Anda di halaman 1dari 16

HIPERTENSI POSTPARTUM

A. Definisi
Hipertensi postpartum dialami oleh sekitar 2% ibu hamil. Jika tidak ditangani
dengan tepat, kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi, seperti kehilangan
penglihatan, bahkan kematian.
Hipertensi postpartum merupakan kondisi ketika seorang ibu
mengalami tekanan darah tinggi setelah melahirkan. Kenaikan tekanan darah biasanya
mencapai puncaknya pada 3–6 hari pascapersalinan. Namun, tekanan darah tinggi
juga bisa berlangsung hingga 6 bulan setelah melahirkan.
Risiko hipertensi postpartum dapat meningkat jika mengalami beberapa kondisi
berikut:
 Melahirkan anak kembar dua atau lebih
 Memiliki berat badan berlebih atau kurang
 Melahirkan bayi untuk pertama kali saat berusia 40 tahun lebih
 Menderita penyakit tertentu sebelum mengandung, seperti diabetes atau
tekanan darah tinggi kronis
B. Etiologi
Kondisi stress dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, karena saat
seseorang dalam kondisi stress akan terjadi pengeluaran beberapa hormon yang akan
menyebabkan penyempitan dari pembuluh darah, dan pengeluaran cairan lambung
yang berlebihan, akibatnya seseorang akan mengalami mual, muntah, mudah
kenyang, nyeri lambung yang berulang, dan nyeri kepala. Kondisi stress yang terus
menerus dapat menyebabkan komplikasi hipertensi pula.
Pola hidup yang tidak seimbang, merupakan sikap hidup yang tidak tepat
komposisi antara asupan makanan, olahraga dan istirahat, sehingga menimbulkan
gejala awal seperti obesitas yang selanjutnya dapat menyebabkan gangguan lain
seperti kencing manis,dan gangguan jantung. Konsumsi garam berlebihan, dapat
menimbulkan darah tinggi diakibatkan oleh peningkatan kekentalan dari darah,
sehingga jantung membutuhkan tenaga yang lebih untuk mendorong darah sampai ke
jaringan paling kecil.
Kebiasaan konsumsi alkohol, kafein, merokok dapat menyebabkan kekakuan dari
pembuluh darah sehingga kemampuan elastisitas pada saat mengalami tekanan yang
tinggi menjadi hilang.
Kadang-kadang, tekanan darah mungkin jauh lebih tinggi dalam periode
pasca-melahirkan dibandingkan antepartum atau intrapartum. Hal ini mungkin
disebabkan oleh kombinasi faktor, termasuk pemberian larutan garam pada wanita
yang memiliki kelahiran sesar, hilangnya vasodilatasi kehamilan terkait setelah
melahirkan, mobilisasi cairan ekstraselular setelah melahirkan, dan administrasi non-
steroid anti-inflamasi agen untuk postdelivery analgesia . Aldosteronisme primer
merupakan penyebab yang jarang hipertensi postpartum. Wanita dengan gangguan ini
mungkin memiliki tekanan darah lebih rendah selama kehamilan karena efek
natriuretik dari progesteron, dan mungkin hadir dengan hipertensi postpartum
signifikan dengan atau tanpa hipokalemia .
C. Faktor Presdiposisi
D. Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diteruskan ke sel
jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan
dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II
berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi
kenaikan tekanan darah. Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang
menyebabkanretensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan
tekanandarah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ organ seperti jantung

