Disusun oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2023
I. Latar Belakang
An. Al laki – laki berusia 18 bulan datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk
dan sesak nafas. Pasien didiagnosis mengalami Gizi buruk, TBC, dan infeksi HIV.
Pasien memiliki riwayat TBC dan ibu dengan HIV. Saat pasien datang ke rumah sakit
berat badan pasien 6,3 kg dengan panjang badan 69 cm.
Pola makan An. Al yaitu 3x sehari dengan makanan dan lauk yang lunak. Setiap
harinya pasien mengonsumsi bubur nasi 3x sehari 2 sendok makan tiap makan. Lauk
yang dikonsumsi adalah tahu 3x sehari 1 buah kecil yang dimasak bersama sayur
bening. An. Al juga suka mengonsumsi sayur bening yang berisi bayam dan wortel 3x
sehari 2 sendok makan. Biasanya pasien suka mengonsumsi kentang 3x seminggu 2
potong kecil, singkong 2 x seminggu 1 potong kecil. Lauk lain yang biasa dikonsumsi
pasien adalah daging ayam 1 potong 1x sebulan, ikan kembung dan ikan nila 2x
seminggu ½ ekor, telur puyuh 3x seminggu, dan udang 1x sebulan 2 ekor. Kacang
merah 2x seminggu 2 sendok makan. Tempe dan tahu 3x sehari masing-masing 1
potong. An. Al juga suka mengonsumsi sayur sawi 1x seminggu 2 sendok makan. Buah
yang sering dikonsumsi adalah apel, pir, dan pepaya 3x seminggu masing-masing 1
buah dan pisang 3x sehari 1 buah. Saat ini An. Al sudah tidak ASI lagi, melainkan
konsumsi susu formula SGM 1+ 3x sehari (@2 sendok makan) selain susu An. Al juga
suka mengonsumsi madu 1½ sendok makan.
Hasil pemeriksaan laboratorium An. AI yaitu hemoglobin 7,7 g/dL, leukosit
6,4x103/μl, hematokrit 24 %, eritrosit 2,5 x106 /μl, MCV 94 fL, MCH 31 pg, MCHC 33
g/dL, trombosit 264x103/μl, ureum 24,2 mg/dL, SGOT 24,1 μ/L, SGPT 10,9 μ/L,
albumin 3,8 g/dL, kreatinin 0,26 mg/dL. RR 40x/menit. Suhu 36,50C. Terapi medis
yang diberikan yait inf NaCl, Inf KaEN, Inj Dexametason, Inj Ceftriaxon, ventolin,
Vitamin A kapsul merah, folavit. An. AI merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara. Ibu
An. AI ODHA dan belum pernah mendapatkan edukasi gizi. An. AI belum bisa
berjalan.
II. Skrining Gizi
A. Pemilihan Metode Skrining
Metode skrining yang digunakan bagi An. Al adalah PYMS (Pediatric
Yorkhill Malnutrition Score). PYMS dipilih karena terbukti sebagai alat yang valid
dalam menilai risiko malnutrisi pada anak usia 1-16 tahun dengan nilai sensitifitas
dan spesifisitas sebesar 95,31% dan 76,92% sehingga dapat dikatakan sebagai alat
1
skrining yang paling tepat dan dapat diandalkan.1 Selain itu, PYMS juga memiliki
nilai duga positif (NDP) yang tergolong baik sehingga tidak banyak menghasilkan
positif palsu dalam mendeteksi kejadian malnutrisi.2
B. Pengisian Kuesioner
2
Apakah anak Ya, terjadi penurunan intake
mengalami penurunan setidaknya selama 1 minggu 1
intake makanan terakhir
(termasuk ASI dan susu
Ya, tidak ada intake (atau
formula) setidaknya
hanya beberapa
selama 1 minggu
sendok/hisapan ASI/susu 2
terakhir
formula) setidaknya selama
1 minggu terakhir
Skor Total 4
Kesimpulan
Umur (th) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
L: 15.0 14.5 14.0 13.5 13.5 13.5 13.5 13.5 14.0 14.0 14.5 14.5 15.0 15.5 16.0 16.5 17.0 17.0
P: 15.0 14.0 13.5 13.5 13.0 13.0 13.0 13.0 13.0 13.5 14.0 14.5 15.5 15.5 16.0 16.5 17.0 17.0
3
C. Kesimpulan Kuesioner
Berdasarkan skrining gizi menggunakan metode skrining PYMS, An. Al
diketahui berisiko mengalami malnutrisi yang dibuktikan dengan skor skrining 4
dari 3 faktor yaitu IMT berada di bawah cut-off rujukan, kenaikan BB tidak
signifikan, dan status gizi anak akan dipengaruhi oleh penyakit/kondisi kesehatan.
Oleh karena itu, An. Al memerlukan asuhan gizi terstandar.
III. Asesmen Gizi
1. Pengkajian Riwayat Terkait Gizi/Makanan (FH)
4
2x/minggu
@½ ekor
− Telur puyuh
3x/minggu
− Udang
1x/bulan @2
ekor
− Kacang
merah
2x/minggu 2
sdm
− Sayur bening
bayam
wortel
3x/hari
(@2sdm)
− Sawi
1x/minggu
(@2sdm)
− Apel, pir,
pepaya
3x/minggu
(@1 buah)
− Madu 1,5
sdm
FH-1.2.2.3 3 kali/hari - -
Pola makan
FH-1..2.3.2 Susu SGM 1+ - -
Asupan 3x sehari (@2
formula sdm)
bayi
FH-1.5.1.1 18,2 g - -
Lemak total
FH-1.5.3 18,3 g - -
Asupan
protein
5
FH-1.5.5 110,0 g - -
Asupan
karbohidrat
FH-1.5.6 7,7 g - -
Asupan
serat
FH-1.6 Asupan zat gizi mikro
FH-1.6.1 Asupan vitamin
Vitamin A 1050,2 mcg - -
Vitamin D 4,5 mcg - -
Vitamin B3 3,9 mg -
Vitamin B6 0,9 mg -
Vitamin B7 1,6 mg -
Vitamin 0,7 mcg - -
B12
Asam folat 116,7 mcg - -
Vitamin C 92,1 mg - -
Vitamin E 3,6 mg - -
FH-1.6.2 Asupan mineral
Sodium 142,7 mg - -
Magnesium 115,2 mg - -
Kalium 1315,9 mg - -
Kalsium 374,0 mg - -
Seng 2,6 mg - -
Zat besi 7,3 mg - -
Cuprum 0,5 mg - -
Iodium 5,5 mcg - -
FH-3 Penggunaan obat-obatan
FH-3.1 - Inf NaCl Infus NaCl merupakan
Pengobatan terapi cairan dan
elektrolit bertujuan
untuk membantu
mekanisme kompensasi
tubuh untuk mengatasi
gangguan
keseimbangan cairan
dan elektrolit tersebut.3
Inf KaEN KaEN merupakan
cairan infus yang
mengandung natrium,
kalium, klorida, laktat,
dan dektrosa. Pemberian
infus KaEN digunakan
sebagai cairan rehidrasi
parenteral untuk
mengatasi gangguan Na
dan K plasma pada
anak. Pada pasien anak,
cairan infus yang
6
diberikan harus
mengandung glukosa
karena anak hanya
sedikit mempunyai
cadangan glikogen di
hepar, sehingga bila
pemasukan per oral
terhenti selama
beberapa waktu akan
dengan mudah menjadi
hipoglikemia yang
dapat berakibat fatal
terutama bagi sel otak.
