KELOMPOK 2
CEMPUT
NYERI SENDI
BLOK MUSCULOSKELETAL
Tutor : dr. Yusnam Syarief
Novandra Hendra
Rahmi Nurfitriani
Sakinah J H Saleh
Cindy Novitasari
Hanna Anggitya
Tri Utami Ningrum
Zahra
Fuad Filardhi
Zul Achmad Fauzan
Nyeri Sendi
• Artritis Reumatoid
• Osteoartritis
• Artritis Gout
Artritis rematoid
• penyakit autoimun,persendian(biasanya
sendi tangan dan kaki) secara simetris
mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan akhirnya
kerusakan bagian dalam sendi.
Diagnosa
• Dikatakan positif bila memiliki min. 4
kriteria diantara kriteria dibawah :
pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan cairan synovial
• 1. Warna kuning s/d putih dengan derajat kekeruhan menggambarkan peningkatan jumlah
leukosit
• 2. Leukosit 5.000 – 50.000/mm3, proses inflamasi yang didominasi oleh sel neutrophil (65%).
• 3. Rheumatoid factor positif, kadar lbh tinggi dari serum,berbanding terbalik dgn cairan
sinovium.
• Pemeriksaan radiology
Osteoarthritis
• penyakir sendi degenaratif yang berkatian dengan
kerusakan kartilago sendi.
ETIOLOGI
• 1.Usia lebih dari 40 tahun
• 2.Jenis kelamin, wanita lebih sering.
• 3.Suku bangsa.
• 4.Genetik.
• 5.Kegemukan dan penyakit metabolik.
• 6.Cedera sendi, pekerjaan, dan olahraga.
• 7.Kelainan pertumbuhan.
• 8.Kepadatan tulang, dan lain-lain.
DIAGNOSIS
• Nyeri Sendi
• Kaku Pagi
• Krepitasi
• Pembesaran Sendi(deformitas)
• Perubahan gaya berjalan
Pemeriksaan Fisis
• Hambatan gerak(penggoyangan sendi)
• Mendengar Krepitasi
• Pembengkakan sendi asimetris(perubahan
sendi)
• Tanda-tanda peradangan(nyeri
tekan,gangguan gerak,rasa hangat,warna
kemerahan)karena adanya sinovitas.
• Deformitas sendi yang permanen karena
kontraktur sendi yang lama
• Perubahan Gaya Berjalan
Pemeriksaan diagnostik
• Radiografis Sendi yang Terkena
• Gambaran radiografi sendi yang menyokong
diagnosis OA adalah :
• Penyempitan celah sendi yang seringkali
asimetris.
• Peningkatan densitas (sclerosis) tulang
subchondral.
• Kista tulang
• Osteofit pada pinggir sendi
• Perubahan struktur anatomi sendi.
Pemeriksaan Laboratorium
• Darah tepi(hemoglobin, leukosit, laju
endapan darah)
• Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor
reumatoid dan komplemen )
Diferensial diagnostik
• Osteoartritis merupakan penyakit degeneratif kronis dari sendi-sendi.terjadi
penurunan fungsi tulang rawan terutama yang menopang sebagian dari
berat badan dan persendian yang sering digunakan.
Dikutip dari Harris, M; Siegel, L; Alloway, J. 1999. Gout and Hyperuricemia. American Academy of Family
Physicians
KESIMPULAN
DEFINISI
Penyakit heterogen
sebagai akibat deposisi
kristal monosodium urat
pada jaringan atau akibat
supersaturasi asam urat
di dalam cairan
ekstraselular.
EPIDEMIOLOGI
Lanjutan...
EPIDEMIOLOGI
Di indonesia belum banyak publikasi epidemiologi
tentang artritis pirai / gout. Pada tahun 1935 seorang
dokter kebangsaan belanda bernama Van der Horst
telah melaporkan 15 pasien artritis pirai/gout dengan
kecacatan dari suatu daerah di jawa tengah. Penelitian
lain mendapatkan bahwa pasien gout yang berobat,rata-
rata sudah mengidap penyakit selama lebih dari 5 tahun.
Hal ini mungkin disebabkan banyak pasien gout yang
mengobati sendiri (self medication). Satu study yang
lama di Massachussets (framingham study)
mendapatkan lebih dari 1% dari populasi dengan kadar
asam urat kurang dari 7 mg/100 ml pernah mendapat
serangan artritis gout akut.
GEJALA KLINIK
DIAGNOSA
Untuk menegakan diagnosa pada artritis gout harus
melakukan beberapa pemeriksaan diantaranya :
1 Anamnesis
2 Pemeriksaan Fisik
3 Pemeriksaan Penunjang
1 Anamnesis
Auto anamnesia
• Data identitas pasien secara lengkap
• Riwayat penyakit sekarang
• Riwayat penyakit dahulu ( Menanyakan riwayat penyakit
sebelumnya jika ada) .