E. Gejala Hipertensi Postpartum


Hipertensi postpartum dapat dikenali dengan beberapa gejala, antara lain:
 Pusing
 Sakit kepala hebat
 Kaki atau pergelangan kaki bengkak
 Kelelahan parah
 Nyeri lengan, punggung, leher, atau rahang
 Keringat dingin atau mual
 Jantung berdebar
 Berat badan naik drastis
F. Menifesti Klinis
Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti apa penyebab hipertensi postpartum.
Namun, ada beberapa kondisi yang diduga terkait atau menjadi penyebab hipertensi
postpartum, di antaranya:
Preeklamsia
Preeklamsia merupakan kondisi yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan
protein dalam urin pada ibu hamil. Preeklamsia dapat terjadi ketika usia kandungan
berumur lebih dari 20 minggu.
Wanita yang mengalami preeklamsia selama kehamilan memiliki risiko lebih tinggi
terkena hipertensi postpartum.
Preeklamsia setelah melahirkan
Preeklamsia dapat berlanjut setelah melahirkan, tetapi kondisi ini jarang terjadi.
Sebagian besar preeklamsia setelah melahirkan terjadi dalam waktu 48 jam
pascapersalinan, tapi ada juga yang terjadi 6 minggu atau lebih setelah melahirkan.
Preeklamsia setelah melahirkan harus dipantau dan diobati dengan tepat agar tidak
menyebabkan masalah kesehatan yang serius atau bahkan kematian.
Hipertensi gestasional
Hipertensi gestasional adalah tekanan darah tinggi yang terjadi pada trimester kedua
atau ketiga kehamilan. Kondisi ini biasanya hilang setelah melahirkan. Namun,
hipertensi gestasional juga dapat berlanjut selama berminggu-minggu hingga
berbulan-bulan pascapersalinan.
G. Pemeriksaan Penunjang
H. Diagnosis
Diagnosis Hipertensi dalam kehamilan ditegakkan apabila tekanan darah sistolik ≥140
mmHg atau tekanan darah diastolik≥90 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu,
dimana sebelum kehamilan tekanan darah subyek tersebut normal dan tekanan
darah kembali normal pada 12 minggu setelah melahirkan.
Diagnosis Hipertensi dalam kehamilan :
a. Didapatkan tekanan darah sistolik 140 atau diastolik 90 mmHguntuk
pertama kalinya pada kehamilan di atas 20 minggu.
b. Tidak ada proteinurin.
c. Tekanan darah kembali normal sebelum 12 minggu postpartum
d. Mungkin memiliki tanda-tanda atau gejala Preeklampsia, misalnya,
tidak nyaman atau Trombositopenia Epigastrika.
Pertama kali ditentukannya diagnosisHipertensi dalamkehamilan:
a. Pemeriksaan perkiraan pertumbuhan janindan volume air ketubannya. Bila
hasil normal dan terjadi perubahan pada ibu, maka dilakukan pemeriksaan ulang.
b. NST harus dilakukan pada waktu diagnosis awal. Bila NST non reaktif dan
desakan darah tidak meningkat, maka NST ulang hanya dilakukan bila ada
perubahan pada ibu
I. Klasifikasi
1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20
minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20
minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.
2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Eklampsia adalah preeklampsi yang disertai dengan
kejang-kejang dan/atau koma.
3. Preeklampsia pada hipertensi kronik (preeclampsia superimposed upon chronic
hypertension) adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsi atau
hipertensi kronik disertai proteinuria.
4. Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa
disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan
atau kematian dengan tanda-tanda preeklampsi tetapi tanpa proteinuria
(Prawirohardjo, 2013).

J. Komplikasi
a. Berkurangnya aliran darah ke plasenta
Resiko yang mungkin dialami ibu hamil dengan hipertensi adalah kurangnya aliran
pasokan darah, oksigen dan nutrisi ke bayi. Hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan
bayi terhambat dan dapat meningkatkan bayi berat lahir rendah.
b. Penyakit kardiovaskuler di masa depan
Wanita yang mengalami Preeklampsia (ditandai dengan tingginya tekanan darah dan
protein dalam urin setelah 20 minggu kehamilan) berisiko mengalami peningkatan
penyakit kardiovaskuler di kemudian hari, meskipun fakta menunjukan bahwa
tekanan darah akan kembali normal setelah melahirkan. c. Plasenta abrupsio (plasenta
lepas sebelum waktunya) Pada beberapa kasus ibu hamil dengan Hipertensi, plasenta
dapat terlepas sebelum waktunya dan terpisah dari Rahim. Abrupsio plasenta akan
menghentikan pasokan oksigen ke bayi dan menyebabkan perdarahan yang berat pada
ibu. Resikonya adalah kematian pada janin
d. Kelahiran prematur
Untuk mencegah terjadinya komplikasi berbahaya yang mungkin bisa mengancam
nyawa ibu dan bayi, tidak jarang masa kehamilan dipercepat sebelum waktunya
sehingga bayi beresiko lahir secara Prematur.
e. Kebutaan
Preeklampsia dapat memicu gangguan pada pembuluh darah di mata. Bahkan
pembuluh darah mata di retina bisa pecah sehingga memicu kebutaan. Tapi lanjutnya,
pada kondisi yang ringan seperti misalnya pembengkakan pada otak yang mengenai
saraf mata, hal ini hanya membuat pasien buta sementara.