4,5
Efek samping
Intoksisitas cairan,
tromboflebitis, edema
paru, otak, dan perifer.
Inj Dexametason Dexametason
merupakan golongan
obat kortikosteroid
untuk banyak indikasi
seperti asma dan radang.
Pada pasien TBC
dengan HIV, pemberian
dexametason dapat
mengurangi respon
inflamasi intraserebral
dini, mencegah infark
hidrosefalus dan
pembentukan
tuberkuloma, dan
mengurangi kejadian
IRIS neurologis.
Dexamethasone dapat
mengurangi risiko DILI
dan dengan demikian
meningkatkan hasil
pengobatan anti
tuberkulosis tanpa efek
samping.6
Efek samping
Penggunaan jangka
panjang dapat
menyebabkan
hipertensi, diabetes,
osteoporosis, atropi
7
adreal.
7
Inj Ceftriaxon Ceftriaxon adalah
antibiotik profilaksis
golongan sefalosporin
generasi ketiga yang
memiliki spektrum
antibakteri yang luas
dan aktif terhadap
bakteri gram negatif
yang telah resisten,
lebih tahan terhadap
beta laktamase, tetapi
kurang aktif terhadap
bakteri gram positif.
Mekanisme kerja
sefalosporin
(ceftriaxon) sebagai
antimikroba yaitu
dengan menghambat
sintesis dinding sel
bakteri. Ceftriaxon
secara luas digunakan
untuk mengobati infeksi
umum seperti
8
pneumonia.
Efek samping
Dermatologi (ruam),
gastrointestinal (diare),
hematologi (eosinofilia,
trombositosis, dan
leucopenia), hepatik
(transaminase
meningkat), lokal
(alergi di tempat
suntikan dan nyeri), dan
renal (BUN meningkat).
Interaksi
Penggunaan ceftriaxon
bersamaan dengan
furosemid (diuretic)
dapat meningkatkan
konsentrasi plasma atau
menurunkan klirens dari
ceftriaxon.
Ventolin Ventolin merupakan
terapi inhalasi
bronkodilator yang
merupakan stimulan β2
adrenoceptor selektif
yang menyebabkan otot
8
polos bronkus
berelaksasi melalui
peningkatan intraseluler
cyclic adenosine
monophospate (cAMP)
untuk membuka saluran
pernapasan.9
Efek samping:
Hipoksemia
paradoksimal,
vasodilatasi pembuluh
darah dengan reflek
takikardi, iritabilitas,
tremor, hiperaktifitas,
gangguan
gastrointestinal (mual
dan muntah).
Vitamin A Anak yang mengalami
kapsul merah gizi buruk biasanya
menderita kekurangan
Vitamin A sebagai
akibat asupan zat gizi
mereka yang sangat
kurang. Oleh karena itu,
diperlukan suplementasi
vitamin A. Selain itu,
vitamin A juga
digunakan untuk
HIV/AIDS dan infeksi
paru.10 Untuk anak usia
18 bulan, diberikan
kapsul berwarna merah
(200.000 IU).11
Folavit Pada pasien HIV positif
biasanya mengalami
defisiensi asam folat.
Oleh karena itu,
pemberian folavit
sebagai suplemen asam
folat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan
asam folat dalam tubuh.
Pemberian suplementasi
asam folat juga secara
signifikan
meningkatkan jumlah
CD4 absolut pada
pasien terinfeksi HIV
dengan TB paru.12
9
Efek samping
Dosis aman unuk anak
1-3 tahun yaitu 300
mcg. Dosis berlebih
dapat menyebabkan
sakit perut, mual, diare,
kebingungan,
perubahan perilaku,
reaksi kulit, kejang.
FH-4.1 Belum pernah - -
Pengetahuan mendapat
terkait edukasi gizi
makanan
dan zat gizi
Kesimpulan
Secara umum, asupan An. Al SMRS secara kuantitas belum memenuhi
kebutuhan tetapi makanan yang dikonsumsi sudah bervariasi mulai dari
sumber karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur, buah, dan susu.
Orang tua pasien belum mendapat edukasi gizi.
10
BD-1.2 Profil Ginjal dan Elektrolit
BD 1.2.1 BUN 24,2 mg/dL 5-18 mg/dL Tinggi
BD 1.2.2 Kreatinin 0,26 mg/dL 0,03-0,5 mg/dL Normal
BD-1.4 Profil Gastrointestinal
BD 1.4.2 SGPT 10,9 μ/L 5-45 μ/L Normal
BD 1.4.3 SGOT 24,1 μ/L 20-60 μ/L Normal
BD-1.10 Profil Anemia Gizi
BD 1.10.1 Hemoglobin 7,7 g/dL 10,5-14 g/dL Rendah
MCH 31 pg 24-30 pg Tinggi
MCHC 33 g/dL 32-36 g/dL Normal
BD 1.10.2 Hematokrit 24% 32-42% Rendah
BD 1.10.3 MCV 94 fL 72-88 fL Tinggi
Eritrosit 2,5 x 106 /μl 4-5,5 x 106 /μl Rendah
BD-1.11 Profil Protein
BD 1.11.1 Albumin 3,8 g/dL 3,4-4,2 g/dL Normal
BD 1.11.7 Leukosit 6,4x103/μl 6-14 x103/μl Normal
Lain-lain
Trombosit 264x103/μl 150-450 x103/μl Normal
Kesimpulan
Berdasarkan data biokimia, kadar BUN, MCH, dan MCV pasien di atas nilai
normal sedangkan kadar hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit pasien di bawah
nilai normal.13
11
36 – 37,50C
Interpretasi
Normal
PD-1.1.10 Mobilitas Belum bisa berjalan
Kesimpulan
Berdasarkan temuan fisik terkait gizi, laju pernapasan pasien cepat atau takipnea
disertai batuk dan sesak nafas.