• Keluhan penyakit yang dialami : Sakit/nyeri,
Kekakuan/kelemahan
• Riwayat Penyakit Keluarga
• Riwayat Pribadi
• Riwayat Sosial Ekonomi
2 Pemeriksaan Fisik
3 Pemeriksaan Penunjang
Radiologi Laboratorium
Asam Urat
Urine 24 jam)
Cairan Sendi
Foto X-Ray pada persendian jari kaki Foto X-Ray pada persendian jari tangan
Asam Urat Urine 24 jam)
Pemeriksaan Cairan Sendi
PEMERIKSAAN
MAKROSKOPIK
Warna dan kejernihan
Normal : tidak berwarna dan jernih
Seperti susu : gout
Kuning keruh : inflamasi spesifik dan nonspesifik karena leukositosis
Kuning jernih : arthritis reumatoid ringan, osteo arthritis
Bekuan
Normal : tidak ada bekuan
Jika terdapat bekuan menunjukkan adanya peradangan. Semakin besar bekuan
semakin berat peradangan
Viskositas
Normal : viskositas tinggi (panjangnya tanpa pututs 4-6 cm)
Menurun (kurang dari 4 cm : inflamatorik akut dan septik)
Bervariasi : hemoragik
Tes mucin
Normal : terlihat stu bekuan kenyal dalam cairan jernih
Mucin sedang : bekuan kurang kuat dan tidak ada batas tegas
→ rheumatoid arthritis
Mucin jelek : bekuan berkeping-keping → infeksi
PEMERIKSAAN
MIKROSKOPIK
Jumlah leukosit
Jumlah normal leukosit : kurang 200/mm3
200-500/mm3 → penyakit non inflamatorik
2.000-100.000/mm3 → penyakit inflamatorik akut, Contoh: arthritis gout,
arthritis reumatoid
20.000-200.000/mm3 → kelompok septik (infeksi), Contoh: arthritis TB, arthritis gonore
200 -1.000/mm3 → kelompok hemoragik
Kristal-kristal
Normal : tidak ditemukan kristal dalam cairan sendi
Arthritis gout : ditemukan kristal monosodium urat (MSU) berbentuk jarum
memiliki sifat birefringen ketika disinari cahaya polarisasi
Arthritis rematoid : ditemukan kristal kolestrol
PEMERIKSAAN
KIMIA
Tes glukosa
Normal : perbedaan antara glukosa serum dan cairan sendi adalah
kurang dari 10% mg
Pada kelompok inflammatorik :
Arthritis gout : perbedaan rata-rata 12 mg%
Faktor rematoid : perbedaan 6 mg%
Laktat Dehidrogenase
Normal : 100 – 190 IU/L, 70 – 250 IU/L
Meningkat : rematoid arthritis, gout, arthritis karena infeksi
Nb : IU : I
PEMERIKSAAN
MIKROBIOLOGI
PENATALAKSANAAN
MEDIKAMENTOSA NONMEDIKAMENTOSA
Istirahat Sendi
Kolkisin
Indikasi
: Penyakit gout (spesifik)
Mekanisme kerja : Menghambat migrasi granulosit ke tempat
radang menyebabkan mediator berkurang dan
selanjutnya mengurangi peradangan. Kolkisin
juga menghambat pelepasan glikoprotein dari
leukosit yang merupakan penyebab terjadinya
nyeri dan radang sendi pada gout.
Dosis : 0,5-0,6 mg tiap satu jam atau 1,2 mg sebagai
dosis awal dan diikuti 0,5-0,6 mg tiap 2 jam
sampai gejala penyakit hilang atau mulai timbul
gejala saluran cerna, misalnya muntah dan diare.
Hati-hati untuk pemberian kepada pasien manula, lemah atau pasien
dengan gangguan ginjal, kardiovaskular, dan saluran cerna.
Efek samping :muntah, mual, diare dan pengobatan harus
dihentikan bila efek samping ini terjadi walaupun
belum mencapai efek terapi.
Fenilbutazon
Dosis
: Tergantung pada beratnya serangan.
Pada serangan berat : 3 x 200 mg selama 24 jam
pertama, kemudian dosis dikurangi menjadi 500 mg
sehari pada hari kedua, 400 mg pada hari ketiga,
selanjutnya 100 mg sehari sampai sembuh.
Pemberian secara suntikan adalah 600 mg dosis tunggal. Pemberian
Kortikosteroid
Indikasi
: penderita dengan arthritis gout yang recurrent, bila tidak
ada perbaikan dengan obat-obat lain, dan pada
penderita intoleran terhadap obat lain.
Dosis
: 0,5 mg pada pemberian intramuscular. Pada kasus
resisten, dosis dinaikkan antara 0,75 – 1,0 mg dan
kemudian diturunkkan secara bertahap samapi 0,1 mg.
Efek obat jelas, tampak dalam 3 hari pengobatan.
