Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PENCULIKAN YANG MENYEBABKAN TRAUMATIK PADA ANAK

Guru Pembimbing : Nur Jamillah

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Oleh :

Amanda Sekar P. 0067821042


Annaja Amalia 0067105663
Halimah 0064630555
Jesti Ambawati 0062527766
Laluta Defa 0065421253

KELAS XII AGAMA 2

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1

SAMARINDA

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan judul
“Penculikan Yang Menyebabkan Traumatik Pada Anak".

Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Nur Jamillah selaku guru
pembimbing pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas
ini sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan dengan disusunnya
makalah ini.

Kami menyadari bahwa penulisan dan penyusunan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu kami mengharap segala bentuk kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca. Demikian yang bisa kami sampaikan,
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan dan kita
semua.

Samarinda, 5 Mei 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

1.1.Latar Belakang ........................................................................................................... 1


1.2.Rumusan Masalah ...................................................................................................... 2
1.3.Tujuan Penelitian ....................................................................................................... 3
1.4.Metode Penelitian ....................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 4

2.1 Pengertian Penculikan ............................................................................................... 4


2.2.Pengertian Traumatik ............................................................................................... 4
2.3.Pengertian Anak ......................................................................................................... 5
2.4.Tindak Pidana Penculikan Anak .............................................................................. 6

BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................ 9

3.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Penculikan Anak ......................................... 9


3.2.Strategi Pencegahan Kejahatan Penculikan Anak ................................................. 11
3.3.Cara Mengatasi Dampak Psikologis Anak Yang Menjadi Korban
Penculikan.................................................................................................................... 14
3.4.Gejala Trauma ........................................................................................................... 15
3.5.Hak-Hak Anak dan Perlindungannya dalam Undang-Undang ............................ 16
3.6.Responsif Normatifnya Menurut Hukum Islam ..................................................... 21

BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 24

Kesimpuan ......................................................................................................................... 24

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Anak sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa dan makhluk sosial,
sejak dalam kandungan sampai melahirkan mempunyai hak atas hidup
dan merdeka serta mendapatkan perlindungan baik dari orang tua,
keluarga, masyarakat, Bangsa dan Negara. Anak diperlakukan berbeda
dari orang dewasa, karena anak masih dalam keadaan tergantung belum
mandiri dan memerlukan perlakuan kusus baik dalam gizi, kesehatan,
pendidikan, pengetahuan, agama dan keterampilan, pekerjaan, keamanan,
bebas dari rasa ketakutan, bebas dari rasa kekawatiran maupun
kesejahteraan. Perlakuan kusus tersebut berupa mendapatkan
perlindungan hukum dalam mendapatkan hak sipil, hak politik dan
ekonomi, hak sosial maupun hak budaya yang lebih baik, sehingga begitu
anak tersebut meningkat menjadi dewasaakan lebih mengerti dan
memahami hak-hak yang dimilikinya, maka begitu anak tersebut menjadi
dewasa tidak akan ragu-ragu lagi dalam mengaplikasikan dan menerapkan
hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya yang
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan hukum yang telah ditentukan.
Dengandemikian anak yang sudah meningkat dewasa tersebut sebagai
generasi penerus masadepan akan menjadi tiang dan pondasi yang kuat
baik bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Kejahatan sering terjadi terhadap anak. Kejahatan adalah suatu kata
yang digunakan untuk suatu tindakan yang tidak bermoral. Membebankan
kejahatan kepada anak yang tidak bersalah secara berkesinambungan baik
sengaja maupun tidak disengaja merupakan tindakan kejahatan moral atau
kejahatan kemanusiaan. Salah satu bentuk yang merupakan kejahatan
kemanusiaan adalah penculikan atau melarikan seorang anak dengan
maksut tertentu. Belakangan ini kasus penculikan semakin meningkat.
Sebagian besar kasus penculikan menjadikan anak-anak sebagai

1
korbannya. kasus penculikan ini juga dilatarbelakangi oleh berbagai motif
seperti, untuk dijadikan anak, penyanderaan, seksual, eksploitasi,
perdagangan anak dan sebagainya.
Umumnya memang usia anak-anak memang rentan terhadap
bahaya penculikan dikarenakan berbagai hal, seperti kurangnya proteksi
orang tua terhadap anak serta kurangnya pembekalan terhadap anak
bagaimana ketika ia menghadapi orang asing ketika berada di tempat
umum. Sesuai dengan perkembangan hak asasi manusia, penculikan anak
termasuk dalam kategori perbuatan yang melanggar hak asasi manusia.
Sebab, penculikan anak adalah perbuatan yang disengaja atau tidak
disengaja,direncanakan maupun tidak direncanakan secara melawan
hukum yang membatasi hak asasi manusia seorang anak untuk hidup
tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera, lahir dan batin.
Penculikan yang selalu saja terjadi pada setiap harinya, tentunya
hal ini menjadikan para orang tua merasa tidak aman dalam
kesehariannya dan selalu saja dihantui ketakutan akan keselamatan anak-
anak mereka. Penculik biasanya beraksi ketika korban lepas dari
pengawasan orang tua yaitu saat korban keluar dari lingkungan rumah
atau lingkungan sekolah. Anak yang bermain sendirian di dalam
rumahpun sangat rawan menjadi sasaran penculikan. Apalagi kehidupan
bermasyarkat di perkotaan seakan kurang peduli terhadap sesamanya.
Pola kehidupan perkotaan tampak cenderung kepada sifat individualistis.
Kota menjadi tempat untuk hidup sendiri. Berbagai ikatan sosial yang
bersifat paguyuban menjadi kendur dan kabur. Hampir semua pola hidup
ditentukan untuk mendahulukan kepentingan sendiri. Kondisi solidaritas
sosial perkotaan yang menurun membuat aksi penculikan anak kian
merajalela. Beragam modus penculikan anak yang terjadi membuat orang
tua harus dapat mengantisipasi untuk melindungi keselamatan anak.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diajukan masalah sebagai
berikut :

