Oleh:
DINAS PENDIDIKAN
Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian study tour, antara lain:
Dari berbagai pendapat diatas maka dapat ditegaskan bahwa metode karyawisata atau
study tour merupakan cara dalam mengajar dimana guru mengajak peserta didik atau siswa
mengunjungi tempat diluar sekolah untuk tujuan belajar. Tempat yang biasa dikunjungi
ketika study tour antara lain seperti pabrik, kebun binatang, tempat wisata bersejarah, dan
objek lainnya.
Ada pun tempat yang dikunjungi dalam kegiatan studi wawasan ilmiah ini, diantaranya
Lava Tour, Candi Prambanan, HeHa Sky View, Universitas Gadjah Mada (UGM) dan
Malioboro.
1. Lava Tour
2. Candi Prambanan
Candi Prambanan adalah bukti sejarah dari bekas peninggalan kerajaan
bercorak hindu di masa lalu yang masih berdiri kokoh dan dijaga keberadaannya
hingga saat ini sebagai salah satu warisan peninggalan dunia dan sebagai bukti
sejarah.
Nama “Prambanan” berasal dari nama desa tempat candi ini berdiri, diyakini merupakan
variasi dari nama dialek Jawa dari istilah teologi Hindu Para Brahman yang berarti ‘Brahman
agung’. Pendapat lain menyebutkan bahwa nama “Prambanan” berasal dari akar kata bahasa
Jawa ‘mban’ yang berarti memikul atau melaksanakan suatu tugas. Nama lain Prambanan
yang bisa berarti 5 (lima) gunung dalam bahasa Khmer/Kamboja 5 (lima) adalah Pram dan
banam adalah gunung (ប្រាំ ភ្ន)ំ . Ini menggambarkan 5 puncak Himalaya di India. Ingat baik
dalam kronik Khmer bahwa orang Jawa telah menjajah Khmer selama 200 tahun dan bahwa
Jayawarman kedua berada di Jawa sebagai pahlawan yang membebaskan Khmer dari
kekuasaan Jawa.
Bangunan ini pertama kali dibangun sekitar tahun 850 M oleh Rakai Pikatan dan terus
disempurnakan dan diperluas oleh Raja Lokapala dan Raja Sri Maharaja Dyah Balitung Maha
Sambu. Berdasarkan prasasti Siwagrha yang berasal dari tahun 856 M, bangunan suci ini
dibangun untuk menghormati Dewa Siwa. Dalam prasasti ini disebutkan bahwa selama
pembangunan candi Siwagrha sedang berlangsung, pekerjaan umum juga dilakukan untuk
memodifikasi saluran air untuk mengalihkan aliran sungai di dekat candi ini. Sungai yang
dimaksud adalah Sungai Opak.
Proyek pengelolaan air ini dicapai dengan membuat alur sungai baru yang memotong
kelokan sungai dengan sumbu utara-selatan sepanjang tembok barat di luar kompleks candi.
Aliran lama dari sungai asli kemudian diisi untuk menyediakan area yang lebih luas untuk
pembangunan serangkaian candi perwara (candi wali atau candi pendamping). Kompleks
konstruksi ini secara berkala disempurnakan oleh raja-raja Medang Mataram berikutnya
seperti Sri Maharaja Dyah Daksa dan Sri Maharaja Dyah Tulodong, dan diperluas dengan
pembangunan ratusan candi lainnya di sekitar candi induk.
Sekitar tahun 930 M, ibu kota kerajaan dipindahkan ke Jawa Timur oleh Sri Maharaja
Mpu Sindok. Penyebab pergeseran pusat kekuasaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh
letusan dahsyat Gunung Merapi, sekitar 20 kilometer sebelah utara candi Prambanan.
Penyebab lain yang mungkin adalah perang dan perebutan kekuasaan. Setelah pindah ibu
kota, candi Prambanan mulai terbengkalai dan tidak diperbaiki, sehingga perlahan candi ini
mulai runtuh dan mengalami kerusakan.
Pada tahun 1733 candi ini menarik perhatian dunia selama pendudukan Inggris di Jawa.
Sekitar waktu itu, Colin Mackenzie, seorang surveyor di bawah Sir Thomas Stamford Raffles
menemukan kuil tersebut. Meskipun Sir Thomas kemudian memerintahkan penyelidikan
lebih lanjut, reruntuhan candi ini tetap terbengkalai selama beberapa dekade. Sayangnya
menimbulkan penjarahan patung dan batu dari kuil. Kemudian, pada tahun 1855, Jan Willem
IJzerman mulai membersihkan dan membuang batu dan kotoran dari ruang kuil. Kemudian,
Isaäc Groneman melakukan pembongkaran besar-besaran dan batu-batu candi ditumpuk di
sepanjang Sungai Opak.
