Anda di halaman 1dari 22

“MAKALAH”

PENATALAKSANAAN EFEK SAMPING OBAT

PENYAKIT AIDS

( Acquired Immune Deficiency Syndrome)

OLEH :

1. HEPPY NUR DIANA AGUSTIN 72021050295


2. NIKE AGUSTIEN MOCH.YUNUS 72021050296
3. ASRI WINDRATI 72021050298
4. MUTIANA 72021050304
5. SINDI INDIASTUTI 72021050305
6. ARUMAWATI 72021050311

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Pada tahun 1981, beberapa pengamat melaporkan kejadian infeksi
oportunis yang disebabkan oleh mikroba patogen intraseluler dan kanker yang
jarang yaitu sarcoma Kaposi, pada populasi terbatas secara epidemiologi.
Penyakit ini pertama dilaporkan pada pertengahan tahun 1979 dan ditandai
oleh cacat imun yang menyeluruh, disebut sindrom imudefisiensi didapat
(AIDS).
Mendengar kata virus membuat orang berfikir tentang hal yang
membahayakan seperti wabah ataupun penyakit yang mematikan, apalagi
HIV/AIDS. Virus ini menyerang kekebalan/ imunitas seseorang sehingga
ketika orang tersebut terkena HIV tubuhnya tidak dapat melawan infeksi
walaupun hanya sesederhana virus influenza.

Permasalahan HIV ini merupakan persoalan kesehatan masyarakat


yang sangat penting dibeberapa negara, termasuk Indonesia dan bahkan
memiliki implikasi yang bersifat internasional. Banyak orang menganggap
bahwa HIV adalah penyakit yang menyebabkan penderitanya harus diisolasi
dan dijauhkan dari kontak fisik apapun. Karena, Pada mulanya kasus ini
dilaporkan pada homoseksual aktif dan penyalah guna obat intravena.
Selanjutnya orang yang mendapat transfusi darah atau terapi komponen
darah, anak-anak yang dilahirkan dari ibu penyalah guna obat intravena atau
wanita psk dan kontak seksual antara laki-laki biseksual dan pengguna obat
yang kemudian di identifikasi mempunyai cacat dan manifestasi klinik yang
sama. Banyak orang dengan AIDS kemudian menderita penyakit prodormal
yang lamanya bervariasi ditandai oleh demam, limfadenopati generalisata,
malaise, kehilangan berat badan, sariawan dan diarea. Sindrom prodromal ini
disebut kompleks terkait-AIDS ( AIDS-related Complex = ARC ). ( Shulman,
stanfordt : 420 )

2
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui HIV dan AIDS
2. Untuk mengetahui penyebab penyakit HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui gejala penyakit HIV/AIDS
4. Untuk mengetahui proses penyebaran HIV/AIDS
5. Untuk mengetahui perkembangan penyakit HIV/AIDS di Indonesia
6. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penanganan HIV/AIDS
7. Untuk mengetahui ARV

C. Rumusan masalah
1. Apa itu HIV/AIDS?
2. Apa penyebab penyakit HIV/AIDS?
3. Apa gejala penyakit HIV/AIDS?
4. Bagaimana proses penyebaran penyakit HIV/AIDS?
5. Bagaimana perkembangan penyakit HIV/AIDS di Indonesia?
6. Bagaimana cara mencegah dan menangani HIV/AIDS?
7. Bagaimana penatalaksana pengobatan ARV?
8. Apa yang harus dilakukan oleh Petugas jika klien merasakan efek
samping ketika memulai pengobatan ARV?

3
BAB II
LANDASAN HUKUM

1. Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia No: 72/Menkes/Inst/Ii/1988


tentang Kewajiban Melaporkan Penderita Dengan Gejala AIDS Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
145/MENKES/II/1988 tentang Persetujuan Tindakan Medik Menteri
Kesehatan Republik Indonesia.
3. Undang-undang RI nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.
4. PP Nomor 6 tahun 204 tentang Kesehatan Reproduksi Pro Liberalisasi.
5. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 36 Tahun 1994 tanggal 30 Mei 1994
tentang Komisi Penanggulangan AIDS.
6. Dalam pasal 4 UU Kesehatan No. 36/2009 dinyatakan bahwa setiap orang
berhak atas kesehatan.
7. Pasal 7 UU Kesehatan bahwa setiap orang berhak mendapatkan informasi dan
edukasi tentang kesehatan serta informasi tentang data kesehatan dirinya
termasuk tindakan dan pengobatan atas dirinya pada pasal 8.

