka, diagnosis luka, dan lokasi
anatomisnya.
G. Menganalisis Penyebab Terjadinya Luka
1. Tuliskan penyebab terjadinya luka, berupa karakteristik agen penyebabnya saja,
misalnya trauma tajam, trauma tumpul, dsb
2. Jangan menuliskan penyebab luka secara argumentatif pada kasus (ditusuk pisau,
ditinju, ditabrak motor, dsb) di mana dokter pemeriksa bukan merupakan saksi
mata insidens/trauma.
H. Penilaian Derajat Luka
1. Nilai prognosis luka secara medis
2. Secara hukum, derajat luka dibagi menjadi luka ringan (Pasal 352 KUHP), luka
sedang (Pasal 351 KUHP), dan luka berat (Pasal 90 KUHP), namun istilah ini
merupakan istilah hukum dan tidak perlu dicantumkan dalam laporan medis
manapun untuk menjaga profesionalisme profesi
3. Meskipun demikian, perlu dipahami mengenai kategori masing-masing derajat
perlukaan guna memenuhi tujuan pembuatan SK VER yakni membuat terang suatu
perkara.
8
RUBRIK PENILAIAN UJIAN KETERAMPILAN KLINIK
KETERAMPILAN KLINIK 1—FOTOGRAFI FORENSIK
KOMPETENSI
I. Persiapan Pemeriksaan Luka
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan:
a. Kamera
b. Sarung tangan medis (hanscoen)
c. Standar/skala pengukuran: penggaris, meteran, dsb d.
Alat tulis menulis
2. Mengecek kelengkapan administrasi yang dibutuhkan:
a. Surat Permintaan Visum (SPV)
b. Label identitas
c. Lembar sketsa tubuh (body chart)
3. Mengisi label identitas secara lengkap dan benar:
a. Nomor SPV
b. Nomor registrasi kasus
c. Identitas pasien: nama dan umur d.
Identitas pemeriksa
e. Tanggal pemeriksaan f.
Waktu pemeriksaan
4. Mengenakan sarung tangan medis (hanschoen).
II. Fotografi Forensik
1. Foto whole body
a. Ada label identitas dan alat ukur
b. Kamera diposisikan tegak lurus terhadap pusar
c. Foto memuat keseluruhan tubuh pasien, label, dan alat ukur
2. Foto regional
a. Ada label identitas dan alat ukur
b. Kamera diposisikan tegak lurus terhadap titik pusat regio anatomis yang difoto c.
Foto memuat keseluruhan regio anatomis, label, dan alat ukur
3. Foto close-up
a. Ada label identitas dan alat ukur
b. Kamera diposisikan tegak lurus terhadap titik pusat luka c.
Foto memuat keseluruhan luka, label, dan alat ukur.
III. Dokumentasi pada Body Chart
1. Mengisi kolom identitas pada lembar body chart:
a. Nomor SPV
b. Nomor registrasi kasus
c. Identitas pasien: nama dan umur d.
Identitas pemeriksa
e. Tanggal pemeriksaan f.
Waktu pemeriksaan
2. Dokumentasi luka pada body chart harus memuat:
a. Orientasi luka pada body chart harus sesuai dengan orientasi luka pada tubuh
korban
b. Luka diarsir sesuai dengan petunjuk pada legenda
9
c. Garis yang menjadi acuan untuk menentukan absis dan ordinat luka harus
digambarkan
d. Absis dan ordinat luka harus dicantumkan e.
Panjang dan lebar luka harus dicantumkan
f. Jika ada bagian tubuh yang perlu diarsir sesuai legenda, maka digambarkan.
10
RUBRIK PENILAIAN UJIAN KETERAMPILAN KLINIK
KETERAMPILAN KLINIK 2—DESKRIPSI LUKA
KOMPETENSI
I. Persiapan Pemeriksaan Luka
1. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan:
a. Sarung tangan medis (hanscoen)
b. Standar/skala pengukuran: penggaris, meteran, dsb c.
Alat tulis menulis
2. Mengecek kelengkapan administrasi yang dibutuhkan:
a. Surat Permintaan Visum (SPV)
b. Lembar sketsa tubuh (body chart)
3. Mengenakan sarung tangan medis (hanschoen).
II. Dokumentasi pada Body Chart
1. Mengisi kolom identitas pada lembar body chart:
a. Nomor SPV
b. Nomor registrasi kasus
c. Identitas pasien: nama dan umur d.
Identitas pemeriksa
e. Tanggal pemeriksaan f.