2
1. Faktor penyebab terjadinya penculikan 10 orang anak daerah
jabodetabek tahun 2022?
2. Dampak apa yang ditimbulkan akibat kasus penculikan anak daerah
jabodetabek tahun 2022?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penelitian ini ialah :
1. Mengetahui motif pelaku penculikan yang sebenarnya.
2. Mengetahui teori-teori yang membahas penculikan.
3. Memahami peran pelaku-pelaku penculikan.
4. Mengetahui faktor-faktor terjadinya penculikan anak sebagai korban
dari tindak pidana penculikan.
5. Menambah wawasan dibidang ilmu pengetahuan khususnya
mengenai perlindungan anak dibawah umur
6. Mengetahui mengenai kendala yang dihadapi oleh lembaga
perlindungan anak
7. Mengetahui dampak negatif dari penculikan pada anak
1.4. Metode Penelitian
Metode penulisan dalam makalah ini adalah menggunakan metode
studi kepustakaan, dimana penulis memperoleh data dari sumber-sumber
yang ada di internet.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Pengertian Penculikan
Penculikan adalah penyimpangan yang melanggar hukum dan
pengurungan seseorang terhadap kehendaknya. Dengan demikian,
penculikan adalah kejahatan gabungan. Ini juga dapat didefinisikan
sebagai penjara palsu dengan cara penculikan, keduanya merupakan
kejahatan terpisah yang ketika dilakukan secara bersamaan pada
orang yang sama bergabung sebagai satu-satunya kejahatan
penculikan. Unsur penculikan biasanya tetapi tidak harus dilakukan
dengan kekuatan atau ketakutan. Artinya, pelaku dapat
menggunakan senjata untuk memaksa korban masuk ke dalam
kendaraan, tetapi masih menculik jika korban tertarik untuk
memasuki kendaraan dengan sukarela, misalnya, dengan keyakinan
itu adalah taksi.
Penculikan dapat dilakukan untuk menuntut tebusan sebagai ganti
melepaskan korban, atau untuk tujuan ilegal lainnya. Penculikan
dapat disertai dengan cidera tubuh yang meningkatkan kejahatan
untuk penculikan yang diperburuk.
2.2 Pengertian Traumatik
Traumatik adalah respons emosional yang diberikan oleh
seseorang atas kejadian buruk seperti bencana alam, kecelakaan,
ataupun kekerasan seksual. Sebagian dari kita mungkin tidak pernah
mengalami trauma semasa hidupnya. Namun, sebagian lainnya
mungkin pernah mengalaminya. Sebenarnya, kejadian traumatis
sangat mungkin terjadi pada siapa saja. Banyak yang beranggapan
bahwa trauma adalah suatu hal yang mempengaruhi sisi psikis
seseorang saja. Hal ini tentu tidak sepenuhnya benar.
Meskipun yang paling umum diketahui bahwa trauma adalah suatu
tekanan psikologis akibat kejadian atau pengalaman yang tidak
menyenangkan, namun perlu diketahui bahwa trauma juga dapat

4
menimpa fisik seseorang, atau juga bisa disebut sebagai trauma
sebagai penyakit. Akan tetapi yang akan dibahas secara lebih dalam
pada kesempatan kali ini adalah trauma dalam artian psikis.
2.3.Pengertian Anak
Anak secara garis besar berarti sesuatu yang lebih kecil, seseorang
yang belum dewasa, atau suatu objek yang "dibawahi" oleh objek
lain. Namun, arti tersebut mencakup hal-hal yang beragam menurut
disiplin ilmiahnya. Dalam bidang biologi, anak umumnya adalah
makhluk hidup yang belum mencapai tahap matang atau dewasa.
Istilah "anak" terutama digunakan pada hewan yang belum
memasuki masa siap kawin, tetapi dapat juga digunakan pada
beberapa tumbuhan untuk merujuk pada pohon kecil yang tumbuh
pada umbi atau rumpun tumbuh-tumbuhan yang besar. Dalam
bidang psikologi, anak merupakan manusia laki-laki atau
perempuan yang belum mencapai tahap dewasa secara fisik dan
mental, atau setidaknya belum mencapai masa pubertas. Anak
dikategorikan berada pada usia-usia masa bayi hingga masa-masa
sekolah dasar, atau bahkan hingga masa remaja tergantung
penggolongannya. Dalam bidang tersebut, anak laki-laki dapat
disebut "jaka" atau "cowok", sedangkan anak perempuan dapat
disebut "gadis" atau "cewek". Dalam silsilah keluarga, anak
merupakan keturunan pertama, yaitu generasi kedua setelah ego
(generasi pertama).
Anak merupakan "buah hati" kedua orang tua tanpa memedulikan
usianya. Dalam bidang yang sama, anak laki-laki disebut juga
"putra", sedangkan anak perempuan disebut juga "putri". Dalam
sistem hukum di Indonesia, terutama menurut Undang-Undang
Perlindungan Anak, anak merupakan "Seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan". Penggolongan ini penting dalam proses hukum dan
pengadilan di Indonesia, di mana seorang kriminal yang