4
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Pengertian HIV/AIDS
Human Immunodeficiency Virus atau yang sering dikenal dengan HIV
adalah virus yang bisa menyebabkan suatu kondisi yang disebut AIDS. Virus
ini hidup dalam cairan tubuh seperti darah, air mani, dan cairan vagina. Virus
ini memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus
ini akan menjadi rentan terhadap infeksi opertunistik ataupun mudah terkena
tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa
disembuhkan.

HIV sendiri adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ


vital sistem kekebalan manusia seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag,
dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak
langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat
berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya
menyusut sampai kurang dari 200 per mikroliter darah, maka kekebalan di
tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS.
Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis kemudian timbul
gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS yang diidentifikasi dengan
memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau yang sering dikenal dengan


AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya
sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-
virus lain yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV,dll). Gejala AIDS
sangat terkait dengan infeksi yang seseorang alami sebagai akibat dari
kerusakan sistem imun.

5
B. Penyebab penyakit HIV/AIDS
Penyebab disfungsi imun yang membawa kepada AIDS adalah infeksi
dengan retrovirus, virus imunodifisiensi manusia tipe 1 atau 2. Retrovirus ini
berhubungan dengan sejumlah retrovirus primata yang menyebabkan
sindrom. HIV-1 adalah virus yang pertama dikenali dan diisolasi. Analisis
genetic menunjukkan bahwa HIV- 1 dan HIV-2 sangat terkait dengan
kelompok lentivirus dari retrovirus dan dengan consensus nama virus
imunodefisiensi diberikan untuk virus manusia baru ini.

C. Gejala penyakit HIV/AIDS


Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia No:
72/Menkes/Inst/Ii/1988 tentang Kewajiban Melaporkan Penderita Dengan
Gejala AIDS Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Kebanyakan seseorang yang terkena ataupun terinfeksi HIV/AIDS
memiliki gejala yang ada pada deretan frekuensi menurun, yaitu sebagai
berikut :
1. Mual, muntah, diare
Orang yang dinyatakan positif terkena penyakit HIV/AIDS
akan mengalami diare secara terus-menerus dengan disertai mual
dan muntah.

6
2. Nyeri otot
Penderita HIV/AIDS akan mengalami nyeri pada bagian
ototnya yang terasa tidak normal dan tidak biasa karena nyeri ini
disebabkan oleh peradangan yang terjadi pada kelenjar getah
bening.

3. Ruam kulit
Ruam kulit merupakan salah satu tanda awal yang akan
terjadi pada penderita HIV/AIDS yaitu dengan timbulnya jerawat,
bisul yang timbul secara tiba-tiba.

4. Penurunan berat badan


Salah satu gejala yang paling sering dialami penderita
HIV/AIDS yaitu penurun berat badan secara drastis dan tiba-tiba.

7
5. Batuk kering
Penderita HIV/AIDS akan mengalami batuk yang tidak
kunjung sembuh dan menjadi semakin parah. Hal ini terjadi karena
virus HIV/AIDS sudah menyerang kekebalan tubuh dan menyerang
sel-sel lain yang ada didalam tubuh.

6. Demam
Demam juga tanda awal seseorang terkena HIV/AIDS.
Bahkan penderita akan berkeringat pada malam hari walaupun
cuaca sedang dingin. Biasanya penderita juga akan mengalami
sakit pada bagian tenggorokan.

7. Perubahan pada kuku


Biasanya penderita HIV/AIDS akan mengalami perubahan
pada kukunya menjadi sedikit lebih tebal dan melengkung, bahkan
akan mengalami perubahan pada warna kukunya.

8
8. Limfadenopati
Adanya pembekakan pada kelenjar limfe merujuk pada
ketidak normalan kelenjar getah bening dalam ukuran, konsistensi
atau pun jumlahnya.

