Anda di halaman 1dari 44

SMF Ilmu Kesehatan Mata R SUD D r.

Pandu an
Pra kt is
Klin is
Dept/SM F Ilm u Kese hat an Mata
Fa kultas Kedokter an Universitas Air la ngga Divisi Katarak
RSUD Dr. Soetomo
Jl . Mayjend Prof. Dr. Moe stop o No. 6 - 8,
Sura baya 6 0 2 35

Tlp . 031 550 1 613


Fax . 031 501 6454

Penyusun

Prof. Sjamsu Budio no , dr. , Sp. M(K)

Djiwat mo , dr. , Sp. M(K)

Dicky Hermawan , dr. , Sp. M

Indri Wa hyun i , dr. , Sp. M


DAFTAR ISI PPK KATARAK

1. Katarak Anak

2. Katarak Senilis

3. Katarak Traumatika

4. Katarak Komplikata

5. Katarak Drug-induced

6. Katarak Diabetikum

PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr Soetomo


Panduan Praktik Klinis
SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo Surabaya

KATARAK ANAK
KATARAK KONGENITAL (ICD 10 : Q12.0)
KATARAK INFANTIL, JUVENIL (ICD X : H26.0)

Kekeruhan pada lensa yang terjadi sejak Katarak kongenital bila telah
Pengertian
(Definisi) terdapat sejak lahir pada katarak kongenital atau . terjadi sebelum usia 2 tahun
pada katarak infantile dan sebelum usia 10 tahun pada katarak juvenile. 1

Keluhan utama adalah terdapat bintik putih pada mata. Keluhan mata
yang lain dapat berupa penglihatan tidakfokus, nistagmus (mata bergerak-gerak
sendiri), strabismus (mata juling), asimetri mata (misalnya terdapat
mikroftalmia pada 1 mata), fotofobia (silau), trauma okular, atau rujukan
dari dokter lainnya yang merujuk karena mendeteksi kemungkinan adanya
kekeruhan lensa.2
Lakukan pencatatan data pasien, termasuk data demografi; jenis
Anamnesis kelamin, etnis, tanggal dan berat badan lahir; riwayat infeksi semasa ibu
mengandung (terutama anamnesis yang mengarah ke infeksi TORCH, timbul
ruam atau demam selama kehamilan); riwayat ibu yang berhubungan
dengan alkohol, merokok, penggunaan narkoba, maupun terpapar radiasi
selama kehamilan; riwayat trauma okular (kecuali bila katarak cenderung
karena penyebab selain trauma); usia onset gejala keluhan mata; status
oftalmologi mata sebelumnya; terapi kortikosteroid (terutama pada tipe
katarak subkapsular posterior). Riwayat keluarga dengan kelainan katarak
(terkait dengan katarak herediter) juga ditanyakan terutama pada katarak
bilateral.2,3
a. Periksa tajam penglihatan, untuk memperoleh kesan apakah tajam
penglihatan bayi masih ada atau sudah jelek. Dapat dilakukan dengan Teller
acuity card.2-5
b. Dengan menggunakan senter, amati apakah penderita masih ada reaksi
terhadap cahaya, yaitu mengikuti arah datang cahaya. 2-5
Pemeriksaan Fisik c. Pemeriksaan posisi dan gerak bola mata.2,3
d. Lakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan menggunakan Tonopen
atau tonometri Schiotz. 2-5
e. Dengan pupil yang dilebarkan tampak kekeruhan lensa putih keabuan, dapat
juga dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp biomicroscope
portable. 2-6
f. Dengan menggunakan oftalmoskop: lakukan evaluasi refleks fundus. 2-5
a. Tajam penglihatan menurun.
b. Tampak kekeruhan pada lensa mata, dievaluasi dengan menggunakan
Kriteria Diagnosis
lampu senter, dan/atau slit lamp biomicroscope portable.
c. Refleks fundus yang menurun atau negative.

Katarak Kongenital (ICD 10 : Q12.0)


Diagnosis Kerja
Katarak Infantil/Juvenil (ICD X : H26.0)

PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr. Soetomo


Panduan Praktik Klinis
SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo Surabaya

KATARAK ANAK
KATARAK KONGENITAL (ICD 10 : Q12.0)
KATARAK INFANTIL, JUVENIL (ICD X : H26.0)

a. Retinoblastoma : tumor ganas yang menyerang retina, ditandai dengan


gejala mata kucing (amaurotic cat’s eye), yang bisa disertai dengan strabismus
dan atau glaukoma.
b. Persistent fetal vasculature (PFV)/ persistent hyperplastic primary vitreous
Diagno (PHPV) : menetapnya keberadaan pertumbuhan jaringan pembuluh darah
sis embrio di belakang lensa mata.
c. Retinopathy on prematurity : adalah penyakit mata pada bayi prematur
yang diduga disebabkan oleh pertumbuhan yang tidak teratur dari
pembuluh darah retina yang dapat menyebabkan jaringan parut dan ablasi
retina
No Pemeriksaan Rekomendasi GR Ref
Keratome Untuk menentukan kekuatan lensa Grade 7-9
1 tanam
tri dan B, Level
3
Skrining Pemeriksaan dilakukan pada pasien Grade 1,3,10
serologi yang akan dilakukan C, Level
operasi
katarak. Konsultasi ke 4
bidang
TORCH,
2 darah rutin spesialisasi lain (spesialis anak)
seperti diperlukan jika terdapat masalah
DPL, PT sistemik yang akan berisiko saat
Pemeriksaan dan APTT dilakukan operasi.
Penunjang 10
jika dicurigai terdapat patologi pada Grade
retina atau vitreus terkait temuan C, Level
anamnesis dan kondisi sistemik pasien 4
namun tidak dapat dilakukan
pemeriksaan funduskopi karena
3 USG B- kekeruhan media refraksi. Jika
terdapat katarak total monokular
juga sebaiknya dilakukan pemeriksaan
USG karena dugaan katarak terjadi
akibat komplikasi masalah lain di
segmen posterior atau akibat trauma.