5
dikategorikan sebagai anak akan diadili dalam pengadilan khusus
yang disebut Pengadilan Anak.
Dalam struktur organisasi atau profesi, istilah anak atau anak buah
diidentikkan dengan orang-orang yang bekerja di bawah seorang
atau beberapa bos. Sedangkan pada kumpulan beberapa benda yang
sama benda-benda berbeda umum digunakan serangkap, anak
merupakan benda yang berukuran lebih kecil daripada benda
lainnya.
2.4.Tindak Pidana Penculikan Anak
Tindak kejahatan/pidana yang sering terjadi pada anak dapat
dilakukan dengan cara ancaman, kekerasan, penculikan, paksaan,
penipuan bahkan penyalahgunaan wewenang. Penculikan anak
menjadi salah satu tindak kejahatan terhadap anak yang menjadi
momok dalam masyarakat. Penculikan adalah perbuatan melarikan
seseorang dengan paksaan dan melawan hukum untuk
menempatkan orang tersebut berada dalam paksaan dan kekuasaan
orang lain. Penculikan yang terjadi terhadap anak adalah perbuatan
yang harus dikriminalisasi, penculikan terhadap anak tidak hanya
menimpa anak dari keluarga kelas menengah kebawah tetapi dapat
juga terjadi pada anak keluarga kalangan menengah keatas dengan
berbagai motif dari pelaku. Kriminalisasi kejahatan terhadap
penculikan anak telah diatur dalam Pasal 76F Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasal 18 B ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 telah menyebutkan
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”. Sebagai golongan rentan, anak mudah menjadi
sasaran tindak kekerasan dan kejahatan. Banyak tindak kejahatan
dan kekerasan yang menyasar anak-anak. Mulai dari kekerasan
fisik, kekerasan psikologis, perdagangan anak, prostitusi anak dan

6
eksploitasi anak, lingkaran kekerasan terhadap anak tersebut dapat
dilakukan oleh orang dewasa yang ada dalam lingkungan tempat
tinggal anak tersebut bahkan oleh orang tuanya sendiri. Tetapi
dibalik itu dapat pula orang yang berada di luar lingkaran tersebut
melakukan tindakan-tindakan yang sedemikian dengan cara
merampas anak dari orang tau dan lingkungan sosialnya.
Perampasan anak tersebut salah satunya dilakukan dengan cara
melakukan penculikan terhadap anak.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh Komisi Nasional
Perlindungan Anak, pada tahun 2015 terdapat 87 kasus penculikan
anak, dari 87 anak yang diculik tersebut terdapat 21 anak yang
diperjual belikan dengan sistem adopsi illegal, 25 kasus anak yang
diculik untuk dipekerjakan secara paksa, 24 kasus penculikan anak
yang dieksploitasi sebagai pekerja seks komersial dan 17 kasus
penculikan anak yang dilakukan sebagai modus balas dendam
pelaku secara pribadi kepada orang tua atau keluarga korban dengan
meminta uang tebusan. Hampir setiap tahun kasus penculikan
terhadap anak terus mengalami kenaikan jumlah kasus. Pada tahun
2016 terdapat 112 kasus penculikan anak yang dilaporkan, dan
sampai dengan bulan maret 2017 sudah bertambah 23 kasus
penculikan anak yang terjadi kembali. Drastisnya peningkatan
penculikan anak diakibatkan karena kelalaian dari orang tua dalam
melakukan pengawasan terhadap anak, dimana karena kesibukan
bekerja orang tua modern memanfaatkan kemajuan teknologi dalam
urusan antar jemput anak disekolah. Banyak orang tua yang
mempercayakan antar jemput sekolah anak dengan menggunakan
jasa transportasi online yang dirasa sangat membantu. Tidak sedikit
orang tua yang memberikan kepercayaan kepada anak dengan
membiarkan anak untuk pulang sendiri setelah pulang sekolah
dengan alasan jarak antara sekolah dan rumah dekat jadi mudah
dijangkau oleh anak-anak. Tidak sedikit orang tua yang sebaliknya

7
memfasilitasi anaknya dengan kendaraan pribadi untuk berangkat
dan pulang sekolah sendiri. Sikap orang tua yang sedemikian
memberikan peluang kepada para predator anak untuk melakukan
aksinya.
Kunci dari pencegahan kejahatan penculikan terhadap anak adalah
perlindungan anak. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, perlindungan anak
didefinisikan sebagai segala bentuk kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar anak dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.

8
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Penculikan Anak


Kasus penculikan anak ini bisa mengakibatkan trauma yang
mendalam dan secara psikologis juga dapat menghancurkan masa
depan anak tersebut. Anak korban penculikan biasanya enggan
bersosialisasi dengan orang lain, merasa takut dengan orang lain, dan
juga mengakibatkan anak tidak dapat tumbuh kembang secara optimal
dimasa depan. Beberapa modus operandi dalam kasus penculikan
adalah :
1. Menjemput anak di sekolah dengan berpura-pura sebagai
saudara atau driver online.
2. Menghampiri anak di tempat umum saat sedang bermain,
kemudian melakukan tipu daya seperti menawarkan
tumpangan, menawarkan makanan (permen, coklat, dsb),
menawarkan uang, bertanya sesuatu, meminta pertolongan,
memperlihatkan binatang peliharaan, dan sebagainya.
3. Membuka pertemanan di media sosial dan mengajak bertemu
di suatu tempat, baik di dalam maupun di luar jam sekolah.

Faktor penyebab terjadinya kejahatan penculikan anak sepulang


sekolah :

a. Kelalaian orang tua dan keluarga dalam mengawasi anak-anak


`Kembali lagi orang tua dalam lingkup yang lebih luas
keluarga atau wali anak sebagai kunci keamanan dan
perlindungan kepada anak. Tetapi karena tuntutan pekerjaan dan
keseibukan dari orang tua menyebabkan orang tua lalai dengan
kewajibanya untuk memberikan perlindungan dan pengawasan
terhadap anak meskipun anak tidak berada dalam jangkauan
penglihatan orang tua. Orang tua terkadang lalai dan

9
mempercayakan penuh antar jemput anaknya kepada transportasi
umum atau transportasi online. Kelalain dari orang tua
tersebutlah yang memberikan peluang kepada pelaku penculikan
untuk menculik anak yang berada dalam jangkauan orang tua.
b. Kurangnya pemahaman anak tentang kewaspadaan kepada orang
asing
Budaya adat ketimuran yang lahir dalam budaya masyarakat
Indonesia mendidik anak sejak dini untuk hormat dan
menghargai orang lain. Budaya tersebut menjadi budaya luhur
yang membuat Indonesia dihormati di mata dunia internasional.
Orang orang tua dahulu mengajarkan kepada anaknya untuk
bersikap baik dan ramah kepada siapa saja termasuk orang yang
tidak dikenal.
Pergeseran jaman dan pola masyarakat nampaknya tidak
terlalu relevan dengan budaya tersebut, ada sisi dimana anak-
anak mulai diajarkan untuk mengetahui dan menerapkan sejauh
mana anak bersikap ramah dan menerima kehadiran orang lain.
Untuk itu anak-anak harus mulai diberikan pendidikan untuk
menjaga diri agar tidak mudah dibujuk, diiming-imingi dan
dipengaruhi orang yang tidak dikenal. Anak-anak diajarkan
untuk dapat menghindar dan meminta bantuan apabila mengenali
orang-orang yang dianggap dapat membahayakan anak.
Pengetahuan tentang menjaga diri dari orang yang tidak dikenal
sangat penting dalam mencegah penculikan terhadap anak.
c. Karena adanya niat dari pelaku
Tindakan kejahatan termasuk penculikan dapat terjadi
karena adanya niat dari pelaku. Niat untuk melakukan
penculikan termasuk dalam niat jahat. Niat jahat merupakan
mental elements of crime yang dalam istilah hukum disebuta
dengan mens rea atau guilty mind. Niat jahat dalam hukum
pidana diartikan sebagai kesalahan. Kesalahan sebagai asas dari

10
pertanggungjawaban pidana (liability base on fault). Secara
teoritis kesalahan dibagi menjadi dua yaitu :
1) Kesalahan karena kesengajaan (opzet). Sengaja atau
dolus berarti adanya kehendak atau maksud (willens en
wetens) yang disadari yang ditujukan untuk melakukan
kejahatan tertentu.
2) Kesalahan karena kelalaian (culpa). Culpa yang dalam
doktrin hukum pidana disebut sebagai kealpaan yang
tidak disadari atau onbewuste schuld dan kealpaan
disadari atau bewuste schuld.
d. Korban sebagai penyebab penculikan
Dalam beberapa kasus penculikan, korban dapat menjadi
pemicu dari niatan pelaku untuk melakukan penculikan. Seperti
misalnya korban berada di tempat yang sepi, sendiri dalam
situasa yang sangat memungkinkan bagi pelaku untuk
melakukan penculikan. Dapat juga dikarenakan situasi korban
yang mencolok dengan menggunakan perhiasan berlebihan,
membawa barang berharga maupun menggunakan fasilitas
seperti handphone diluar pengawasan orang tua. Situasi tersebut
menimbulkan niat dan memberi peluang kepada pelaku
penculikan.
3.2.Strategi Pencegahan Kejahatan Penculikan Anak
Pencegahan kejahatan adalah sebuah bentuk upaya antisipasi,
identifikasi dan perkiraan risiko yang akan terjadi tindak kejahatan.
Upaya pencegahan terjadinya penculikan anak saat aktivitas pulang
sekolah dapat didukung oleh 4 pihak tersebut yang harus saling
berkorelasi, komunikasi dan interaksi, antara lain :
1. Orang Tua
Orang tua sebagai lingkungan terdekat dari anak,
menjadi tonggak utama pencegahan penculikan anak dalam