9. Hepatomegaly
Terjadinya pembesaran ukuran organ hati yang melebihi
ukuran normalnya.

10. Splenomegaly
Pembesaran limpa akibat proliferasi limfosit dalam limpa
karena infeksi di tempat lain tubuh.

9
D. Proses penyebaran HIV/AIDS
Pada dasarnya HIV adalah virus yang dapat menular dari satu orang ke
orang yang lainnya. Berikut beberapa cara penularan HIV/AIDS :
1. Hubungan seksual (Kontak Seksual)
Menurut Irianto (2014:467) berbagai aktivitas seksual
memberikan resiko penularan HIV yang berbeda-beda. Berdasarkan
urutan kemungkinan resiko penularan HIV dari paling tinggi sampai
yang terendah pada berbagai aktivitas seksual yaitu dengan
Receptive anal intercouse, Receptive vaginal intercouse, Insertive
vaginal intercouse, Insertive anal intercouse, Oral contact, Sexual
intercouse with condom, Wet kissing or deep/ tongue kissing.
2. Kontak Darah dengan Darah (Transfusi Darah)
HIV terdapat didalam darah, setiap kontak dengan darah yang
terinfeksi HIV berpotensi menyebabkan infeksi. Metode infeksi
yang paling umum adalah melalui berbagi peralatan injeksi diantara
pengguna obat terlarang yang diinjeksikan (French, 2015:66).
3. Penularan Kepada Janin dari Ibu Penderita AIDS
HIV dapat ditularkan dari Ibu ke bayinya, baik sebelum atau
selama kelahiran dan ketika menyusui. Semua Ibu hamil dianjurkan
untuk melakukan pemeriksaan HIV untuk mempermudah
pencegahan virus dari Ibu ke anak apabila Ibunya dinyatakan positif
mengidap HIV.
4. Pengguna NAPZA dengan jarum suntik
Apabila seseorang menggunakan jarum suntik untuk keperluan
yang menyimpang seperti penggunaan narkotika dan sejenisnya
apalagi digunakan secara bergantian dengan orang lain, maka salah
satu diantara orang yang menggunakan jarum suntuk tersebut
memiliki resiko terkena penyakit ataupun tertular HIV/AIDS.

10
E. Perkembangan penyakit HIV/AIDS di Indonesia
Walaupun agama dan budaya indonesia tidak permisive terhadap
hubungan seks diluar nikah, dalam kenyataannya penularan melalui hubungan
seksual meningkat dihampir semua provinsi. Dari hasil penilitian perilaku
diketahui bahwa lebih dari separuh laki-laki dari kelompok tertentu baik yang
sudah menikah maupun belum menikah, pernah berhubungan seks dengan
wanita penjaja seks dalam tahun terakhir. Dalam hubungan ini sembilan
diantara sepuluh orang tidak selalu menggunakan kondom, dan angka ini
merupakan yang terendah di bandingkan dengan negara Asia lainnya. Dengan
perilaku berisiko ini laki-laki dapat tertular ataupun menularkan HIV kepada
pasangannya, istrinya selanjutnya kepada bayinya. Angka kejadian infeksi
HIV pada ibu hamil dari survei di propinsi Riau dan Papua adalah 0,35% dan
0,25%. Namun dari hasil testing sukarela pada ibu hamil di DKI Jakarta
ditemukan infeksi HIV sebesar 2, 86%. Dalam kelompok wanita penjaja seks
kecenderungan meningkat dibeberapa provinsi misalnya Papua, Riau dan
Jawa Barat angka infeksi sudah diatas 5%. Di kota Besar seperti Jakarta,
Surabaya walaupun masih dibawah 5% tetapi terlihat meningkat pula pada
dua tahun terakhir ini.
Angka kejadian infeksi HIV pada kelompok pengguna NAPZA suntik
meningkat dari tahun ke tahun misalnya di Jakarta dari 15% dua tahun yang
lalu sudah menjadi 47% pada awal tahun 2002.
Jumlah kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sampai dengan 2001
berjumlah 671 dan 1904 HIV. Dilihat dari jenis kelamin, sebagian besar
AIDS (79,1%) terdapat pada laki-laki dan 20.9% pada perempuan. Bila di
lihat menurut kelompok umur, 94% mengenai usia 15-49 tahun (umur seksual
aktif), dimana 73% menyerang usia 20-39 tahun. Dari cara penularan, 68%
terjadi melalui hubungan seksual, dan 20,3% terjadi pada pengguna NAPZA
suntik.
Dari pengalaman beberapa negara seperti Thailand dan Cambodia
sudah jelas tindakan apa yang harus dilakukan, yaitu dengan promosi
penggunaan kondom bagi mereka yang berperilaku risiko tinggi dan

11
pengurangan dampak buruk bagi penggunaan NAPZA suntink. Kegiatan ini
sebenarnya mudah tapi sering mengalami hambatan karena tidak ad dukungan
politik dari pengambilan keputusan baik dari politik, tokoh agama dan
masyarakat. Hasil ini berhasil dengan adanya komitmen politik yang kuat dari
pemimpin semua tingkat. Dari negara lain bis adilihat bila tidak didukung
dengan kepemimpinan yang kuat, epidemi akan bertamabah besar seperti
negara yang cukup kaya Afrika Selatan dan Bostwana, dimana satu orang
dewasa diantara empat orang terkena infeksi HIV, padahal penyakit dapat
dicegah dengan metode yang sangat sederhana.