Waktu pemeriksaan
2. Dokumentasi luka pada body chart harus memuat:
a. Orientasi luka pada body chart harus sesuai dengan orientasi luka pada tubuh
korban
b. Luka diarsir sesuai dengan petunjuk pada legenda
c. Garis yang menjadi acuan untuk menentukan absis dan ordinat luka harus
digambarkan
d. Absis dan ordinat luka harus dicantumkan e.
Panjang dan lebar luka harus dicantumkan
f. Jika ada bagian tubuh yang perlu diarsir sesuai legenda, maka digambarkan.
III. Deskripsi Luka
1. Deskripsi luka harus memuat:
a. Jumlah luka
b. Jenis luka
c. Lokasi luka berdasarkan regio anatomis d.
Ukuran luka: panjang dan lebar luka
e. Lokasi luka berdasarkan absis dan ordinat f.
Karakteristik/sifat luka, meliputi:
1) Garis batas luka
2) Daerah di dalam garis batas luka
3) Daerah di sekitar luka.
IV. Diagnosis Luka
1. Tuliskan kesimpulan hasil pemeriksaan luka berupa:
a. Diagnosis luka (damage)
b. Penyebab luka.
11
LAMPIRAN 1: CONTOH LABEL IDENTITAS
12
LAMPIRAN 2: CONTOH LEMBAR SKETSA TUBUH (BODY CHART)
13
LAMPIRAN 3: DAFTAR TILIK KELENGKAPAN SYARAT-SYARAT FOTO FORENSIK
Foto regional
FOTO REGIONAL NO. YA TIDAK
1. Ada label identitas
2. Ada standar pengukuran universal
Standar pengukuran diletakkan sebidang dengan regio
3.
anatomis
Regio anatomis dapat diidentifikasi (ada penanda/marker
4.
anatomis)
Sudut pengambilan foto tegak lurus terhadap titik pusat regio
5.
anatomis
6. Pencahayaan baik
7. Tidak ada distorsi ukuran foto
Foto close-up
FOTO CLOSE-UP NO. YA TIDAK
1. Ada label identitas
2. Ada standar pengukuran universal
Standar pengukuran diletakkan sebidang dengan regio
3.
anatomis
Foto memuat keseluruhan luka (tidak terpotong/tertutup oleh
4.
label, standar pengukuran, pakaian, dsb)
5. Sudut pengambilan foto tegak lurus terhadap titik pusat luka
6. Pencahayaan baik
7. Tidak ada distorsi ukuran foto
8. Ukuran luka dapat diidentifikasi
9. Karakteristik/sifat luka dapat dinilai
14
Foto barang bukti
FOTO BARANG BUKTI NO. YA TIDAK
1. Ada label identitas
2. Ada standar pengukuran universal
Standar pengukuran diletakkan sebidang dengan benda yang
3.
akan difoto
Foto memuat keseluruhan benda (tidak terpotong/tertutup oleh
4.
label, standar pengukuran, pakaian, dsb)
5. Sudut pengambilan foto tegak lurus terhadap titik pusat benda
6. Pencahayaan baik
7. Tidak ada distorsi ukuran foto
Jika benda memuat tulisan, tulisan harus dapat terbaca dengan
8.
jelas
9. Jika benda memuat gambar, gambar harus dapat diidentifikasi
15
Jenis luka
Tertutup a Terbuk
terdapat permukaan
kerusakan kulit utuh
epidermis Tepi rat a
Kelim-kelim
Luka tembak pada luka
Arah robekan
jaringan ke luar Jarak tembakan
17
LAMPIRAN 6: KATEGORISASI JENIS LUKA TEMBAK BERDASARKAN KARAKTERISTIKNYA
18
Luka tembak masuk (entrance wounds)
Luka tembak masuk Luka tembak
Luka tembak Luka tembak Luka
kontak masuk jarak
masuk jarak masuk jarak tembak
Karakteristik (contact menengah
dekat (near- jauh (distant- keluar (exit
wounds)
Hard-contact Loose-contact (intermediate
contact range wounds)
- range
wounds) wounds)
wounds)
Ilustrasi
Contoh gambar
Catatan: perlu diperhatikan bahwa efek dari komponen-komponen tembakan akan tertinggal pada permukaan objek yang pertama dikenai,
sehingga jika terdapat penghalang antara moncong senjata dengan permukaan kulit/tubuh korban (seperti pakaian, peredam senjata, maupun
benda lainnya) maka bisa jadi kelim jelaga, kelim tato, dan sebagainya tidak akan ditemukan pada korban meskipun tembakan berjarak dekat.