K. Penanganan Hipertensi Postpartum


Penanganan pada penderita hipertensi postpum dapat dilakukan dengan :
Penanganannya bisa cukup diberi obat anti hipertensi atau bila perlu bisa diberikan
MgSO4 lewat infus atau suntikan pada bokong. Agen antihipertensi mungkin
diperlukan sementara postpartum jika hipertensi parah. Obat-obatan oral serupa
dengan yang digunakan dalam populasi tidak hamil dapat digunakan. Singkat
furosemide terapi (20 mg oral sekali atau dua kali per hari selama lima hari) dapat
memfasilitasi kembali ke normotension pada wanita dengan berat, tetapi tidak ringan,
preeklampsia, terutama mereka dengan edema yang signifikan.
Tekanan darah harus dipantau secara ketat, idealnya dengan evaluasi di rumah
pasien, untuk menghindari hipotensi seperti tekanan darah wanita kembali ke tingkat
dasar normal. Jika sebelum hamil tekanan darah normal, dan jika tekanan darah
dikendalikan, adalah wajar untuk menghentikan agen antihipertensi setelah tiga
minggu dan memonitor tekanan darah untuk menilai apakah perawatan lebih lanjut
diindikasikan
Apabila mengalami hipertensi postpartum, dapat merekomendasikan dua metode
penanganan berikut:
1. Menyusui
Semua wanita yang baru melahirkan, baik yang menderita hipertensi postpartum
maupun tidak, dianjurkan untuk menyusui. Menyusui aman dilakukan dan dipercaya
dapat membantu mengurangi tekanan darah tinggi.
2. Obat-obatan
Selain menyusui,bida juga dapat meresepkan obat nifedipine, methyldopa,
atau enalapril untuk menangani hipertensi postpartum. Obat-obatan tersebut tergolong
aman untuk dikonsumsi selama menyusui.
Hipertensi postpartum dapat menyebabkan sejumlah masalah medis, seperti
kerusakan organ, buta, penyakit jantung, kejang, stroke, dan bahkan kematian jika
tidak ditangani dengan baik.

L. Penatalaksanaan Penanganan Umum, Meliputi :


1. Perawatan selama kehamilan
Jika tekanan darah diastolik >110 mmHg, berikan obat antihipertensi sampai tekanan
darah diastolik diantara 90-100 mmHg. Obat pilihan antihipertensi adalah
hidralazin yang diberikan 5 mg IV pelan-pelan selama 5 menit sampai tekanan
darah turun. Jika hidralazin tidak tersedia, dapat diberikan nifedipin 5 mg sublingual
dan tambahkan 5 mg sublingual jika respon tidak membaik setelah 10 menit. Selain
itu labetolol juga dapat diberikan sebagai alternatif hidralazin. Dosis labetolol adalah
10 mg, jika respon tidak baik setelah 10 menit, berikan lagi labetolol 20 mg.
Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih). Ukur
keseimbangan cairan, jangan sampai overload. Auskultasi paru untuk mencari
tanda-tanda edema paru. Adanya krepitasi menunjukkan edema paru, maka
pemberian cairan dihentikan. Perlu kateterisasi urin untuk pengeluaran volume
dan proteinuria. Jika jumlah urin <30 ml per jam, infus cairan dipertahankan
sampai 1 jam dan pantau kemungkinan edema paru. Observasi tanda-tanda vital
ibu dan denyut jantung janin dilakukan setiap jam.
Untuk hipertensi dalam kehamilan yang disertai kejang, dapat diberikan
Magnesium sulfat (MgSO4). MgSO4 merupakan obat pilihan untuk mencegah
dan menangani kejang pada preeklampsi dan eklampsi. Cara pemberian MgSO4 pada
preeklampsi dan eklampsi adalah:
a. Dosis awal Berikan MgSO4 4 gram IV sebagai larutan 20% selama 5 menit.
Diikuti dengan MgSO4 (50%) 5 gr IM dengan 1 ml lignokain 2% (dalam semprit
yang sama). Pasien akan merasa agak panas saat pemberian MgSO4
b. Dosis pemeliharaan MgSO4 (50%) 5 gr + 1 ml lignokain 2 % IM setiap 4 jam.
Pemberian tersebut dilanjutkan sampai 24 jam postpartum atau kejang terakhir.
Sebelum pemberian MgSO4, periksa frekuensi nafas minimal 16 kali/menit, refleks
patella positif dan urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir. Pemberian
MgSO4 dihentikan jika frekuensi nafas <16 kali/menit, refleks patella negatif dan
urin <30 ml/jam. Siapkan antidotum glukonat dan ventilator jika terjadi 10
henti nafas. Dosis glukonat adalah 2 gr (20 ml dalam larutan 10%) IV secara perlahan
sampai pernafasan membaik
2. Perawatan persalinan Pada preeklampsi berat, persalinan harus terjadi dalam 24
jam, sedang pada eklampsi dalam 12 jam sejak gejala eklampsi timbul. Jika terdapat
gawat janin, atau persalinan tidak terjadi dalam 12 jam pada eklampsi, lakukan
seksio sesarea (Mustafa R et al., 2012).
3. Perawatan pospartum Antikonvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum
atau kejang terakhir. Teruskan pemberian obat antihipertensi jika tekanan darah
diastolik masih >110 mmHg dan pemantauan urin (Mustafa R et al., 2012).