5. Pengkajian Data Riwayat Pasien (CH)
Domain Data Interpretasi
CH-1.1 Data Pasien
CH-1.1.1 Usia 18 bulan
CH-1.1.2 Jenis kelamin Laki-laki
CH-1.1.7 Peran dalam keluarga Anak
CH-2.1 Riwayat Kesehatan terkait Pasien dan Keluarganya
CH-2.1.8 Immune Infeksi HIV
pada pasien dan
ibunya.
CH-2.1.13 Respiratory Batuk dan sesak
nafas, riwayat
TBC.
Kesimpulan
Pasien mengalami keluhan batuk dan sesak nafas dengan riwayat TBC dan ibu
ODHA.
6. Comparative Standard (CS)
Domain Asupan Kebutuhan Interpretasi
CS-1.1 Estimasi Kebutuhan Energi
CS-1.1.1 Estimasi total 655,4 kkal 1510 kkal Kurang
kebutuhan energi (43,4%)
CS-1.1.2 Metode estimasi Estimasi total kebutuhan energi dihitung
berdasarkan Schofield dengan peningkatan
EER.15
CS-2.1 Estimasi Kebutuhan Lemak
12
CS-2.1.1 Estimasi kebutuhan 18,2 g 50,3 g Kurang
lemak total (36,18%)
CS-2.1.3 Metode estimasi Lemak diberikan sebanyak 30% dari
kebutuhan energi (WHO guidelines).
CS-2.2 Estimasi Kebutuhan Protein
CS-2.2.1 Estimasi kebutuhan 18,3 g 56,6 gram Kurang
protein (32,3%)
CS-2.2.3 Metode estimasi Protein diberikan sebanyak 15% dari
kebutuhan energi (WHO guidelines).
CS-2.3 Estimasi Kebutuhan Karbohidrat
CS-2.3.1 Estimasi kebutuhan 110 g 207,6 gram Kurang
karbohidrat total (52,9%)
CS-2.3.3 Metode estimasi Karbohidrat diberikan sebanyak 55% dari
kebutuhan energi (WHO guidelines).
CS-2.4 Estimasi Kebutuhan Serat
CS-2.4.1 Estimasi kebutuhan 7,7 g 19 gram Kurang
serat (40,5%)
CS-2.4.3 Metode estimasi Serat diberikan cukup, yaitu 19 gram.
CS-3.1 Estimasi Kebutuhan Cairan
CS-3.1.1 Estimasi kebutuhan - 1350 mL -
cairan
CS-3.1.2 Metode estimasi Kebutuhan cairan dihitung menggunakan
rumus Holiday-Seger.
CS-4.1 Estimasi Kebutuhan Vitamin
A (RE) 1050,2 400 Cukup
D (mg) 4,5 15 Kurang
E (mcg) 3,6 6 Kurang
Niacin (mg) 3,9 6 Kurang
B6 (mg) 0,9 0,5 Cukup
Biotin (mg) 1,6 8 Kurang
Folat (mg) 116,7 160 Kurang
B12 (mcg) 0,7 1,5 Kurang
C (mg) 92,1 40 Cukup
13
Metode estimasi Estimasi kebutuhan vitamin ditentukan
berdasarkan usia dan jenis kelamin An. Al.16
CS-4.2 Estimasi Kebutuhan Mineral
Sodium (mg) 142,7 800 Kurang
Magnesium (mg) 115,2 65 Cukup
Kalium (mg) 1315,9 2600 Kurang
Kalsium (mg) 374,0 650 Kurang
Seng (mg) 2,6 3 Kurang
Zat besi (mg) 7,3 7 Cukup
Cuprum (mg) 0,5 340 Kurang
Iodium (mcg) 5,5 90 Kurang
Metode estimasi Estimasi kebutuhan mineral ditentukan
berdasarkan usia dan jenis kelamin An. Al.16
Kesimpulan
Kebutuhan energi pasien adalah 1510 kkal/hari dengan karbohidrat, protein, dan
lemak secara berurutan 207,6 gram/hari; 56,6 gram/hari; 50,3 gram/hari. Asupan
makronutrien dan sebagian besar mikronutrien SMRS pasien belum memenuhi
kebutuhan.
14
V. Intervensi Gizi
A. Perencanaan
1. Tujuan Intervensi Gizi
a) Memberikan asupan energi dan protein yang cukup untuk mendukung
kebutuhan metabolisme dan mempertahankan massa tubuh tanpa lemak
serta mencegah keparahan/komplikasi penyakit.
b) Mencegah penurunan berat badan (terutama jaringan otot).
c) Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
2. Preskripsi Diet
Prinsip diet An. Al yang merupakan pasien HIV dengan TB Paru dan gizi
buruk adalah sebagai berikut:17,18
a) Tatalaksana gizi buruk pada fase awal tidak boleh melebihi 100
kkal/kgBB/hari atau 630 kkal, cairan diberikan sebanyak 130 ml/kgBB
atau 819 ml.
b) Pada fase stabilisasi diberikan F-75
Tatalaksana diet pasien HIV dengan TB paru dan gizi buruk pada fase
tindak lanjut
15
d) Kebutuhan karbohidrat berdasarkan proporsi energi dari karbohidrat
adalah 60-75% dari total energi atau sisa total energi setelah dikurangi
energi yang berasal dari protein dan lemak. Kebutuhan karbohidrat pasien
adalah 60%, yaitu 226,5 gram.
e) Kebutuhan mineral dan vitamin dapat diambil dari Angka Kecukupan
Gizi (AKG) yag dianjurkan. Akan tetapi, untuk menjamin kebutuhan,
dalam keadaan tertentu, vitamin dan mineral perlu ditambahkan dalam
bentuk suplemen.
f) Diberikan multivitamin per hari dan suplemen vitamin B-kompleks
disesuaikan dengan Recommended Dietary Allowances (RDAs)
g) Suplementasi multi zat gizi mikro terutama yang mengandung vitamin
B12, B6, A, E, dan mineral Zn, Se dan Cu.
h) Pada ODHA yang mengalami infeksi oportunistik, pemberian Fe
dilakukan 2 minggu setelah pengobatan infeksi
i) Diberikan suplemen vitamin A secara periodik setiap 4-6 bulan (200.000
IU).
j) Serat cukup, terutama serat yang mudah larut.
k) Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien.
l) Bentuk makanan sesuai dengan keadaan pasien dengan cara pendekatan
perorangan, dengan melihat kondisi dan toleransi pasien.
m) Memberikan makan dalam jumlah kecil dan lebih sering, terutama pagi
hari saat nafsu makan masih baik
n) Menghindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik,
termik, maupun kimia. Menghindari makanan asin dan berbumbu.
