A. Definisi
Hipertensi postpartum dialami oleh sekitar 2% ibu hamil. Jika tidak ditangani
dengan tepat, kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi, seperti kehilangan
penglihatan, bahkan kematian.
Hipertensi postpartum merupakan kondisi ketika seorang ibu
mengalami tekanan darah tinggi setelah melahirkan. Kenaikan tekanan darah biasanya
mencapai puncaknya pada 3–6 hari pascapersalinan. Namun, tekanan darah tinggi
juga bisa berlangsung hingga 6 bulan setelah melahirkan.
Risiko hipertensi postpartum dapat meningkat jika mengalami beberapa kondisi
berikut:
Melahirkan anak kembar dua atau lebih
Memiliki berat badan berlebih atau kurang
Melahirkan bayi untuk pertama kali saat berusia 40 tahun lebih
Menderita penyakit tertentu sebelum mengandung, seperti diabetes atau
tekanan darah tinggi kronis
B. Etiologi
Kondisi stress dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, karena saat
seseorang dalam kondisi stress akan terjadi pengeluaran beberapa hormon yang akan
menyebabkan penyempitan dari pembuluh darah, dan pengeluaran cairan lambung
yang berlebihan, akibatnya seseorang akan mengalami mual, muntah, mudah
kenyang, nyeri lambung yang berulang, dan nyeri kepala. Kondisi stress yang terus
menerus dapat menyebabkan komplikasi hipertensi pula.
Pola hidup yang tidak seimbang, merupakan sikap hidup yang tidak tepat
komposisi antara asupan makanan, olahraga dan istirahat, sehingga menimbulkan
gejala awal seperti obesitas yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan lain
seperti kencing manis,dan gangguan jantung. Konsumsi garam berlebihan, dapat
menimbulkan darah tinggi diakibatkan oleh peningkatan kekentalan dari darah,
sehingga jantung membutuhkan tenaga yang lebih untuk mendorong darah sampai ke
jaringan paling kecil.
Kebiasaan konsumsi alkohol, kafein, merokok dapat menyebabkan kekakuan dari
pembuluh darah sehingga kemampuan elastisitas pada saat mengalami tekanan yang
tinggi menjadi hilang.
Kadang-kadang, tekanan darah mungkin jauh lebih tinggi dalam periode
pasca-melahirkan dibandingkan antepartum atau intrapartum. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kombinasi faktor, termasuk pemberian larutan garam pada wanita
yang memiliki kelahiran sesar, hilangnya vasodilatasi kehamilan terkait setelah
melahirkan, mobilisasi cairan ekstraselular setelah melahirkan, dan administrasi non-
steroid anti-inflamasi agen untuk postdelivery analgesia . Aldosteronisme primer
merupakan penyebab yang jarang hipertensi postpartum. Wanita dengan gangguan ini
mungkin memiliki tekanan darah lebih rendah selama kehamilan karena efek
natriuretik dari progesteron, dan mungkin hadir dengan hipertensi postpartum
signifikan dengan atau tanpa hipokalemia .
C. Faktor Presdiposisi
D. Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diteruskan ke sel
jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan
dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II
berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi
kenaikan tekanan darah. Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang
menyebabkanretensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan
tekanandarah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ organ seperti jantung
J. Komplikasi
a. Berkurangnya aliran darah ke plasenta
Resiko yang mungkin dialami ibu hamil dengan hipertensi adalah kurangnya aliran
pasokan darah, oksigen dan nutrisi ke bayi. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan
bayi terhambat dan dapat meningkatkan bayi berat lahir rendah.
