Anda di halaman 1dari 5

Menggagas Solusi Masalah Kerusakan Lingkungan Pesisir Dan

Laut Dusun Lala


Laut adalah sebuah kawasan perairan asin yang memiliki cakupan yang luas yang
dikelilingi secara menyeluruh atau sebagian oleh daratan. Laut juga bisa dikatakan
sebagai sistem perairan samudera berair asin yang saling terhubung di Bumi. Laut
memiliki peran penting dalam siklus air, siklus karbon, dan siklus nitrogen. Karena
adanya siklus ini maka terdapat beraneka ragam kehidupan seperti tumbuhan laut,
hewan laut dan biota laut lainnya yang hidup di dalam lautan atau dasar lautan.
Kehidupan biota laut ini banyak terdapat didalam laut atau perairan laut dangkal dan
tembus cahaya matahari pada siang hari. Salah satu perairan laut yang memiliki
keragaman biota laut yaitu di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Wilayah pesisir memiliki arti yang penting bagi masyarakat pada umumnya dan
khususnya masyarakat nelayan. Wilayah pesisir yang masih terjaga kelestarianya bisa
dikembangkan menjadi obyek wisata bahari karena keindahannya. Obyek wisata yang
bisa dikembangkan yaitu obyek wisata mangrove karena pada umumnya wilayah
pesisir memiliki hutan mangrove yang subur. Selain itu obyek wisata diving atau
snorkling yakni menikmati keindahan biota-biota laut yang hidup didasar perairan
juga dapat dikembangkan.
Wilayah pesisir dan laut yang masih lestari memiliki potensi perikanan yang
melimpah. Hal ini disebabkan karena rumah-rumah atau terumbu karang tempat ikan
bertelur dan berkembang biak masih terjaga begitu pula dengan biota lainnya. Jika
kelestarian perairan laut dapat terus terjaga dan dikelola secara berkelanjutan dapat
menunjang perekonomian masyarakat pesisir yang pada umumnya berprofesi sebagai
nelayan secara turun temurun. Namun sebaliknya jika potensi pesisir perairan laut
tidak dikelola secara berkelanjutan maka tidak akan menunjang kehidupan ekonomi
masyarakat pesisir (nelayan) secara turun temurun, karena potensi yang dimiliki akan
habis atau punah sehingga tidak akan dinikmati lagi oleh anak cucu di masa
mendatang.
Selain menunjang perekonomian masyarakat, perairan pesisir yang memiliki terumbu
karang atau bebatuan laut yang masih baik dapat mencegah terjadinya abrasi karena
saat gelombang besar melewati bebatuan laut atau terumbu karang, gelombang besar
tersebut akan terpecah menjadi gelombang-gelombang kecil yang menuju pantai.
Lala merupakan suatu kampung atau dusun tertua yang ada di pulau Bangkurung Kec.
Bangkurung Kabupaten Banggai Laut Provinsi Sulawesi Tengah. Dusun Lala adalah
salah satu dusun dari desa Lantibung yang merupakan Ibukota Kecamatan
Bangkurung. Masyarakat Dusun Lala pada umumnya berprofesi sebagai nelayan
seperti halnya masyarakat yang tinggal di pulau Bangkurung pada umumnya. Hal ini
dikarekan pulau Bangkurung memiliki wilayah perairan yang luas dan gugusan pulau-
pulau kecil yang indah. Perairan laut Pulau Bangkurung dipenuhi dengan beraneka
ragam biota laut seperti ikan, bebatuan laut, terumbu karanga dan masih banyak lagi
jenis biota lainnya. Lingkungan perairan laut dan gugusan pulau yang indah
menjadikan pulau Bangkurung khususnya dusun Lala mulai dikembangkan untuk
dijadikan sebagai obyek wisata bahari.
Masyarakat nelayan yang ada di dususn Lala menggantungkan hidupnya pada
pendapatan harian dari hasil melaut. Dalam melakukan aktifitas penangkapan ikan
setiap harinya terkadang mendapatkan banyak hasil tangkapan, terkadang juga sedikit
dan bahkan tidak ada sama sekali. Untuk menunjang kebutuhan hidup sehari-hari
mereka juga menanam singkong, keladi dan jenis umbi-umbian lainnya. Mereka
menanam tanaman umbi-umbian untuk persiapan saat tidak memiliki penghasilan
tetap untuk membeli beras, khususnya pada saat musim paceklik (musim angin
kencang).
Seiring perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagian
masyarakat dusun Lala mulai menyadari akan pentingnya pendidikan. Sehingga
masyarakat nelayan tersebut mulai berbondong-bondong melanjutkan pendidikan
anak-anaknya sampai menjadi sarjana dengan harapan agar kelak masa depan mereka
lebih baik. Untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,
para nelayan mencari jalan pintas untuk mendapatkan hasil yang lebih. Salah satunya
dengan menggunakan alat penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan yaitu
dengan alat peledak bom ikan.
Tidak semua nelayan di Dusun Lala menangkap ikan dengan menggunakan bom ikan.
namun hanya beberapa orang saja. Selain masyarakat dusun Lala itu sendiri, ada juga