M. Progonosis Penyakit

PREEKLAMSIA
B. Definisi
Preeklamsia adalah peningkatan tekanan darah dan kelebihan protein dalam urine
yang terjadi setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Bila tidak segera ditangani,
preeklamsia bisa menyebabkan komplikasi yang berbahaya bagi ibu dan janin.
Salah satu faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia adalah usia
ibu hamil yang di bawah 20 tahun atau lebih dari 40 tahun. Kondisi ini perlu segera
ditangani untuk mencegah komplikasi atau berkembang menjadi eklamsia yang dapat
mengancam nyawa ibu hamil dan janin.

C. Etiologi
Penyebab preeklamsia masih belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini diduga
terjadi akibat kelainan perkembangan dan fungsi plasenta, yaitu organ yang berfungsi
menyalurkan darah dan nutrisi untuk janin.
Kelainan tersebut menyebabkan pembuluh darah menyempit dan muncul reaksi yang
berbeda dari tubuh ibu hamil terhadap perubahan hormon. Akibatnya, terjadi
gangguan pada ibu hamil dan janin.
Meski penyebabnya belum diketahui, ada beberapa faktor yang diduga memicu
preeklamsia, yaitu:
 Riwayat penyakit ginjal, diabetes, hipertensi, penyakit autoimun, dan gangguan
darah
 Riwayat preeklamsia sebelumnya
 Riwayat preeklamsia dalam keluarga
 Kehamilan pertama
 Kehamilan selanjutnya setelah jeda kurang dari 2 tahun atau lebih dari 10 tahun
 Hamil di usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 40 tahun
 Mengandung bayi kembar
 Obesitas saat hamil
 Kehamilan yang sedang dijalani merupakan hasil metode bayi tabung (in vitro
fertilization)
D. Faktor Presdiposisi

E. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ ,
termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya
proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya
peningkatan sensitilitas dari sirculating pressors.Pre eklampsia yang berat dapat
mengakibatkan kerusakan organ tubuh yanglain. Gangguan perfusi plasenta dapat
sebagai pemieu timbpinya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat
terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.

F. Menifesti Klinis
1. penambahan berat badan yang berlebihan, terjadi kenaikan 1 kg seminggu
beberapa kali.
2. Edema terjadi peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan
dan muka
3. Hipertensi (di ukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit)
a. TD > 140/90 mmH atau Tekanan sistolik meningkat > 30 mmHg Diastolik>15
mmHg
b. ekanan diastolic pada trimester ke Il yang >85 mmHg patut di curigai sebagai
preeklamsi
4.Proteinuria
a. Terdapat protein sebanyak 0,3 g/1 dalam urin 24 jam atau pemeriksaan
kuwalitatif +1 / +2.
c. Kadar protein > 1 g/1 dalam urine yang di keluarkan dengan kateter atau urin
porsi tengah, di ambil 2 kali dalam waktu 6 jam.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
a) Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
b) Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 - 43 vol% )
c) Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 - 450 ribu/mm3 )
b. Urinalisis : Ditemukan protein dalam urine.
c. Pemeriksaan Fungsi hati
a) Bilirubin meningkat (N- - I mg dI)
b) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
c) Aspartat aminomtransferase (AST ) - 60 ul. A
d) Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat ( N 15-45 uml
e) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat(N==31 u/1 )
f) Total protein serum menurun (N- 6,7-8,7 g/dl)
d. Tes kimia darah: Asam urat meningkat ( N- 2.4-2,7 mg dI)
2. Radiologi
a. Ultrasonografi : Ditemukan retardasi pertumbuhan jamin intra uterus.
Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume
cairan ketuban sedikit.
b. Kardiotografi: Diketahui denyut jantung janin lemah.

