Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN KARYA WISATA

STUDI WAWASAN KEBANGSAAN

Oleh:

Nama: Syahda Noer Candramurti

Kelas: XII MIPA I

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

DINAS PENDIDIKAN

SMA NEGERI 2 CIAMIS

Jl. K.H. Ahmad Dahlan No. 2 Tlp. 771709 Ciamis 46216

Email: smanda_cis@yahoo.com Web: www.sman2.ciamis.sch.id


LAPORAN KARYA WISATA

STUDI WAWASAN KEBANGSAAN

Studi Wawasan Kebangsaan atau biasa disebut Study Tour (studi


banding/karyawisata) merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan tujuan menambah
wawasan dan pengetahuan yang akan diterapkan kedepannya untuk menjadi lebih baik.
Sebagai seorang pelajar, studi banding adalah proses belajar dengan membandingkan objek
studi. Kegiatan ini diadakan untuk menambah wawasan dan pengalaman serta membiasakan
siswa belajar secara langsung mengenal tempat-tempat bersejarah dan budaya setempat
dengan cara berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian study tour, antara lain:

- Berdasarkan pendapat Basyiruddin Usman (2002: 53), metode karyawisata mengajak


siswa pergi keluar sekolah untuk belajar berkaitan dengan pokok bahasan.
- Menurut pendapat Nana (2005: 87), metode field trip yakni metode mengajar dimana
berbeda dengan wisata pada umumnya dikarenakan dalam karyawisata, peserta didik
keluar sekolah dalam rangka belajar.
- Menurut pendapat Pupuh (2007: 62), menjelaskan bahwa metode karyawisata yakni
mengajak siswa atau peserta didik keluar sekolah untuk tujuan belajar secara langsung
dan bukan rekreasi.
- Berdasarkan pendapat Roestiyah (2001: 85), metode karyawisata atau field trip adalah
cara mengajar dimana peserta didik diajak keluar sekolah misalnya ke pabrik,
bengkel, peternakan, perkebunan ataupun tempat lain untuk mempelajari sesuatu
secara langsung.
- Menurut pendapat Syaiful Sagala ( 2006: 214), metodekarya wisata merupakan pesiar
yang dilakukan oleh siswa untuk tujuan pengalaman belajar hal tertuntu yang sesuai
dengan kurikulum sekolah.
- Berdasarkan pendapat Winarno (1980: 115), metode karyawisata adalah metode
belajar dengan mengajak peserta didik kesuatu tempat dengan tujuan untuk belajar.
Jadi metode ini berbeda dengan wisata atau tamasya karena tujuannya untuk tugas
belajar.
- Berdasarkan pendapat Zakiyah Daradjat (1996: 164), metode karyawisata merupakan
kunjungan siswa keluar sekolah dengan tujuan tempat tertentu yang mana terkait
dengan kegiatan dalam rangka mencapai mencapai tujuan pendidikan.

Dari berbagai pendapat diatas maka dapat ditegaskan bahwa metode karyawisata atau
study tour merupakan cara dalam mengajar dimana guru mengajak peserta didik atau siswa
mengunjungi tempat diluar sekolah untuk tujuan belajar. Tempat yang biasa dikunjungi
ketika study tour antara lain seperti pabrik, kebun binatang, tempat wisata bersejarah, dan
objek lainnya.

Ada pun tempat yang dikunjungi dalam kegiatan studi wawasan ilmiah ini, diantaranya
Lava Tour, Candi Prambanan, HeHa Sky View, Universitas Gadjah Mada (UGM) dan
Malioboro.

1. Lava Tour

Lava Tour Merapi adalah kegiatan mengelilingi


kaki Gunung Merapi dan sejarahnya pasca letusan
tersebut dengan menggunakan kendaraan mobil
jeep. Menikmati paronama alam serta kesejukan
lereng Merapi menggunakan jip menjadi sensasi
tersendiri bagi wisatawan. Sebelum munculnya
wisata jip, wisata trail sudah lebih dahulu
berkembang. Sensasi mengendarai motor trail saat
itu menjadi favorit wisatawan. Seiring
perkembangan, wisata menggunakan motor trail
pun beralih ke mobil jip. Tidak hanya sebagai alat transportasi melewati medan berat, sensasi
menikmati panorama alam dari atas jip menjadi daya tarik tersendiri. Bupati Sleman Sri
Purnomo menyebut bahwa jip wisata tersebut untuk menikmati panorama alam, bukan untuk
off road.

Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi teraktif di Indonesia yang


terletak di bagian tengah Pulau Jawa. Lereng sisi selatan berada dalam
administrasi Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kemudian sisi
lainnya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Yakni Kabupaten Magelang di sisi
barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara.
Tipe gunung ini memiliki potensi kebencanaan yang tinggi. Salah satu amukan dahsyat
Gunung Merapi terjadi pada 26 Oktober 2010. Letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 ini
menelan korban sekitar 337 jiwa meninggal dunia. Merapi yang berbulan bulan dikelilingi
kabut asap gelap kini memperlihatkan wajah tampannya. Pasca letusan tersebut berdampak
pada keindahan alam, banyak spot-spot sejarah yang bagus dan bikin merinding yang
kemudian dijadikan sebagai sarana edukasi untuk menceritakan  kembali sejarah bagaimana
saat itu  masyarakat jogja berduka.

 Museum Sisa Hartaku

Potret ganasnya letusan merapi yang melumpuhkan perkampungan warga Lereng


Merapi saat itu, kini terekam di salah satu tempat yang disebut dengan “Musem Sisa
Hartaku”. Museum ini, beralamat di Jalan Petung Merapi, Petung, Kepuharjo,
Cangkringan, Kabupaten Sleman.

The House of Memory, kini lebih


dikenal dengan sebutan Museum Sisa
Hartaku merupakan rumah milik
Sriyanto. Pada saat erupsi 2010 terjadi,
rumah itu dilewati aliran wedhus gembel.
Beberapa gambar yang memperlihatkan
kondisi sekitar Merapi usai letusan juga
terpasang di beberapa sisi rumah. Di
beberapa sisi tembok setiap ruang juga
terdapat sejumlah tulisan. Benda-benda yang tersisa seolah menggambarkan betapa ganasnya
amukan Merapi.
 Batu Alien

Terletak di Dusun Jambu, Desa Kepuharjo ,


Cangkringan Sleman, Yogyakarta. Ketika erupsi terjadi,
batu dengan ukuran tinggi sekitar 2 Meter dan dengan
berat ribuan KG ini terlempar hingga ke dusun ini.
Sekilas batu ini tampak seperti batu besar biasa, namun
bila diperhatikan dengan seksama dengan jarak pandang
sekitar 10 meter, maka akan tampak sebuah wajah
manusia yang terlihat sedih. batu dinamakan Batu Alien bukan karena ada alien yang datang
lokasi ini, namun Alien disini merupakan bahasa peralihan dari bahasan Jawa, yakni Alihan.

2. Candi Prambanan
Candi Prambanan adalah bukti sejarah dari bekas peninggalan kerajaan
bercorak hindu di masa lalu yang masih berdiri kokoh dan dijaga keberadaannya
hingga saat ini sebagai salah satu warisan peninggalan dunia dan sebagai bukti
sejarah.

Istilah “Candi” konon berasal dari kata


“Candika” yang berarti nama salah satu manifestasi
Dewi Durga sebagai Dewi Kematian.

Candi Prambanan atau Candi Roro Jonggrang


adalah kompleks candi Hindu (Syiwa) terbesar di
Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 Masehi.
Candi ini di dedikasikan untuk Trimurti, tiga dewa
utama agama Hindu, yaitu  Brahma  dewa pencipta,  Wisnu pelindung dan Siwa dewa
perusak. Berdasarkan prasasti Siwagrha, nama asli kompleks candi ini adalah Siwagrha
(Bahasa Sansekerta untuk “Rumah Siwa”).

Nama “Prambanan” berasal dari nama desa tempat candi ini berdiri, diyakini merupakan
variasi dari nama dialek  Jawa dari istilah teologi Hindu Para Brahman yang berarti ‘Brahman
agung’. Pendapat lain menyebutkan bahwa nama “Prambanan” berasal dari akar kata bahasa
Jawa ‘mban’ yang berarti memikul atau melaksanakan suatu tugas. Nama lain Prambanan
yang bisa berarti 5 (lima) gunung  dalam bahasa Khmer/Kamboja 5 (lima) adalah Pram dan
banam adalah gunung (ប្រាំ ភ្ន)ំ . Ini menggambarkan 5 puncak  Himalaya di India. Ingat baik
dalam kronik Khmer bahwa orang Jawa telah menjajah Khmer selama 200 tahun dan bahwa
Jayawarman kedua berada di Jawa sebagai pahlawan yang membebaskan Khmer dari
kekuasaan Jawa.

Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 M oleh Rakai Pikatan dan terus
disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan Raja Sri Maharaja Dyah Balitung Maha
Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha yang berasal dari tahun 856 M, bangunan suci ini
dibangun untuk menghormati Dewa Siwa. Dalam prasasti ini disebutkan bahwa selama
pembangunan candi Siwagrha sedang berlangsung,  pekerjaan umum juga dilakukan untuk
memodifikasi saluran air untuk mengalihkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang
dimaksud adalah Sungai Opak.

Proyek pengelolaan air ini dicapai dengan membuat alur sungai baru yang memotong
kelokan sungai dengan sumbu utara-selatan sepanjang tembok barat di luar kompleks candi.
Aliran lama dari sungai asli kemudian diisi untuk menyediakan area yang lebih luas untuk
pembangunan serangkaian candi perwara (candi wali atau candi pendamping). Kompleks
konstruksi ini secara berkala disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram berikutnya
seperti Sri Maharaja Dyah Daksa dan Sri Maharaja Dyah Tulodong, dan diperluas dengan
pembangunan ratusan candi lainnya di sekitar candi induk.

Sekitar tahun 930 M, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Jawa Timur oleh Sri Maharaja
Mpu Sindok. Penyebab pergeseran pusat kekuasaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh
letusan dahsyat Gunung Merapi, sekitar 20 kilometer sebelah utara candi Prambanan.
Penyebab lain yang mungkin adalah perang dan perebutan kekuasaan. Setelah pindah ibu
kota, candi Prambanan mulai terbengkalai dan tidak diperbaiki, sehingga perlahan candi ini
mulai runtuh dan mengalami kerusakan.

Pada tahun 1733 candi ini menarik perhatian dunia selama pendudukan Inggris di Jawa.
Sekitar waktu itu, Colin Mackenzie, seorang surveyor di bawah Sir Thomas Stamford Raffles
menemukan kuil tersebut. Meskipun Sir Thomas kemudian memerintahkan penyelidikan
lebih lanjut, reruntuhan candi ini tetap terbengkalai selama beberapa dekade. Sayangnya
menimbulkan penjarahan patung dan batu dari kuil. Kemudian, pada tahun 1855, Jan Willem
IJzerman mulai membersihkan dan membuang batu dan kotoran dari ruang kuil. Kemudian,
Isaäc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi  ditumpuk  di
sepanjang Sungai Opak.

Restorasi dimulai pada tahun 1918,  tetapi upaya serius yang sebenarnya dimulai pada
tahun 1930. Pada tahun 1902-1903 Theodoor van Erp mempertahankan bagian yang
kemungkinan akan runtuh. Pada tahun 1918-1926, dilanjutkan oleh Kantor Purbakala
(Oudheidkundige Dienst) di bawah P.J. Perquin. Pada tahun 1926  De Haan berlanjut hingga
akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 ia digantikan oleh Ir. V.R. van Romondt
sampai tahun 1926, kemudian diberikan tugas mengarahkan rehabilitasi kepada putra
Indonesia dan ini berlanjut sampai tahun 1993.

Upaya restorasi berlanjut hingga hari ini. Pemugaran Candi Siwa, candi utama kompleks,
selesai pada tahun 1953 dan diresmikan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno.
Beberapa bagian candi telah dipugar, menggunakan batu baru, karena banyak batu asli 
dicuri. Sebuah kuil hanya akan dipugar jika setidaknya 75 biksu asli masih ada di sana.
Akibatnya, banyak pagoda kecil yang belum dibangun kembali dan hanya terlihat struktur
utama bangunannya saja.

Sekarang candi ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia  UNESCO, status ini diakui oleh
UNESCO pada tahun 1991. Beberapa bagian dari candi Prambanan saat ini sedang dipugar
untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh gempa Yogyakarta 2006. Gempa ini 
merusak beberapa bangunan dan patung.