11
aktivitas pulang sekolah. Beberapa tindakan yang dapat
dilakukan oleh orang tua adalah :
a. Melakukan antar jemput dan latihan kemandirian secara
bertahap kepada anak
Pada anak sekolah usia dini seperti anak sekolah
Tamana Kanak Kanak (TK) atau tingkatan Sekolah
Dasar (SD), sepatutnya anak ada pada usia tersebut
untuk melakukan mobilasi sekolah dilakukan dengan
antar jemput oleh orang tua atau orang yang dipercaya
oleh orang tau atau wali dari anak. Pada sekolah-
sekolah tertentu biasanya pihak sekolah demi menjaga
keamanan anak-anak didik dan mempermudah orang
tua, pihak sekolah akan memfasilitasi anak didiknya
dengan mobil/bus antar jemput sekolah.
b. Mempelajari rute jalan dan tempat rawan termasuk
tempat meminta bantuan
Dalam pemilihan sekolah untuk anak-anaknya
orang tua tentu saja mempertimbangkan mengenai
lokasi dan jarak sekolah untuk anak. Dalam hal tersebut
orang tua membiasakan pada anak untuk mengenal rute
yang umum dilalui saat pulang pergi sekolah.
c. Menjaga komunikasi dengan anak pada saat berangkat
dan pulang sekolah
Anak-anak saat ini telah mengenal teknologi
komunikasi dengan baik, sehingga orang tua harus
dengan bijak mempergunakan teknologi tersebut untuk
menjaga komunikasi antara anak dengan orang tua
melalui handphone atau elektronik lainnya yang ramah
terhadap anak.
d. Memberikan anak pemahaman tentang modus
penculikan

12
Berikan pemahaman kepada anak tentang modus
dan potensi penculikan ketika melakukan perjalanan
pergi atau pulang sekolah. Waspadai orang asing yang
mengaku sebagai penjemputnya atau yang tiba-tiba
menghampirinya di tempat umum untuk mengantarnya
pulang, di samping juga memintanya untuk tidak
menemui orang asing yang ia kenal di media sosial.
e. Mengajarkan anak simulasi upaya meminta bantuan
Ajak anak untuk mensimulasikan respon yang harus
dilakukan ketika ada orang asing atau orang
mencurigakan yang tiba-tiba menghampiri dan
mengajaknya untuk pergi bersama. Anak bisa
mensimulasikan untuk mewaspadai orang asing dan
mencoba menolak ajakannya lalu meminta bantuan
kepada orang lain, petugas keamanan, atau segera
menghubungi orang rumah dalam kondisi darurat.
f. Tidak memposting kegiatan dan data pribadi anak di
sosial media
Salah satu akses informasi bagi para penculik
berasal dari dunia internet, maka hindari untuk
meninggalkan “jejak online” mengenai data diri dan
keluarga.
2. Anak
Anak sendiri harus diberikan edukasi tentang tanggung
jawab untuk melindungi diri dan mengenali tindakan-tindakan
yang mengarah pada penculikan anak. Edukasi pengenalan
tindakan yang mengarah pada penculikan anak diberikan
kepada anak oleh orang tua, sekolah, masyarakat termasuk
negara. Beberapa bentuk perilaku anak yang dapat menghindari
anak dari kejahatan penculikan anak anak tidak menggunakan
barang yang mencolok, tidak menunjukkan identitas dirinya

13
secara berlebihan, menghafal nomor kontak orang tua dan
alamat rumah, tidak mudah mempercayai orang lain yang tidak
dikenal dan membiasakan disiplin
3. Sekolah
Sekolah menjadi lingkungan terdekat anak setelah orang
tua dan keluarga, anak-anak usia sekolah akan lebih banyak
menghabiskan waktunya disekolah. Saat anak berada di
sekolah, menjadi tanggung jawab sekolah untuk memberikan
perlindungan kepada anak saat berada di sekolah temasuk pada
saat anak pulang sekolah sampai di rumah masing-masing.
Cara yang dapat dilakukan sekolah untuk melindungi anak
didiknya dari kejahatan penculikan adalah dengan memperkuat
keamanan data peserta didik, memasang perangkat keamanan
dan membangun kerjasama dan komunikasi efektif anatara
sekolah dengan orang tua atau wali anak
4. Negara
Peran negara dalam mencegah penculikan terhadap anak
dalam aktivitas pulang sekolah memang tidak dapat hadir
secara harfiah, tetapi negara hadir dalam bentuk penguatan
aturan-aturan yang diterapkan untuk menjaga keamanan dan
memberikan perlindungan kepada anak terhadap rentan tidakan
penculikan anak. Adapun kehadiran negara tersebut dapat
berupa menentukan peraturan terkait perlindungan anak.
Pemerintah melalui pihak kepolisian hadir di sarana-sarana
pendidikan dari tingkat paling bawah sampai lembaga
pendidikan tertinggi untuk menjaga keamanan anak.
3.3.Cara Mengatasi Dampak Psikologis Anak Yang Menjadi Korban
Penculikan
Kondisi kejiwaannya setelah terbebas dari penculikan ini hampir
sama dengan saat ia mengalami penculikan. Berikut ini beberapa hal

14
untuk mengatasi trauma ataupun dampak psikologi yang membekas
akibat penculikan pada anak:
1. Mendapat penanganan medis
2. Berada di lingkungan yang aman dan terjamin. Yakinkan anak
bahwa keadaan akan baik-baik saja sehingga mereka merasa
aman dan percaya akan hal tersebut.
3. Berada dekat dengan orang yang dicintainya untuk membangun
rasa aman saat melakukan aktivitas sehari-hari.
4. Memiliki kesempatan untuk berbicara atau mencatat
pengalaman mereka saat ia menginginkannya (tidak dipaksa).
5. Melindungi privasi mereka, misalnya menghindari media atau
overexposure termasuk menonton, mendengarkan berita dan
berpartisipasi dalam wawancara media.
6. Luangkan waktu untuk menyesuaikan diri kembali dengan
keluarga dan lingkungannya.

Keluarga dan teman-teman dapat mendukung penyintas dengan


mendengarkan, bersabar, dan berfokus pada pemulihan mereka alih-
alih terlibat dalam pembicaraan negatif tentang para penculik.