H. Gejala Preeklamsia
Gejala utama preeklamsia adalah tekanan darah tinggi (hipertensi) dan adanya protein
dalam urine (proteinuria). Gejala tersebut umumnya bisa terdeteksi saat pemeriksaan
kehamilan rutin.
Gejala lain preeklamsia yang umum terjadi adalah:
 Sakit-kepala berat
 Gangguan penglihatan, seperti pandangan kabur atau sensitif terhadap cahaya
 Nyeri di ulu hati atau perut kanan atas
 Pusing dan lemas
 Sesak napas
 Frekuensi buang air kecil dan volume urine menurun
 Mual dan muntah
 Bengkak pada tungkai, tangan, wajah, dan beberapa bagian tubuh lain
 Berat badan naik secara tiba-tiba
Kapan harus ke dokter
Segera periksakan diri ke dokter jika Anda mengalami gejala preeklamsia yang telah
disebutkan sebelumnya. Pemeriksaan dan penanganan perlu segera dilakukan untuk
mencegah komplikasi dan agar tidak berkembang menjadi eklamsia.
Pada kehamilan normal, jadwal pemeriksaan rutin ke dokter adalah sebagai berikut:
 Minggu ke-4 sampai ke-28: 1 bulan sekali
 Minggu ke-28 sampai ke-36: 2 minggu sekali
 Minggu ke-36 sampai ke-40: 1 minggu sekali
Ibu hamil yang didiagnosis mengalami preeklamsia disarankan untuk lebih sering
melakukan pemeriksaan kehamilan ke dokter. Hal ini perlu dilakukan agar dokter
dapat memantau kondisi ibu dan janin.
Pemeriksaan rutin juga perlu dilakukan apabila ibu hamil memiliki kondisi yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia, seperti hipertensi dalam kehamilan atau
pernah mengalami preeklamsia sebelumnya.
I. Diagnosis Preeklamsia
Dokter akan melakukan tanya jawab seputar keluhan yang dialami, serta riwayat
kesehatan pada ibu hamil dan keluarganya.
Selanjutnya, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh, termasuk tekanan
darah, denyut nadi, frekuensi pernapasan, suhu tubuh, pembengkakan pada tungkai,
kaki, dan tangan, serta kondisi kandungan.
Jika tekanan darah ibu hamil lebih dari 140/90 mmHg pada dua kali pemeriksaan
dalam jeda waktu 4 jam, dokter akan melakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis preeklamsia. Pemeriksaan tersebut meliputi:
 Tes urine, untuk mengetahui kadar protein dalam urine
 Tes darah, untuk memeriksa fungsi hati, ginjal, dan jumlah trombosit darah
 Ultrasonografi (USG), untuk melihat pertumbuhan janin
 USG Doppler, untuk mengukur efisiensi aliran darah ke plasenta
 Nonstress test (NST) dengan cardiotocography atau CTG, untuk mengukur detak
jantung janin saat bergerak di dalam kandungan.

J. Klasifikasi
Dibagai dalam 2 golongan
1. Preeklamsi ringan:
a. Tekanan darah 140/90 mmh atau lebih diukur dengan posisi rebah terlentang
atau posisi baring, kenaikan diastolic 15mmhg dan diastolic 30mmhg atau lebih.
Cara pengukuran selurang kuruggnya pada 2x pemeriksaan dengan jarak periksa
satu jam ( sehaiknya 6 jam )
b. Edema umumnya pada kaki, jari tangan, dan muka atau kenaikan BB I kg lebih
perminggu
c. Protein uria kwantitatif 0,3gr atau lebih perliter, kwalitatif I atau 2+ pada urin
kateter atau midstream.
2. Preeklamsi berat
a. Tekanan darah 160/110 mmhg atau lebih
b. Proteinuria 5gr atau lebil/L
c. Oliguria jumlah urine dari 500cc per 24 jam
d. Keluhan subjektif
1.Nyeri di epigastrium
2. Gang guan penglihatan ( skotoma
3. Nyeri kepala
4. Edema paru dan sianosis
e. Pemeriksaan:
1. kadar enzim hati meningkat disertai ikterus
2. perdarahan pada retina
3. trombosit kurang dari 100.000/mm