No Terapi Prosedur (ICD-9-CM) GR Ref

PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr. Soetomo


1 Operasi Extracapsular Extraction Of Lens Grade 1,2,3,
By Simple Aspiration (And A, Level 11
Irrigation) 1A
Terapi Technique dengan/tanpa implantasi
IOL (13.3 +13.71)

1. Apabila didapatkan katar


unilateral yang ak

PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr. Soetomo


Panduan Praktik Klinis
SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo Surabaya

KATARAK ANAK
KATARAK KONGENITAL (ICD 10 : Q12.0)
KATARAK INFANTIL, JUVENIL (ICD X : H26.0)

dengan diameter lebih dari 2


mm, atau katarak pada kedua
mata, dianjurkan ekstraksi
katarak pada waktu bayi
berusia kurang atau sama
dengan 2 bulan, untuk
memungkinkan berkembang
nya tajam penglihatan dan
mencegah terjadi ambliopia
pada penderita. Apabila
operasi berhasil baik, operasi
mata kedua dapat dilakukan
segera. Apabila tidak,
operasi ditunda 1-2 tahun
kemudian, sehingga resiko
penyulit operasi lebih rendah.
2. Tindakan pembedahan
yang dilakukan berupa disisi
kapsul anterior lensa diikuti
dengan aspirasi irigasi masa
lensa. Dilakukan kapsulotomi
posterior primer dan vitrektomi
anterior untuk mencegah
terjadinya kekeruhan pada
kapsul lensa.5
3. Pemasangan lensa intra okuler
pada infantil dapat dilakukan
selama tidak ada kontraindikasi.
4. Tindakan pembedahan
pada bayi/anak dengan bius
umum.
2 Medikamentosa Setelah operasi katarak dapat Grade 1,3
diberikan medikamentosa berupa C, Level
steroid topikal (contoh prednisolon 4
asetat 1% atau yang serupa, 4-6
kali sehari selama 1-2 bulan. Apabila
terdapat inflamasi yang signifikan,
steroid topikal dapat dilanjut kan lebih
lama hingga 3-6 bulan dengan
evaluasi ketat TIO); antibiotik
topikal (tetes atau salep mata

PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr. Soetomo


sebanyak 4 kali selama 1-2
minggu); dan siklopegik.
Pemeriksaan berkala setelah
operasi

PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr. Soetomo


Panduan Praktik Klinis
SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo Surabaya

KATARAK ANAK
KATARAK KONGENITAL (ICD 10 : Q12.0)
KATARAK INFANTIL, JUVENIL (ICD X : H26.0)

dilakukan pada 1 hari, 1 minggu, 1


bulan dan 3 bulan pasca operasi,
dilanjutkan dengan minimal 2x setahun
control.

a. Lakukan edukasi kepada orang tua penderita bahwa terjadi kekeruhan pada
lensa mata yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah
infeksi dari Virus Rubella yang terjadi ketika masa kehamilan trimester
pertama.
b. Jelaskan kepada orang tua penderita tentang tata laksana yang akan
dilakukan, yaitu pembedahan pada mata, dengan tujuan mengeluarkan
lensa mata yang keruh dan kemungkinan akan ada tindakan operasi lanjutan
Eduk di lain hari baik untuk kapsulotomi kapsul lensa posterior atau tindakan
operasi mata yang lain jika diperlukan
c. Menjelaskan kepada penderita perihal komplikasi yang dapat terjadi
akibat penyakit yang diderita
d. Menjelaskan kepada penderita perihal penyulit yang terjadi pada
saat pembedahan
e. Menjelaskan kepada penderita perihal prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam jika kelainan hanya kekeruhan pada lensa
Progno mata, dubia ad malam jika disertai kelainan mata yang lain
baik dari
segmen anterior/posterior mata

a. Prof. Sjamsu Budiono, dr., Sp.M (K)


Penelaah b. Dicky Hermawan, dr., Sp.M (K)
c. IndriWahyuni, dr., Sp.M (K)

a. Ada refleks fundus


Indikator b. Peningkatan tajam
penglihat

PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr. Soetomo


1. Neely DE, Wilson ME, Plager DA, Zion I Ben. Cataracts in Childhood.
Helveston EM, Smallwood LM, editors. ORBIS; 2011. 1-60 p.
2. Wilson ME, Saunders RA, Trivedi RH. Pediatric ophthalmology: Current
thought and A practical guide. Pediatric Ophthalmology: Current Thought and
Kepustaka A Practical Guide. 2009. 1-497 p.
3. Trivedi RH, Pandey SK, Wilson ME. Pediatric Cataract Surgery,
Techniques Complications, and Management. Lippincott Williams & Wilkins.
2005.
4. Drover JR, Wyatt LM, Stager DR, Birch EE. The teller acuity cards are effective
in

PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr. Soetomo


Panduan Praktik Klinis
SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo Surabaya

KATARAK ANAK
KATARAK KONGENITAL (ICD 10 : Q12.0)
KATARAK INFANTIL, JUVENIL (ICD X : H26.0)

detecting amblyopia. Optom Vis Sci 2009;86:755-9


5. Hoevenaars NE, Polling JR, Wolfs RC. Prediction error and myopic shift
after intraocular lens implantation in paediatric cataract patients. Br J
Ophthalmol. Aug 2011;95(8):1082-5
6. J.F H, M. D. Congenital and inherited cataract. Duane’s clinical
ophthalmology. Pennsylvania: Lippincott Williams & Wilkins; 2005.
7. Findl O, Kriechbaum K, Sacu S, et al. Influence of operator experience
on the performance of ultrasound biometry compared to optical biometry
before cataract surgery. Journal of Cataract and Refractive Surgery. 2003;
29;1950-5.
8. Shammas HJ. A comparison of immersion and contact techniques for axial
length measurement. Journal of the American Intraocular Implant Society.
1984;10;444-7
9. Schelenz J, Kammann J. Comparison of contact and immersion techniques
for axial length measurement and implant power calculation. Journal of
Cataract and Refractive Surgery. 1989;15;415-8.
10. Bowling B. Kanski's Clinical Ophtalmology: Lens. Sydney: Elsevier limited.
Ed. 8. 2016;p.269-88
11. Wright KW, Matsumoto E, Edelman PM. Binocular fusion and
stereopsis associated with early surgery for monocular congenital cataracts.
Arch Ophthalmol. 1992;110(11):1607–9.

Surabaya, 1 Januari
2016 Ketua SMF IlmuKesehatan
Mata

Dr. Nurwasis, dr.,SpM (K)


NIP 195806191986111001

Keterangan:
GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD Dr. Soetomo

PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr. Soetomo


Tahun 2017

PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr. Soetomo


Panduan Praktik Klinis
SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo Surabaya

(KATARAK SENILIS) (ICD- 10 : H25)


Katarak senilis insipien: H25.0
Katarak senilis nuklear: H25.1
Katarak senilis hipermatur/morgagnian: H25.2
Katarak senilis yang lain (bentuk katarak kombinasi): H25.8
Katarak senilistidak spesifik: H25.9