19
LAMPIRAN 7: FORMAT PENULISAN MCOD SESUAI REKOMENDASI WHO
Temuan Kematian
Penyebab
II Faktor kontribusi / ICD-10
kontribusi
komorbid
waktu
Damage/disease
20
Format Multiple Cause of Damage/Disease (MCODamage/Disease) menggunakan
proximus morbus approach
Penyebab
B Faktor kontribusi / ICD-10
kontribusi
komorbid
proximus mortis
approach
waktu
Death
21
MANUAL KETERAMPILAN KLINIK
(CLINICAL SKILL LEARNING)
DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
TEKNIK PENGAMBILAN
SAMPEL FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KETERAMPILAN KLINIK 5
TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL FORENSIK
CAPAIAN PEMBELAJARAN
STRATEGI PEMBELAJARAN
Instrumen dan Perlengkapan
1. Buku panduan belajar keterampilan klinik Dept. Forensik & Medikolegal FK UNHAS
2. Sarung tangan medis (hanscoen)
3. Larutan antiseptic
4. Spekulum vagina
5. Kapas lidi (cotton tip) steril
6. Object glass dan deck glass
7. Tourniquet
8. Spoit (syringe)
9. Swab alkohol 70%
10. Lanset steril
11. Sonde (orogastric tube)
12. Stetoskop
13. Tabung/wadah steril untuk sampel
14. Amplop manila besar dan kecil
15. Label identitas
16. Alat tulis menulis.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan buku panduan
2. Diskusi
3. Simulasi (partisipasi aktif) menggunakan manikin.
METODE PENILAIAN
Evaluasi menggunakan daftar tilik (check list) dengan ujian berupa OSCE.
REFERENSI
N AKTIVITA
O. S
A. Persiapan
1. Jelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan (informed
consent pada pasien
hidup)
2. Lakukan cuci tangan rutin
3. Kenakan sarung tangan medis.
B. Pengambilan Sampel Apusan Vagina
1. Pasien diposisikan dalam posisi lithotomy dan diminta untuk melepaskan
pakaian
dalam
2. Inspeksi genitalia external dan kulit di sekitarnya untuk melihat tanda-tanda
trauma dan bukti lain sebelum dilakukan pemeriksaan spekulum. Jika terdapat
trauma, noda, atau debris, dokumentasikan dan ambil sampel
3. Basahi spekulum dengan menggunakan air hangat steril kemudian masukkan
perlahan spekulum ke dalam vagina dengan menggunakan tangan kanan (jangan
melubrikasi spekulum dengan jelly karena dapat mengganggu hasil pemeriksaan
forensik)
4. Saat memasukan spekulum, masukkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri ke
dalam vagina dan secara lembut ditekan ke bawah sampai terjadi relaksasi otot
5. Spekulum dimasukkan dengan posisi vertikal (tangkai spekulum ke arah samping)
dan diputar perlahan hingga tangkainya ke arah bawah. Setelah berada di
dalam vagina, buka dengan lembut mulut spekulum dengan menekan
pengungkit bilah dan fiksasi sehingga vagina dan serviks tampak jelas
6. Buka pembungkus kapas lidi steril, keluarkan dan pegang kapas lidi dengan
meletakkannya di antara ibu jari dan jari telunjuk
7. Untuk mengambil swab vagina, masukkan kapas lidi pada forniks posterior
vagina, dan putar perlahan. Pastikan kapas lidi menyerap spesimen pada daerah
tersebut. Kemudian keluarkan perlahan tanpa menyentuh spekulum dan vulva.
8. Ulangi langkah tersebut menggunakan kapas lidi lain
9. Apusan serviks turut diambil saat dilakukan apusan vagina, juga dengan
menggunakan 2 kapas lidi steril
10. Keringkan kapas lidi dengan cara diangin-anginkan sebelum dimasukan ke
dalam amplop, dan beri label
11. Jika ingin mengambil sampel untuk membuat slide pemeriksaan mikroskopis,
setelah melakukan usapan pada dinding vagina, usapkan kapas lidi pada object
glass sambil diputar perlahan dan ditutup dengan deck glass.
12. Setelah pengambilan sampel dilakukan, spekulum dikeluarkan dengan cara
mengendurkan sekrupnya dan ditarik keluar sambil diputar perlahan ke posisi
horizontal.
13. Spekulum yang telah digunakan dimasukkan ke dalam larutan klorin 0,5%.
Masukkan juga tangan yang masih bersarung tangan ke dalam baskom berisi
larutan klorin 0,5%, gosokkan kedua tangan untuk membersihkan sisa-sisa
sekret yang mungkin menempel pada sarung tangan
14. Lepaskan kedua sarung tangan dan buanglah ke dalam tempat sampah medis
dan lakukan cuci tangan asepsis.
4
Catatan:
Penggunaan spekulum hanya disarankan pada pasien yang aktif secara seksual
dan/atau pernah dilakukan pemeriksaan spekulum sebelumnya.