Restorasi dimulai pada tahun 1918, tetapi upaya serius yang sebenarnya dimulai pada
tahun 1930. Pada tahun 1902-1903 Theodoor van Erp mempertahankan bagian yang
kemungkinan akan runtuh. Pada tahun 1918-1926, dilanjutkan oleh Kantor Purbakala
(Oudheidkundige Dienst) di bawah P.J. Perquin. Pada tahun 1926 De Haan berlanjut hingga
akhir hayatnya pada tahun 1930. Pada tahun 1931 ia digantikan oleh Ir. V.R. van Romondt
sampai tahun 1926, kemudian diberikan tugas mengarahkan rehabilitasi kepada putra
Indonesia dan ini berlanjut sampai tahun 1993.
Upaya restorasi berlanjut hingga hari ini. Pemugaran Candi Siwa, candi utama kompleks,
selesai pada tahun 1953 dan diresmikan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Sukarno.
Beberapa bagian candi telah dipugar, menggunakan batu baru, karena banyak batu asli
dicuri. Sebuah kuil hanya akan dipugar jika setidaknya 75 biksu asli masih ada di sana.
Akibatnya, banyak pagoda kecil yang belum dibangun kembali dan hanya terlihat struktur
utama bangunannya saja.
Sekarang candi ini termasuk dalam Situs Warisan Dunia UNESCO, status ini diakui oleh
UNESCO pada tahun 1991. Beberapa bagian dari candi Prambanan saat ini sedang dipugar
untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh gempa Yogyakarta 2006. Gempa ini
merusak beberapa bangunan dan patung.
Sejarah Balai Perguruan Tinggi berdasarkan Laporan Dies yang kesatu tahun 1974 tertulis
“Siapakah mula-mula yang mempunyai pikiran untuk mendirikan Balai Perguruan Tinggi
Gadjah Mada?”. Pada tanggal 24 Januari 1946 di Gedung S.M.T. Kotabaru, Yogyakarta
diadakan pertemuan antara beberapa cerdik pandai untuk mendiskusikan kemungkinan
mendirikan balai perguruan tinggi (universitas swasta) di Yogyakarta, sebagai promotor Sdr.
Mr. Boediarto (ketua), Sdr. Ir. Marsito, Sdr. Prof. Dr. Prijono dan Sdr. Mr. Soenardjo.
Pengurus terdiri dari Dr. Soeleiman, Dr. Boentaran, Dr. Soeharto, B.P.H. Bintoro, Prof. H.
Farid Ma’ruf, Mr. Mangunjudo, K.P.H. Nototaruno, dan Prof. Ir. Rooseno.
Setelah persiapan selesai, pada tanggal 3 Maret 1946 di Gedung K.N.I. Malioboro
Yogyakarta diadakan pertemuan resmi untuk mengumumkan berdirinya Balai Perguruan
Tinggi Gadjah Mada dengan bagian fakultas hukum dan fakultas kesusasteraan. Dengan
demikian, pada tahun 1946 di Yogyakarta ada dua perguruan tinggi, yaitu Balai Perguruan
Tinggi Gadjah Mada dan Sekolah Tinggi Teknik (berdiri tanggal 17 Februari 1946). Sekolah
Tinggi Teknik ini merupakan usaha penghidupan kembali Sekolah Tinggi Teknik Bandung,
yang terpaksa ditutup karena suasana perang antara Indonesia dan tentara sekutu. Sekolah
Tinggi Teknik Bandung dipimpin oleh Prof. Ir. Rooseno dan Prof. Ir. Wreksodhiningrat. Oleh
karena itu, mahasiswa Fakultas Teknik Bandung dapat melanjutkan pendidikannya dan
menempuh ujian insinyur di Sekolah Tinggi Teknik Yogyakarta.
Manfaat dari Studi Wawasan Kebangsaan
Banyak manfaat yang dapat diperoleh setelah mengikuti kegiatan ini. Salah satunya
bisa membandingan objek studi secara langsung sebagai bahan evaluasi. Dengan
mengunjungi tempat obyek siswa dapat melakukan pengamatan secara langsung terhadap
lingkungan sekitar, mengadakan tanya jawab dengan pihak pengelola obyek wisata, melatih
siswa belajar langsung dari sumbernya tidak bergantung dari buku ataupun keterangan guru,
serta meningkatkan keaktifan dalam belajar. Kegiatan ini juga bisa menjadi metode
penyegaran otak karena suasana yang seru.
Menambah wawasan dengan cara melihat langsung bukti-bukti sejarah yang terdapat di
obyek wisata. Menambah pengalaman belajar. Melatih sikap sosial, sikap menghargai dan
menghormati, serta sikap cinta tanah air. Bisa mengetahui budaya baru yang terdapat di
obyek wisata dan mempelajarinya secara langsung. Belajar agar bisa mencintai budaya
bangsa yang ada di Indonesia. Mengetahui kekayaan yang selama ini tidak diketahui bahkan
tidak dipelajari di kelas. Dan lain sebagainya.