Katarak adalah kekeruhan lensa yang mengarah kepada penurunan


Pengertian ketajaman visual dan/atau cacat fungsional yang dirasakan oleh pasien.
(Definisi) Manifes Katarak memiliki derajat kepadatan (density) yang sangat bervariasi
dan dapat disebabkan oleh berbagai hal, pada umumnya akibat proses
degenatif.1
Seorang pasien dengan katarak senilis datang dengan riwayat
kemunduran penglihatan secara progesif. Penyimpangan penglihatan bervariasi,
tergantung pada
jenis dari katarak ketika pasien datang.
a. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan
pasien dengan katarak senilis.
b. Silau, keluhan ini termasuk seluruh spektrum dari penurunan sensitivitas
kontras terhadap cahaya terang lingkungan, silau pada cahaya matahari
saat siang hari hingga silau ketika mengemudi pada malam hari saat ada
lampu mobil lain yang mendekat.
c. Perubahan miopik (myopic shift), progesifitas awal katarak sering
meningkatkan kekuatan dioptrik lensa yang menimbulkan myopia derajat
Anamnesis sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien presbiop melaporkan
peningkatan penglihatan jauh , pada pasien presbiopia terjadi perbaikan
penglihata dekat sehingga kurang membutuhkan kaca mata baca,
keadaan ini disebut dengan second sight. Secara khas, perubahan
miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal posterior
atau anterior.
d. Diplopia monokular, terjadi apabila perubahan nuklear yang terkonsentrasi
pada bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian
tengah dari lensa, yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek
merah dengan retinoskopi atau ophtalmoskopi langsung. Fenomena ini
menimbulkan diplopia monokular yang tidak dapat dikoreksi dengan
kacamata, prisma, atau lensa kontak
e. Noda, berkabut pada lapangan pandang terjadi sebagai akibat dari
kekeruhan lensa.
a. Anamnesis keluhan dan riwayat penyakit mata serta riwayat penyakit
sistemik, penilaian status fungsional penglihatan. (Grade C, Level 4)
b. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan
Pemeriksaan Fisik
koreksi terbaik serta menggunakan pin-hole. (Grade C, Level 4)
c. Pemeriksaan posisi dan gerak bola mata. (Grade C, Level 4)
d. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior. (Grade C,
Level

PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr Soetomo


Panduan Praktik Klinis
SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo Surabaya

(KATARAK SENILIS) (ICD- 10 : H25)


Katarak senilis insipien: H25.0
Katarak senilis nuklear: H25.1
Katarak senilis hipermatur/morgagnian: H25.2
Katarak senilis yang lain (bentuk katarak kombinasi): H25.8
Katarak senilistidak spesifik: H25.9

4)
e. Tekanan intraokular (TIO) diukur dengan tonometer non-contact, aplanasi
atau Schiotz. (Grade C, Level 4)
f. Jika TIO dalam batas normal (kurang dari 21 mmHg) dilakukan dilatasi
pupil dengan tetes mata tropicamide 0.5%, setelah pupil cukup lebar
dilakukan pemeriksaan dengan slit lamp melihat derajat kekeruhan lensa
apakah sesuai dengan tajam penglihatan pasien. (Grade C, Level 4)
g. Dilakukan pemeriksaan fundus dengan oftalmoskopi langsung atau pun
tidak langsung. (Grade C, Level 4)

a. Penglihatan kabur. Perlahan-lahan, makin lama makin kabur.


b. Silau,
Kriteria Diagnosis c. Tajam penglihatan menurun,
d. Lensa yang keruh.
e. Fundus reflek menjadi gelap sampai dengan negatif.

Diagnosis Kerja Katarak Senilis ( H25 )

a. Refleks senil
b. Katarak komplikata
Diagnosis c. Katarak karena penyebab lain : misal obat – obatan (steroid), radiasi,
Banding rudapaksa mata dan lain-lain
d. Kekeruhan badan kaca
e. Ablasio retina

No Pemeriksaan Rekomendasi GR Ref


1 Keratometri Untuk menentukan kekuatan Grade 2-4
dan lensa tanam B, Level
biometri 3
2 darah Pemeriksaan dilakukan pada Grade 5
Pemeriksaan rutin seperti pasien yang akan dilakukan C, Level
Penunjang DPL, PT dan operasi katarak. Konsultasi ke 4
APTT serta bidang spesialisasi lain
gula darah diperlukan jika terdapat
masalah sistemik yang akan
berisiko saat dilakukan operasi
seperti hipertensi dan
gangguan paru serta jantung.
Kondisi diabetes melitus yang
tidak terkontrol juga
PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr Soetomo
Panduan Praktik Klinis
SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo Surabaya

(KATARAK SENILIS) (ICD- 10 : H25)


Katarak senilis insipien: H25.0
Katarak senilis nuklear: H25.1
Katarak senilis hipermatur/morgagnian: H25.2
Katarak senilis yang lain (bentuk katarak kombinasi): H25.8
Katarak senilistidak spesifik: H25.9

memerlukan konsultasi dengan


ahli penyakit dalam, karena hal ini
akan mempengaruhi
penyembuhan luka dan
meningkatkan risiko infeksi.
3 USG B scan jika dicurigai terdapat patologi Grade 5
pada retina atau vitreus terkait C, Level
temuan anamnesis dan kondisi 4
sistemik pasien namun tidak dapat
dilakukan pemeriksaan
funduskopi karena kekeruhan
media refraksi. Jika terdapat
katarak total monokular juga
sebaiknya dilakukan
pemeriksaan USG karena
dugaan katarak terjadi akibat
komplikasi masalah lain di
segmen posterior atau akibat
trauma.
4 Retinometri Pemeriksaan dilakukan jika Grade 5
dan derajat kekeruhan ringan namun C, Level
ketebalan penurunan tajam penglihatan 4
makula lebih buruk dari yang
(OCT) seharusnya dan evaluasi
patologi pada makula tidak
jelas akibat kekeruhan lensa.
Namun pada beberapa kasus
katarak dengan
kekeruh med ya ber
pemeriksaan ia ng at,
dilakukan.
5 Spekular Pemeriksaan dilakukan jika Grade 5
mikroskopi dicurigai adanya patologi pada C, Level
endotel kornea dan pada kasus 4
dengan penyulit.
No Terapi Prosedur (ICD-9-CM) GR Ref
1 Operasi Ekstrakapsular katarak ekstraksi (ECCE) Grade 6-10
Terapi
dengan/tanpa implantasi IOL A, Level
(13.2 +13.71) 1A
PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr Soetomo
Panduan Praktik Klinis
SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo Surabaya

(KATARAK SENILIS) (ICD- 10 : H25)


Katarak senilis insipien: H25.0
Katarak senilis nuklear: H25.1
Katarak senilis hipermatur/morgagnian: H25.2
Katarak senilis yang lain (bentuk katarak kombinasi): H25.8
Katarak senilistidak spesifik: H25.9

Manual Small Incision Cataract Grade 6-10


Surgery (MSICS) dengan/tanpa A, Level
implantasi IOL (13.2 +13.71) 1A
Fakoemulsifikasi dengan/tanpa Grade 6-10
implantasi IOL (13.41+13.71) A, Level
1A
2 Medikame Penggunaan tetes Grade
mata 12,13
n tosa kombinasi antibiotika dan C, Level
steroid
harus diberikan kepada pasien untuk 4
digunakan setiap hari selama minimal 4
minggu pasca operasi.
2 Konservatif Operasi katarak sebaiknya Grade 11
tidak dilakukan pada kondisi pasien C, Level
tidak bersedia dilakukan operasi, 4
kacamata atau alat bantu optik lain
bisa mencukupi kebutuhan penglihatan
pasien, operasi tidak dapat
meningkatkan fungsi penglihatan,
operasi dapat membahaya- kan
kesehatan pasien karena kondisi
medis sistemik lain, surat
persetujuan tindakan tidak bisa
didapat-kan, serta perawatan
pascaoperasi yang baik
diperkirakan tidak dapat dilakukan.