pelaku dari desa-desa tetangga seperti desa Kalupapi. Alasannya pun sama yaitu untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan biaya pendidikan anak. Mayoritas dari penduduk
Desa Kalupapi adalah Suku Bajo yang menggantungkan hidupnya di laut. Mereka
tidak punya lahan untuk berkebun atau untuk pekerjaan alternatif lainnya. Kecuali
mereka yang telah menjadi pegawai Negeri Sipil (PNS) atau sudah sukses dalam
hidupnya kemudian membangun usaha sehingga tidak melaut lagi.
Jika kita melihat keadaan seperti ini dan tidak ada penanganan yang serius dari
pemerintah setempat, maka pelan tapi pasti akan berdampak terjadinya kerusakan
lingkungan perairan laut secara meluas. Karena penggunaan bahan peledak (bom)
bukan hanya merusak terumbu karang namun semua biota laut yang ada di sekitarnya
akan ikut mati, termasuk benih-benih ikan. Dan bilamana hal ini terjadi secara terus
menerus akan mengancam pengembangan obyek wisata bahari di Dusun Lala. Karena
dalam konsep wisata bahari yang menjadi pusat objek wisatanya adalah mencakup
keindahan pantai, biota-biota perairan seperti hewan-hewan laut, tumbuhan laut,
bebatuan laut dan terumbu karang.
Belum lagi banyak terdapat kasus-kasus lainnya yang berada di luar perairan laut
dusun Lala. Kerusakan yang diakibatkan oleh penggunaan bahan peledak (bom) ini
sudah dirasakan oleh masyarakat. Keluhan yang keluar dari sebagian masyarakat
dusun Lala yaitu saat melakukan aktifitas pemancingan untuk ikan untuk konsumsi,
butuh waktu yang lama untuk bisa mendapatkan ikan jika dibandingkan dengan tahun-
tahun sebelumnya.
Selain akibat kerusakan terumbu karang serta biota-biota lainnya yang disebabkan
oleh penggunaan bahan peledak (bom), pemanfaatan/penebangan pohon bakau
disekitar perairan dusun Lala pun makin meluas. Pohon bakau yang dulunya hijau dan
padat disepanjang pinggiran perairan dusun Lala, kini terlihat jarang dan tampak
gersang.
Pemerintah Kabupaten Banggai Laut telah berupaya mencegah dan melarang aktifitas
pemboman ikan termasuk penebangan liar hutan bakau. Pencegahan dan pelarangan
ini sudah cukup tegas, yakni dengan melakukan penangkapan bagi pelaku oleh aparat
kepolisian. Namun upaya ini seakan sia-sia karena tidak memberikan efek jera para
pelaku pemboman. Hal ini dikarekanan tuntutan biaya hidup keluarga dan biaya
pendidikan anak yang terus mendesak.
Selanjutnya sebagai bagian dari sistem untuk bisa mewakili setiap wilayah perairan
laut disetiap daerah, melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Banggai Laut dibentuk
suatu tim yang namanya POKMASWAS. Kelompok Masyarakat Pengawas
(POKMASWAS) yang diatur menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 58 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Pengawasan Masyarakat
dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan.
POKMASWAS adalah sekelompok masyarakat yang melakukan pengawasan terhadap
berlangsungnya pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan yang ditempatkan
ditiap-tiap daerah.
Tujuan di bentuknya POKMASWAS yaitu untuk membantu pemerintah daerah dalam
hal pengawasan perairan laut di sekitar wilayah Kabupaten Banggai Laut. Tugas
mereka adalah memantau, memberikan peringatan bagi nelayan agar tidak melakukan
pemboman atau aktifitas lainnya yang dapat merusak lingkungan perairan laut.
Upaya ini hampir berhasil karena aktifitas pemboman mulai berkurang, namun
muncul masalah lain dengan terjadinya bentrok antara petugas POKMASWAS dan
Masyarakat nelayan pelaku pemboman. Masyarakat nelayan pelaku pemboman
mengeluarkan pernyataan bahwa bilamana mereka dilarang apakah pemerintah atau
petugas POKMASWAS yang melarang bersedia menanggung biaya hidup dan
pendidikan anak-anak mereka. Masalah ini menjadi dilema bagi petugas
POKMASWAS sehingga pada akhirnya mereka banyak memilih diam dan tidak
melakukan tindakan.
Selain upaya pencegahan dan pelarangan pemboman, pemerintah Kabupaten Banggai
Laut melalui Dinas Kelautan dan Perikanan juga pernah melakukan penanaman
kembali pohon bakau bersama masyarakat di wilayah pinggiran pantai bagian ujung
dusun Lala yang telah mengalami abrasi. Namun penanaman pohon bakau itu tidak
membuahkan hasil, karena bibit pohon bakau yang ditanam lebih banyak yang mati
karena tidak ada pengawasan dan pendampingan dari instansi terkait setelah ditanam.
Menanggapi permasalahan ini maka penulis memberikan beberapa saran alternatif
sebagai strategi yang dapat diprogramkan oleh pemerintah dengan melihat peluang
dan ancaman yang ada. Adapun alternatif strategi dan program yang dimaksudkan
dapat dijabarkan dalam beberapa poin sebagai berikut :

1. Pemerintah setempat melalui Dinas Kelautan dan Perikanan serta Dinas


Pariwisata dan Lingkungan Hidup harus lebih aktif memberikan sosialisasi atau
pemahaman kepada masyarakat dusun Lala dan masyarakat pada umunya
tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkung hidup khususnya terumbu
karang dan pohon bakau. Sosialisasi yang dimaksudkan bukan hanya melalui
penyuluhan seperti biasanya melalui pertemuan akan tetapi melalui media
pembelajaran berbasis teknologi seperti film-film dokumenter terkait yang bisa
menggugah hati dan membuka pikiran masyarakat seperti film Finding
Nemo. Hal ini perlu dilakukan karena masyarakat nelayan tidak mudah
untuk memahami jika hanya dengan penyampaian secara lisan atau sosialisasi.
2. Pemerintah daerah melalui instansi terkait yakni Dinas Kelautan dan Perikanan
harus memberikan bantuan alternatif pekerjaan lain sebagai konsekuensi
larangan aktifitas pemboman oleh nelayan. Alternatif itu disesuaikan dengan
keterampilan yang dimiliki nelayan atau yang bisa dilakukan oleh nelayan
seperti budidaya dengan Keramba Jaring Apung (KJA) atau alternatif aktifitas
lainnya yang disetujui oleh nelayan target. Alternatif pekerjaan ini harus
dibantu dengan dengan dukungan moril dan sumber daya yang perlengkapan
yang dibutuhkan dari pemerintah.
3. Pemerintah daerah bisa memberikan bantuan ternak seperti sapi, kambing,
ayam dan bebek sebagai tambahan mata pencaharian bagi masyarakat.
4. Penanaman bibit bakau harus dilakukan secara profesional dan berkelanjutan
agar bibit bakau yang ditanam tidak sia-sia. Profesional yang dimaksud yaitu
bibit yang ditanam adalah bibit yang baik atau bibit unggul, kemudian setelah
ditanam selalu diawasi untuk menjaga kemungkinan ada ancaman terhadap
keberlangsungan hidup bakau tersebut.
5. Pemerintah bersama masyarakat perlu melakukan rehabilitasi terumbu karang
atau biasa dikenal dengan istilah transplantasi karang. Tujuannya adalah untuk
menambah keindahan alam bawah laut dusun Lala serta mengundang biota laut
untuk bertelur dan berkembang biak.
6. Pembuatan rumah ikan (fish home) yang bertujuan sama dengan transplantasi
karang untuk mengundang ikan-ikan besar dan biota laut lainnya datang
kembali dan bertelur serta berkembang biak.

Jika strategi-strategi diatas dilakukan maka diharapkan dapat menjaga keberlanjutan


pengelolaan ekosistem perairan pesisir pulau Bangkurung khususnya dusun Lala. Hal
ini juga dapat menunjang pengembangan obyek wisata bahari yang sementara
dikembangkan di dusun Lala karena didukung dengan lingkungan pesisir yang lestari.
Selain itu konflik dan kesenjangan yang terjadi antara petugas POKMASWAS yang
diberikan wewenang dalam pengasawasan perairan laut dengan nelayan dapat teratasi.
Karena petugas POKMASWAS bisa sepenuhnya melakukan tanggung jawabnya
dan tidak ada lagi alasan bagi masyarakat nelayan pelaku pemboman ataupun
aktivitas illegal fishing lainnya yang merusak lingkungan wilayah pesisir pulau
Bangkurung khususnya dusun Lala.

Anda mungkin juga menyukai