Untuk pasien-pasien di mana spekulum vagina tidak dapat digunakan,
pengambilan sampel apusan vagina dilakukan menggunakan teknik blind swab
secara hati-hati.
C. Pengambilan Sampel Apusan Bukal
1. Buka salah satu pembungkus kapas lidi (cotton tip) dari empat kapas lidi steril
yang sudah disiapkan
2. Masukkan kapas lidi pada mulut pasien dan sapukan ujung kapas lidi pada bagian
dalam pipi yang dimasukkan melalui mulut sambil diputar secara perlahan
3. Tempatkan kapas lidi dalam amplop kecil
4. Ulangi langkah di atas untuk sisa tiga kapas lidi lainnya lalu masukkan dalam
amplop yang sama
5. Lepaskan sarung tangan karet dan buang di tempat sampah medis.
6. Tempatkan amplop kecil berisi empat kapas tip aplikator dalam amplop yang
lebih besar dan beri label.
Catatan:
Jangan memegang atau mencemari ujung kapas lidi. Ujung kapas lidi harus
langsung bersentuhan dengan mulut pasien
Pasien tidak diperbolehkan untuk makan, minum, dan merokok selama
setidaknya 30 menit sebelum pemeriksaan
Kapas lidi tidak untuk mengumpulkan air liur tetapi untuk mendapatkan sel
dari daerah bukal. Oleh karena itu, gosok/seka dengan sedikit penekanan pada
bagian dalam pipi.
Pastikan untuk memutar kapas lidi di mulut pasien sehingga seluruh
permukaan kapas lidi dapat digunakan untuk pengambilan sampel.
5
2. Lakukan desinfeksi pada bagian tersebut menggunakan kapas alkohol 70%,
biarkan hingga mengering
3. Minta pasien mengepalkan tangan, dan pasang tourniquet kurang lebih 10 cm di
atas lipat siku
4. Pengambilan darah dapat menggunakan spoit ataupun tabung vakum dengan
cara menusukkan jarum dengan posisi lubang jarum menghadap ke atas, dengan
sudut 30-45 derajat terhadap permukaan kulit
5. Jika jarum benar masuk ke dalam vena, akan terlihat darah pada ujung spoit.
Lepaskan tourniquet dan pasien diminta melepaskan kepalan tangan
6. Ambil sampel darah dengan menarik piston spoit atau dengan menekan tabung
vakum pada holder sesuai volume yang dibutuhkan
7. Letakkan kapas kering di atas jarum, lalu cabut jarum dan tekan kulit
menggunakan kapas, tempelkan plester.
8. Jika menggunakan spoit, darah dipindahkan ke dalam tabung steril dan kedap
udara yang telah tersedia
9. Tabung yang berisi darah dibolak-balik 8-10 kali agar bercampur dengan
antikoagulan.
Korban mati:
Darah perifer:
1. Pengambilan sampel darah pada korban mati dalam dilakukan di vena femoralis
atau vena subclavia
2. Vena femoralis:
Jenazah diposisikan terlentang dengan posisi anatomis
Penusukan dilakukan menggunakan spoit pada lipatan inguinal, pada titik
tengah antara spina iliaca anterior superior (SIAS) dan simfisis pubis
Atau, pemeriksa berdiri menghadap ke kranial jenazah, lalu letakkan jari
telunjuk tangan kiri pada SIAS kiri dan ibu jari kiri pada tuberkel pubis kiri,
maka lokasi vena femoralis berada pada pertemuan antara pangkal ibu jari
dan jari telunjuk
Aspirasi darah menggunakan tangan kanan sesuai volume yang
dibutuhkan, lalu masukkan ke dalam tabung darah yang steril.
3. Vena subclavia:
Jika pemeriksa berada di sisi kanan jenazah, letakkan jari telunjuk tangan
kiri pada incisura jugularis dan ibu jari tangan kiri pada pertengahan
clavicula
Tusukkan spoit menggunakan tangan kanan pada bagian bawah clavicula
tepat di bawah ibu jari tangan kiri
Aspirasi darah sesuai volume yang dibutuhkan, lalu masukkan ke dalam
tabung darah yang steril.
Darah sentral:
1. Sampel darah sentral untuk korban mati diambil dari ventrikel kiri jantung dan
dilakukan saat autopsi (bedah mayat).