a. Menjelaskan kepada penderita perihal penyakit yang diderita


b. Menjelaskan kepada penderita perihal komplikasi yang dapat terjadi
akibat penyakit yang diderita
c. Menjelaskan kepada penderita berupa tindakan terapi/pembedahan yang
Eduk dapat dilakukan berkaitan dengan penyakitnya
d. Menjelaskan kepada penderita perihal penyulit yang terjadi pada
saat pembedahan
e. Menjelaskan kepada penderita perihal prognosis

Ad Vitam : dubia ad bonam


Ad Sanationam : dubia ad bonam
Progno Ad Fungsionam: dubia ad bonam jika kelainan hanya kekeruhan pada lensa
mata, dubia ad malam jika disertai kelainan mata yang lain
baik dari segmen anterior/posterior mata
PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr Soetomo
Panduan Praktik Klinis
SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo Surabaya

(KATARAK SENILIS) (ICD- 10 : H25)


Katarak senilis insipien: H25.0
Katarak senilis nuklear: H25.1
Katarak senilis hipermatur/morgagnian: H25.2
Katarak senilis yang lain (bentuk katarak kombinasi): H25.8
Katarak senilistidak spesifik: H25.9

a. Prof. Sjamsu Budiono, dr., Sp.M (K)


Penelaah Kritis b. Dicky Hermawan, dr., Sp.M(K)
c. IndriWahyuni, dr., Sp.M(K)

Indikator Medis Peningkatan tajam penglihatan

1. Patel AS, Feldman BH, Delmonte DW, Stelzner SK, Heersink S.


Cataract in the Adult Eye: Surgery and Diagnostic Procedures.
Preferred Practice Patterns. American Academy of Ophthalmology.
September 2006.
2. Findl O, Kriechbaum K, Sacu S, et al. Influence of operator experience
on the performance of ultrasound biometry compared to optical
biometry before cataract surgery. Journal of Cataract and Refractive
Surgery. 2003; 29;1950-5.
3. Shammas HJ. A comparison of immersion and contact techniques for
axial length measurement. Journal of the American Intraocular Implant
Society. 1984;10;444-7
4. Schelenz J, Kammann J. Comparison of contact and immersion techniques
for axial length measurement and implant power calculation. Journal of
Cataract and Refractive Surgery. 1989;15;415-8.
5. Bowling B. Kanski's Clinical Ophtalmology: Lens. Sydney: Elsevier limited.
Kepustakaan Ed.
8. 2016;p.269-88
6. Powe N, Tielsh J, Stein O, et al. Rigor of research methods in studies
of the effectiveness and safety of cataract extraction with introcular lens
implantation. Archives of Ophthalmology. 1994;112;228-38.
7. Powe N, Schein O, Gieser S, et al. Synthesis of the literature on visual
acuity and complications following cataract extraction with
intraocular lens implantation. Cataract Patient Outcame Research
Team. Archives of Ophthalmology. 1994;239-52.
8. Olsen T, Bargum R. Outcome monitoring in cataract surgery.
Acta Ophthalmologica Scandinavica. 1995;73;433-7.
9. Ohrloff C, Zubcov AA. Comparison of planned phacoemulsification
and extracapsular cataract extraction. Ophthalmologica. 1997;211;8-12.
10. Ruit S, Tabin G, Chang D, et al. A prospective randomized clinical
trial of phacoemulsification vs manual sutureless small-incision
extracapsular cataract surgery in Nepal. American Journal of
Ophthalmology. 2007;143;32-38
11. Dupps WJ. Preoperative screening for occult disease in cataract
surgery candidates. Journal of Cataract & Refractive Surgery. 2016
April:42(4);513–
PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr Soetomo
Panduan Praktik Klinis
SMF ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo Surabaya

(KATARAK SENILIS) (ICD- 10 : H25)


Katarak senilis insipien: H25.0
Katarak senilis nuklear: H25.1
Katarak senilis hipermatur/morgagnian: H25.2
Katarak senilis yang lain (bentuk katarak kombinasi): H25.8
Katarak senilistidak spesifik: H25.9

514.
12. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 29 tahun
2016. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Mata di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Available at: http://dinkes.kedirikab.go.id
Accesed on: March, 2017.
13. Standar Profesi & Sertifikasi Dokter Spesialis Mata dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Mata. PERDAMI. Available at: http://perdami.or.id/
Accesed on: March, 2017.

Surabaya, 1 Januari
2016 Ketua SMF Ilmu
Kesehatan Mata

Dr. Nurwasis, dr.,SpM (K)


NIP 195806191986111001

Keterangan:
GR: Grade of Recommendation sesuai Buku Pedoman Penyusunan Clinical Guideline RSUD Dr. Soetomo
Tahun 2017

PPK SMF I.K. Mata RSUD Dr Soetomo


Panduan Praktik Klinis
SMF: ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo, Surabaya

KATARAK TRAUMATIKA
ICD 10 : H26.1
Kekeruhan lensa yang muncul sebagai akibat cedera pada mata
Pengertian (Definisi) yang dapat merupakan trauma tembus/tumpul/elektrik/kimia yang
terlihat sesudah beberapa hari ataupun beberapa tahun. Katarak
traumatik ini dapat munculakut, subakut, ataupungejalasisa dari trauma
mata.
1. Riwayat dan mekanisme trauma.
Anamnesis 2. Riwayat keadaan mata sebelumnya, apakah ada riwayat
operasi, glaukoma, retinal detachment, penyakit mata karena
gangguan metabolik.
3. Riwayat penyakit lain seperti diabetes, sickle cell, sindroma
marfan, homosistinuria, defisiensisulfatoksidase.
4. Keluhan mengenai penglihatan ganda pada satu mata atau
kedua mata, dannyeri padamata

Pemeriksaan Fisik 1. Tajam penglihatan, lapangan pandang.


2. Kerusakan ektraokuler (fraktur tulang orbita, gangguan
saraf traumatik)
3. Tekanan intraokuler (glaukomasekunder, perdarahan retrobulber)
4. Pemeriksaan Segmen Anterior (laserasi dinding bola
mata, kerusakankornea, hifema, iritis, iridodenesis, dll)
5. Pemeriksaan : katarak (luas dan tipe), Lensa (subluksasi),
integritas kapsul lensa (anterior dan posterior),
6. Vitreous (ada atau tidaknya perdarahan dan pelepasan
vitreous posterior)
7. Fundus (retinal detachment, ruptur khoroid, perdarahan pre intra
dan sub retina, kondisisarafoptik.

Kriteria Diagnosis 1. Penurunantajam penglihatan.