Berikut beberapa bahan makanan yang dianjurkan dan perlu dihindari
oleh An. Al.18
16
Sumber protein hewani Susu, telur, daging, dan Daging dan ayam
ayam tidak berlemak, berlemak, kulit ayam.
ikan.
Sumber protein nabati Tempe, tahu, dan kacang Kacang merah.
hijau.
Sumber lemak Minyak, margarin, Semua makanan yang
santan, dan kelapa dalam mengandung lemak
jumlah terbatas. tinggi (digoreng,
bersantan kental).
Sayuran Sayuran yang tidak Sayuran yang
menimbulkan gas seperti menimbulkan gas
labu kuning, wortel, seperti kol, sawi, dan
bayam, kangkung, ketimun.
buncis, kacang panjang,
dan tomat.
Buah-buahan Papaya, pisang, jeruk, Buah-buahan yang
apel dan sebagainya. menimbulkan gas,
seperti nangka dan
durian.
Bumbu Bumbu yang tidak Bumbu yang
merangsang, seperti merangsang seperti
bawang merah, bawang cabe, lada, asam, cuka,
putih, daun salam, dan jahe.
ketumbar, laos, dan
kecap.
Minuman Sirup, teh, dan kopi. Minuman bersoda dan
mengandung alkohol.
B. Rencana Implementasi
1. Pemberian Diet Fase Stabilisasi
a) Jenis diet : Formula gizi buruk modifikasi F-75
b) Bentuk makanan : Cair
c) Rute pemberian : Oral dengan bantuan cangkir/sendok
17
d) Frekuensi : F-75 11 kali
e) Tatalaksana dehidrasi : pemberian infus NaCl dan KA-EN
Berikut jumlah dan frekuensi pemberian F-75 untuk An. Al dengan BB 6,3 kg
18
Berikut jadwal pemberian F-75 dan ReSoMal untuk An.Al pada hari ke-1
19
2. Pendidikan Gizi
Tempat Ruang rawat inap An. Al
Durasi 15 menit
Sasaran Keluarga pasien
Topik Pemenuhan asupan gizi pada pasien HIV dengan TBC dan
gizi buruk
Tujuan Meningkatkan pengetahuan keluarga pasien terkait pemenuhan
asupan gizi pada pasien HIV dengan TBC dan gizi buruk
Metode Ceramah dan tanya jawab
Media Leaflet
Materi 1. Menjelaskan pengetahuan seputar HIV dengan TBC dan
gizi buruk yang dialami pasien, baik berupa pengertian,
tanda dan gejala, serta cara pencegahan/penanganannya.
2. Memberikan informasi mengenai tips pola hidup sehat
terkait makanan yang dianjurkan dan dihindari untuk
dikonsumsi.
3. Menjelaskan mengenai pentingnya pemenuhan asupan
gizi pada pasien HIV dengan TBC dan gizi buruk.
4. Menjelaskan mengenai praktik pemberian makan yang
tepat.
5. Menyampaikan informasi terkait penatalaksanaan diet
yang harus dijalankan.
Rencana 1. Keluarga pasien memiliki pengetahuan seputar HIV
Monev dengan TBC dan gizi buruk.
2. Keluarga pasien memahami mengenai makanan yang
dianjurkan dan dihindari untuk dikonsumsi.
3. Keluarga pasien memahami pentingnya pemenuhan
asupan gizi pada pasien HIV dengan TBC dan gizi buruk
dengan pankreatitis akut.
4. Keluarga pasien memahami praktik pemberian makan
yang tepat.
5. Keluarga pasien memahami mengenai penatalaksanaan
diet yang harus dijalankan.
20
3. Konseling Gizi
Sasaran Keluarga pasien
Tujuan 1. Meningkatkan kesadaran dan motivasi, serta membangun
komitmen keluarga pasien dalam melaksanakan
perubahan perilaku yang telah disepakati
2. Menyelesaikan masalah gizi yang dialami
Durasi 20-30 menit
Metode Motivational interviewing
Media Leaflet dan lembar DBMP
Materi 1. Cara mengatasi kondisi klinis terkait gizi yang dialami
pasien.
2. Contoh list makanan dan cara pengolahan yang cocok
dengan kondisi pasien serta memberikan pengetahuan
mengenai bahan makanan yang dianjurkan, dibatasi, dan
dihindari untuk dikonsumsi.
3. Penatalaksanaan diet TETP.
4. Memberikan motivasi dan dorongan kepada keluarga
pasien agar melaksanakan diet dengan benar dan
berkomitmen.
Evaluasi 1. Keluarga pasien memahami terkait masalah gizi yang
sedang dialami, prinsip dan tujuan diet yang diterapkan,
serta menu makanan yang dapat diterapkan.
2. Keluarga pasien berkomitmen untuk melaksanakan
intervensi gizi yang telah disepakati.
21
pemberian preskripsi
obat
Rekam medis Pemantauan Perawat Skrining gizi,
dan tanda vital, status pemeriksaan tanda vital
perkembangan biokimia, dan dan laboratorium, serta
fisik/klinis fisik/klinis pemantauan gejala yang
pasien dialami pasien
Pengaturan Pemberian Ahli Gizi Pelaksanaan PAGT
pola makan edukasi dan
yang konseling gizi,
disesuaikan serta
dengan bahan rekomendasi
pangan yang menu
cocok dengan
kondisi pasien
Interaksi obat Menanyakan dan Apoteker dan Melakukan check-up dan
dan makanan melihat resep ahli gizi pemberian obat-obatan
pada pasien, yang diberikan
terutama obat
yang memiliki
interaksi saling
menekan
22
sebanyak minimal
80%.
Tidak terdapat
distensi abdomen.
