Anda di halaman 1dari 5

Peranan Keluarga bagi anak

Menurut KBBI keluarga memiliki satuan mendasar yang ada dalam masyarakat. Lalu
menurut UU no. 52 tahun 2009 keluraga merupakan unit terkecil yang terdiri dari dari suami
istri; atau suami, istri dan anaknya; atau ayah dan anaknya (duda); atau ibu dan anaknya
(janda).
Menurut Bentler et. Al (1989) keluarga merupakan bentuk kumpulan sosial yang khas
memiliki kebersamaan seperti ikatan keluarga, emosional, memberikan perhatian, tujuan
orientasi kepentingan dan memberikan asuhan untuk berkembang.
Menurut Spradley dan Allender, Satu atau lebih individu yang tinggal dan hidup bersama,
sehingga memiliki hubungan emosional, dan mengembangkannya dalam interelasi sosial,
peran juga tugas setiap anggotanya.
Bagi para pendidik keluarga adalah tempat Pendidikan pertama kali anak dalam mengenal
lingkungannya yang diperkenalkan dan diajarkan oleh orang tua. Orang tua (bapak dan ibu)
adalah pendidik kodrati(memiliki ikatan yang kuat dengan anak). Mereka merupakan
pendidik bagi anak-anaknya karena secara ikatan ibu dan bapak diberikan anugerah oleh
Tuhan berupa naluri orang tua. Dampak dari naluri ini, menimnulkan rasa kasih sayang para
orang tua kepada anak-anak mereka, hingga secara moral keduanya memiliki tanggung jawab
untuk memelihara, mengawasi, melindungi serta membimbing keturunan mereka (Jalaludin,
2010:294).
Dalam hal ini keluarga memiliki peranan penting dalam membimbing anak agar tidak
menyimpang atau terjerumus sesuatu yang bertentangan dengan agamanya sehingga memiliki
akhlak yang buruk. Keluarga berperan penting dalam membimbing akhlak anak karena
lembaga yang dapat memenuhi kebutuhan insani dan rohani, terutama bagi pengembangan
kepribadiannya. Melalui perlakuan dan perawatan yang baik dari orang tua, anak dapat
memenuhi kebutuhannya, baik kebutuhan fisik-biologis, maupun kebutuhan sosio
psikologisnya. Apabila anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, maka
dia cenderung berkembang menjadi seorang pribadi yang sehat.
Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Anak-Anak Berkepribadian Buruk
Menurut Zakiyah Darajat (1988), beberapa penyebab anak anak berkepribadian buruk adalah
sebagai berikut:
1. Kurangnya semangat religius dalam setiap masyarakat . Keyakinan beragama yang
dilandasi oleh pemahaman yang benar dan kokoh terhadap ajaran agama yang dianut, diikuti
dengan pelaksanaan ajaran tersebut, merupakan landasan moral yang paling kuat. Semakin
jauh suatu masyarakat menjauh dari agama, maka semakin sulit untuk menjaga moral orang-
orang dalam masyarakat tersebut dan semakin kacau suasana karena semakin banyaknya
pelanggaran hak dan hukum.
2. Keadaan masyarakat kurang stabil secara ekonomi, sosial dan politik. Faktor lain yang
mempengaruhi moral masyarakat adalah ketidakstabilan situasi, baik ekonomi, sosial maupun
politik. Getaran atau ketidakstabilan suasana yang melingkupi seseorang menyebabkan
keresahan dan kegelisahan karena ketidakmampuannya mencapai rasa damai dan tertib dalam
hidup.
3. Pendidikan akhlak tidak dilakukan sebagaimana mestinya, baik di rumah, sekolah maupun
di masyarakat. Faktor ketiga yang juga penting adalah kurang memadainya implementasi
pendidikan akhlak di rumah, sekolah, dan masyarakat. Pembinaan moral hendaknya
dipraktikkan sejak kecil sesuai dengan kemampuan dan usia. Karena setiap anak yang
dilahirkan belum memahami mana yang benar dan mana yang salah, serta tidak mengetahui
batasan dan aturan moral lingkungan. Tanpa membiasakan menanamkan sikap-sikap yang
dianggap baik untuk pertumbuhan akhlak, anak-anak dibesarkan tanpa pengetahuan tentang
akhlak tersebut.
4. Lingkungan rumah yang buruk. Dalam masyarakat saat ini terlihat bahwa keharmonisan
hidup dalam rumah tangga kurang terjamin. Tidak ada saling pengertian, tidak ada saling
menerima, tidak ada saling menghargai, tidak ada cinta timbal balik antara pria dan wanita.
Ketidakharmonisan orang tua mengkhawatirkan anak-anak, mereka menjadi gelisah, takut
dan tidak tahan berada di dekat orang tua yang harmonis. Oleh karena itu, anak yang gelisah
dan cemas mudah terjerumus dalam tindakan yang mengungkapkan perasaannya dalam hal
buruk dan biasanya mengganggu ketenangan orang lain.