C. Pengambilan Sampel Urine
Korban hidup:
1. Pasien diminta untuk menampung urinenya pada wadah plastik yang telah diberi
label
2. Edukasi pasien untuk mengambil urine porsi tengah (midstream urine).
Korban mati:
6
Kateterisasi:
1. Jenazah diposisikan telentang, posisi lithotomy
2. Kateter Foley dimasukkan melalui urethra dan ujung luarnya dimasukkan ke
dalam wadah untuk menampung urine
3. Jika urine mulai mengalir, artinya ujung kateter berada di dalam kandung kemih
4. Tekan daerah suprapubik untuk membantu mengeluarkan urine
5. Setelah dicapai volume yang diinginkan, wadah ditutup dan diberi label, serta
kateter dicabut.
Punksi suprapubik:
6. Jenazah diposisikan telentang, bersihkan daerah suprapubik
7. Tentukan titik tempat melakukan punksi, yaitu pada garis tengah tubuh, sekitar
1-2 cm di atas simfisis pubis
8. Tusukkan spoit pada lokasi tersebut sedalam ±3 cm dengan sudut 10-20 derajat
terhadap garis tegak lurus ke arah kaudal
9. Sewaktu jarum mencapai jaringan subkutan, tarik plunger untuk membuat
tekanan negatif
10. Spoit ditusukkan perlahan-lahan sambil melakukan aspirasi. Jika urine terlihat
masuk ke dalam spoit, berarti ujung jarum telah mencapai kandung kemih dna
tusukan dihentikan
11. Aspirasi urine sesuai volume yang dibutuhkan, lalu cabut spoit
12. Pindahkan urine ke dalam wadah yang bersih dan beri label.
D Pengambilan Sampel Muntahan/Isi Lambung
.
Korban hidup:
1. Pasien diminta duduk dengan posisi kepala agak menunduk dan lidah sedikit
dijulurkan, serta bernapas melalui mulut
2. Dianjurkan untuk meletakkan serbet pada leher pasien atau meminta pasien
untuk memegang alat penampung
3. Untuk mencegah refleks muntah dapat disemprotkan larutan Lidokain 1% ke
tenggorokan pasien
4. Masukkan ujung sonde/OGT ke mulut pasien sampai hampir bersentuhan
dengan dinding belakang faring
5. Minta pasien menutup mulut dan menelan sonde tersebut berkali-kali
6. Apabila garis penanda pada sonde telah sejajar dengan gigi seri pasien, maka
ujung sonde sudah berada dalam lumen lambung
7. Tiupkan udara ke dalam sonde dengan menggunakan spoit, sambil meletakkan
membran stetoskop pada regio hipokondrium kiri pada abdomen pasien. Jika
terdengar bunyi gelembung udara, artinya sonde benar berada dalam lambung
pasien
8. Setelah memastikan posisi sonde, ujung luar sonde direkatkan ke pipi kanan/kiri
dengan plester
9. Lakukan pengambilan cairan lambung menggunakan spoit
10. Masukkan sampel cairan lambung ke dalam wadah steril yang telah disiapkan,
tutup rapat dan beri label.
Korban mati:
1. Pada korban mati, sampel isi lambung diambil bersama-sama dengan organ
lambung dan dilakukan pada saat autopsi.
E Menuliskan Label dan Surat Pengantar Pemeriksaan Laboratorium
.
7
1. Label untuk sampel forensik harus memuat:
Tanggal dan jam pengambilan spesimen
Petugas medis yang melakukan pengambilan sampel
Nama pasien dan nomor identitas
Jenis spesimen
Bahan pengawet (bila ada)
2. Surat pengantar untuk pemeriksaan laboratorium harus memuat:
Tanggal permintaan
Tanggal dan jam pengambilan spesimen
Identitas pasien
Identitas pengirim
Nomor laboratorium
Diagnosis/keterangan klinik
Riwayat pengobatan (jika ada)
Pemeriksaan laboratorium yang diminta
Jenis spesimen
Lokasi pengambilan spesimen
Volume spesimen
Medium transpor/pengawet yang digunakan
Nama pengambil spesimen
Informed consent (untuk tindakan tertentu).
LAMPIRAN 12: TATA CARA PENGAMBILAN DAN PENYIMPANAN SAMPEL MEDIS
Baha
N Jenis Barang Bukti Jumlah n
o. Sampel
Pengaw
et
Korban hidup (sampel diambil oleh dokter atau paramedis)
1 Sisa makanan/minuman (bila ada) Seluruhnya Alkohol 96%
.
2 Muntahan (bila ada) Seluruhnya Alkohol 96%
.