Pengobatan Urikosurik
Allopurinol
penggunaan jangka panjang dapat mengurangi frekuensi serangan,
menghambat pembentukan tofi, memobilisasi asam urat dan mengurangi
besarnya tofi.
dapat juga digunakan untuk pengobatan pirai sekunder akibat polisitemia vera,
metaplasia myeloid, leukemia, limfoma, psoriasis, hiperurisemia akibat obat dan
radiasi.
Mekanisme kerja : menghambat xantin oksidase agar hipoxantin tidak
dikonversi menjadi xantin dan selanjutnya menjadi asam urat.
mengalami biotransformasi oleh enzim xantin oksidase menjadi aloxantin yang
mempunyai masa paruh yang lebih panjang.
Efek allopurinol dilawan oleh salisilat, berkurang pada insufficient ginjal, dan
tidak menyebabkan batu ginjal.
Dosis :
• pirai ringan : 200 – 400 mg sehari
• pirai berat : 400 – 600 mg sehari
• Pasien dengan gangguan fungsi ginjal : 100 – 200 mg sehari
• Anak (6 – 10 tahun) : 300 mg sehari
• Anak <>
Pengobatan Urikosurik
Probenesid
Indikasi : penyakit gout stadium menahun, hiperurisemia sekunder
Mekanisme kerja : mencegah dan mengurangi kerusakan sendi serta
pembentukan tofi pada penyakit gout, tidak efektif untuk mengatasi
serangan akut. Probenasid tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus <>
Dosis : 2 x 250 mg/hari selama seminggu diikuti dengan 2 x 500
mg/hari.
Kontra indikasi : adanya riwayat batu ginjal, penderita dengan jumlah
urin yang berkurang, hipersensitivitas terhadap probenesid.
Efek samping : gangguan saluran cerna yang lebih ringan, nyeri kepala,
reaksi alergi.
Pengobatan Urikosurik
Sulfipirazon
Mekanisme kerja : mencegah dan mengurangi kelainan sendi dan tofi
pada penyakit pirai kronik berdasarkan hambatan reabsorpsi tubular
asam urat. Kurang efektif untuk menurunkan asam urat dan tidak efektif
untuk mengatasi serangan pirai akut, meningkatkan frekuensi serangan
pada fase akut.
Dosis : 2 x 100 – 200 mg sehari, ditingkatkan sampai 400 – 800 mg
kemudian dikurangi sampai dosis efektif minimal
Kontra indikasi : pasien dengan riwayat ulkus peptik
Efek samping : gangguan cerna yang berat, anemia, leukopenia,
agranulositosis
Edukasi
Pengaturan Diet
Istirahat Sendi
PROGNOSIS
KESIMPULAN
Gout arthritis, atau penyakit asam urat, adalah salah satu
penyakit inflamasi yang menyerang persendian. Gout arthritis
disebabkan oleh penimbunan asam urat (kristal mononatrium
urat), suatu produk akhir metabolisme purin, dalam jumlah
berlebihan di jaringan. Penyakit ini sering menyerang sendi
metatarsophalangeal 1 dan prevalensinya lebih tinggi pada
laki-laki dibandingkan perempuan. Kadang-kadang terbentuk
agregat kristal besar yang disebut sebagai tofi (tophus) dan
menyebabkan deformitas.
SUMBER BACAAN
Aru W. Sudoyo et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Interna Publishing, Edisi V Jilid III,
2009
Delp & manning, Major Diagnosis Fisik, Penerbit Buku Kedokteran (EGC), Edisi 9
Cetakan VI 1996
Joyce LeFever Kee, Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik, Penerbit Buku
Kedokteran (EGC), Edisi 6 Cetakan I 2008
http://emedicine.medscape.com/article/389965-imaging
Robbins & Cotran, Buku saku Dasar Patologis Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran
(EGC), Edisi 7, Cetakan I 2009;
Farmakologi dan Terapi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Edisi 5, 2007
Katzung, B.G. 1989. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC
Stein, Jay H. 1998. Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC
http://x-emriust89.blogspot.com/2010/03/makalah-penyakit-gout.html
http://mha5an.wordpress.com/2008/10/19/gejala-dan-komplikasi-asam-urat/
• Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2007. BUKU AJAR FISIOLOGI KEDOKTERAN
Edisi 11. Alih bahasa : Irawati, et al. Jakarta : EGC
• Harris ED Jr., 1993, Etiology and Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis. Dalam:
Textbook of Rheumatology.Philadhelpia:Saunders Co
• Hirmawan, Sutisna., 1973. PATOLOGI . Jakarta : Bagian Patologi Anatomik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp : 437, 1
• Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2007. BUKU AJAR PATOLOGI Edisi 7 .
Jakarta : EGC
• Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W., 2000. KAPITA
SELEKTA KEDOKTERAN Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media Aesculapius
• Nasution..1996. Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor) Buku
Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
• Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit bag 2 . Jakarta: EGC.
• Priguna Sidharta, Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian
Rakyat, 1996.