FH-3.1.1 Konsumsi Obat-Obatan
Wawancara kepada Setiap hari sesuai Pasien
keluarga pasien terkait dengan waktu mengonsumsi obat-
konsumsi obat-obatan yang ditentukan obat yang
oleh perawat diresepkan oleh
dokter dan
diberikan oleh
perawat dalam
jumlah dan waktu
yang tepat
23
PD-1.1.5 Kondisi Fisik Tanda Vital
Respiratory rate Setiap hari oleh Laju pernapasan
perawat atau normal yaitu 22-
dokter 37x/menit.
VII. Pembahasan
Proses asuhan gizi pada An. Al terdiri dari 4 tahap, yaitu asesmen, diagnosis,
intervensi, dan monitoring-evaluasi. Namun, skrining gizi perlu dilakukan terlebih
dahulu untuk menentukan ada tidaknya risiko malnutrisi pada pasien. Pasien yang
terdeteksi berisiko malnutrisi akan diberi proses asuhan gizi oleh ahli gizi. Skrining gizi
pada An. Al dilakukan dengan menggunakan PYMS (Pediatric Yorkhill Malnutrition
Score) karena kondisi yang dialami An. Al memenuhi seluruh indikator risiko
malnutrisi pada PYMS, yaitu IMT di bawah nilai cut-off, kenaikan BB tidak signifikan,
asupan SMRS, dan status gizi dipengaruhi penyakit. PYMS dapat mendeteksi risiko
malnutrisi dengan tepat dan memiliki nilai duga positif yang tergolong baik sehingga
dapat diandalkan, serta sudah tervalidasi pada berbagai kondisi.1,2 Berdasarkan hasil
skrining yang telah dilakukan, An.Al berisiko sedang mengalami malnutrisi dengan
total skor skrining yaitu 4.
Proses asuhan gizi diawali dengan asesmen yang terdiri dari antropometri, fisik-
klinis, riwayat pasien, dan standar komparatif. Berdasarkan data pengkajian riwayat
terkait gizi, asupan An. Al SMRS secara kuantitas belum memenuhi kebutuhan ketika
dibandingkan dengan standar komparatif tetapi makanan yang dikonsumsi sudah
bervariasi mulai dari sumber karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur, buah,
dan susu. An. Al juga mendapatkan terapi medis inf NaCl dan inf KA-EN untuk
memperbaiki cairan dan elektrolit. Rehidrasi melalui infus cairan dan dextrosa/glukosa
ini diberikan karena pasien dalam keadaan syok atau dehidrasi berat tapi tidak
memungkinkan untuk diberi rehidrasi oral/melalui NGT. Jumlah cairan yang diberikan
sebanyak 15 ml/kg BB selama 1 jam, atau 5 tetes/menit/kg BB (infus tetes makro 20
ml/menit).19 Pasien juga diberikan folavit. Pemberian suplemen asam folat berkaitan
dengan kejadian defisiensi asam folat pada pasien HIV positif. Selain itu, suplementasi
asam folat juga berperan dalam pemeliharaan eritropoiesis, yang dapat membantu
proses eritropoiesis sel darah merah karena efek terapeutik dari asam folat yaitu sebagai
24
pemulihan dan pemeliharaan hematopoiesis normal sehingga dapat mengatasi anemia
pasien.20
Berdasarkan pengukuran antropometri, An. Al diketahui memiliki tinggi badan
69 cm dan berat badan 6,3 kg dengan IMT/U -2,30 SD (wasted), BB/TB -2,91 SD
(wasted), BB/U -4,16 SD (severely underweight), dan TB/U -4,03 SD (severely
stunted). Status gizi buruk yang dialami pasien menjadi prioritas masalah yang akan
diintervensi melalui terapi gizi. Status gizi pada pasien HIV merupakan hal yang perlu
diperhatikan dalam penanganan pasien, selain pemberian ARV karena berkaitan dengan
kualitas hidup, progresivitas penyakit, kelangsungan hidup dan status fungsional dari
pasien. Status gizi yang buruk pada pasien HIV disebabkan karena asupan gizi yang
tidak adekuat, adanya perubahan laju metabolisme tubuh, perubahan mekanisme kerja
traktus digestivus, interaksi obat dengan zat gizi. Keadaan gizi buruk ini dapat
menyebabkan turunnya imunitas, meningkatkan risiko untuk terkena infeksi
oportunistik, dan mempengaruhi absorbsi obat ARV dalam tubuh. Tahap akhir dari
keadaan gizi buruk ini adalah HIV wasting syndrome. Oleh karena itu, status gizi yang
buruk pada pasien HIV dapat mempercepat progresivitas penyakit menjadi AIDS,
mortalitas yang meningkat dan penurunan waktu harapan hidup.21
Berdasarkan data biokimia, kadar BUN, MCH, dan MCV pasien di atas nilai
normal sedangkan kadar hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit pasien di bawah nilai
normal. Penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit pada penderita
terinfeksi HIV kemungkinan besar terjadi akibat tiga mekanisme yaitu penurunan
produksi sel darah merah, peningkatan destruksi sel darah merah, dan inefektivitas
produksi sel darah merah. Umumnya, ketiga mekanisme tersebut disebabkan oleh
neoplasma atau infeksi, penurunan erythropoietin endogen, dan anemia hemolitik.22
Peningkatan MCV dan MCH pada pasien sering disebabkan oleh anemia defisiensi
vitamin B12 dan folat. Konsentrasi ureum yang tinggi pada pasien HIV dapat
digunakan untuk menilai tingkat kegagalan ginjal sebagai akibat dari infeksi virus HIV
dan komplikasi infeksi oportunistik yang dapat mengganggu fungsi organ tubuh lain
yang bisa berpengaruh terhadap fungi ginjal.23
Berdasarkan temuan fisik terkait gizi dan data riwayat pasien, laju pernapasan
pasien cepat atau takipnea disertai batuk dan sesak nafas. Keluhan takipnea, batuk, dan
sesak nafas merupakan gejala umum dari TB paru sebagai infeksi oportunistik dari HIV
yang dialami pasien.24 Ibu pasien juga merupakan ODHA. Ibu yang terinfeksi HIV
dapat menularkan kepada bayinya.25 Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi HIV,
25
ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak atau Mother-To Child HIV
Transmission (MTCT).26
Berdasarkan hasil asesmen An. Al, dapat ditetapkan 3 diagnosis gizi, yaitu
malnutrisi dengan etiologi peningkatan kebutuhan energi karena masalah patologis HIV
dan TBC ditandai dengan estimasi asupan energi SMRS <50% (43,4%), IMT/U -2,30
SD (wasted), BB/U -4,16 SD (severely underweight), dan adanya keterlambatan
perkembangan (belum bisa berjalan). Pada pasien HIV dan TB membutuhkan lebih
banyak asupan energi untuk mempertahankan fungsi tubuh yang disebabkan oleh
peningkatan laju metabolisme basal (BMR) yang menyebabkan penurunan berat badan.