3 Cairan tubuh:
. Urine 25 - Heparin
Darah ml Alkohol
Cairan lambung 10 96%
ml
4 Sisa obat-obatan dan resepnya (jika korban
. Seluruhnya -
sempat mendapat perawatan medis)
Korban mati (sampel diambil oleh dokter pada saat autopsi)
1 Organ/jaringan tubuh:
. Lambung beserta isinya
100 gr Alkohol
Hati
100 gr 96%
Ginjal
100 gr Alkohol
Jantung
100 gr 96%
Jaringan lemak bawah perut
100 gr Alkohol
Otak
100 gr 96%
Alkohol
96%
Alkohol
96%
Alkohol
96%
2 Cairan tubuh:
. Urine 25 -
Darah ml Hepar
10 in
ml
3 Sisa makanan, minuman, obat-obatan, serta
. alat/peralatan/wadah dan barang-barang Seluruhnya
lain yang diduga ada kaitannya dengan kasus
4 Barang bukti pembanding yang diduga
. sebagai penyebab kematian korban
Korban mati telah dikubur (sampel diambil oleh dokter pada saat penggalian jenazah)
1 Jika mayat belum rusak, maka barang bukti
. yang diperlukan sama dengan barang bukti
pada korban mati yang belum dikubur
2 Jika mayat sudah rusak/hancur:
. Tanah bagian bawah lambung/perut
korban
Tanah bagian bawah kepala korban
Rambut korban
Kuku jari tangan dan kuku jari kaki
korban
Catatan:
Tiap jenis barang bukti ditempatkan dalam wadah terpisah yang ditutup rapat dan masing-
masing diberi label
Gunakan wadah berbahan kaca/plastik yang masih baru dan bersih; hindari menggunakan
wadah bekas
Contoh bahan pengawet juga dikirimkan sebagai pembanding
Untuk kasus keracunan alkohol, barang bukti tidak diawetkan dengan alkohol, melainkan
dimasukkan ke dalam ice box berisi es batu setelah ditempatkan di dalam wadah.
Wak
tu
Pengambil Jumlah Baha
N Jenis Barang Bukti n
an Sampel Sampel
o.
(Setelah Pengaw
et
Pemakaian
)
Narkoba oral (diminum)
1 Darah 4—48 jam 10 Na.sitrat/EDT
. ml A
2 Serum 4—48 jam 5 -
. ml
3 Urine 1—4 hari 25 Suhu < 0°
. ml
Narkoba intravena (disuntik)
1 Darah 2—6 jam 10 Na.sitrat/EDT
. ml A
2 Serum 2—6 jam 5 -
. ml
3 Urine 1—3 hari 25 Suhu < 0°
. ml
Catatan:
Tiap jenis barang bukti ditempatkan dalam wadah terpisah yang ditutup rapat dan masing-
masing diberi label
Gunakan wadah berbahan kaca/plastik yang masih baru dan bersih; hindari menggunakan
wadah bekas
Barang bukti diterima oleh Labfor Polri paling lambat 1 (satu) hari setelah pengambilan
sampel
Selama dalam pengiriman, barang bukti yang telah ditempatkan di dalam wadah,
dimasukkan ke dalam ice box yang berisi es batu.
11
2 Rambut pada Sisir rambut kemaluan dengan sisir yang bersih
. kemaluan Rambut yang terkumpul dimasukkan ke dalam lipatan
kertas putih, lalu dimasukkan ke dalam amplop dan
diberi label
Catatan: Diperlukan bahan pembanding yaitu rambut tersangka/korban, dengan jumlah
minimum 3 helai berikut akarnya (dicabut). Rambut pembanding dibungkus
secara terpisah, kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label.
Air mani/sperma
1 Air mani/sperma yang Sampel air mani/sperma dikeringkan terlebih dahulu
. terdapat pada (dengan cara diangin-anginkan) kemudian dibawa
benda yang mudah bersama dengan benda tempatnya melekat dan
diangkat (pakaian, dibungkus, disegel, dan diberi label
sprei, dsb)
2 Air mani/sperma yang Sampel air mani/sperma dikeringkan terlebih dahulu
. terdapat pada (dengan cara diangin-anginkan)
benda yang besar Bagian benda yang terdapat air mani/sperma
dan sulit diangkat digunting/dipotong, kemudian dimasukkan ke dalam
(kasur, karpet) amplop, dibungkus, disegel, dan diberi label
3 Air mani/sperma yang Gunakan sarung tangan untuk menghindari
. terdapat pada kontaminasi
benda yang tidak Jika air mani/sperma belum mengering, dapat diambil
dapat diangkat menggunakan kertas saring/kain kasa/cotton swab
(tubuh manusia, lalu dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan
lantai, dinding, dimasukkan dalam wadah
dsb) Kerik air mani/sperma menggunakan alat kerik yang
tajam dan bersih lalu ditampung pada sehelai kertas
putih kemudian dilipat dan dimasukkan ke dalam
amplop terpisah
Catatan: Diperlukan bahan pembanding yaitu air mani/sperma tersangka/korban. Sampel
pembanding dibungkus secara terpisah, kemudian diikat, dilak, disegel, dan
diberi label.