K. Komplikasi Preeklamsia
Preeklamsia yang tidak tertangani dapat menyebabkan komplikasi pada ibu hamil,
seperti:
 Eklamsia
 Solusio plasenta
 Kerusakan organ, seperti edema paru, gagal ginjal, dan gagal hati
 Stroke hemoragik
 Penyakit jantung
 Gangguan pembekuan darah
 Sindrom HELLP
Selain ibu, janin juga dapat mengalami sejumlah komplikasi, seperti:
 Pertumbuhan janin terhambat
 Lahir prematur
 Lahir dengan berat badan rendah
 Asfiksia neonatarum
 Neonatal respiratory distress syndrome  (NRDS)
L. Progonosis Penyakit
M. Penanganan
Preeklamsia dapat teratasi jika janin dilahirkan atau dengan menangani gejala yang
dialami ibu hamil sampai kondisinya siap untuk melahirkan. Beberapa penanganan
yang dapat dilakukan yaitu:
Pemberian obat-obatan
Sejumlah obat-obatan yang dapat diresepkan untuk menangani preeklamsia
adalah:
 Antihipertensi, seperti metildopa, untuk menurunkan tekanan darah
 Kortikosteroid, untuk mempercepat perkembangan paru-paru janin
 MgSO4, untuk mencegah komplikasi kejang pada ibu hamil
Perawatan di rumah sakit
Bila preeklamsia yang dialami ibu hamil cukup berat atau makin parah, perawatan di
rumah sakit diperlukan agar kondisinya tetap terpantau. Selama perawatan, dokter
akan melakukan tes darah, NST, dan USG secara rutin.
Perawatan setelah melahirkan
Setelah melahirkan, pemantauan kondisi ibu dan bayi tetap perlu dilakukan.
Umumnya, pasien perlu menjalani rawat inap beberapa hari setelah melahirkan.
Pasien juga tetap perlu mengonsumsi obat antihipertensi yang diresepkan oleh dokter
dan melakukan kontrol rutin selama 6 minggu setelah melahirkan.

N. Pencegahan Preeklamsia
Tidak ada cara khusus untuk mencegah preeklamsia. Namun, ada beberapa upaya
yang bisa dilakukan oleh calon ibu dan ibu hamil untuk menurunkan risiko
terjadinya preeklamsia, yaitu:
 Melakukan kontrol rutin selama kehamilan
 Mengontrol tekanan darah dan gula darah jika menderita hipertensi dan
diabetes
 Menjaga berat badan ideal sebelum dan selama kehamilan
 Mengonsumsi makanan bergizi lengkap dan seimbang
 Membatasi konsumsi makanan tinggi garam
 Berolahraga rutin, baik sebelum maupun selama hamil
 Tidak merokok dan tidak mengonsumsi minuman beralkohol
 Mengonsumsi suplemen vitamin dan mineral sesuai saran dokter

EKLAMSIA
A. Definisi
Eklamsia adalah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi dan
kejang sebelum, selama, atau setelah persalinan. Kondisi gawat darurat ini bisa terjadi
setelah penderitanya mengalami preeklamsia.Eklamsia merupakan kondisi lanjutan dari
preeklamsia. Eklamsia umumnya jarang terjadi, tetapi harus segera ditangani karena
dapat membahayakan nyawa ibu hamil dan janinnya. Kondisi ini umumnya terjadi
saat usia kehamilan mencapai 20 minggu atau lebih.

B. Etiologi
Sampai saat ini, penyebab terjadinya preeklamsia dan eklamsia belum diketahui
secara pasti. Akan tetapi, kondisi ini diduga disebabkan oleh kelainan bentuk dan
fungsi plasenta.
Meski penyebabnya belum diketahui, ada beberapa faktor yang diduga memicu
preeklamsia dan eklamsia, yaitu:

 Riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya


 Riwayat preeklamsia atau eklamsia dalam keluarga
 Hamil di usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 40 tahun
 Riwayat penyakit diabetes, penyakit ginjal, anemia sel sabit, obesitas, serta
penyakit autoimun, seperti lupus dan sindrom antifosfolipid (APS)
 Kehamilan kembar
 Kehamilan yang sedang dijalani merupakan hasil metode bayi tabung (IVF)

C. Faktor Presdiposisi
Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik, mola
hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita
preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau
eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia dan eklampsia.

D. Patofiologi
Pada pre eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke organ ,
termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar dari timbulnya
proses pre eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi aliran darah dan
timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan karena adanya
peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Pre eklampsia yang berat dapat
mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan perfusi plasenta dapat
sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat berakibat
terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.
Patofisiologi preeklamsia-eklamsia setidaknya berkaitan dengan perubahan fisiologis
kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume
plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik, peningkatan curah
jantung, dan penurunan tekanan osmotik koloid. Pada preeklamsia, volume plasma
yang beredar menurun, sehingga terjadi hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit
maternal. Perubahan ini membuat perfusi organ maternal menurun, termasuk perfusi
ke unit janin-uteroplasenta. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ
dengan menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal
menurun.
            Predisposisi genetik dapat merupakan fakktor imunologi lain( Chesley,
1984 ). Sibai menemukan adanya frekuensi preeklamsia dan eklamsia pada anak dan
cucu wanita yang memiliki riwayat eklampsia, yang menunjukkan suatu gen resesif
autosom yang mengatur respons imun maternal.