b. Penyakit kardiovaskuler di masa depan
Wanita yang mengalami Preeklampsia (ditandai dengan tingginya tekanan darah dan
protein dalam urin setelah 20 minggu kehamilan) berisiko mengalami peningkatan
penyakit kardiovaskuler di kemudian hari, meskipun fakta menunjukan bahwa
tekanan darah akan kembali normal setelah melahirkan. c. Plasenta abrupsio (plasenta
lepas sebelum waktunya) Pada beberapa kasus ibu hamil dengan Hipertensi, plasenta
dapat terlepas sebelum waktunya dan terpisah dari Rahim. Abrupsio plasenta akan
menghentikan pasokan oksigen ke bayi dan menyebabkan perdarahan yang berat pada
ibu. Resikonya adalah kematian pada janin
d. Kelahiran prematur
Untuk mencegah terjadinya komplikasi berbahaya yang mungkin bisa mengancam
nyawa ibu dan bayi, tidak jarang masa kehamilan dipercepat sebelum waktunya
sehingga bayi beresiko lahir secara Prematur.
e. Kebutaan
Preeklampsia dapat memicu gangguan pada pembuluh darah di mata. Bahkan
pembuluh darah mata di retina bisa pecah sehingga memicu kebutaan. Tapi lanjutnya,
pada kondisi yang ringan seperti misalnya pembengkakan pada otak yang mengenai
saraf mata, hal ini hanya membuat pasien buta sementara.
M. Progonosis Penyakit
PREEKLAMSIA
B. Definisi
Preeklamsia adalah peningkatan tekanan darah dan kelebihan protein dalam urine
yang terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Bila tidak segera ditangani,
preeklamsia bisa menyebabkan komplikasi yang berbahaya bagi ibu dan janin.
Salah satu faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia adalah usia
ibu hamil yang di bawah 20 tahun atau lebih dari 40 tahun. Kondisi ini perlu segera
ditangani untuk mencegah komplikasi atau berkembang menjadi eklamsia yang dapat
mengancam nyawa ibu hamil dan janin.
C. Etiologi
Penyebab preeklamsia masih belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini diduga
terjadi akibat kelainan perkembangan dan fungsi plasenta, yaitu organ yang berfungsi
menyalurkan darah dan nutrisi untuk janin.
Kelainan tersebut menyebabkan pembuluh darah menyempit dan muncul reaksi yang
berbeda dari tubuh ibu hamil terhadap perubahan hormon. Akibatnya, terjadi
gangguan pada ibu hamil dan janin.
Meski penyebabnya belum diketahui, ada beberapa faktor yang diduga memicu
preeklamsia, yaitu:
Riwayat penyakit ginjal, diabetes, hipertensi, penyakit autoimun, dan gangguan
darah
Riwayat preeklamsia sebelumnya
Riwayat preeklamsia dalam keluarga
Kehamilan pertama
Kehamilan selanjutnya setelah jeda kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10 tahun
Hamil di usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 40 tahun
Mengandung bayi kembar
Obesitas saat hamil
Kehamilan yang sedang dijalani merupakan hasil metode bayi tabung (in vitro
fertilization)
D. Faktor Presdiposisi
E. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ ,
termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya
proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya
peningkatan sensitilitas dari sirculating pressors.Pre eklampsia yang berat dapat
mengakibatkan kerusakan organ tubuh yanglain. Gangguan perfusi plasenta dapat
sebagai pemieu timbpinya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat
terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
F. Menifesti Klinis
1. penambahan berat badan yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg seminggu
beberapa kali.
2. Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan
dan muka
3. Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
a. TD > 140/90 mmH atau Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg Diastolik>15
mmHg
b. ekanan diastolic pada trimester ke Il yang >85 mmHg patut di curigai sebagai
preeklamsi
4.Proteinuria
a. Terdapat protein sebanyak 0,3 g/1 dalam urin 24 jam atau pemeriksaan
kuwalitatif +1 / +2.
c. Kadar protein > 1 g/1 dalam urine yang di keluarkan dengan kateter atau urin
porsi tengah, di ambil 2 kali dalam waktu 6 jam.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
a) Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
b) Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 - 43 vol% )
c) Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 - 450 ribu/mm3 )
b. Urinalisis : Ditemukan protein dalam urine.
c. Pemeriksaan Fungsi hati
a) Bilirubin meningkat (N- - I mg dI)
b) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
c) Aspartat aminomtransferase (AST ) - 60 ul. A
d) Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N 15-45 uml
e) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat(N==31 u/1 )
f) Total protein serum menurun (N- 6,7-8,7 g/dl)
d. Tes kimia darah: Asam urat meningkat ( N- 2.4-2,7 mg dI)
2. Radiologi
a. Ultrasonografi : Ditemukan retardasi pertumbuhan jamin intra uterus.
Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume
cairan ketuban sedikit.
b. Kardiotografi: Diketahui denyut jantung janin lemah.
H. Gejala Preeklamsia
Gejala utama preeklamsia adalah tekanan darah tinggi (hipertensi) dan adanya protein
dalam urine (proteinuria). Gejala tersebut umumnya bisa terdeteksi saat pemeriksaan
kehamilan rutin.
Gejala lain preeklamsia yang umum terjadi adalah:
Sakit-kepala berat
Gangguan penglihatan, seperti pandangan kabur atau sensitif terhadap cahaya
Nyeri di ulu hati atau perut kanan atas
Pusing dan lemas
Sesak napas
Frekuensi buang air kecil dan volume urine menurun
Mual dan muntah
Bengkak pada tungkai, tangan, wajah, dan beberapa bagian tubuh lain
Berat badan naik secara tiba-tiba
Kapan harus ke dokter
Segera periksakan diri ke dokter jika Anda mengalami gejala preeklamsia yang telah
disebutkan sebelumnya. Pemeriksaan dan penanganan perlu segera dilakukan untuk
mencegah komplikasi dan agar tidak berkembang menjadi eklamsia.
Pada kehamilan normal, jadwal pemeriksaan rutin ke dokter adalah sebagai berikut:
Minggu ke-4 sampai ke-28: 1 bulan sekali
Minggu ke-28 sampai ke-36: 2 minggu sekali
Minggu ke-36 sampai ke-40: 1 minggu sekali
Ibu hamil yang didiagnosis mengalami preeklamsia disarankan untuk lebih sering
melakukan pemeriksaan kehamilan ke dokter. Hal ini perlu dilakukan agar dokter
dapat memantau kondisi ibu dan janin.
Pemeriksaan rutin juga perlu dilakukan apabila ibu hamil memiliki kondisi yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia, seperti hipertensi dalam kehamilan atau
pernah mengalami preeklamsia sebelumnya.
I. Diagnosis Preeklamsia
Dokter akan melakukan tanya jawab seputar keluhan yang dialami, serta riwayat
kesehatan pada ibu hamil dan keluarganya.
Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, termasuk tekanan
darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan, suhu tubuh, pembengkakan pada tungkai,
kaki, dan tangan, serta kondisi kandungan.
Jika tekanan darah ibu hamil lebih dari 140/90 mmHg pada dua kali pemeriksaan
dalam jeda waktu 4 jam, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis preeklamsia. Pemeriksaan tersebut meliputi:
Tes urine, untuk mengetahui kadar protein dalam urine
Tes darah, untuk memeriksa fungsi hati, ginjal, dan jumlah trombosit darah
Ultrasonografi (USG), untuk melihat pertumbuhan janin
USG Doppler, untuk mengukur efisiensi aliran darah ke plasenta
Nonstress test (NST) dengan cardiotocography atau CTG, untuk mengukur detak
jantung janin saat bergerak di dalam kandungan.
J. Klasifikasi
Dibagai dalam 2 golongan
1. Preeklamsi ringan:
a. Tekanan darah 140/90 mmh atau lebih diukur dengan posisi rebah terlentang
atau posisi baring, kenaikan diastolic 15mmhg dan diastolic 30mmhg atau lebih.
Cara pengukuran selurang kuruggnya pada 2x pemeriksaan dengan jarak periksa
satu jam ( sehaiknya 6 jam )
b. Edema umumnya pada kaki, jari tangan, dan muka atau kenaikan BB I kg lebih
perminggu
c. Protein uria kwantitatif 0,3gr atau lebih perliter, kwalitatif I atau 2+ pada urin
kateter atau midstream.