Saliva/air liur
1 Saliva/air liur yang Sampel saliva/air liur dibawa bersama dengan
. terdapat pada seluruh
benda yang mudah barangnya lalu dibungkus, disegel, dan diberi label
diangkat (puntung
rokok, dsb)
2 Saliva/air liur yang Gunakan sarung tangan untuk menghindari
. terdapat pada kontaminasi
benda yang tidak Sampel saliva/air liur diambil menggunakan kertas
dapat diangkat saring/kain kasa lalu dikeringkan dengan cara
(bekas gigitan) diangin- anginkan dan dimasukkan dalam kantung
plastik, diikat, dilak, disegel, dan diberi label
Catatan: Diperlukan bahan pembanding yaitu darah tersangka/korban. Sampel pembanding
dibungkus secara terpisah, kemudian diikat, dilak, disegel, dan diberi label.
12
ANUAL KETERAMPILAN KLINIK
(CLINICAL SKILL LEARNING)
DEPARTEMEN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
KETERAMPILAN KLINIK 4
PEMERIKSAAN LUAR PADA JENAZAH
CAPAIAN PEMBELAJARAN
STRATEGI PEMBELAJARAN
Instrumen dan Perlengkapan
1. Buku panduan belajar keterampilan klinik Dept. Forensik & Medikolegal FK UNHAS
2. Kamera
3. Sarung tangan medis (hanscoen)
4. Label identitas
5. Standar/skala pengukuran: penggaris, meteran, dsb
6. Senter
7. Pinset anatomis
8. Gunting anatomis
9. Spons dan air bersih
10. Alat tulis menulis.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan buku panduan
2. Diskusi
3. Simulasi (partisipasi aktif) menggunakan manikin.
METODE PENILAIAN
Evaluasi menggunakan daftar tilik (check list) dengan ujian berupa OSCE.
REFERENSI
1. DiMaio VJ, DiMaio D. Forensic Pathology. 2nd ed. Boca Raton: CRC Press LLC; 2001.
2. Dix J, Graham M. Time of Death , Decomposition and Identification: An Atlas. Boca
Raton: CRC Press LLC; 2000.
3. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology: Principles and Practice. London:
Elsevier Academic Press; 2005.
4. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology. 3rd ed. London: Edward Arnold Ltd.;
2004.
5. Shepherd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. New York: Arnold; 2003.
6. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology of Trauma: Common Problem for the
Pathologists. Totowa, New Jersey: Humana Press; 2007.
PROSEDUR PEMERIKSAAN LUAR PADA JENAZAH
N AKTIVITA
O. S
A Pemeriksaan Kelengkapan Administrasi
.
Jika pemeriksaan dilakukan sebagai salah satu prosedur rutin di rumah sakit:
1. Berkas rekam medis, yang dicocokkan dengan identitas jenazah
2. Lembar persetujuan pemeriksaan luar jenazah oleh keluarga (disesuaikan
dengan SOP rumah sakit).
Jika pemeriksaan dilakukan berdasarkan permintaan penyidik:
1. Berkas rekam medis (jika sebelumnya pasien pernah dirawat di rumah sakit)
2. Surat permintaan pemeriksaan jenazah (Surat Permintaan Visum) dari
penyidik
3. Pemeriksaan dilakukan terhadap jenazah yang ditunjukkan oleh penyidik
(penyidik bertanggung jawab untuk menunjukkan/mengidentifikasi jenazah
yang dimaksud).
B Pemeriksaan Label dan Pembungkus Tubuh Jenazah
.
1. Identifikasi label yang terdapat pada jenazah, cocokkan identitas pada label
dengan data-data di berkas rekam medis/SPV
2. Deskripsikan jenis pembungkus tubuh mayat lapis demi lapis, dimulai dari
lapisan paling luar ke lapisan paling dalam
3. Deskripsi meliputi:
∙ Jenis barang (kantung jenazah, selimut, pakaian, dsb)
∙ Ukuran (panjang dan lebar, atau ukuran huruf [S, M, L], atau ukuran angka)
∙ Motif/corak
∙ Warna
∙ Ras
∙ Warna kulit
∙ Status gizi
∙ Rambut-rambut pada jenazah, mulai dari rambut kepala, alis, bulu mata,
kumis dan janggut, rambut di tubuh dan ekstremitas, rambut kemaluan
(catat warna, ukuran terpanjang, jenis [lurus/ikal], serta mudah/tidaknya
dicabut)
6. Amati dan deskripsikan jika terdapat ciri-ciri khusus pada jenazah, misalnya:
4
∙ Tanda lahir
∙ Cacat khusus
∙ Tato
5
6. Kenali tanda-tanda mumifikasi, adiposera/saponifikasi, dan maserasi
Penentuan interval postmortem
Tentukan perkiraan interval postmortem berdasarkan kaku mayat, lebam mayat,
dan tanda-tanda pembusukan.