E. Gejala Eklamsia
Gejala utama eklamsia adalah kejang yang terjadi sebelum, selama, atau setelah
persalinan. Eklamsia selalu terjadi setelah preeklamsia. Sementara preeklamsia
sendiri dapat timbul sejak kehamilan mencapai usia 20 minggu.
Preeklamsia ditandai dengan tekanan darah yang lebih dari 140/90 mm Hg, adanya
protein dalam urine, dan dapat disertai dengan pembengkakan di tungkai. Jika tidak
mendapatkan penanganan, preeklamsia bisa menyebabkan eklamsia.
Pada beberapa kasus, bisa terjadi impending eclampsia yang ditandai dengan:

 Tekanan darah makin tinggi


 Sakit kepala yang parah
 Mual dan muntah
 Sakit perut terutama di bagian kanan atas
 Bengkak di tangan dan kaki
 Gangguan penglihatan
 Frekuensi dan jumlah urine berkurang (oligouria)
 Peningkatan kadar protein dalam urine

Jika terus berlanjut, penderitanya dapat mengalami kejang. Kejang ini bisa terjadi
sebelum, selama, atau setelah persalinan.
Kejang eklamsia dapat terjadi satu kali atau berulang kali. Namun, ada dua fase
kejang yang bisa terjadi saat mengalami eklamsia, yaitu:

1. Fase pertama
Pada fase ini, kejang berlangsung selama 15–20 detik, yang disertai dengan
kedutan di wajah, kemudian terjadi kontraksi otot di seluruh tubuh.
2. Fase kedua
Kejang fase kedua berlangsung selama 60 detik, yang dimulai dari rahang,
kemudian menjalar ke otot muka, kelopak mata, dan akhirnya menyebar ke
seluruh tubuh. Pada fase ini, kejang eklamsia menyebabkan otot berkontraksi dan
rileks secara berulang-ulang dalam waktu yang cepat.

F. Menifestasi klinis

 Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti dengan
peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut terus menerus
dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat sakit kepala lain
 Gangguan penglihatan a pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya, pandangan
kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
 Iritabel a ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara berisik atau
gangguan lainnya
 Nyeri perut a nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan
muntah
 Gangguan pernafasan sampai cyanosis
 Terjadi gangguan kesadaran
 Pada preeklampsia berat didapatkan sakit kepala di daerah frontal, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah.
G. Pemeriksaan Penunjang

 Tes darah, untuk memeriksa jumlah trombosit darah


 Tes urine, untuk mengetahui kadar protein dalam urine
 Tes fungsi hati, untuk memeriksa kerusakan di organ hati
 Tes fungsi ginjal, termasuk ureum dan kreatin, untuk mengetahui kadar kreatin di
ginjal dan mendeteksi kerusakan ginjal
 Ultrasonografi (USG), untuk memeriksa kondisi janin

H. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

 Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi,


dan    timbul proteinuria
 Gejala subyektif : sakit kepala didaerah fromtal, nyeri epigastrium; gangguan
visus; penglihatan kabur, skotoma, diplopia; mual dan muntah.
 Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat, dan tidak tenang
 Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria pada
pemeriksaan laboratorium

I. Klasifikasi

Klasifikasi Menurut saat terjadinya eklampsia kita mengenal istilah:


1.Eklampsia ante partum ialah eklampsi yang terjadi sebelum persalinan (paling
sering setelah 20 minggu kehamilan)
2.Eklampsia intrapartum ialah eklampsia sewaktu persalinan.
3.Eklampsia postpartum, eklampsia setelah persalinan.

J. Komplikasi
Tanpa penanganan yang baik, eklamsia dapat menimbulkan komplikasi serius,
termasuk kematian ibu hamil dan janin. Eklamsia yang tidak tertangani juga bisa
menyebabkan sejumlah komplikasi kesehatan, seperti:

 Efek samping kejang, seperti lidah tergigit, patah tulang, cedera kepala,
dan pneumonia aspirasi akibat masuknya isi lambung ke saluran pernapasan
 Kerusakan sistem saraf pusat, perdarahan di otak, gangguan penglihatan, bahkan
kebutaan, akibat kejang yang berulang
 Kerusakan organ, seperti gagal ginjal dan gagal hati
 Sindrom HELLP dan gangguan sistem peredaran darah, seperti koagulasi intravena
terdiseminasi atau disseminated intravascular coagulation (DIC)
 Gangguan kehamilan, misalnya pertumbuhan janin terhambat, solusio
plasenta, oligohidramnion, atau bayi terlahir secara prematur
 Penyakit jantung koroner dan stroke
 Risiko mengalami preeklamsia dan eklamsia pada kehamilan berikutnya