5. Banyak tulisan, gambar, siaran dan seni yang mengabaikan prinsip dan arahan moral. Satu
hal yang kurang mendapat perhatian akhir-akhir ini adalah tulisan, bacaan, lukisan, siaran,
kesenian dan permainan yang seolah mendorong anak muda untuk mengikuti masa mudanya.
aspek moral dan mental kurang mendapat perhatian, hasil karya seni hanya berupa ekspresi
kebutuhan dan keinginan nyata yang tidak dapat dipenuhi. Jadi disajikan dengan sangat
realistis, sehingga segala yang ada di hati anak muda keluar dan dapat dilihat
implementasinya dalam cerita, lukisan atau permainan. Hal ini juga membawa generasi muda
ke jurang kebobrokan moral
7. Kurangnya pembinaan untuk mengisi waktu luang (free time) dengan baik, dan hal ini
mengarah pada perkembangan moral. Kemerosotan moral generasi muda juga diperparah
dengan tidak dididiknya mengisi waktu luang dengan baik dan sehat. Masa muda adalah usia
imajinasi dan memimpikan hal-hal yang jauh. Ketika mereka tidak memiliki panduan tentang
bagaimana menghabiskan waktu mereka, mereka mengembangkan banyak lamunan dan
perilaku yang tidak sehat.
8. Tidak ada atau kurangnya tempat khusus bimbingan dan penyuluhan bagi anak- anak dan
pemuda-pemuda. Terakhir, perlu dicatat bahwa tidak ada pusat orientasi dan konseling yang
menerima anak-anak dan membimbing mereka ke cara berpikir yang sehat. Karena anak-anak
yang gelisah dan membutuhkan bimbingan hanya memiliki sedikit atau tidak ada tempat
untuk pergi, mereka pergi berkelompok dan bergabung dengan anak-anak lain yang juga
gelisah. Hal ini mengakibatkan pola perilaku yang kurang menyenangkan.
Fungsi Pendidikan Agama Dalam Pembentukan Kepribadian Anak-Anak
Mengetahui sebab-sebab mengapa anak berkepribadian buruk yang berujung pada
kemerosotan moral, sebagaimana diuraikan di atas, menunjukkan betapa pentingnya
pendidikan agama bagi anak-anak kita dan betapa besar bahaya kurangnya pendidikan
agama. Oleh karena itu, kita harus mencari cara untuk menjamin kepribadian anak yang kita
harapkan dapat menjadi warga negara yang mencintai bangsa dan tanah airnya, menciptakan
dan memelihara kedamaian dan kebahagiaan dalam masyarakat dan bangsa. di masa depan.
Keluarga memegang peranan yang sangat penting dalam pendidikan agama anak, terutama
dalam pembentukan kepribadian. Menurut M.I. Soelaeman (1978: 66), salah satu kewajiban
keluarga adalah kewajiban agama. Artinya, keluarga berkewajiban menginisiasi dan
mengajak anak serta anggota keluarga lainnya untuk hidup beragama. Untuk itu, orang tua
sebagai tokoh kunci dalam keluarga harus terlebih dahulu menciptakan suasana religius
dalam keluarga yang dapat dihayati oleh seluruh anggotanya, terutama anak-anaknya.
Pendidikan agama harus dimulai sejak dini, terutama dalam keluarga, sebab anak-anak pada
usia tersebut siap untuk menerima ajaran agama yang berkaitan dengan keimanan kepada
Allah tanpa harus menuntut dalil yang menguatkannya.Dalam pendidikan usia dini, ia juga
tidak berkeinginan untuk memastikan atau membuktikan kebenaran ajaran agama yang
diterimanya.
Dalam penanaman pendidikan agama di lingkungan keluarga yang harus diberikan kepada
anak-anak tidak terbatas kepada masalah ibadah seperti sholat, zakat, puasa, mengaji, tetapi
harus mencakup keseluruhan hidup, sehingga menjadi pengendali dalam segala tindakan.
Bagi orang yang menyangkan bahwa agama itu sempit, maka pendidikan agama terhadap
anak-anak dianggap cukup dengan memanggil guru ngaji ke rumah atau menyuruh anaknya
belajar mengaji ke madrasah atau ke tempat lainnya. Padahal yang terpenting dalam
penanaman jiwa agama adalah di dalam keluarga, dan harus terjadi melalui pengalaman
hidup seorang anak dalam keluarga. Apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan oleh aak sejak
ia kecil akan mempengaruhi kepribadiannya.
Di antara cara-cara praktis yang patut digunakan oleh keluarga untuk menanamkan semangat
keagamaan pada diri anak-anak adalah sebagai berikut:
a. Beri mereka contoh yang baik tentang kekuatan percaya kepada Tuhan dan mengikuti
ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna kapan saja..
b. Membiasakan mereka melakukan ritual keagamaan sejak kecil hingga penunaian itu
menjadi kebiasaan yang mendarah daging, mereka melakukannya dengan sukarela dan
merasa damai karena melakukannya.
c. Menyiapkan suasana agama dan spiritual yang sesuai di rumah di mana mereka berada.
d. Membimbing mereka untuk membaca dan merenungkan bacaan agama yang bermanfaat
Ciptaan Tuhan dan ciptaannya sebagai bukti keesaan sistem ciptaannya ini serta keberadaan
dan keagungannya.
e. Mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan dan kegiatan lainnya.
