Anda di halaman 1dari 5

Teras adalah bangunan konservasi tanah dan air yang dibuat dengan penggalian dan

pengurugan tanah, membentuk bangunan utama berupa bidang olah, guludan, dan saluran air
yang mengikuti kontur serta dapat pula dilengkapi dengan bangunan pelengkapnya seperti
saluran pembuangan air (SPA) dan terjunan air yang tegak lurus kontur. (Yuliarta et al.,
2002).

Sedangkan menurut Sukartaatmadja (2004), teras adalah bangunan konservasi tanah dan air
secara mekanis yang dibuat untuk memperpendek panjang lereng dan atau memperkecil
kemiringan lereng dengan jalan penggalian dan pengurugan tanah melintang lereng. Tujuan
pembuatan teras adalah untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan (run off) dan
memperbesar peresapan air, sehingga kehilangan tanah berkurang.

Selanjutnya dilakukan pembuatan bangunan teras dengan cara: (a) membuat arah teras
dengan menggali tanah sepanjang larikan patok pembantu, (b) memisahkan lapisan tanah atas
yang subur dengan mengeruk dan menimbunnya sementara di sebelah kiri / kanan di tempat
tertentu, (c) menggali tanah yang lapisan olahnya sudah dikeruk mulai dari deretan patok
pembantu sebelah atas sampai kepada deretan patok as, dengan bentuk galian. Tanah galian
ditimbun ke lereng sebelah bawah patok as sampai ke deretan patok pembantu di sebelah
bawah, (d) tanah timbunan dipadatkan dengan cara diinjak-injak. Permukaan bidang olah
teras dibuat miring ke arah dalam sebesar sekitar 1 %, (e) tanah lapisan olah yang semula
ditempatkan di tempat tertentu, ditaburkan kembali secara merata di atas bidang olah yang
telah terbentuk, (f) pada ujung teras bagian luar (bibir teras)dibuat guludan setinggi 20 cm
dan lebar 20 cm. Di bagian dalam teras dibuat selokan selebar 20 cm dan dalam 10 cm. Dasar
selokan teras harus lebih tinggi 50 cm dari tinggi dasar saluran pembuangan air, (g) talud
teras dibuat dengan kemiringan 2:1 atau 1:1 tergantung pada kondisi tanah. Talud bagian atas
(bagian urugan) ditanami rumput makanan ternak atau jenis tanaman penguat teras yang lain
(Yuliarta, 2002).

Teras dapat diklasifikasikan dengan berbagai cara. Sukartaatmadja (2004) mengklasifikasikan teras
berdasarkan fungsi dan berdasarkan bentuk.. Berdasarkan fungsi, teras diklasifikan lagi dalam dua
jenis yaitu: (a) teras intersepsi (interception terrace) dan (b) teras diversi (diversion terrace). Pada
teras intersepsi aliran permukaan ditahan oleh saluran yang memotong lereng. Sedangkan teras diversi
berfungsi untuk mengubah arah aliran sehingga tersebar ke seluruh lahan dan tidak terkonsentrasi
pada satu tempat. Berdasarkan bentuk, teras dibedakan ke dalam beberapa bentuk diantaranya teras
kredit, teras guludan, teras datar, teras bangku, teras kebun dan teras individu.
Utomo (1989) membagi teras berdasarkan bentuk dan fungsinya ke dalam 3 macam teras,
yaitu (a) teras saluran (channel terrace), (b) teras bangku atau teras tangga (bench terrace),
dan (c) teras irigasi pengairan (irrigation terrace). Teras saluran terutama dibangun untuk
mengumpulkan air aliran permukaan pada saluran yang telah disiapkan untuk kemudian
disalurkan pada saluran induk jalannya air, sehingga aliran permukaan tersebut tidak
menyebabkan erosi. Teras bangku dibangun terutama untuk mengurangi panjang lereng.
Lalu, teras pengairan dibangun untuk menampung air hujan sehingga dapat digunakan oleh
tanaman, seperti pada petak-petak sawah tadah hujan.

Sedangkan Morgan (1986) membagi teras ke dalam 3 tipe utama, yaitu (a) teras diversi
(diversion terrace), (b) teras retensi (retention terrace), dan teras bangku (bench terrace).
Tujuan utama teras diversi adalah untuk menahan aliran di permukaan dan menyalurkannya
melalui lereng ke saluran outlet yang aman. Teras retensi digunakan jika dibutuhkan
konservasi air dengan menahannya di lereng bukit. Sedangkan teras bangku dibuat jika lahan
sampai kemiringan 30 % akan digunakan untuk kegiatan budidaya pertanian.

Teras datar atau teras sawah (level terrace) adalah bangunan konservasi tanah berupa tanggul
sejajar kontur, dengan kelerengan lahan tidak lebih dari 3 % dilengkapi saluran di atas dan di
bawah tanggul (Yuliarta, 2002).

Menurut Arsyad (1989), teras datar dibuat tepat menurut arah garis kontur dan pada tanah-
tanah yang permeabilitasnya cukup besar sehingga tidak terjadi penggenangan dan tidak
terjadi aliran air melalui tebing teras. Teras datar pada dasarnya berfungsi menahan dan
menyerap air, dan juga sangat efektif dalam konservasi air di daerah beriklim agak kering
pada lereng sekitar dua persen.