Penting untuk disadari bahwa keluarga dan teman-teman penyintas


dihadapkan pada banyak masalah dalam mengatasi ketakutan dan
ketidakpastian dan mungkin juga membutuhkan dukungan dalam
menghadapi reaksi emosional mereka sendiri.

3.4.Gejala Trauma
Trauma menurut Chaplin adalah suatu luka baik yang bersifat
fisik, jasmani maupun psikis. Trauma dapat menimbulkan gangguan
kecemasan. Menurut Strauser, dkk. Trauma merupakan peristiwa-
peristiwa yang melibatkan individu yang di tunjukkan dengan suatu
insiden yang memungkinkan ia terluka atau mati sehingga muncul
perasaan diteror dan putus asa. Sedangkan menurut Golemen bahwa

15
penderita trauma mengalami perubahan sirkuit limbik yang berpusat
pada amigdala. Sehingga trauma adalah peristiwa yang melibatkan
individu mengakibatkan suatu insiden yang dapat mempengaruhi fisik,
jasmani maupun psikis.

Menurut Corrigen, Selassie, Orman menjelaskan ada tiga


macam gejala utama trauma yaitu: re-experiencing atau mengingat
kembali. Korban trauma umumnya terus mengalami atau
menghidupkan kembali trauma mereka dalam bentuk yaitu memiliki
kenangan buruk seperti gambar, persepsi, maupun pemikiran yang
berkaitan dengan trauma, mengalami mimpi buruk tentang suatu
kejadian, merasa bahwa kejadian tersebut akan terulang kembali,
gejala fisik seperti berkeringat, detak jantung lebih cepat, susah
bernafas ketika teringat pada kejadian traumatik.

Arousal atau rasa takut dan cemas berlebihan seperti susah tidur,
cepat marah, mudah kaget atau ketakutan jika ada sesuatu atau
seseorang yang datang tanpa kita sadari, sulit berkonsentrasi, merasa
gelisah dan terus mencari adanya bahaya, panik. Avoidance atau
menghindar seperti menghindari pikiran, perasaan maupun
pembicaraan yang mengingatkan trauma, menghindari tempat, aktifitas
ataupun orang yang mengingatkan trauma, kehilangan minat atau tidak
berpartisipasi dalam kegiatan yang disukai, merasa putus hubungan
dengan orang lain, merasa seolah-olah masa depannya pendek atau
tidak punya harapan.

3.5.Hak-Hak Anak Dan Perlindungannya Dalam Undang-Undang


UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak merupakan
payung hukum yang membentengi anak dari segala perbuatan yang
merugikan kepentingan yang terbaik bagi anak, yang mengakomodir
pemenuhan hak-hak anak. Menurut Undang-undang No. 23 tahun
2002 ini hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib

16
dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orang tua, masyarakat,
pemerintah dan negara. Membebankan kejahatan kepada anak yang
tidak bersalah secara berkesinambungan baik sengaja maupun tidak
disengaja merupakan tindakan kejahatan moral atau kejahatan
kemanusiaan.
Dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 Tentang
Kesejahteraan Anak, disebutkan bahwa :
a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan
bimbingan berdasarkan kasih sayang, baik dalam
keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh
dan berkembang dengan wajar.
b. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan
kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan
kebudayaan dan kepribadian bangsa, untuk menjadi warga
negara yang baik dan berguna.
c. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik
semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan.
d. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup
yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan
dan perkembangan dengan wajar

Sedangkan dalam pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa anak yang


tidak mempunyai orang tua berhak memperoleh asuhan oleh negara
atau orang atau badan. Kemudian, pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa
anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam
lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang secara wajar.

Di samping menguraikan hak-hak anak melalui Undang-Undang


Nomor 4 tahun 1979 di atas, pemerintah Indonesia juga telah
meratifikasi Konvensi Hak Anak PBB melalui Keppres Nomor 39
tahun 1990. Menurut KHA yang diadopsi dari Majelis Umum PBB
tahun 1989, setiap anak tanpa memandang ras, jenis kelamin, asal-

17
usul keturunan, agama maupun bahasa, mempunyai hak-hak yang
mencakup empat bidang :
1) Hak atas kelangsungan hidup, menyangkut hak atas tingkat
hidup yang layak dan pelayanan kesehatan.
2) Hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan,
informasi, waktu luang, kegiatan seni dan budaya,
kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama, serta hak
anak cacat (berkebutuhan khusus) atas pelayanan, perlakuan
dan perlindungan khusus.
3) Hak perlindungan, mencakup perlindungan atas segala
bentuk eksploitasi, perlakuan kejam dan sewenang-wenang
dalam proses peradilan pidana.
4) Hak partisipasi, meliputi kebebasan utnuk menyatakan
pendapat, berkumpul dan berserikat, serta hak untuk ikut
serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut
dirinya.
Selain hak anak yang harus dipenuhi oleh orangtua, keluarga dan
Negara, anak juga memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang
menuntut untuk dipenuhi sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang secara sehat dan wajar. Menurut Katz, kebutuhan dasar
yang penting bagi anak adalah adanya hubungan orangtua dan anak
yang sehat dimana kebutuhan anak, seperti : perhatian dan kasih
sayang yang kontinue, perlindungan, dorongan, dan pemeliharaan
harus dipenuhi oleh orangtua.
Sedangkan, Huttman merinci kebutuhan anak adalah:
a) Kasih sayang orang tua
b) Stabilitas emosional
c) Pengertian dan perhatian
d) Pertumbuhan kepribadian
e) Dorongan kreatif
f) Pembinaan kemampuan intelektual dan keterampilan dasar

18
g) Pemeliharaan kesehatan
h) Pemenuhan kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal
yang sehat dan memadai
i) Aktivitas rekreasional yang konstruktif dan positif
j) Pemeliharaan, perawatan dan perlindungan

Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut akan


berdampak negative pada pertumbuhan fisik dan perkembangan
intelektual, mental, dan sosial anak. Anak bukan saja akan mengalami
kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan yang buruk,
melainkan pula mengalami hambatan mental, lemah daya-nalar dan
bahkan perilaku-perilaku maladaptive, seperti: autism, nakal, sukar
diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia „tidak normal‟
dan perilaku criminal.