2. Preeklamsi berat
a. Tekanan darah 160/110 mmhg atau lebih
b. Proteinuria 5gr atau lebil/L
c. Oliguria jumlah urine dari 500cc per 24 jam
d. Keluhan subjektif
1.Nyeri di epigastrium
2. Gang guan penglihatan ( skotoma
3. Nyeri kepala
4. Edema paru dan sianosis
e. Pemeriksaan:
1. kadar enzim hati meningkat disertai ikterus
2. perdarahan pada retina
3. trombosit kurang dari 100.000/mm
K. Komplikasi Preeklamsia
Preeklamsia yang tidak tertangani dapat menyebabkan komplikasi pada ibu hamil,
seperti:
Eklamsia
Solusio plasenta
Kerusakan organ, seperti edema paru, gagal ginjal, dan gagal hati
Stroke hemoragik
Penyakit jantung
Gangguan pembekuan darah
Sindrom HELLP
Selain ibu, janin juga dapat mengalami sejumlah komplikasi, seperti:
Pertumbuhan janin terhambat
Lahir prematur
Lahir dengan berat badan rendah
Asfiksia neonatarum
Neonatal respiratory distress syndrome (NRDS)
L. Progonosis Penyakit
M. Penanganan
Preeklamsia dapat teratasi jika janin dilahirkan atau dengan menangani gejala yang
dialami ibu hamil sampai kondisinya siap untuk melahirkan. Beberapa penanganan
yang dapat dilakukan yaitu:
Pemberian obat-obatan
Sejumlah obat-obatan yang dapat diresepkan untuk menangani preeklamsia
adalah:
Antihipertensi, seperti metildopa, untuk menurunkan tekanan darah
Kortikosteroid, untuk mempercepat perkembangan paru-paru janin
MgSO4, untuk mencegah komplikasi kejang pada ibu hamil
Perawatan di rumah sakit
Bila preeklamsia yang dialami ibu hamil cukup berat atau makin parah, perawatan di
rumah sakit diperlukan agar kondisinya tetap terpantau. Selama perawatan, dokter
akan melakukan tes darah, NST, dan USG secara rutin.
Perawatan setelah melahirkan
Setelah melahirkan, pemantauan kondisi ibu dan bayi tetap perlu dilakukan.
Umumnya, pasien perlu menjalani rawat inap beberapa hari setelah melahirkan.
Pasien juga tetap perlu mengonsumsi obat antihipertensi yang diresepkan oleh dokter
dan melakukan kontrol rutin selama 6 minggu setelah melahirkan.
N. Pencegahan Preeklamsia
Tidak ada cara khusus untuk mencegah preeklamsia. Namun, ada beberapa upaya
yang bisa dilakukan oleh calon ibu dan ibu hamil untuk menurunkan risiko
terjadinya preeklamsia, yaitu:
Melakukan kontrol rutin selama kehamilan
Mengontrol tekanan darah dan gula darah jika menderita hipertensi dan
diabetes
Menjaga berat badan ideal sebelum dan selama kehamilan
Mengonsumsi makanan bergizi lengkap dan seimbang
Membatasi konsumsi makanan tinggi garam
Berolahraga rutin, baik sebelum maupun selama hamil
Tidak merokok dan tidak mengonsumsi minuman beralkohol
Mengonsumsi suplemen vitamin dan mineral sesuai saran dokter
EKLAMSIA
A. Definisi
Eklamsia adalah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan
kejang sebelum, selama, atau setelah persalinan. Kondisi gawat darurat ini bisa terjadi
setelah penderitanya mengalami preeklamsia.Eklamsia merupakan kondisi lanjutan dari
preeklamsia. Eklamsia umumnya jarang terjadi, tetapi harus segera ditangani karena
dapat membahayakan nyawa ibu hamil dan janinnya. Kondisi ini umumnya terjadi
saat usia kehamilan mencapai 20 minggu atau lebih.
B. Etiologi
Sampai saat ini, penyebab terjadinya preeklamsia dan eklamsia belum diketahui
secara pasti. Akan tetapi, kondisi ini diduga disebabkan oleh kelainan bentuk dan
fungsi plasenta.