Asupan makan yang kurang mengakibatkan kekurangan gizi. Adanya kekurangan
asupan energi dan protein inilah yang mampu menyebabkan seseorang mengalami
status gizi yang buruk dan akan lebih mudah terserang berbagai penyakit infeksi salah
satunya adalah tuberkulosis.27 Status gizi buruk ini menjadi kontributor utama
gangguan perkembangan anak ditandai dengan pasien yang belum bisa berjalan.28
Diagnosis kedua yaitu perubahan nilai lab terkait gizi dengan etiologi masalah patologis
HIV, TBC dan gizi buruk ditandai dengan kadar BUN, MCH, dan MCV pasien di atas
nilai normal sedangkan kadar hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit pasien di bawah
nilai normal. Kadar BUN yang rendah merupakan tanda disfungsi ginjal karena infeksi
HIV. Profil hematologi pasien menunjukkan adanya anemia. Oleh karena itu, pasien
diberikan terapi medis berupa folavit untuk membantu eritropoiesis sel darah merah.
Diagnosis ketiga yaitu kurang pengetahuan terkait makanan dan gizi pada ibu pasien
sehingga diperlukan intervensi berupa edukasi dan konseling gizi.
26
memberikan makanan bergizi untuk mengejar pertumbuhan, yang dilakukan secara
perlahan dan ditingkatkan dengan hati-hati agar tidak membebani sistem; dan
memberikan layanan rehabilitasi gizi lengkap. Dalam tatalaksana gizi buruk rawat inap
terdapat empat fase, yaitu fase stabilisasi, fase transisi, fase rehabilitasi, dan fase tindak
lanjut. An. Al yang baru masuk rumah sakit termasuk dalam fase stabilisasi dengan
prioritas penanganan kegawatdaruratan hipoglikemia, dehidrasi, dan infeksi.
Penanganan hipoglikemia pada An. Al dilakukan dengan memberikan modifikasi F-75
2 jam sekali dalam 24 jam pertama, dilanjutkan setiap 2-3 jam, siang dan malam selama
minimal dua hari. Akan tetapi, karena pasien mengalami dehidrasi maka dilakukan
rehidrasi terlebih dahulu dengan memberikan infus cairan dan dextrosa karena pasien
tidak memungkinkan diberi rehidrasi melalui oral/melalui NGT. Selama proses
rehidrasi, keadaan fisik/klinis pasien dipantau setiap 30 menit selama 2 jam pertama
kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Apabila tanda hidrasi membaik atau
terdapat tanda kelebihan cairan (frekuensi napas dan nadi meningkat) maka rehidrasi
dapat dihentikan. Penanganan infeksi dilakukan dengan pemberian antibiotik spektrum
luas. Pemberian terapi gizi pada fase stabilisasi harus segera diberikan dan dilakukan
secara bertahap. Bentuk makanan yang diberikan untuk An. Al yaitu makanan cair
berupa formula terapeutik modifikasi F-75. Pemberian makanan dilakukan dengan
menggunakan cangkir, tetapi jika pasien sangat lemah dapat menggunakan sendok,
semprit atau syringe. Pada fase stabilisasi ini, pemberian makanan sepanjang malam
hari sangat penting karena puasa dapat meningkatkan risiko kematian. Setelah
komplikasi medis teratasi, tidak ada hipoglikemia, dan nafsu makan pulih maka pasien
memasuki fase transisi. Tatalaksana gizi buruk pada fase transisi dilakukan secara
bertahap dari F-75 ke F-100 atau RUTF selama 2-3 hari untuk tumbuh kejar, sesuai
dengan kondisi pasien. Apabila kondisi pasien telah memenuhi syarat untuk menjalani
rawat jalan, maka pasien memasuki fase rehabilitasi (minggu ke 2-6). Pada fase ini,
pasien dapat diberikan RUTF atau menggunakan F-135. Pasien juga dapat diberikan
makanan padat berupa makanan balita. Pada fase tindak lanjut, dilakukan di rumah
setelah anak dinyatakan sembuh, bila BB/TB ≥-2SD, tidak ada gejala klinis dan
memenuhi kriteria selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan,
ada perbaikan kondisi mental, anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri
atau berjalan sesuai umurnya, suhu tubuh berkisar antara 36,5-37,7℃, tidak muntah
atau diare, tidak ada edema, terdapat kenaikan BB sekitar 50g/kg BB/minggu selama 2
27
minggu berturut-turut.19,29 Pada fase tindak lanjut ini, pasien diberikan diet TETP sesuai
prinsip diet HIV.
Selain melalui pemberian diet, pasien dan keluarga pasien juga diberikan
intervensi berupa edukasi dan konseling gizi untuk meningkatkan pengetahuan terkait
penyakit yang dialami, penatalaksanaan diet, serta meningkatkan kesadaran dan
motivasi dalam menerapkan diet. Selain memberikan intervensi gizi, koordinasi dengan
tenaga kesehatan lain seperti dokter, perawat, dan apoteker juga diperlukan agar
manajemen intervensi berjalan lancar dan tujuan dapat tercapai. Setelah pasien
diberikan intervensi, monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memantau
perkembangan pasien terkait asupan makanan/minuman dan obat-obatan, berat badan,
serta kondisi fisik/klinis pasien. Asupan makanan/minuman diharapkan habis
dikonsumsi minimal 80%. Kondisi fisik An.Al diharapkan berkurang dalam keluhan
batuk, takipnea, dan sesak nafas dengan sudah dilaksanakannya perawatan, pengobatan,
dan pemenuhan asupan gizi sesuai dengan kebutuhan dan kondisi An. Al. Monitoring
dan evaluasi An. Al memerlukan koordinasi antara tenaga kesehatan, terutama ahli gizi,
dokter, dan perawat.
VIII. Penutup
A. Simpulan
An. Al, seorang anak laki-laki usia 18 bulan, berdasarkan skrining gizi
PYMS berisiko mengalami malnutrisi. Pasien didiagnosis TB Paru, HIV, dan
mengalami gizi buruk dengan keluhan batuk, sesak nafas, dan takipnea. Pasien
diberikan terapi medis untuk memperbaiki cairan dan elektrolit melalui inf NaCl
dan KA-EN, obat bronkodilator, dan suplemen asam folat untuk mengatasi anemia
pasien. Pada saat masuk rumah sakit, terapi gizi pasien difokuskan pada tatalaksana
gizi buruk fase stabilisasi dengan pemberian F-75. Setelah mencapai fase tindak
lanjut, pasien diberikan diet TETP dengan peningkatan energi 80% untuk pasien
HIV dengan malnutrisi. Keluarga An. Al juga diberikan edukasi dan konseling gizi
seputar pemenuhan asupan gizi pada anak dengan HIV dan cara mengatasi
permasalahan terkait gizi pada anak dengan HIV. Monitoring dan evaluasi
dilakukan secara sinergis antara ahli gizi, perawat, dan dokter.
B. Saran
Asuhan gizi pada An. Al tidak hanya membutuhkan koordinasi dan
sinergisitas antara tenaga kesehatan, seperti ahli gizi, perawat, dan dokter, tetapi
28
juga pasien dan keluarganya, sehingga motivasi dan keterlibatan pasien beserta
keluarganya sangatlah dibutuhkan untuk kelancaran proses asuhan gizi.
IX. Lampiran
1. Leaflet DBMP
29
2. Leaflet Edukasi
30
3. Perhitungan Kebutuhan Gizi
BBI Anak
BBI = (usia dalam bulan + 9) : 2
= (18 + 9) : 2
BBI (kg) = 13,5 kg
Energy to Maintain Actual Body Weight (Schofield)15
EER = (0,167 x BB) + (15,174 x TB) – 617,6
= (0,167 x 6,3) + (15,174 x 69) – 617,6
= 430,46 kkal
TEE = EER x faktor stres x faktor aktivitas
= 430,46 kkal x 1,5 x 1,3
Severely malnourished = 839,4 kkal + (80%EER)
= 839,4 kkal + 671,52 kkal
TEE (kkal) = 1510 kkal
Makronutrien15,30
Karbohidrat = 55% x TEE
= 55% x 1510 kkal
Karbohidrat (kkal) = 830,5 kkal
Karbohidrat
= 207,6 g
(gram)
Protein = 15% x TEE
= 15% x 1510 kkal
Protein (gram) = 56,6 g
Lemak = <35% TEE
= 30% x TEE
= 30% x 1510 kkal
Lemak (gram) = 50,3 g
Serat (gram) = 19 g
Cairan (Holiday-Seger Method)31
Cairan = 100 mL/kg/hari
= 100 x 13,5 kg
Cairan (ml) = 1350 mL
31
32
D. Pengkajian Asupan Makan SMRS
Bahan Makanan Teknik Pengolahan Frekuensi Konsumsi Porsi per kali Makan Berat Rata- Rata-
Hari Minggu Bulan URT Berat Matang (g) Ment rata rata
Grg Tms Rbs x/mgg x/hr x/bln x/ Grg Tms Rbs ah Frek/hr asupan
hr (n) (f) gr/hr
(nxf)
KARBOHIDRAT
Bubur nasi V 3 2 sdm 30 6 3 18
Kentang V 3 2 ptg 30 30 3/7 12,8
Singkong V 2 1 ptg 50 50 2/7 14,3
PROTEIN HEWANI
Ayam V 1 1 ptg 40 52 1/30 1,73
Ikan kembung V 2 ½ ekor 20 30 2/7 8,57
Ikan nila V 2 ½ ekor 20 30 2/7 8,57
Telur puyuh V 3 1 btr 10 9 3/7 3,85
Udang V 1 2 ekor 12 18 1/30 0,6
PROTEIN NABATI
Tempe V 3 1 ptg 25 25 3 8,3
Tahu V 3 1 ptg 20 22 3 7,3
Kacang merah V 2 2 sdm 20 10 2/7 2,85
SAYUR
Bayam V 3 1 sdm 10 11 3 33
Wortel V 3 1 sdm 10 11 3 33
Sawi V 1 2 sdm 20 20 1/7 2,85
BUAH
Apel 3 1 buah 100 100 3/7 42,85
Pir 3 1 buah 120 120 3/7 51,42
Pepaya 3 1 buah 100 100 3/7 51,42
Pisang 3 1 buah 20 20 3 60
CAIRAN
Susu SGM V 3 2 sdm 20 20 3 60
LAIN-LAIN
Madu V 1 1,5 sdm 15 15 1 15
34
==================================================================
===
Analysis of the food record
==================================================================
===
Food Amount energy carbohydr.
___________________________________________________________________________
___
Meal analysis: energy 655,4 kcal (100 %), carbohydrate 110,0 g (100 %)
==================================================================
===
Result
==================================================================
===
Nutrient analysed recommended percentage
content value value/day fulfillment
___________________________________________________________________________
___
energy 655,4 kcal 2036,3 kcal 32 %
fructose 3,9 g - -
sucrose 32,2 g - -
glucose 1,4 g - -
galactose 0,0 g - -
all sug.alco. 1,2 g - -
Sugar total 0,0 g - -
water 72,3 g 2700,0 g 3%
protein 18,3 g(11%) 60,1 g(12 %) 30 %
fat 18,2 g(24%) 69,1 g(< 30 %) 26 %
Trans FA 0,0 g - -
purine N 4,2 mg - -
carbohydr. 110,0 g(65%) 290,7 g(> 55 %) 38 %
dietary fiber 7,7 g 30,0 g 26 %
alcohol 0,0 g - -
PUFA 6,6 g 10,0 g 66 %
pantoth. acid 1,6 mg 6,0 mg 27 %
cholesterol 52,7 mg - -
Vit. E 0,4 mg - -
biotine 1,6 µg 45,0 µg 4%
Vit. A 1050,2 µg 800,0 µg 131 %
carotene 2,6 mg - -
Vit. E (eq.) 3,6 mg 12,0 mg 30 %
Vit. B1 0,3 mg 1,0 mg 33 %
Vit. B2 0,4 mg 1,2 mg 36 %
Vit. B6 0,9 mg 1,2 mg 75 %
tot. fol.acid 116,7 µg 400,0 µg 29 %
Vit. C 92,1 mg 100,0 mg 92 %
Vit. D 4,5 µg 5,0 µg 90 %
chlorine 21,2 mg - -
iodine 5,5 µg 200,0 µg 3%
sodium 142,7 mg 2000,0 mg 7%
potassium 1315,9 mg 3500,0 mg 38 %
calcium 374,0 mg 1000,0 mg 37 %
magnesium 115,2 mg 310,0 mg 37 %
phosphorus 381,3 mg 700,0 mg 54 %
retinol 152,1 µg - -
iron 7,3 mg 15,0 mg 49 %
zinc 2,6 mg 7,0 mg 37 %
sat. FA 5,6 g - -
m.uns.f.acids 4,8 g - -
Vit. B12 0,7 µg 3,0 µg 25 %
Vit. K 15,5 µg 60,0 µg 26 %
niacine 3,9 mg - -
36
DAFTAR PUSTAKA
2. Hapsari VD, Purwaty NH, Sulastri T. Deteksi Dini Risiko Gizi Kurang Pada Anak Balita
Dengan Diare Menggunakan METODE PYMS dan STRONGkidz. J Ilm Kesehat.