Teras kredit merupakan bangunan konservasi tanah berupa guludan tanah atau batu sejajar
kontur, bidang olah tidak diubah dari kelerengan tanah asli. Teras kredit merupakan
gabungan antara saluran dan guludan menjadi satu (Priyono, et al., 2002).

Teras kredit biasanya dibuat pada tempat dengan kemiringan lereng antara 3 sampai 10 persen,
dengan cara membuat jalur tanaman penguat teras (lamtoro, kaliandra, gamal) yang ditanam
mengikuti kontur. Jarak antara larikan 5 sampai 12 meter. Tanaman pada larikan teras berfungsi untuk
menahan butir-butir tanah akibat erosi dari sebelah atas larikan. Lama kelamaan permukaan tanah
bagian atas akan menurun, sedangkan bagian bawah yang mendekat dengan jalur tanaman akan
semakin tinggi. Proses ini berlangsung terus-menerus sehingga bidang olah menjadi datar atau
mendekati datar. (Sukartaatmadja, 2004).

Sedangkan menurut Priyono et. al. (2002), teras guludan adalah bangunan konservasi tanah berupa
guludan tanah dan selokan / saluran air yang dibuat sejajar kontur, dimana bidang olah tidak diubah
dari kelerengan permukaan asli. Di antara dua guludan besar dibuat satu atau beberapa guludan kecil.
Teras ini dilengkapi dengan SPA sebagai pengumpul limpasan dan drainase teras.

Teras bangku adalah bangunan teras yang dibuat sedemikian rupa sehingga bidang olah miring ke
belakang (reverse back slope) dan dilengkapi dengan bangunan pelengkap lainnya untuk menampung
dan mengalirkan air permukaan secara aman dan terkendali. (Sukartaatmadja, 2004).

Dalam Yuliarta, et. al., 2002, dijelaskan bahwa teras kebun merupakan bangunan konservasi tanah
berupa teras yang dibuat hanya pada bagian lahan yang akan ditanami tanaman tertentu, dibuat sejajar
kontur dan membiarkan bagian lainnya tetap seperti keadaan semula, biasanya ditanami tanaman
penutup tanah. Teras ini dibuat pada lahan dengan kemiringan 10 – 30 %, tetapi dapat dilakukan
sampai kemiringan 50 % jika tanah cukup stabil / tidak mudah longsor.

Teras dibuat berdiri sendiri untuk setiap tanaman (pohon) sebagai tempat pembuatan lobang tanaman.
Ukuran teras individu disesuaikan dengan kebutuhan masing – masing jenis komoditas. Cara dan
teknik pembuatan teras individu cukup sederhana yaitu dengan menggali tanah pada tempat rencana
lubang tanaman dan menimbunnya ke lereng sebelah bawah sampai datar sehingga bentuknya seperti
teras bangku yang terpisah. Tanah di sekeliling teras individu tidak diolah (tetap berupa padang
rumput) atau ditanami dengan rumput atau tanaman penutup tanah. (Sukartaatmadja, 2004).

Teras saluran atau lebih dikenal dengan rorak atau parit buntu adalah teknik konservasi tanah dan air
berupa pembuatan lubang-lubang buntu yang dibuat untuk meresapkan air ke dalam tanah serta
menampung sedimen-sedimen dari bidang olah. (Priyono, et al., 2002).

Teras batu adalah penggunaan batu untuk membuat dinding dengan jarak yang sesuai di sepanjang
garis kontur pada lahan miring. Tujuannya adalah: (a) memanfaatkan batu-batu yang ada di
permukaan tanah agar lahan dapat dimanfaatkan sebagai bidang olah, (b) mengurangi kehilangan
tanah dan air serta untuk menangkap tanah yang meluncur dari bagian atas sehingga secara bertahap
dapat terbentuk teras bangku dan hillslide ditches, (c) mengurangi kemiringan lahan untuk memberi
bidang olah, konservasi tanah dan mekanisasi pertanian. (Priyono, et al, 2002).
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air, sehingga mengurangi
kecepatan dan jumlah aliran permukaan, dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah.
Dengan demikian erosi berkurang. (Arsyad, 1989).

Menurut Yuliarta et al (2002), manfaat teras adalah mengurangi kecepatan aliran permukaan
sehingga daya kikis terhadap tanah dan erosi diperkecil, memperbesar peresapan air ke dalam
tanah dan menampung dan mengendalikan kecepatan dan arah aliran permukaan menuju ke
tempat yang lebih rendah secara aman.

Yuliarta et al. 2002. Teknologi Budidaya pada Sistem Usaha Konversi. Grafindo. Jakarta.

Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Morgan, R. P. C. 1986. Soil Erosion and Conservation (second edition).Longman Group UK,
Malaysia. 320 hal.

Priyono. 2002. Konservasi Tanah dan Mekanisasi Pertanian. Dalam makalah Teras : Bebas
banjir, 2003.

Sukartaatmadja. 2004. Konversi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor

Utomo, W. H., 1989. Koservasi Tanah di Indonesia. Suatu Rekaman dan Analisa. Rajawali
Press.Jakarta. 176 hal.

Anda mungkin juga menyukai