K. Penanganan
L. Prognosis Penyakit
M. Pencegahan Eklamsia
Belum ada cara khusus untuk mencegah preeklamsia atau eklamsia. Namun, ada
beberapa upaya yang bisa dilakukan oleh calon ibu dan ibu hamil untuk
menurunkan risiko terjadinya eklamsia, yaitu:

 Menjalani kontrol rutin ke dokter selama kehamilan


 Menjaga berat badan ideal sebelum dan selama kehamilan
 Tidak merokok dan tidak mengonsumsi minuman beralkohol
 Mengonsumsi suplemen tambahan sesuai saran dokter

Bagi ibu hamil yang berisiko tinggi mengalami preeklamsia, pemberian aspirin dapat
mencegah eklamsia. Akan tetapi, pemberian aspirin tersebut harus atas anjuran dari
dokter.

Referensi
Rana, S., et al. (2019). Preeclampsia: Pathophysiology, Challenges, and Perspectives.
Circulation Research, 124, pp. 1094−112.
Peres, M., Mariana, M. & Cairrão, E. (2018). Pre-Eclampsia and Eclampsia: An Update on
the Pharmacological Treatment Applied in Portugal. Journal of Cardiovascular Development
and Disease, 5(1), pp. 3.
National Health Service UK (2021). Health A to Z. Preeclampsia.
National Institutes of Health (2022). National Library of Medicine. Eclampsia.
National Institutes of Health (2020). MedlinePlus. Eclampsia.
Mayo Clinic (2022). Diseases & Conditions. Preeclampsia.
Dulay, A. MSD Manual (2020). Preeclampsia and Eclampsia.
Gaither, K. WebMD (2019). Preeclampsia.
Kam, K. WebMD (2020). How Often Do I Need Prenatal Visits?
Macon, B. Healthline (2018). Eclampsia.
Ross, M. Medscape (2022). Eclampsia.
Ross, M. Medscape (2019). What are the Phases of Eclampsia Seizures?
Ross, M. Medscape (2019). Which Medications are Used in the Treatment of Eclampsia?
Stöppler, M. MedicineNet (2020). Pregnancy: Preeclampsia vs. Eclampsia.
Referensi
Scott, G., et al. (2020). Guidelines—Similarities and Dissimilarities: A Systematic Review of
International Clinical Practice Guidelines for Pregnancy Hypertension. American Journal of
Obstetrics and Gynecology. 226(2). pp. S1222–S1236
Rana, S., et al. (2019). Preeclampsia: Pathophysiology, Challenges, and Perspectives.
Circulation Research, 124(7), pp. 1094–112.
Rasouli, M., Pourheidari, M., & Hamzeh Gardesh, Z. (2019). Effect of Self-care Before and
During Pregnancy to Prevention and Control Preeclampsia in High-risk Women.
International Journal of Preventive Medicine, 10, pp. 21.
American Pregnancy Association (2022). Preeclampsia.
National Health Service UK (2021). Health A to Z. Pre-eclampsia.
Mayo Clinic (2022). Diseases & Conditions. Preeclampsia.
Mayo Clinic (2020). Tests & Procedures. Fetal Ultrasound.
Gaither, K. WebMD (2019). Preeclampsia.
Herndon, J. Healthline (2021). Preeclampsia: Causes, Diagnosis, and Treatments.
Kam, K. WebMD (2020). How Often Do I Need Prenatal Visits?
Umana, O. & Siccardi, M. StatPearls (2021). Prenatal Non-stress Test.
Referensi
Powles, K., & Gandhi, S. (2017). Postpartum Hypertension. CMAJ: Canadian Medical
Association Journal = Journal de l'Association Medicale Canadienne, 189 (27), pp. E913.
Sharma, K. J., & Kilpatrick, S. J. (2017). Postpartum Hypertension: Etiology, Diagnosis, and
Management. Obstetrical & Gynecological Survey, 72(4), pp. 248–252.
University of Pittsburgh Medical Center, Heart and Vascular Institute. Pregnancy-induced
Hypertension (Postpartum Hypertension).
Stanford Children's Health, Lucile Packard Children's Hospital Stanford. Gestational
Hypertension.
National Health Service UK (2021). Health A to Z. Pre-eclampsia.
Mayo Clinic (2021). Diseases & Conditions. Postpartum preeclampsia.
WebMD (2019). Preeclampsia.

Anda mungkin juga menyukai