2020;9(1):17–23.
3. Suwarsa O. Terapi Cairan dan Elektrolit pada Keadaan Gawat Darurat Penyakit Kulit (
Fluids and Electrolyte Therapy in Emergency Skin Diseases ). Period Dermatology
Venereol. 2018;30(2):162–70.
5. Alfanti EF, Budiono U, Arifin J. Pengaruh Infus Dekstrosa 2,5 % NaCl 0,45% Terhadap
Kadar Glukosa Darah Perioperatif pada Pasien Pediatri. JAI (Jurnal Anestesiol Indones.
2012;4(2):84–94.
6. Donovan J, Phu NH, Mai NTH, Dung LT, Imran D, Burhan E, et al. Adjunctive
dexamethasone for the treatment of HIV-infected adults with tuberculous meningitis
(ACT HIV): Study protocol for a randomised controlled trial. Wellcome Open Res.
2018;3:31.
7. Nurcahyo WI, Sayoga HJ. Deksametason Untuk Mengurangi Respon Inflamasi Pada
Bedah Jantung Berdasarkan Kadar C-Reactive Protein Plasma. JAI (Jurnal Anestesiol
Indones. 2019;11(1):9.
8. Hashary AR, Manggau MA, Kasim H. Analisis Efektivitas Dan Efek Samping
Penggunaan Antibiotik Pada Pasien Infeksi Saluran Kemih Di Instalasi Rawat Inap Rsup
Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Maj Farm dan Farmakol. 2018;22(2):52–5.
9. Santosa S, Teguh ADR, Widjaja JT. secara Inhalasi terhadap Tingkat Reversibilitas Faal
Paru Penderita Asma Bronkiale. Jkm. 2004;4:8–21.
37
Penggunaan Garam Beryodium, Dan Pemberian Vitamin a Dengan Kejadian
Underweight Pada Balita Di Provinsi Jawa Timur. Media Gizi Indones. 2018;12(1):40.
11. Maulana A, Lestari A, Nurhafidah E. Gambaran Pemberian Vitamin A pada Balita Usia
0 – 59 Bulan di Desa Tegalluar. 2021;69(Desember):1–9.
12. Adhikari PM, Chowta MN, Ramapuram JT, Rao SB, Udupa K, Acharya SD. Effect of
Vitamin B12 and folic acid supplementation on neuropsychiatric symptoms and immune
response in HIV-positive patients. J Neurosci Rural Pract. 2016;7(3):362–7.
15. World Health Organization. Nutritional Care and Support for People Living with
HIV/AIDS: A Training Course. In: Participant’s Manual. Geneva; 2009.
16. Permenkes RI No. 28 Tahun 2018 Tentang Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan
untuk Masurakat Indonesia.
19. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pencegahan Dan Tatalaksana Gizi
Buruk Pada Balita. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019.
20. Alvionita, Welinda Dyah Ayu MAM. Pengaruh Penggunaan Asam Folat Terhadap
Kadar Hemoglobin Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani. J Trop Pharm Chem
2016. 2016;3(3):179–84.
21. Anderson K, Pramudo SG, Sofro MA. Hubungan Status Gizi Dengan Kualitas Hidup
Orang Dengan Hiv/Aids Di Semarang. Diponegoro Med J (Jurnal Kedokt Diponegoro)
38
[Internet]. 2017;6(2):692–704. T
22. Henni Umar, Ani Umar. Gambaran Kadar Hemoglobin Pada Penderita HIV dengan
Pengobatan Antiretroviral di Kota Kendari. J Anal Kesehat Kendari. 2021;IV(1):7–11.
23. Rampa E, Prastyawati R, Sinaga H. Pemeriksaan Kadar Ureum dan Kreatinin Pasien
HIV yang Mendapatkan Terapi ARV di Puskesmas Harapan Sentani Kabupaten
Jayapura Papua. J Penelit Kesehat “SUARA FORIKES” (Journal Heal Res “Forikes
Voice”). 2019;10(3):223.
24. Dwipayana IMG. Mengenali Gambaran Penyakit Tuberkulosis Paru Dan Cara
Penanganannya. Widya Kesehat. 2022;4(1):1–14.
25. Ningsih IK. Kajian Pencegahan Penularan HIVdari Ibu ke Anakpada Antenatal Care
Oleh Bidan Praktik Mandiri di Yogyakarta. J Adm Kesehat Indones. 2018;6(1):61.
26. Isni K. Dukungan Keluarga, Dukungan Petugas Kesehatan, dan Perilaku Ibu HIV dalam
Pencegahan Penularan HIV/AIDS Ke Bayi. KEMAS. 2016;11(2).
27. Dhanny DR, Sefriantina S. Hubungan Asupan Energi, Asupan Protein dan Status Gizi
terhadap Kejadian Tuberkulosis pada Anak. Muhammadiyah J Nutr Food Sci.
2022;2(2):58.
28. Papotot GS, Rompies R, Salendu PM. Pengaruh Kekurangan Nutrisi Terhadap
Perkembangan Sistem Saraf Anak. J BiomedikJBM. 2021;13(3):266.
29. Nadila F, Murdoyo, Widiastuti E, Anggraini DI. Manajemen anak gizi buruk tipe
marasmus dengan TB paru. J Medula Unila. 2016;6(1):36–43.
30. World Health Organisation (WHO). Guideline: Nutritional care and support for patients
with tuberculosis. Geneva: WHO Press; 2013.
31. Lifshin LS. Pediatric Fluid and Electrolyte Therapy. J Pharm Pract. 2019;2(1):55–9.
39