Pasal 83 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


memuat aturan pidana terhadap penculikan anak ini. Jika dilihat bentuk
sanksi yang ada pada undang- undang ini bersifat kombinasi antara
pidana penjara dan denda, juga diatur batas maksimum dan minimum
dari sanksi pidana yang akan dijatuhkan. Selengkapnya berbunyi
sebagai berikut:

”Setiap orang yang menculik anak untuk diri sendiri atau untuk
dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp.300.000.000; (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit
Rp.60.000.000;(enam Puluh juta rupiah)”.

Berdasarkan Undang-undang No. 3 Tahun 1997 Tentang


Pengadilan Anak, menetapkan batas usia yang dikatagorikan anak
sebagai batas usia bagi pemidanaan anak di Indonesia. Dalam pasal 4
dari Undang-undang tersebut ditegaskan bahwa :

19
1. Batas umur anak Nakal yang dapat diajukan ke sidang
anak adalah sekurang-kurangnya 8 tahun tetapi belum
mencapat 18 tahun dan belum pernah kawin.
2. Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas
umur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
diajukan ke sidang pengadilan, setelah anak yang
bersangkutan melampaui batas umur tersebut tetapi
belum mencapai umur 21 tahun, tetap diajukan ke sidang
anak.

Sesuai dengan perkembangan hak asasi manusia, penculikan


anak termasuk dalam kategori perbuatan yang melanggar hak asasi
manusia. Sebab, penculikan anak adalah perbuatan yang disengaja
atau tidak disengaja, direncanakan maupun tidak direncanakan
secara melawan hukum yang membatasi hak asasi manusia seorang
anak untuk hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera, lahir
dan batin.

Setiap anak dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat


kemanusiaanya, memperoleh perlindungan dari orang tua,
keluarga, masyarakat maupun negaranya. Selain itu anak berhak
dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan dan dibimbing
oleh orang tuanya atau walinya sampai dewasa. Penculikan anak
berarti melanggar pasal 59 UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia; dinyatakan bahwa: “setiap anak berhak untuk tidak
dipisahkan dari orang tuanya atau keluarganya secara bertentangan
dengan kehendak si anak itu sendiri,...”.

Anak butuh kasih sayang dari orang tua atau keluarganya


untuk hidup, tumbuh dan berkembang secara wajar dan layak
dalam mengejar masa depannya. Apapun alasan dari kejahatan
penculikan anak, berarti perbuatan tersebut telah melanggar

20
ketentuan pidana dan merupakan perbuatan yang melanggar hak
asasi manusia pula.

Oleh karena itu, sebagai upaya menyelamatkan masa depan


anak-anak, semua pihak harus bekerjasama untuk mencegah
terjadinya penculikan. Anak-anak dimana pun mereka berada,
memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan sebagai manusia
kecil yang rentan. Untuk mewujudkan itu semua, kesadaran semua
pihak untuk mencegah penculikan sangat diperlukan.

3.6.Responsif Normatifnya Menurut Hukum Islam


Dari pemaparan di atas tidak dapat dibayangkan begitu besar
kerugian mental maupun moral yang ditimbulkan oleh kejahatan
perdagangan anak tersebut. Bagaimana tidak, anak adalah aset penting
dari generasi sebuah bangsa, artinya masa depan sebuah bangsa di
masa mendatang sangat ditentukan oleh keberadaan mereka yang
sekarang masih menjadi anak-anak. Maka aset ini perlu untuk
mendapat perlindungan yang sepantasnya. Lalu bagaimana fenomena
kejahatan perdagangan anak ini dalam kacamata hukum pidana Islam?.
Islam adalah agama samawi dengan sistem hidup yang sesuai
dengan perintah Allah SWT., dalam al-Qur‟an dan tuntunan
Rasulullah SAW dalam sunnah. Setiap muslim diwajibkan menempuh
kehidupannya sesuai dengan al-Qur‟an dan sunnah. Prinsip anak dalam
konsep Islam adalah amanah dari Allah SWT., kepada manusia.
Artinya kehidupan anak harus senantiasa di perhatikan, dididik, dijaga,
serta dilindungi keberadaannya dari kesengsaraan (baik dimensi dunia
maupun akhirat). Prinsip perlindungan ini sesuai dengan Firman Allah
pada QS. At-Tahrim ayat 66 :