3. Universitas Gadjah Mada (UGM)


Universitas Gadjah Mada adalah perguruan tinggi negeri di Daerah Istimewa
Yogyakarta, Indonesia. Universitas Gadjah Mada merupakan perguruan tinggi
pertama yang didirikan oleh Pemerintah Indonesia setelah Indonesia merdeka. Berdiri
dengan nama “Universitas Negeri Gadjah Mada”, perguruan tinggi ini merupakan
gabungan dari beberapa sekolah tinggi yang telah lebih dulu didirikan, di antaranya
Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada, Sekolah Tinggi Teknik, dan Akademi Ilmu
Politik yang terletak di Yogyakarta, Balai Pendidikan Ahli Hukum di Solo, serta
Perguruan Tinggi Kedokteran Bagian Praklinis di Klaten, yang disahkan dengan
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1949 tentang Peraturan Penggabungan Perguruan
Tinggi menjadi Universiteit.
Nama Gadjah Mada memiliki makna tersendiri,
mengandung semangat serta teladan Mahapatih Gadjah
Mada yang berhasil mempersatukan nusantara. Pada
awal pendiriannya, UGM memiliki 6 fakultas, yaitu
Fakultas Kedokteran, Fakultas Hukum, Fakultas Teknik,
Fakultas Sastra dan Filsafat, Fakultas Pertanian,
Fakultas Kedokteran Hewan. Kegiatan perkuliahan
masa itu dilakukan di Sitinggil dan Pagelaran, dengan
memanfaatkan ruangan-ruangan kamar dan fasilitas di
lingkungan Kraton Yogyakarta. Baru pada tahun 1951
pembangunan fisik kampus bulaksumur dimulai, dan
memasuki decade 1960-an UGM sudah memiliki
berbagai fasilitas. Kini, UGM memiliki 18 Fakultas, satu Sekolah Pascasarjana, serta satu
Sekolah Vokasi dengan puluhan program studi.

Sejarah Balai Perguruan Tinggi berdasarkan Laporan Dies yang kesatu tahun 1974 tertulis
“Siapakah mula-mula yang mempunyai pikiran untuk mendirikan Balai Perguruan Tinggi
Gadjah Mada?”. Pada tanggal 24 Januari 1946 di Gedung S.M.T. Kotabaru, Yogyakarta
diadakan pertemuan antara beberapa cerdik pandai untuk mendiskusikan kemungkinan
mendirikan balai perguruan tinggi (universitas swasta) di Yogyakarta, sebagai promotor Sdr.
Mr. Boediarto (ketua), Sdr. Ir. Marsito, Sdr. Prof. Dr. Prijono dan Sdr. Mr. Soenardjo.
Pengurus terdiri dari Dr. Soeleiman, Dr. Boentaran, Dr. Soeharto, B.P.H. Bintoro, Prof. H.
Farid Ma’ruf, Mr. Mangunjudo, K.P.H. Nototaruno, dan Prof. Ir. Rooseno.

Setelah persiapan selesai, pada tanggal 3 Maret 1946 di Gedung K.N.I. Malioboro
Yogyakarta diadakan pertemuan resmi untuk mengumumkan berdirinya Balai Perguruan
Tinggi Gadjah Mada dengan bagian fakultas hukum dan fakultas kesusasteraan. Dengan
demikian, pada tahun 1946 di Yogyakarta ada dua perguruan tinggi, yaitu Balai Perguruan
Tinggi Gadjah Mada dan Sekolah Tinggi Teknik (berdiri tanggal 17 Februari 1946). Sekolah
Tinggi Teknik ini merupakan usaha penghidupan kembali Sekolah Tinggi Teknik Bandung,
yang terpaksa ditutup karena suasana perang antara Indonesia dan tentara sekutu. Sekolah
Tinggi Teknik Bandung dipimpin oleh Prof. Ir. Rooseno dan Prof. Ir. Wreksodhiningrat. Oleh
karena itu, mahasiswa Fakultas Teknik Bandung dapat melanjutkan pendidikannya dan
menempuh ujian insinyur di Sekolah Tinggi Teknik Yogyakarta.
Manfaat dari Studi Wawasan Kebangsaan

Banyak manfaat yang dapat diperoleh setelah mengikuti kegiatan ini. Salah satunya
bisa membandingan objek studi secara langsung sebagai bahan evaluasi. Dengan
mengunjungi tempat obyek siswa dapat melakukan pengamatan secara langsung terhadap
lingkungan sekitar, mengadakan tanya jawab dengan pihak pengelola obyek wisata, melatih
siswa belajar langsung dari sumbernya tidak bergantung dari buku ataupun keterangan guru,
serta meningkatkan keaktifan dalam belajar. Kegiatan ini juga bisa menjadi metode
penyegaran otak karena suasana yang seru.

Menambah wawasan dengan cara melihat langsung bukti-bukti sejarah yang terdapat di
obyek wisata. Menambah pengalaman belajar. Melatih sikap sosial, sikap menghargai dan
menghormati, serta sikap cinta tanah air. Bisa mengetahui budaya baru yang terdapat di
obyek wisata dan mempelajarinya secara langsung. Belajar agar bisa mencintai budaya
bangsa yang ada di Indonesia. Mengetahui kekayaan yang selama ini tidak diketahui bahkan
tidak dipelajari di kelas. Dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai