Anda di halaman 1dari 4

DELIK ADAT DI BALI

HUKUM PIDANA ADAT

Disusun Oleh :
Essa Alicia Pradita 1111200140
Gracella Rembang 1111200144
Laila Ramadhani 1111200152
Fitria Gustaningrum 1111200156
Latifah Tasya Anggraini 1111200186

FAKULTAN HUKUM
JURUSAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2022
 Delik Adat di Bali
Di Bali masih dikenal empat jenis tindak pidana adat, yaitu: tindak pidana adat yang
menyangkut kesusilaan; tindak pidana adat yang menyangkut harta benda; tindak pidana adat
yang melanggar kepentingan pribadi; dan pelanggaran adat karena kelalaian atau tidak
menjalankan kewajiban. 1
1. Tindak pidana adat yang menyangkut kesusilaan
Berbicara tentang kesusilaan tidaklah dapat dipisahkan dari kelahiran manusia itu
sendiri karena tujuan dari kesusilaan itu untuk menciptakan keseimbangan atau
keharmonisan hubungan antara makrokosmos (bhuana agung) dengan milrokosmos
(bhuana alit),. Artinya susila itu adalah yang paling utama pada titisan sebagai manusia
jika ada perilaku (tindakan) titisan sebagai manusia itu tidak susila, apakah maksud
manusia itu dengan hidupnya, dengan kekuasaan, dengan kebijaksanaan, sebab sia-sia itu
semuanya (hidup, kekuasaan,kebijaksanaan) jika tidak ada penterapan kesusilaan pada
perbuatan. Pelanggaran terhadap kesusilaan itu sendiri beranekaragam bentuknya
sehingga dalam pertumbuhannya jenis tindak pidana adat ini mash banyak terjadi dan
diatur dalam peraturan (awig-awig) Desa Adat di Bali seperti:
a. Lokika sanggraha, yaitu hubungan cinta antara seorang pria dan wanita yang sama-
sama belum terikat perkawinan, dilanjutkan dengan hubungan seksual atas dasar
suka sama suka karena adanya janji dari si pria untuk mengawininya dan
memutuskan hubungan cintanya tapa alasan yang sah.
b. Drati krama, yaitu delik adat yang merupakan hubungan seksual antara seorang
wanita dan seorang laki-laki sedangkan mereka masih dalam ikatan perkawinan
dengan orang lain, dengan singkat dikatakan drati krama ialah berzina dengan
istri/suami orang lain.
c. Amandel Sanggama, merupakan delik adat berupa seorang istri yang meninggalkan
suaminya tanpa alasan di dalam ikatan perkawinan. Di dalam kasus ini, Pengadilan
Negeri Denpasar mendasarkan diri pada UU Darurat No. 1 Tahun 1951 Jo. Hukum

1
I made Widyana, Hukum Pidana Adat dalam Pembaharuan Hukum Pidana, Op cit, hlm. 121.
Adat Amandel Sanggama.2
d. Gamia gemana, ialah hubungan seksual antara orang-orang yang masih ada
hubungan keluarga dekat, baik menurut garis lurus maupun ke samping.
e. Memitra ngalang, ialah seorang laki-laki yang sudah beristri mempunyai hubungan
dengan wanita lain yang diberinya nafkah lahir batin seperti layaknya suami istri,
tetapi wanita ini belum dikawini secara sah. Hubungan mereka bersifat terus-
menerus (berkelanjutan) dan biasanya si wanita ditempatkan dalam rumah
tersendiri.
f. Salah krama, lalah melakukan hubungan kelamin dengan makhluk yang tidak
sejenis. Tegasnya hubungan kelamin tersebut antara manusia dan hewan seperti
seoranglaki-laki melakukan hubungan kelamin dengan seekor sapi betina.
g. Kumpul kebo, ialah seorang laki-laki dengan seorang perempuan hidup bersama
dalam satu rumah dan mengadakan hubungan seksual, seperti layaknya suami istri,
tetapi mereka belum dalam ikatan perkawinan.
h. Berzina.

2. Tindak pidana adat yang menyangkut harta benda


Tindak pidana adat tentang harta benda yang diatur dalam awig-awig desa adat, yang
besarnya dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu:
a. Pencurian.
b. Tindak pidana adat pencurian benda suci.
Tindak pidana adat merusak benda suci. Mengenai pencurian dan/atau merusak
benda suci keagamaan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan benda suci itu. Yang
dimaksud dengan benda-benda suci ialah "benda-benda yang telah disucikan dengan
suatu upacara menurut agama Hindu, yang digunakan sebagai stana (pralingga) Sang
Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) atau digunakan sebagai alat-alat diupacara
keagamaan.," Jadi, secara singkat dapat dikatakan bahwa benda-benda suci adalah benda
yang bersih menurut pengertian keagamaan. Artinya, setelah benda itu diupacarai barulah

2
Ade Sinta, Fajrin Caroline, M. Holyone N Singadimedja, Eksistensi Lokika Sanggraha Sebagai Delik Adat
Bali Dalam Hukum Pidana Indonesia, (2021), hlm. 40.
benda it dapat dikatakan sebagai benda suci yang dipakai sebagai alat yang
menghubungkan diri dengan Sang Hyang Wiahi Wasa (Tunan Yang Maha Esa). Sebelum
adanya upacara terhadap benda tersebut, maka benda itu tak akan mempunyai nilai
kesucian, sebab upacara itu mempunyai fungsi yang sangat penting di dalam proses
penyucian benda tersebut.

3. Tindak pidana adat yang melanggar kepentingan pribadi


Jenis pelanggaran ini, meliputi; mengucapkan kata-kata kotor atau mencaci
seseorang (memisuh); memfitnah (mapisuna) orang lain; menuduh orang lain tapa bukti
yang jelas bisa sesuatu atau melakukan sesuatu yang tidak baik (menuduh bisa
"ngeleak" /menyakiti orang lain), dan sebagainya. Perbuatan ini disebut "wakparusya",
yang diatur dalam buku "Kutara Agama" Pasal 83 dan buku "Agama" Pasal 230-235.
Pada umumnya, wak parusnya itu terbatas pada pemakaian kata yang kurang wajar
terhadap seseorang, ringkasnya berupa hinaan dan caci maki.

4. Pelanggaran adat karena kelalaian atau tidak menjalankan kewajiban


Pelangaran adat ini misalnya: lalai atau tidak melakukan kewajiban sebagai "krama"
desa adat, seperti tidak melaksanakan kewajiban "ayahan" desa, tidak hadir dalam rapat
"paruman" desa, tidak memenuhi kewajiban membayar iuran "pepeson" untuk
kepentingan upacara atau pembangunan, dan lain-lain. Delik adat ini sifatnya ringan,
oleh karena itu biasanya dikenakan sanksi denda yang besarnya sesuai dengan awig-awig
yang beriato adat bersangkutan dan tidak melalui proses peradilan.

Anda mungkin juga menyukai