21
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu
dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang
keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”
Pihak pertama yang bertanggung jawab terhadap perlindungan
anak adalah keluarga. Keluarga merupakan unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri atas suami istri, atau suami istri dan anaknya,
atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah
dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
Orang Tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu
tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat.
Ketika ayah dan/atau ibu berhalangan mengasuh anak, maka
pengasuhan tersebut dapat dipindahkan kepada wali. Wali adalah
orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan
asuh sebagai Orang Tua terhadap Anak. Apabila orang tua dan/ wali
tidak sanggup mengasuh anak tersebut, maka bisa saja anak tersebut
diasuh oleh orang lain, dan statusnya menjadi anak angkat, sedangkan
pengasuhnya menjadi orang tua angkat. Anak Angkat adalah Anak
yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan Keluarga Orang
Tua, Wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan, dan membesarkan Anak tersebut ke dalam
lingkungan Keluarga Orang Tua angkatnya berdasarkan putusan atau
penetapan pengadilan.
Perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana Islam,
dikenal dengan sebutan “jarimah”. Perbuatan pidana tiap- tiap jarimah
harus mempunyai unsur-unsur yang harus dipenuhi, yaitu nas yang
melarang perbuatan atau yang diancam dengan hukumannya.
Penculikan terhadap anak masuk pada bab pencurian. Pencurian adalah

22
salah satu dari bentuk hukuman hudud dimana ketentuan dan bentuk
hukumannya sudah ditetapkan oleh Allah SWT dan rasulnya.
Pencurian adalah secara etimologis adalah mengambil harta
milik seseorang secara sembunyi-sembunyi dan dengan tipu daya.
Sedangkan secara terminologis adalah pengambilan oleh sesorang
mukallaf yang balig berakal terhadap harta orang lain dengan diam-
diam, apabila barang tersebut mencapai nisab dari tempat simpanannya
tanpa ada subhat dalam barang yang diambilnya tersebut. Dari defenisi
ini dapat diketahui bahwa unsur-unsur pencurian ada 4 macam, yaitu
sebagai berikut:
a. Pengambilan itu secara diam-diam.
b. Barang yang diambil itu berupa harta.
c. Harta tersebit milik orang lain.
d. Adanya niat melawan hukum.
Salah satu unsur yang penting untuk dikenakannya hukuman
potong tangan adalah bahwa barang yang dicuri itu harus barang yang
bernilai mal (harta). Apabila barang yang dicuri itu bukan harta, seperti
hamba sahaya, atau kecil yang belum tamyiz, maka pencuri tidak
dikenakan hukuman had. Akan tetapi, Imam Malik dan Zahiriyyah
berpendapat bahwa anak kecil yang belum tamyiz bisa menjadi objek
pencurian, walaupun bukan hamba sahaya, dan pelakunya bisa dikenai
hukuman had.

23
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Tindak pidana penculikan anak merupakan tindakan menarik
seseorang yang belum cukup umur dari kekuasaan yang menurut
undang undang ditentukan atas dirinya, atau dari pengawasan orang
yang berwenang untuk itu. Peraturan yang dapat dikenakan terhadap
anak sebagai pelaku penculikan anak adalah Pasal 76 F jo. Pasal 83
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Hal tersebut dikarenakan adanya asas “Lex specialis derogat legi
generali” dimana hukum yang bersifat lebih khusus (lex spesialis)
mengalahkan/mengesampingkan hukum yang sifatnya lebih umum
(lex generali). Yang menjadi faktor penyebab terjadinya penculikan
pada anak sepulang sekolah diantaranya: kelalaian orang tua dan
keluarga dalam mengawasi anak-anak, kurangnya pemahaman anak
tentang kewaspadaan kepada orang asing, karena adanya niat dari
pelaku, dan korban sebagai penyebab penculikan.
Dari faktor-faktor tersebut sangat penting dilakukan upaya
pencegahan terhadap terjadinya penculikan anak adalah bagimana
menentukan strategi pencegahan penculikan terhadap anak yaitu
dengan melibatkan peran serta dari orang tua,anak, sekolah, termasuk
keterlibatan negara dan aparatur negara dalam hal ini pihak
kepolisian untuk menjaga keamanan fasilitas pendidikan/sekolah dari
tingkat taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi.
Para orang tua hari ini kembali merasa kenyamanannya terusik
karena anak semata wayangnya tidak lagi merasa nyaman untuk
keluar rumah karena disebabkan oleh maraknya kasus penculikan
anak. Bahkan boleh di sebut darurat penculikan anak karena setiap
waktu dan masa kasusnya justru meningkat. Maraknya kasus

24
penculikan terhadap si anak didasari beberapa motif, di antaranya
adalah motif ekonomi dengan cara meminta uang tebusan kepada
korban dan keluarganya, mungkin juga dendam, mungkin masalah
politik, mungkin juga eksploitasi seksual kemudian perdagangan anak
sampai kepada diambil organ tubuhnya untuk diperdagangkan.
Namun bagi pelaku penculikan dikenai hukuman ta‟zir baik berupa
hukuman penjara, denda, dan lain sebagainya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Arthani, N. L. (2021). Strategi Pencegahan Kejahatan Penculikan


Anak Pada Saat Aktivitas Pulang Sekolah. Satya Dharma : Jurnal Ilmu
Hukum , 1-16.

Daipon, D. (2017). Penculikan Anak (Antar Realitas dan responsif


Normatifnya Menurut Pidana Islam). Humanisma : Journal of Gender
Studies , 17-22.

Farid, A. Z. (2007). Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika.

Rahayu, S. M. (2017). Konseling Krisis : Sebuah Pendekatan Dalam


Mereduksi Masalah Traumatik Pada Anak dan Remaja. Jurnal Pendidikan ,
1-4.

26

Anda mungkin juga menyukai