UNIVERSITAS HASANUDDIN
STROKE ISKEMIK
OLEH :
C014191012
RESIDEN PEMBIMBING
2020
1
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Y
Umur : 56 tahun
Alamat : Makassar
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
2. ANAMNESIS
Keluhan lemah dan kurang rasa separuh tubuh kiri disertai bicara pelo (mulut
mencong ke kanan) yang dialami secara tiba-tiba saat pasien makan malam, kurang lebih
6 jam sebelum MRS. Nyeri kepala ada, NPRS 2. Tidak ada riwayat trauma kepala dan
demam. Tidak ada mual dan muntah. Tidak ada penurunan kesadaran.
Riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, tidak rutin kontrol dan minum obat.
Riwayat kolesterol tinggi ada sejak 1 tahun yang lalu, tidak minum obat.
Riwayat diabetes melitus tidak ada
Riwayat stroke tidak ada
2
Riwayat penyakit keluarga : Bapak pasien memiliki keluhan yang sama
3. PEMERIKSAAN FISIS
Status Vitalis
TD : 160/100 mmHg
Pernapasan : 18 kali/menit
Suhu : 36,9 0C
NPRS :2
Thorax
3
Jantung
Abdomen
Undulasi (-)
Status Neurologis
FKL : Normal
NPRS :2
4
Kepala dan Leher : Mesocephal
Status Hasanuddin
5
Tidak ada 0
Interpretasi:
Saraf Kranialis
Kanan Kiri
N. I Daya penghidu Normal Normal
Daya penglihatan > 3/60 > 3/60
N. II Penglihatan warna Normal Normal
Lapang pandang Normal Normal
Ptosis (-) (-)
Gerakan mata ke medial Normal Normal
Gerakan mata ke atas Normal Normal
Gerakan mata ke bawah Normal Normal
N. III
Ukuran pupil Ǿ 2,5 mm Ǿ 2,5 mm
Reflek cahaya langsung (RCL) + +
Reflek cahaya konsensuil (RCTL) + +
Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lateral bawah + +
N. IV
Strabismus konvergen - -
Menggigit Normal Normal
Membuka mulut Normal Normal
N. V Sensibilitas muka Normal Normal
Reflek kornea + +
Trismus - -
Gerakan mata ke lateral + +
N. VI
Strabismus konvergen - -
N. VII Kedipan mata Normal Normal
6
Lipatan nasolabial Normal Normal
Mengerutkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Meringis Normal Normal
Menggembungkan pipi Normal Tidak Normal
Daya kecap lidah 2/3 depan Normal Tidak Normal
Mendengar suara berisik Normal Normal
Mendengarkan detik arloji Normal Normal
N. VIII Tes Rinner Normal Normal
Tes Schwabach Normal Normal
Tes Weber Tidak ada lateralisasi
Arkus faring Simetris
Daya kecap lidah 1/3 belakang Normal Normal
N. IX Refles muntah + +
Sengau Normal Normal
Tersedak - -
Denyut nadi 82 kali/menit 82 kali/menit
Arkus faring Simetris
N. X
Bersuara Normal
Menelan Normal Normal
Memalingkan kepala Normal Normal
Sikap bahu Normal Normal
N. XI
Mengangkat bahu Normal Normal
Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi
Sikap lidah Tidak Simetris
Artikulasi Normal Tidak Normal
Tremor lidah Normal Tidak Normal
N. XII
Menjulurkan lidah Tidak Simetris
Trofi otot lidah Eutrofi Eutrofi
Fasikulasi lidah - +
7
Pemeriksaan Motorik
EXTREMITAS SUPERIOR
DEXTRA SINISTRA
Pergerakan Normal Menurun
Kekuatan 5 3
Tonus otot Normal Meningkat
Bentuk otot Eutrofi Eutrofi
Refleks Biceps +2 +3
Refleks Triceps +2 +3
EXTREMITAS INFERIOR
DEXTRA SINISTRA
Pergerakan Normal Menurun
Kekuatan 5 3
Tonus otot Normal Meningkat
Bentuk otot Eutrofi Eutrofi
Refleks Patella +2 +3
Refleks Achilles +2 +3
Pemeriksaan Sensorik
8
Pemeriksaan Otonom
4. DIAGNOSIS AKHIR
5. PROGNOSIS
9
I. DEFINISI
II. EPIDEMIOLOGI
10
memiliki gejala stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi
Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan
Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan
perempuan hampir sama, prevalensi stroke berdasarkan terdiagnosis dan
gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%).3
Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan didasari
oleh berbagai macam faktor risiko. Ada faktor yang tidak dapat dimodifikasi, dapat
dimodifikasi dan masih dalam penelitian yaitu:2
- Jenis kelamin: Laki-laki memiliki resiko stroke 1,25-2,5 kali lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Namun, angka ini berbeda pada usia lanjut.