Meski penyebabnya belum diketahui, ada beberapa faktor yang diduga memicu
preeklamsia dan eklamsia, yaitu:
C. Faktor Presdiposisi
Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik, mola
hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita
preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau
eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia.
D. Patofiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ ,
termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya
proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya
peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat
mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat
sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat
terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
Patofisiologi preeklamsia-eklamsia setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis
kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume
plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik, peningkatan curah
jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada preeklamsia, volume plasma
yang beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit
maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi
ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ
dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal
menurun.
Predisposisi genetik dapat merupakan fakktor imunologi lain( Chesley,
1984 ). Sibai menemukan adanya frekuensi preeklamsia dan eklamsia pada anak dan
cucu wanita yang memiliki riwayat eklampsia, yang menunjukkan suatu gen resesif
autosom yang mengatur respons imun maternal.
E. Gejala Eklamsia
Gejala utama eklamsia adalah kejang yang terjadi sebelum, selama, atau setelah
persalinan. Eklamsia selalu terjadi setelah preeklamsia. Sementara preeklamsia
sendiri dapat timbul sejak kehamilan mencapai usia 20 minggu.
Preeklamsia ditandai dengan tekanan darah yang lebih dari 140/90 mm Hg, adanya
protein dalam urine, dan dapat disertai dengan pembengkakan di tungkai. Jika tidak
mendapatkan penanganan, preeklamsia bisa menyebabkan eklamsia.
Pada beberapa kasus, bisa terjadi impending eclampsia yang ditandai dengan:
Jika terus berlanjut, penderitanya dapat mengalami kejang. Kejang ini bisa terjadi
sebelum, selama, atau setelah persalinan.
Kejang eklamsia dapat terjadi satu kali atau berulang kali. Namun, ada dua fase
kejang yang bisa terjadi saat mengalami eklamsia, yaitu:
1. Fase pertama
Pada fase ini, kejang berlangsung selama 15–20 detik, yang disertai dengan
kedutan di wajah, kemudian terjadi kontraksi otot di seluruh tubuh.
2. Fase kedua
Kejang fase kedua berlangsung selama 60 detik, yang dimulai dari rahang,
kemudian menjalar ke otot muka, kelopak mata, dan akhirnya menyebar ke
seluruh tubuh. Pada fase ini, kejang eklamsia menyebabkan otot berkontraksi dan
rileks secara berulang-ulang dalam waktu yang cepat.
F. Menifestasi klinis
Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan
peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus
dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
Gangguan penglihatan a pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan
kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
Iritabel a ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau
gangguan lainnya
Nyeri perut a nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan
muntah
Gangguan pernafasan sampai cyanosis
Terjadi gangguan kesadaran
Pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah.
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
I. Klasifikasi
J. Komplikasi
Tanpa penanganan yang baik, eklamsia dapat menimbulkan komplikasi serius,
termasuk kematian ibu hamil dan janin. Eklamsia yang tidak tertangani juga bisa
menyebabkan sejumlah komplikasi kesehatan, seperti:
Efek samping kejang, seperti lidah tergigit, patah tulang, cedera kepala,
dan pneumonia aspirasi akibat masuknya isi lambung ke saluran pernapasan
Kerusakan sistem saraf pusat, perdarahan di otak, gangguan penglihatan, bahkan
kebutaan, akibat kejang yang berulang
Kerusakan organ, seperti gagal ginjal dan gagal hati
Sindrom HELLP dan gangguan sistem peredaran darah, seperti koagulasi intravena
terdiseminasi atau disseminated intravascular coagulation (DIC)
Gangguan kehamilan, misalnya pertumbuhan janin terhambat, solusio
plasenta, oligohidramnion, atau bayi terlahir secara prematur
Penyakit jantung koroner dan stroke
Risiko mengalami preeklamsia dan eklamsia pada kehamilan berikutnya
K. Penanganan
L. Prognosis Penyakit
M. Pencegahan Eklamsia
Belum ada cara khusus untuk mencegah preeklamsia atau eklamsia. Namun, ada
beberapa upaya yang bisa dilakukan oleh calon ibu dan ibu hamil untuk
menurunkan risiko terjadinya eklamsia, yaitu:
Bagi ibu hamil yang berisiko tinggi mengalami preeklamsia, pemberian aspirin dapat
mencegah eklamsia. Akan tetapi, pemberian aspirin tersebut harus atas anjuran dari
dokter.