F. Cara Mencegah dan Menangani HIV/ AIDS


Ditinjau dari Undang-undang RI nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular agar penyebaran HIV/AIDS tidak semakin luas maka perlu
dilakukan tindakan pencegahan pada orang yang belum tertular dan
penanganan pada orang yang telah tertular.
Cara mencegah HIV/AIDS:
1. Pencegahan secara khusus dapat dilakukan melalui pencegahan diri
sendiri, dan anggota keluarganya dari serangan penyakit AIDS.
Pencegahan terhadap diri sendiri dilakukan, antara lain :
a. Hubungan seksual hanya dengan istri sendiri, dan menghindarkan
hubungan seksual di luar nikah.
b. Menggunakan alat kontrasepsi saat berhubungan seksual.
c. Menghindari hubungan seksual bila sedang mengalami luka pada
alat kelamin serta menghindari penggunaan alat-alat tertentu saat
berhubungan seksual yang mungkin saja dapat menimbulkan luka.
d. Menghindari penyalahgunaan narkotika terutama yang
menggunakan suntikan.
e. Menghindari penggunaan pisau cukur, gunting kuku, atau sikat gigi
milik orang lain, karena alat-alat tersebut mungkin saja
mengandung virus HIV.

12
f. Mengadakan pemeriksaan darah untuk mengetahui apakah
mengidap virus HIV atau tidak.
2. Pencegahan dari serangan penyakit AIDS terhadap anggota keluarga,
antara lain :
a. Setiap orang tua harus menjaga diri dari perbuatan yang
memungkinkan tertular virus HIV.
b. Ibu yang sedang hamil agar melakukan pemeriksaan kesehatannya
dengan rutin untuk menjaga diri dari kemungkinan terinfeksi virus
HIV.
c. Menjaga kesehatan anak, terutama balita yang belum mempunyai
daya tangkal kuat terhadap penyakit, terutama penyakit AIDS.
d. Mendidik dan membimbing anaknya agar tidak berperilaku yang
memungkinkan tertular penyakit AIDS seperti seks bebas dan
penggunaan narkotika. ( Zuhroni, dkk, 2013 : 278 ).
e. Apabila seseorang telah terkena atau terjangkit penyakit AIDS,
hendaknya menjaga diri agar penyakit tersebut tidak menular
kepada orang lain, dengan cara tidak melakukan hubungan seksual,
donor darah, tidak melahirkan dan menyusui anak. Hal ini erat
kaitanya dengan Instruksi Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No: 72/Menkes/Inst/Ii/1988 tentang Kewajiban Melaporkan
Penderita Dengan Gejala AIDS Menteri Kesehatan Republik
Indonesia.
f. Bagi seseorang wanita yang sudah positif terkena AIDS di
sarankan tidak hamil lagi.
g. Diusahakan agar pasangan suami istri selalu dapat menciptakan
rumah tangga yang rukun dan menjauhi dari hal-hal yang dapat
menimbulkan perselingkuhan.
3. Pencegahan menurut ketetapan pemerintah untuk ancaman HIV/AIDS:
a. Memperkuat keterbukaan dan keterlibatan masyarakat dalam
melawan diskriminasi dan stigmatisasi HIV/AIDS.
b. Memperkuat srategi penanggulangan HIV/AIDS.

13
c. Melakukan reformasi kebijakan sosial untuk mengurangi
kerentanan terhadap HIV/AIDS.
d. Menyusun rencana strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS.
e. Memberikan informasi tentang bahaya HIV/AIDS sesuai Pasal 7
UU Kesehatan bahwa setiap orang berhak mendapatkan informasi
dan edukasi tentang kesehatan serta informasi tentang data
kesehatan dirinya.

Cara menangani HIV/AIDS:

1. Dengan memakai obat:


a. NRTI(nucleotide reverce transcribtase inhibitor) merupakan obat
anti retrofrilar menangani infeksi HIV dengan menghambat
replikasi HIV.
b. NNRTI(non nucleotide reverce transcribtase inhibitor) merupakan
salah satu golongan ARV yang bekerja pada tahap replikasi virus.
Obat ini dapat memrperlambat kecepakatan sintesis DNA HIV atau
menghambat replikasi virus.
c. PI(Protease inhibitor) merupakan obat yang menghambat enzim
protease sehingga bila kegiatan protease dihambat, virus yang baru
yang matang tidak dapat dibuat.
d. Fusion inhibitor ialah obat untuk melindungi sel dari infeksi oleh
HIV melalui pencegahan pengikatan virus pada sel dan menembus
selaput yang melapisi sel.
2. Rehabilitasi dan mendekatan diri kepada Tuhan YME.