2. Kekeruhan pada lensa mata.
3. Riwayat trauma.

Diagnosis Katarak Traumatika (H26.1)

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


Diagnosis Banding 1. Katarak senilis

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


2. Katarak komplikata
3. Uveitis kronik

1. Tekanandarah
Pemeriksaan Penunjang 2. Laboratorium darahdan radiologi:
- Pasientanpa riwayat penyakit lain : gula darahacak
- Pasien dengan riwayat penyakit lain/bius
umum/ pendampingan dokter anestesi : darah lengkap,
liver function test, renal function test, serum elektrolit,
faal hemostasis, rontgen thoraks, elektrokardiografi.
3. Keratometri6
4. Biometri6
5. USG Mata(A-Scandan B-Scan)
6. CT Scan dari Rongga Orbita
Terapi 1. Penatalaksanaan katarak traumatika tergantung kepada
saat terjadinya. Bilaterjadi pada anak sebaiknya
dipertimbangkan akan terjadi ambliopia. Untuk mencegah
ambliop pada anak dapat dipasanglensa
2. Berikan antibiotik sistemik dan topikal serta kortikosteroid
topikal dalam beberapa hari untuk memperkecil kemungkinan
infeksi dan uveitis. Atropin sulfat 1% 3x1 tetes mata,
dianjurkan untuk menjaga pupil tetap berdilatasidan untuk
mencegah pembentukan sinekia anterior danatau posterior.
3. Fakoemulsifikasi standar dapat dilakukan bila kapsul lensa
intak dan dukungan zonular yang cukup. Ekstraksi
intrakapsular diperlukan pada kasus-kasus dislokasi lensa
anterior atau instabilitas zonularyang ekstrim
4. Pembedahan dengan luka insisi lebih dari / sama dengan 5
mm ataupenyulit/komplikasi, memerlukan rawat inap.
5. Pembedahan pada pasien yang disertai kelainan sistemik
/ kelainan pada mata yang menyertai kataraknya / tidak
kooperatif / perlu bantuan bius umum atau perlu
pendampingan anestesi, memerlukan rawat inap.
6. Konsultasi kepadatemansejawat spesialis lain sesuai indikasi :
- Dokter spesialis anestesi jika diperlukan bius umum
atau pendampingan (backup resusitasi)
- Dokter spesialis jantung untuk pasien dengan usia
sama dengan/lebih dari 60 tahun
- Dandokterspesialis yang lain jika diperlukan (sesuai indikasi)

Edukasi 1. Lakukan edukasi kepada penderita dan keluarga penderita


bahwa terjadi kekeruhan pada lensa mata yang disebabkan oleh
berbagai faktor, salah satunya adalah akibat trauma
tumpulatautajam.
2. Jelaskan kepada penderita dan keluarga penderita tentang
PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo
tata laksanayangakandilakukan, yaitupembedahan padamata,
dengan

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


tujuan mengeluarkan lensa mata yang keruh dan akan ada
tindakan operasi lanjutan di lain hari untuk dilakukan
penanaman lensa buatan.
AdVitam : dubia adbonam
Prognosis Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam jika kelainan hanya kekeruhan
pada lensa mata, dubia ad malam jika disertai kelainan mata
yang lain baik dari segmen anterior/posterior mata
Tingkat Evidens
Tingkat Rekomendasi
1. Prof. Sjamsu Budiono, dr., Sp.M (K)
Penelaah Kritis 2. Djiwatmo, dr., Sp.M (K)
3. Dicky Hermawan, dr., Sp.M
4. IndriWahyuni, dr., Sp.M
1. Peningkatan tajam penglihatan
Indikator Medis 2. Tidakadatandairitis/uvitis/endoftalmitis
1. Basic and Clinical Science Course : Lens and Cataract,
Kepustakaan The Foundation of of The American Academy of Ophthalmology,
2001- 2002
2. Schwab IR, et al. Anterior segment trauma. In: AAO Basic
and Clinical Science Course. Section 8. 1997:285-6
3. Budiono S, Djiwatmo : Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD dr Soetomo Surabaya,
Surabaya, 2006
4. Ermis SS, Ozturk F, Inan UU. 2003. Comparing the efficacy
and safety of Phacoemulsification in white mature and other
type of senile cataracts. British Journal of Ophthalmology
87(11):1356-59.
5. Kumar A, Kumar V, Dapling RB. Traumatic cataract
and intralenticular foreign body. Clin Experiment Ophthalmol.
Dec 2005;33(6):660-1
6. Rumelt S, Rehany U. 2010. The influence of surgery and
intraocular lens implantation timing on visual outcome in
traumatic cataract. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol 248:1293–
97.
7. Tabatabaei A, Kiarudi MY, Ghassemi F, Moghimi S, Mansouri
M, Mirshahi A, et al. Evaluation of posterior lens capsule by
20-MHz ultrasound probe in traumatic cataract. Am J
Ophthalmol. Jan 2012;153(1):51-4
8. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 17th ed,
Lange Medical Publication, California, 2008 , pp. 173-174

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


Surabaya, 1 Januari 2016

Ketua SMF Ilmu Kesehatan Mata

Dr. Nurwasis, dr., SpM(K)


NIP. 195806191986111001

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


Panduan Praktik Klinis
SMF: ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo, Surabaya

KATARAK KOMPLIKATA
ICD 10 : H26.2

Pengertian (Definisi) Kekeruhan pada lensa mata yang terjadi akibat komplikasi dari
penyakit infeksi mata, hipertensi, diabetes, penyakit kronis, kebiasaan
buruk karena merokok, kekurangan vitamin dan nutrisi

Anamnesis 1. Pasiendatang dengan keluhan matakabur perlahan


2. Dan pasien datang dengan penyakit yang menyertainya,
seperti adanya;
- Riwayat diabetes melitus
- Riwayat Hipertensi
- Riwayat Hipotiroid
- Riwayat Galaktosemia
- Riwayat Trauma Fisik (radiasi), dan Kimia (zat toksik)

Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan tanda vital: tekanan darah, nadi, respiration


rate, suhutubuh.
2. Pemeriksaan tajam penglihatan tanpa dan dengan
koreksi kacamata.
3. Pemeriksaan segmen anterior bola mata dengan menggunakan
Slit Lamp Biomicroscope :
- Mencari adanya kelainan di segmen anterior bola
mata: iritis/uveitis, glaukoma, trauma pada mata, dan
kelainan mata yang lain
- Evaluasi lensa mata dalam kondisi pupil dilebarkan
- Kekeruhan lensa biasanya berawal di daerah
subkapsular posterior dan akhirnya mengenai seluruh
struktur lensa dan biasanya unilateral.
4. Pemeriksaantekanan bola mata.
5. Dengan menggunakan direct danatau indirect oftalmoskop
lakukan evaluasi refleks fundus dan segmen posterior bola
mata, adakah kelaianan di segmen posterior bola mata :
ablasio retina, retinits, tumor intraokuli, dan lain-lain.