Referensi
Rana, S., et al. (2019). Preeclampsia: Pathophysiology, Challenges, and Perspectives.
Circulation Research, 124, pp. 1094−112.
Peres, M., Mariana, M. & Cairrão, E. (2018). Pre-Eclampsia and Eclampsia: An Update on
the Pharmacological Treatment Applied in Portugal. Journal of Cardiovascular Development
and Disease, 5(1), pp. 3.
National Health Service UK (2021). Health A to Z. Preeclampsia.
National Institutes of Health (2022). National Library of Medicine. Eclampsia.
National Institutes of Health (2020). MedlinePlus. Eclampsia.
Mayo Clinic (2022). Diseases & Conditions. Preeclampsia.
Dulay, A. MSD Manual (2020). Preeclampsia and Eclampsia.
Gaither, K. WebMD (2019). Preeclampsia.
Kam, K. WebMD (2020). How Often Do I Need Prenatal Visits?
Macon, B. Healthline (2018). Eclampsia.
Ross, M. Medscape (2022). Eclampsia.
Ross, M. Medscape (2019). What are the Phases of Eclampsia Seizures?
Ross, M. Medscape (2019). Which Medications are Used in the Treatment of Eclampsia?
Stöppler, M. MedicineNet (2020). Pregnancy: Preeclampsia vs. Eclampsia.
Referensi
Scott, G., et al. (2020). Guidelines—Similarities and Dissimilarities: A Systematic Review of
International Clinical Practice Guidelines for Pregnancy Hypertension. American Journal of
Obstetrics and Gynecology. 226(2). pp. S1222–S1236
Rana, S., et al. (2019). Preeclampsia: Pathophysiology, Challenges, and Perspectives.
Circulation Research, 124(7), pp. 1094–112.
Rasouli, M., Pourheidari, M., & Hamzeh Gardesh, Z. (2019). Effect of Self-care Before and
During Pregnancy to Prevention and Control Preeclampsia in High-risk Women.
International Journal of Preventive Medicine, 10, pp. 21.
American Pregnancy Association (2022). Preeclampsia.
National Health Service UK (2021). Health A to Z. Pre-eclampsia.
Mayo Clinic (2022). Diseases & Conditions. Preeclampsia.
Mayo Clinic (2020). Tests & Procedures. Fetal Ultrasound.
Gaither, K. WebMD (2019). Preeclampsia.
Herndon, J. Healthline (2021). Preeclampsia: Causes, Diagnosis, and Treatments.
Kam, K. WebMD (2020). How Often Do I Need Prenatal Visits?
Umana, O. & Siccardi, M. StatPearls (2021). Prenatal Non-stress Test.
Referensi
Powles, K., & Gandhi, S. (2017). Postpartum Hypertension. CMAJ: Canadian Medical
Association Journal = Journal de l'Association Medicale Canadienne, 189 (27), pp. E913.
Sharma, K. J., & Kilpatrick, S. J. (2017). Postpartum Hypertension: Etiology, Diagnosis, and
Management. Obstetrical & Gynecological Survey, 72(4), pp. 248–252.
University of Pittsburgh Medical Center, Heart and Vascular Institute. Pregnancy-induced
Hypertension (Postpartum Hypertension).
Stanford Children's Health, Lucile Packard Children's Hospital Stanford. Gestational
Hypertension.
National Health Service UK (2021). Health A to Z. Pre-eclampsia.
Mayo Clinic (2021). Diseases & Conditions. Postpartum preeclampsia.
WebMD (2019). Preeclampsia.