Fungsi Sosial Budaya Keluarga
Fungsi sosial budaya merupakan salah satu tugas keluarga yang berperan penting dalam
mendekatkan seluruh anggota keluarga dengan adat, kebiasaan, tradisi dan budaya
masyarakat. Sebagai lembaga terkecil dalam masyarakat, keluarga merupakan pintu pertama
dan terpenting yang melaluinya semua anggota keluarga dan anggota masyarakat memahami
cara, adat istiadat, tradisi dan budaya mereka masing-masing. Pemahaman ini diharapkan
dapat meningkatkan kesadaran dan kepedulian seluruh anggota keluarga untuk menjaga
kesejahteraan sosial budaya kita melalui upaya-upaya yang positif.
Karena keragaman budaya dan kepercayaan di Indonesia, rasa penghargaan Sosial budaya
menjadi begitu luas dan beragam sehingga menuntut peran pemerintah memberikan indikasi
dasar tentang nilai-nilai mana yang termasuk dalam kegiatan sosial budaya kemudian
diajarkan dan dipraktekkan dalam keluarga. Referensi yang menjadi dasar untuk memahami
fungsi Kajian ini dipublikasikan di Sosbud oleh Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana (BKKBN) tahun 2013. Ada enam nilai yang menjadi bagian dari kegiatan sosial
budaya. di bawah,
a.Toleransi
Sikap saling menghargai melalui adanya pengertian untuk menjunjung tinggi kedamaian
merupakan karakter utama dari toleransi (Tillman, 2004 dalam Supriyanto & Wahyudi,
2017). Penanaman nilai ini sangat penting agar nantinya anak dapat tumbuh berdampingan
dengan banyak perbedaan di masyarakat.
b. Gotong royong
Gotong royong merupakan suatu bentuk kerjasama secara nyata yang dilakukan dalam
masyarakat (Bintari & Darmawan, 2016). Penerapan nilai gotong royong dapat diajarkan
dari rumah melalui interaksi antara orangtua dan anak dengan mengedepankan rasa
menolong tanpa meminta imbalan atau tanpa pamrih.
c. Sopan santun
Individu yang baik adalah indvidu yang memiliki sopan santun dan tata krama. Sopan
santun merupakan sikap lemah lembut dengan tujuan untuk menghormati orang lain
(BKKBN, 2013). Setiap orangtua tentu ingin anak-anaknya memiliki sifat tersebut namun
nyatanya penerapan sifat ini tidak bisa sebentar dan perlu dicontohkan atau diajarkan agar
melekat pada anak.
d. Kebersamaan dan kerukunan
Kebersamaan dalam keluarga merupakan suatu cara untuk meningkatkan kualitas
hubungan. Dengan seringnya interaksi bersama dapat menimbulkan kesepahaman dan
pengertian satu sama lain begitu pula yang ada dalam keluarga, baik interaksi antara
orangtua dan anak ataupun antara anak (BKKBN, 2013). Kebersamaan dan kerukunan di
dalam rumah menciptakan kehangatan dan kenyamanan dalam berkomunikasi antar
anggota keluarga.
e. Kepedulian
Kepedulian sosial budaya adalah suatu upaya untuk saling menghormati dan menghargai
perbedaan yang ada baik pada diri individu seperti sifat, watak, atau karakter maupun
dalam hidup bermasyarakat di Indonesia yang kental dengan keaneka ragaman budayanya
(BKKBN, 2013). Rasa kepedulian akan membangkitkan nilai-nilai baru seperti rasa
kekeluargaan dan kesetiakawanan.
Dafpus:
*Bahri, Syamsul, and Iqbal Amar Muzaki. "Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga
Dan Masyarakat." Al Yasini: Jurnal Keislaman, Sosial, Hukum Dan Pendidikan 6.2 (2021):
149-149.
*Hamzah, Nur. "Pendidikan agama dalam keluarga." At-Turats 9.2 (2015): 49-55.
*Rufaedah, Evi Aeni. "Peranan pendidikan agama dalam keluarga terhadap pembentukan
kepribadian anak-anak." Counselia; Jurnal Bimbingan Konseling Pendidikan Islam 1.1
(2020): 8-25.
*Ashria, Eliffa, and Maulana Rezi Ramadhana. "TRANSMISI NILAI ANTAR GENERASI
KELUARGA DALAM PENERAPAN FUNGSI SOSIAL BUDAYA (Studi pada Orangtua
dan Anak Keluarga Budaya Jawa di Yogyakarta)." eProceedings of Management 7.2 (2020).
*Kependudukan, Badan, and Keluarga Berencana Nasional. "Penanaman dan Penerapan
Nilai Karakter Melalui 8 Fungsi Keluarga." Jakarta: Direktorat Bina Keluarga Balita dan
Anak (2017).

Anda mungkin juga menyukai