H. ARV

Penderita HIV/AIDS memerlukan pengobatan dengan Antiretroviral

(ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh agar tidak masuk

ke dalam stadium AIDS serta untuk mencegah terjadinya infeksi oportunistik

14
dan komplikasinya (Kemenkes RI, 2014). Pasien yang mendapat pengobatan,

harus patuh dalam mengkonsumsi obat ARV seumur hidup, tepat waktu dan

disiplin.

Kepatuhan minum obat pada klien HIV/AIDS meliputi ketepatan dalam

waktu, jumlah, dosis, serta cara individu dalam mengkonsumsi obat

pribadinya. Ketidakpatuhan dalam pelaksanaan terapi akan menurunkan

efektivitas kerja obat ARV bahkan meningkatkan resistensi virus dalam tubuh

(Djoerban, 2010). Kepatuhan adalah hal yang mutlak dimiliki dan dilakukan

oleh penerima ARV sebagai bentuk perilaku mencegah resistensi dan upaya

memaksimalkan manfaat terapi serta mengurangi kegagalan pengobatan.

Kegagalan pengobatan dapat terjadi karena ketidakteraturan dari klien minum

obat atau adherence yang buruk dari orang dengan HIV AIDS (ODHA).

1. PENATALAKSANAAN EFEK SAMPING OBAT ARV

Apa yang harus dilakukan Petugas jika klien takut memulai pengobatan ARV

karena khawatir dengan efek samping?

1. Petugas bisa menjelaskan kepada klien bahwa semua obatobatan memiliki

efek samping, bahkan obat-obatan herbal sekalipun.

2. Petugas meyakinkan klien bahwa Dokter memiliki beberapa pilihan obat

bagi orang dengan HIV. Jika klien dak cocok dengan jenis obat tertentu

maka dengan segera Dokter akan menggan dengan jenis obat yang lain

untuk menghindari/mengurangi efek samping sehingga klien dak perlu

takut berlebihan dengan efek samping

15
3. Petugas dapat memberikan penjelasan kepada klien bahwa dengan pilihan

obat ARV yang baru (TLD), efek samping sangat jarang terjadi.Petugas

juga bisa menceritakan pengalaman langsung yang dialami pada saat baru

memulai terapi, apa efek samping yang dialami, apakah masih dalam tahap

wajar; dan seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk kembali merasa

normal tanpa merasakan efek samping berlebihan.

4. Petugas menyampaikan ke klien bahwa dak semua orang mengalami efek

samping. Efek samping mbul dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain

adalah kondisi kesehatan, jenis obat yang dikonsumsi, cara minum obat

dan lain sebagainya.

5. Petugas menyampaikan jika klien mengalami efek samping, umumnya

hanya bersifat sementara; dukungan Petugas akan terus dilakukan

termasuk menemani konsultasi ke dokter jika efek samping berlanjut.

2. Apa yang harus dilakukan oleh Petugas jika klien merasakan efek samping

ketika memulai pengobatan ARV?

1. Jika klien merasakan efek samping keka memulai pengobatan ARV, maka

petugas Jangan Panik

2. Berikan informasi yang baik dan lengkap mengenai pengobatan ARV; apa

manfaatnya, bagaimana cara kerjanya, dan efek samping apa yang

mungkin terjadi. Kaji efek samping yang dirasakan, jika klien merasakan

efek samping ringan seper mual, sakit kepala, atau pusing mungkin bisa

16
diatasi dengan minum air hangat, cukup israhat, atau mengkonsumsi obat

mual dan obat pusing.

3. Jika efek samping yang dirasakan lebih dari itu dan terasa berat (misalnya

muncul bercak-bercak kemerahan di kulit pada seluruh badan atau ruam

kulit seper melepuh disertai demam, dll) maka anjurkan klien untuk segera

konsultasi kepada Dokter yang merawat dan dampingi klien jika

memungkinkan!

3. Bentuk Obat ARV yang tersedia

Terdapat dua macam bentuk ARV yaitu dalam bentuk obat Kombinasi

Dosis Tetap (KDT) atau disebut juga Fixed-Dose Combinaon (FDC) dan

obat tunggal (lepasan).