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


Kriteria Diagnosis 1. Kekeruhan Lensayang mengurangi ketajaman penglihatan
2. Adanya riwayat penyakit sistemik / sistem endokrin
(diabetes melitus, hipoparatiroid, galaktosemia dan miotonia
distrofi)
3. Adanya riwayat penyakit mata yang lain: ablasio retina,
retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intra okuler, iskemia
okuler, nekrosis anterior segmen, buftalmus, dan pasca bedah
mata.
4. Adanya riwayat keracunan obat (thiotepa intravena,
pemakaian steroid jangka panjang, oral kontrasepsi,
dan miotika antikolinesterase)

Diagnosis Katarak Komplikata (H26.2)

Diagnosis Banding 1. Katarak senilis


2. Katarak diabetik
3. Katarak traumatika

Pemeriksaan Penunjang 1. Keratometri6


2. Biometri6
3. USG Mata (A-Scandan B-Scan), jika segmen posterior bola
mata tidak terlihat dengan pemeriksaan indirek oftalmoskop.
4. CT Scandari kepaladan rongga orbita
5. Laboratorium darahdan radiologi:
- Darahlengkap, guladarah puasadan 2 jam post
pandrialatau HbA1C, liver function test, renal function test,
serum elektrolit, faal hemostasis, rontgen thoraks,
elektrokardiografi.
- Pemeriksaanyang lain sesuaidengan hasil konsul/saran
dari temansejawat dokterspesialis yang lain, misalnya: tes
ANA, fotorontgen Water’s, dan lain-lain

Terapi 1. Kontrol dan lakukan pengobatan terhadap penyakit


yang menyertainya.
2. Ekstraksi katarak (Ekstraksi katarak ekstrakapsular/Manual
Small Incission Cataract Surgery/Fakoemulsifikasi) untuk
mengeluarkan lensa mata yang keruh, dengan/tanpa
pemasangan lensa intraokuler.
3. Pembedahan dengan luka insisi lebih dari / sama dengan 5
mm ataupenyulit/komplikasi, memerlukan rawat inap.
4. Pembedahan pada pasien yang disertai kelainan sistemik
/ kelainan pada mata yang menyertai kataraknya / tidak
kooperatif / perlu bantuan bius umum atau perlu
pendampingan anestesi, memerlukan rawat inap.

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


5. Konsultasi kepadatemansejawat spesialis lain sesuai indikasi :
- Dokter spesialis anestesi jika diperlukan bius umum
atau

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


pendampingan (backup resusitasi)
- Dokter spesialis jantung untuk pasien dengan usia
sama dengan/lebih dari 60 tahun
- Dokter spesialis penyakit dalam untuk mencari
penyakit sistemik yangada, misalnya autoimun disease
- Dokter gigi untuk mencari sumber infeksi atau penyakit
pada gigi dan mulut.
- Dandokterspesialis yang lain jika diperlukan (sesuai indikasi)

Edukasi 1. Melakukan edukasi kepada penderita dan keluarga


penderita bahwa terjadi kekeruhan pada lensa mata yang
disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah akibat
dari penyakit yang menyertainya
2. Menjelaskan kepada penderita dan keluarga penderitatentang
tata laksana yang akan dilakukan, yaitu pembedahan pada
mata, dengantujuan mengeluarkan lensa mata yang keruh
danakanada tindakan operasi lanjutan di lain hari untuk
dilakukan penanaman lensabuatan.

Prognosis Ad Vitam : dubia adbonam


Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad : dubia ad malam
Fungsionam
Tingkat Evidens
Tingkat Rekomendasi
Penelaah Kritis 1. Prof. Sjamsu Budiono, dr., Sp.M (K)
2. Djiwatmo, dr., Sp.M (K)
3. Dicky Hermawan, dr., SpM
4. IndriWahyuni, dr., SpM
Indikator Medis 1. Perbaikantajam penglihatan
Kepustakaan 1. Basic and Clinical Science Course : Lens and Cataract,
The Foundation of of The American Academy of Ophthalmology,
2001- 2002, pp 30-36
2. Budiono S, Djiwatmo : Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD dr Soetomo Surabaya,
Surabaya, 2006
3. Castells X, et.al. 2006. In a randomized controlled trial,
cataract surgery in both eyes increased benefits compared to
surgery in one eye only. Journal of Clinical Epidemiology 59:201-
07.
4. Congdon N, Vingerling JR, Klein BE, West S, Friedman
DS, Kempen J, et al. Prevalence of cataract and
pseudophakia/aphakia among adults in the United States.
Arch Ophthalmol. Apr 2004;122(4):487-94
PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo
5. Haigis W, Lege B, Miller N, Scneider B. Comparison of
immersion ultrasound biometry and Partial Coherence
Interferometryfot

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


Intraocular Lens Calculation According to Haigis. Graefes Arch
Clin Exp Ophthalmol 2000; 238:765-73
6. Hoevenaars NE, Polling JR, Wolfs RC. Prediction error and
myopic shift after intraocular lens implantation in paediatric
cataract patients. Br J Ophthalmol. Aug 2011;95(8):1082-5
7. Packer M, Fine IH, Hoffman RS, et al/ Immersion A-
Scan Compared with Partial Coherence interferometry :
Outcomes Analysis. J Cataract Refract Surgery 2002; 28:239-42
8. Plager DA, Lynn MJ, Buckley EG, Wilson ME, Lambert
SR. Complications, adverse events, and additional intraocular
surgery 1 year after cataract surgery in the infant aphakia
treatment study. Ophthalmology. Dec 2011;118(12):2330-4
9. Struck HG, Bariszlovich A. 2001. Comparison of
0.1% dexamethasone phosphate eye gel (Dexagel) and 1%
prednisolone acetate eye suspension in the treatment of
post-operative inflammation after cataract surgery. Graefe’s
Arch Clin Exp Ophthalmol 239:737–42.
10. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 15th ed,
Lange Medical Publication, California, 1995 , pp. 30-36
11. Vogt G, Horvath-Puho E, Czeizel E. [A population-based
case- control study of isolated congenital cataract]. Orv Hetil.
Jun 11 2006;147(23):1077-84

Surabaya, 1 Januari 2016

Ketua SMF Ilmu Kesehatan Mata

Dr. Nurwasis, dr., SpM(K)


NIP. 195806191986111001

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


Panduan Praktik Klinis
SMF: ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo, Surabaya

KATARAK DRUG-INDUCED
ICD 10 : H26.3

Pengertian (Definisi) Kekeruhan pada lensa mata yang terjadi akibat komplikasi dari
pemakaian obattertentubaik topikal, lokal, per-oral,atau intravena

Anamnesis 1. Pasiendatang dengan keluhan matakabur perlahan


2. Riwayat pemakaianobat-obattertentu, seperti: steroid
jangkapanjang dan lain-lain
3. Riwayat penyakit yang berhubungandengan
pemakaianobattertentu, seperti: alergi, rematik, lupus
eritematous sitemik (LSE), kelainan darah, dan lain-lain.

Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan tanda vital: tekanan darah, nadi, respiration


rate, suhutubuh.
2. Pemeriksaan tajam penglihatan tanpa dan dengan
koreksi kacamata.
3. Pemeriksaan segmen anterior bola mata dengan menggunakan
Slit Lamp Biomicroscope :
- Mencari adanya kelainan di segmen anterior bola
mata: iritis/uveitis, glaukoma, trauma pada mata, dan
kelainan mata yang lain
- Evaluasi lensa mata dalam kondisi pupil dilebarkan
- idapatkan kekeruhan lensa mata
4. Pemeriksaantekanan intraokuler.
5. Dengan menggunakan direct danatau indirect oftalmoskop
lakukan evaluasi refleks fundus dan segmen posterior bola
mata, adakah kelaianan di segmen posterior bola mata :
ablasio retina, retinits, tumor intraokuli, dan lain-lain.

Kriteria Diagnosis 1. Kekeruhan Lensayang mengurangi ketajaman penglihatan


2. Adanyariwayat pemakainobattertentuseperti steroid.
3. Tidak ada riwayat penyakit mata yang lain: ablasio retina,
retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intra okuler, iskemiaokuler,
nekrosis anterior segmen, buftalmus, dan pasca bedah mata.

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


Diagnosis Katarak Drug-Induced (H26.3)

Diagnosis Banding 1. Katarak senilis


2. Katarak diabetik
3. Katarak traumatika
4. Katarak komplikata

Pemeriksaan Penunjang 1. Keratometri6


2. Biometri6
3. USG Matajikapemeriksaan segmen posterior tidak
bisadilakukan dengan indirect oftalmoskop.
4. Laboratorium darahdan radiologi:
- Darahlengkap, guladarah puasadan 2 jam post
pandrialatau HbA1C, liver function test, renal function test,
serum elektrolit, faal hemostasis, rontgen thoraks,
elektrokardiografi.
- Pemeriksaanyang lain sesuaidengan hasil konsul/saran
dari temansejawat dokterspesialis yang lain, misalnya: tes
ANA, fotorontgen Water’s, dan lain-lain

Terapi 1. Ekstraksi katarak (Ekstraksi katarak ekstrakapsular/Manual


Small Incission Cataract Surgery/Fakoemulsifikasi) untuk
mengeluarkan lensa mata yang keruh, dengan/tanpa
pemasangan lensa intraokuler.
2. Pembedahan dengan luka insisi lebih dari / sama dengan 5
mm ataupenyulit/komplikasi, memerlukan rawat inap.
3. Pembedahan pada pasien yang disertai kelainan sistemik
/ kelainan pada mata yang menyertai kataraknya / tidak
kooperatif / perlu bantuan bius umum atau perlu
pendampingan anestesi, memerlukan rawat inap.
4. Konsultasi kepadatemansejawat spesialis lain sesuai indikasi :
- Dokter spesialis anestesi jika diperlukan bius umum
atau pendampingan (backup resusitasi)
- Dokter spesialis jantung untuk pasien dengan usia
sama dengan/lebih dari 60 tahun
- Dandokterspesialis yang lain jika diperlukan (sesuai indikasi)

Edukasi 1. Melakukan edukasi kepada penderita dan keluarga


penderita bahwa terjadi kekeruhan pada lensa mata yang
disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah akibat
dari penyakit yang menyertainya
2. Menjelaskan kepada penderita dan keluarga penderitatentang
tata laksana yang akan dilakukan, yaitu pembedahan pada
PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo
mata,

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


dengantujuan mengeluarkan lensa mata yang keruh dan akan
ada tindakan operasi lanjutan di lain hari untuk dilakukan
penanaman lensabuatan.

Prognosis AdVitam : dubia adbonam


Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam jika kelainan hanya
kekeruhan
pada lensa mata, dubia ad malam jika disertai kelainan mata
yang lain baik dari segmen anterior/posterior mata
Tingkat Evidens
Tingkat Rekomendasi
Penelaah Kritis 1. Prof. Sjamsu Budiono, dr., Sp.M (K)
2. Djiwatmo, dr., Sp.M (K)
3. Dicky Hermawan, dr., Sp.M
4. IndriWahyuni, dr., Sp.M
Indikator Medis 1. Perbaikantajam penglihatan
Kepustakaan 1. Basic and Clinical Science Course : Lens and Cataract,
The Foundation of of The American Academy of
Ophthalmology, 2001-2002, pp 30-36
2. Budiono S, Djiwatmo : Pedoman Diagnosis dan
Terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD dr Soetomo
Surabaya, Surabaya, 2006
3. CastellsX, et.al. 2006. In a randomized controlled trial,
cataract surgery in both eyes increased benefits compared
to surgery in one eye only. Journal of Clinical Epidemiology
59:201-07.
4. Congdon N, Vingerling JR, Klein BE, West S, Friedman
DS, Kempen J, et al. Prevalence of cataract
and pseudophakia/aphakia among adults in the United
States. Arch Ophthalmol. Apr 2004;122(4):487-94
5. Haigis W, Lege B, Miller N, Scneider B. Comparison
of immersion ultrasound biometry and Partial
Coherence Interferometryfot Intraocular Lens Calculation
According to Haigis. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol
2000; 238:765-73
6. Hoevenaars NE, Polling JR, Wolfs RC. Prediction error
and myopic shift after intraocular lens implantation in
paediatric cataract patients. Br J Ophthalmol. Aug
2011;95(8):1082-5
7. Packer M, Fine IH, Hoffman RS, et al/ Immersion A-
Scan Compared with Partial Coherence interferometry :
Outcomes Analysis. J Cataract Refract Surgery 2002;
28:239-42
8. Plager DA, Lynn MJ, Buckley EG, Wilson ME, Lambert
PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo
SR. Complications, adverse events, and additional
intraocular surgery 1 year after cataract surgery in the
infant aphakia treatment study. Ophthalmology. Dec
2011;118(12):2330-4
9. Struck HG, Bariszlovich A. 2001. Comparison of
0.1%

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


dexamethasone phosphate eye gel (Dexagel) and
1% prednisolone acetate eye suspension in the treatment
of post- operative inflammation after cataract surgery.
Graefe’s Arch Clin Exp Ophthalmol 239:737–42.
10. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 15th ed,
Lange Medical Publication, California, 1995 , pp. 30-36
11. Vogt G, Horvath-Puho E, Czeizel E. [A population-based
case- control study of isolated congenital cataract]. Orv Hetil.
Jun 11 2006;147(23):1077-84

Surabaya, 1 Januari 2016

Ketua SMF Ilmu Kesehatan Mata

Dr. Nurwasis, dr., SpM(K)


NIP. 195806191986111001

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


Panduan Praktik Klinis
SMF: ILMU KESEHATAN MATA
RSUD Dr Soetomo, Surabaya

KATARAK DIABETIKUM
ICD 10 : H28.0

Pengertian (Definisi) Kekeruhan pada lensa mata yang terjadi akibat komplikasi dari
penyakit kencing manis (diabetes mellitus)