E Pemeriksaan Tanda-Tanda Asfiksia
.
1. Buka kedua mata mayat dan periksa konjungtiva palpebra serta konjungtiva
bulbi, cari ada tidaknya petekia dan tanda-tanda anemis
2. Periksa bibir, bagian dalam bibir, gusi dan palatum, cari ada tidaknya petekia,
tanda-tanda sianosis, atau tanda-tanda anemis
3. Periksa ujung-ujung jari tangan dan kaki mayat, nilai apakah terdapat tanda-
tanda anemis atau sianosis.
F Pemeriksaan Gigi Jenazah
.
1. Buka mulut mayat dan periksa kelengkapan gigi-geligi, bedakan antara gigi
susu
dan gigi dewasa
2. Jika gigi dewasa, lihat apakah gigi geraham belakang (molar III) sudah erupsi
atau belum
3. Periksa ada tidaknya karang gigi
4. Amati kelainan pada gigi (gigi hilang, gigi palsu, dsb)
5. Pemeriksaan gigi dapat digunakan untuk menentukan perkiraan umur, ras,
dan identitas mayat
6. Interpretasi lanjut untuk kondisi gigi dapat dikonsultasikan kepada ahli
odontologi forensik.
G Pemeriksaan Lubang-Lubang pada Tubuh
.
1. Periksa kedua lubang telinga, amati ada tidaknya benda asing, cairan,
perdarahan, maupun kelainan lainnya
2. Periksa kedua lubang hidung, amati ada tidaknya benda asing, cairan,
perdarahan, maupun kelainan lainnya
3. Periksa mulut, amati ada tidaknya benda asing, cairan, perdarahan, maupun
kelainan lainnya
4. Periksa anus, amati ada tidaknya benda asing, cairan, perdarahan, feses,
maupun kelainan lainnya
5. Untuk mayat laki-laki, periksa uretra, amati ada tidaknya urine, cairan mani,
atau kelainan lainnya
6. Untuk mayat perempuan, periksa uretra, amati ada tidaknya urine; serta liang
vagina untuk melihat apakah terjadi prolaps uteri atau ekstrusi janin akibat
proses pembusukan.
H Pemeriksaan Luka-Luka pada Kulit dan Deskripsi Luka
.
1. Bersihkan tubuh mayat dengan menggunakan spons; jika sulit dapat
menggunakan spons yang dibasahi dengan air bersih
2. Pemeriksaan luka-luka pada kulit dilakukan sesuai dengan langkah-langkah
deskripsi luka
3. Lakukan penilaian intravitalitas untuk setiap luka yang ditemukan.
I Pemeriksaan Patah Tulang
.
1. Jika memungkinkan, pemeriksaan adanya kecurigaan patah tulang tertutup
sebaiknya menggunakan pemeriksaan radiologi
2. Jika pemeriksaan radiologi tidak dapat dilakukan, pemeriksaan patah tulang
tertutup bisa dilakukan dengan melihat adanya deformitas pada tubuh dan
6
meraba adanya krepitasi pada bagian tubuh yang dicurigai mengalami patah
tulang.
J Pemeriksaan Tanda Tenggelam
.
1. Amati ada tidaknya tanda-tanda tenggelam pada pemeriksaan luar, seperti:
∙ Adanya busa berwarna putih/merah pada hidung dan mulut
∙ Cadaveric spasm
∙ Dan lain-lain
2. Tentukan apakah tanda-tanda tersebut merupakan tanda intravital atau
postmortem.
K Menuliskan Anjuran/Saran untuk Melakukan Pemeriksaan Bedah Mayat
. (Autopsi)
1. Pada kasus-kasus yang dinilai mati tidak wajar berdasarkan pemeriksaan luar,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan bedah mayat untuk memastikan penyebab
kematian
2. Kasus-kasus yang memerlukan tindakan autopsi medikolegal dilakukan oleh
dokter spesialis forensik berdasarkan surat permintaan dari penyidik
3. Jika dirasa perlu untuk melakukan tindakan autopsi, dapat dituliskan
anjuran/saran untuk pemeriksaan bedah mayat pada laporan hasil
pemeriksaan luar jenazah.
7
LAMPIRAN 11: GRAFIK PERKIRAAN INTERVAL POSTMORTEM BERDASARKAN TANATOLOGI
Lebam mayat
Kaku mayat
Dekomposisi
Algor mortis
0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48
Interval postmortem (jam)