Obat Kombinasi Dosis Tetap (KDT) atau Fixed-Dose Combinaon (FDC) ada

yang mengandung 3 jenis obat maupun 2 jenis obat :

– FDC yang mengandung 3 jenis obat, misalnya :

• FDC TLD yang mengandung Tenofovir + Lamivudine + Dolutegravir

• FDC TLE yang mengandung Tenofovir + Lamivudine + Efavirenz

– FDC yang mengandung 2 jenis obat, misalnya :

• FDC Zidovudine + Lamivudine

• FDC Tenofovir + Emtricitabine

17
Obat tunggal (lepasan) yang hanya mengandung 1 jenis obat ARV,

misalnya :

– Tenofovir

– Efavirenz

– Lamivudine

– Nevirapine

– Dolutegravir

– Rilpivirine

Penatalaksanaan efek samping obat ARV

1. Efek samping (Dolutegravir):

• Sakit kepala

• Gangguan dur/ insomnia

• Mual

• Pertambahan berat badan

2. Efek samping TLE :

• Gangguan pada Sistem Saraf Pusat (seper mimpi buruk, depresi,

kebingungan, halusinasi, pusing atau keliyengan)

• Mual

• Gangguan fungsi hati

• Ginekomasa (pembesaran payudara pada pria)

• Naiknya kadar lemak dalam darah

18
3. Efek samping (TDF) :

• Gangguan fungsi ginjal

• Berkurangnya kepadatan tulang

• Mual

4. Efek samping (Zidovudine) :

• Kurang darah (anemia)

• Gangguan pada saluran cerna (mual, muntah)

• Nyeri otot, sakit kepala

5. Efek samping Tenovir :

• Gangguan fungsi ginjal

• Berkurangnya kepadatan tulang

• Mual

6. Efek samping Abacavir :

• Ruam kulit

• Sakit Kepala

• Mual

• Muntah

7. Efek samping lamivudine : sakit kepala (jarang terjadi)

8. Efek samping dolutegravir:

• Sakit kepala

• Gangguan dur/ insomnia

• Mual

• Pertambahan berat badan

19
9. Efek samping efavirens :

• Gangguan pada Sistem Saraf Pusat (seper mimpi buruk, depresi,

kebingungan, halusinasi, pusing atau keliyengan)

• Gangguan fungsi hati

• Ginekomasa (pembesaran payudara pada pria)

• Naiknya kadar lemak dalam darah

10. Efek samping nevirapine :

• Gangguan fungsi hati

• Ruam kulit

11. Efek samping lovinapir :

• Diare, mual, muntah

• Naiknya kadar lemak dalam darah (dislipidemia)

• Gangguan fungsi hati

20
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa HIV atau Human
Immunodeficiency Virus adalah virus yang bisa menyebabkan suatu
kondisi yang disebut AIDS dan AIDS sendiri adalah sekumpulan gejala
dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang
menyerang spesies lainnya.
HIV dapat memperkuat atau memperbanyak diri dalam tubuh manusia
dengan mengedarkan virusnya dalam aliran darah. Virus ini juga dapat
ditransmisikan dari satu manusia ke manusia lain dengan cara hubungan
seksual (kontak seksual), kontak darah dengan darah, dan penularan
kepada janin dari ibu penderita AIDS.
2. Saran
Agar tidak terkena HIV/ AIDS dan menambah penyebaranya,
masyarakat harus memperkuat iman dengan meningkatkan ketaqwaan
kepada Tuhan YME, menghindari seks bebas, penggunaan NAPZA
dengan alat injeksi, dan penggunaan tato di sembarang tempat.
Setelah mengetahui apa itu HIV/AIDS, bagaimana penyebarannya,
dan penanggulangannya, sebagai individu yang sehat tidak boleh
mengucilkan seorang penderita HIV/ AIDS karena penderita tidak hanya
memerlukan pemulihan tapi juga dukungan moral.

21
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

French, Kathy. 2015. Kesehatan Seksual. Jakarta : Bumi Medika.

Irianto, Koes. 2014. Seksologi Kesehatan. Bandung : Alfabeta CV.

Shulman, Stanford T.. 1994. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi.

Jogjakarta : Gajah Mada University Press.

Sidang Kabinet Sesi Khusus HIV/AIDS. 2002. Penanggulangan HIV/AIDS di

Indonesia. ___:___.

22

Anda mungkin juga menyukai