Anamnesis 1. Pasiendatang dengan keluhan matakabur perlahan


2. Riwayat peyakit kencing manis (diabetes mellitus)

Pemeriksaan Fisik 1. Pemeriksaan tanda vital: tekanan darah, nadi, respiration


rate, suhutubuh.
2. Pemeriksaanguladarah (GDP, 2JPP, A1C)
3. Pemeriksaan tajam penglihatan tanpa dan dengan
koreksi kacamata.
4. Pemeriksaan segmen anterior bola mata dengan menggunakan
Slit Lamp Biomicroscope :
- Mencari adanya kelainan di segmen anterior bola
mata: iritis/uveitis, glaukoma, trauma pada mata, dan
kelainan mata yang lain
- Evaluasi lensa mata dalam kondisi pupil
dilebarkan: didapatkan kekeruhan lensa mata
5. Pemeriksaantekanan intraokuler.
6. Dengan menggunakan direct danatau indirect oftalmoskop
lakukan evaluasi refleks fundus dan segmen posterior bola
mata, adakah kelaianan di segmen posterior bola mata :
NPDR, PDR, ablasio retina, kekeruhan vitreus, diabetic macular
oedema, dll.

Kriteria Diagnosis 1. Kekeruhan Lensayang mengurangi ketajaman penglihatan


2. Adanyariwayat penyakit kencing manis (diabetes mellitus)

Diagnosis Katarak Diabetikum (H28.0)

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


Diagnosis Banding 1. Katarak senilis
2. Katarak traumatika
3. Katarak komplikata
4. Katarak drug induced

Pemeriksaan Penunjang 1. Keratometri6


2. Biometri6
3. USG Matajikapemeriksaan segmen posterior tidak
bisadilakukan dengan indirect oftalmoskop.
4. Laboratorium darahdan radiologi:
- Darahlengkap, guladarah puasadan 2 jam post
pandrialatau HbA1C, liver function test, renal function test,
serum elektrolit, faal hemostasis, rontgen thoraks,
elektrokardiografi.
5. Konsul dokterspesialis penyakitdalam/endokrin

Terapi 1. Ekstraksi katarak (Ekstraksi katarak ekstrakapsular/Manual


Small Incission Cataract Surgery/Fakoemulsifikasi) untuk
mengeluarkan lensa mata yang keruh, dengan/tanpa
pemasangan lensa intraokuler.
2. Pembedahan dengan luka insisi lebih dari / sama dengan 5
mm ataupenyulit/komplikasi, memerlukan rawat inap.
3. Pembedahan pada pasien yang disertai kelainan sistemik
/ kelainan pada mata yang menyertai kataraknya / tidak
kooperatif / perlu bantuan bius umum atau perlu
pendampingan anestesi, memerlukan rawat inap.
4. Konsultasi kepadatemansejawat spesialis lain sesuai indikasi :
- Dokter spesialis anestesi jika diperlukan bius umum
atau pendampingan (backup resusitasi).
- Dokter spesialis jantung untuk pasien dengan usia
sama dengan/lebih dari 60 tahun.
- Dandokterspesialis yang lain jika diperlukan (sesuai
indikasi).

Edukasi 1. Melakukan edukasi kepada penderita dan keluarga


penderita bahwa terjadi kekeruhan pada lensa mata yang
disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah akibat
dari penyakit yang menyertainya
2. Menjelaskan kepada penderita dan keluarga penderita tentang
tata laksana yang akan dilakukan, yaitu pembedahan pada
mata, dengan tujuan mengeluarkan lensa mata yang keruh dan
akan ada tindakan operasi lanjutan di lain hari untuk dilakukan
penanaman lensabuatan.

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


Prognosis AdVitam : dubia adbonam
Ad Sanationam : dubia adbonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam jika kelainan hanya
kekeruhan
pada lensa mata, dubia ad malam jika disertai kelainan mata
yang lain baik dari segmen anterior/posterior mata
Tingkat Evidens
Tingkat Rekomendasi
Penelaah Kritis 1. Prof. Sjamsu Budiono, dr., Sp.M (K)
2. Djiwatmo, dr., Sp.M (K)
3. Dicky Hermawan, dr., SpM
4. IndriWahyuni, dr., SpM
Indikator Medis Perbaikantajam penglihatan
Kepustakaan 1. Basic and Clinical Science Course : Lens and Cataract,
The Foundation of of The American Academy of
Ophthalmology, 2001-2002, pp 30-36
2. Budiono S, Djiwatmo : Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD dr Soetomo Surabaya,
Surabaya, 2006
3. Castells X, et.al. 2006. In a randomized controlled trial,
cataract surgery in both eyes increased benefits compared to
surgery in one eye only. Journal of Clinical Epidemiology
59:201-07.
4. Congdon N, Vingerling JR, Klein BE, West S, Friedman
DS, Kempen J, et al. Prevalence of cataract
and pseudophakia/aphakia among adults in the United
States. Arch Ophthalmol. Apr 2004;122(4):487-94
5. Haigis W, Lege B, Miller N, Scneider B. Comparison of
immersion ultrasound biometry and Partial Coherence
Interferometryfot Intraocular Lens Calculation According to
Haigis. Graefes Arch Clin Exp Ophthalmol 2000; 238:765-73
6. Hoevenaars NE, Polling JR, Wolfs RC. Prediction error
and myopic shift after intraocular lens implantation in
paediatric cataract patients. Br J Ophthalmol. Aug
2011;95(8):1082-5
7. Packer M, Fine IH, Hoffman RS, et al/ Immersion A-
Scan Compared with Partial Coherence interferometry :
Outcomes Analysis. J Cataract Refract Surgery 2002; 28:239-
42
8. Plager DA, Lynn MJ, Buckley EG, Wilson ME, Lambert
SR. Complications, adverse events, and additional intraocular
surgery
1 year after cataract surgery in the infantaphakia treatment
study. Ophthalmology. Dec 2011;118(12):2330-4
9. Struck HG, Bariszlovich A. 2001. Comparison of

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


0.1% dexamethasone phosphate eye gel (Dexagel)
and 1% prednisolone acetate eye suspension in the
treatment of post- operative inflammation after cataract
surgery. Graefe’s Arch Clin Exp Ophthalmol 239:737–42.
10. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 15th ed,
Lange

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo


Medical Publication, California, 1995 , pp. 30-36
11. Vogt G, Horvath-Puho E, Czeizel E. [A population-based
case- control study of isolated congenital cataract]. Orv Hetil.
Jun 11 2006;147(23):1077-84

Surabaya, 1 Januari 2016

Ketua SMF Ilmu Kesehatan Mata

Dr. Nurwasis, dr., SpM(K)


NIP. 195806191986111001

PPK SMF Ilmu Kesehatan Mata RSUD Dr. Soetomo

Anda mungkin juga menyukai