DOSEN:
PDT. DR. DECKY K. LOLOWANG, M.TH
Korintus terkenal karena segala kerusakan akhlak dan kebejatan moral. Pantaslah
bahwa Paulus berada di Korintus ketika menulis surat ke Roma Tidak ada kota lain yang
dapat memberikan dorongan lebih kuat kepadanya untuk menulis tentang dosa manusia, dan
tidak ada kota lain yang dapat memberikan ilustrasi yang lebih cocok tentang hal itu. Surat
rasul Paulus yang pertama kepada jemaat di Korintus, yaitu surat tentang pengudusan.
Kepenulisan Surat Ini merupakan Bukti-bukti dari luar maupun dari dalam surat ini sendiri
bahwa Paulus yang menulisnya demikian kuat sehingga tidak perlu kita memberikan
perhatian yang terlalu besar pada masalah ini. Ciri-ciri Khas surat ini. Mungkin ciri yang
paling menonjol dari surat ini ialah penekanannya pada kehidupan gereja lokal. Tatanan dan
berbagai persoalan gereja mula-mula, Jika surat Roma dapat disebut sebagai tulisan teologis,
I Korintus pasti merupakan karya praktis. Jika di dalam surat Roma rasul Paulus lebih mirip
dengan seorang guru besar Teologi Alkitabiah modern, di dalam I Korintus dia lebih tampak
sebagai gembala atau pengajar yang berhadapan dengan masalah-masalah pemeliharaan
jemaat yang berada di garis depan pertempuran rohani Kristen.
Paulus memperingatkan terhadap perpecahan di dalam Gereja dan menekankan
pentingnya persatuan di antara anggota Gereja. Dia memperingatkan anggota terhadap
amoralitas seksual, mengajarkan bahwa tubuh adalah bait suci bagi Roh Kudus, dan
mendorong disiplin diri. Setelah mengetahui tentang masalah-masalah yang anggota Gereja
di Korintus alami, Paulus menulis kepada para anggota ini dan mendesak mereka untuk
menghilangkan perselisihan dan menjadi bersatu. Dia juga menjelaskan bahwa Allah
memanggil yang lemah dan rendah hati untuk mengkhotbahkan Injil-Nya dan bahwa apa
yang dari Allah hanya dapat diketahui dan dipahami melalui Roh. Surat kiriman ini
menangani macam persoalan yang dialami oleh gereja yang para anggotanya tetap hidup
“duniawi” dan tidak secara tegas memisahkan diri dari masyarakat di sekelilingnya yang
menyembah berhala, masalah seperti sifat memecah belah, toleransi terhadap dosa seperti
perzinaan (1Kor 5:1-13), kebejatan seksual pada umumnya, perkara hukum sekular antara
orang Kristen, pikiran manusiawi tentang kebenaran rasuli, dan perselisihan mengenai
“kemerdekaan Kristen”. Paulus juga menasihati orang Korintus tentang perkara yang
berkaitan dengan hal membujang dan perkawinan.
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
Pada pembahasan ini kami telah mengambil contoh serangkaian masalah etis yang
dihadapi Paulus, untuk menguji bagaimana dia menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam
praktek. Dalam hal ini adalah kehati-hatian yang dengannya Paulus menerapkan prinsip-
prinsip ini dalam terang keadaan yang merupakan ciri yang paling konsisten dan paling
mengesankan. Ketegangan dan keseimbangan antara, di satu sisi, wawasan dan motivasi ke
dalam (iman, Roh, kebebasan, dan cinta) dan di sisi lain, norma lahiriah (kitab suci, tradisi
Yesus, apa yang secara umum diakui baik dan mulia) dipertahankan. Ketegangan eskatologis
sangat jelas dan pasti membentuk dorongan paraenesis. Di sini nasihat harus diarahkan untuk
membantu mereka mengarahkan jalan hati-hati antara kompromi yang tak terelakkan dalam
tahap proses keselamatan yang sudah-belum dan kompromi yang melibatkan terlalu banyak
yang masih dimiliki dan dibentuk oleh nilai-nilai dan prioritas dari yang lama.
Sementara Paulus berusaha untuk mendorong rasa hormat yang tulus di seluruh
spektrum kebebasan Kristen. Dan dalam nasihatnya sendiri dia menunjukkan kepekaan
pastoral yang besar terhadap sifat yang masih rapuh dari banyak pemuridan mula-mula dan
banyak gereja mula-mula. Dalam beberapa kasus, jelas penting baginya untuk menarik garis
yang pasti praktik seksual terlarang dan penyembahan berhala adalah contoh yang paling
jelas. Tetapi dalam kasus lain yang menonjol adalah campuran pendapat pribadi yang
dinyatakan dengan jelas, pengakuan akan pandangan yang dirasakan secara mendalam dan
tradisi yang mapan, dan dorongan untuk membedakan dan mencapai praktik yang sesuai
untuk diri mereka sendiri. Bahwa Paulus kadang- kadang berbicara dengan jengkel dan
nasihat yang dihasilkan kadang-kadang rumit hanya menggarisbawahi kompleksitas situasi
dan keragaman kepribadian yang harus dia hadapi. Jika pada akhirnya kesan abadi bukan
hanya prinsip-prinsip yang diucapkan Paulus untuk menentukan tingkah laku Kristen, tetapi
perhatian yang ia usahakan untuk menghidupi prinsip-prinsip itu dan kerumitan yang
ditimbulkan, itu mungkin seperti yang diharapkan oleh Paulus sendiri.