Prevalensi stroke pada penduduk Amerika perempuan (tahun 1999-2000)
berusia ≥75 tahun lebih tinggi (84,%) dibandingkan laki-laki (70,7%).
11
efek proteksi tersebut.
2. Dapat dirubah :
- Hipertensi: Hipertensi merupakan factor resiko tersering, sebanyak 60%
penyandang hipertensi akan mengalami stroke. Patofisiologi hipertensi
menyebabkan terjadinya perubahan pada pembuluh darah dimulai dari
penebalan tunika intima dan peningkatan permeabilitas endotel oleh hipertensi
lama, terutama pada arteri dengan ukuran kecil, yaitu sekitar 300-500 mm
(cabang arteri perforata). Proses akan berlanjut dengan terbentuknya deposit
lipid terutama kolestrol dan kolestrol oleat pada tunika muskularis yang
menyebabkan lumen pembuluh darah menyepit serta berkelok-kelok.
Pada hipertensi kronik akan terbentuk nekrosis fibrinoid yang menyebabkan
kelemahan dan herniasi dinding arteriol, serta rupture tunika intima, sehingga
terbentuk suatu mikroaneurisma yang disebut Charcot-Bouchard. Pengerasan
dinding pembuluh darah dapat mengakibatkan gangguan autoregulasi, berupa
kesulitan untuk berkontraksi atau berdilatasi terhadap perubahan tekanan darah
sistemik. Jika terjadi penurunan tekanan sistemik yang mendadak, tekanan
perfusi otak menjadi tidak adekuat sehingga menyebabkan iskemik jaringan
otak. Sebaliknya jika terjadi peningkatan tekanan darah sistemik, maka akan
terjadi peningkatan tekanan perfusi yang hebat yang akan menyebabkan
hyperemia, edema dan perdarahan.
12
Density Lipoprotein), menurunkan kemampuan HDL dalam
menyingkirkan kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) yang
berlebihan, serta meningkatkan oksidasi lemak yang berperan dalam
perkembangan arterosklerosis.
- Diabetes: Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok sebanyak 1‐3 kali lipat
dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami diabetes mellitus. Diabetes
mellitus meningkatkan risiko strok melalui beberapa mekanisme yang saling
berkaitan, yang bermuara pada terbentuknya plaque aterosklerotik. Plaque pada
diabetes mellitus banyak dijumpai di cabang‐cabang arteri serebral yang kecil.
Plaque tersebut akan menyempitkan diameter pembuluh darah kecil yang
kemudian dapat menimbulkan strok.
Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas darah, kerusakan
kronik aliran darah otak dan autoregulasi, deformabilitas sel darah merah dan
putih yang menurun, disfungsi sel endotel, hiperkoagulabilitas, terganggunya
sintesa prostasiklin yang menyebabkan meningkatnya agregasi trombosit dan
kemungkinan disfungsi otot polos arterioler kortikal dan endotelium yang
penting untuk kolateral
13
dinding jantung ataupun fibrilasi atrium yang menetap; keduanya memudahkan
terjadinya trombus yang pada suatu saat dapat terlepas atau pecah dan berubah
menjadi emboli untuk kemudian masuk ke dalam aliran darah otak
14
detik, defisiensi CBF menyebabkan kehilangan kesadaran dan akhirnya iskemia
serebrum. CBF normal adalah sekitar 50ml/100gram jaringan otak/menit. Pada
keadaan istirahat otak menerima seperenam curah jantung; dari aspek aspirasi
oksigen, otak menggunakan 20% oksigen tubuh.4
Empat arteri besar menyalurkan darah ke otak: dua arteri karotis interna
dan dua arteri vertebralis (yang menyatu dengan arteri basilaris untuk
membentuk sistem vertebrobasilar). Darah arteri yang menuju ke otak berasal
dari arkus aorta. Secara umum, arteri-arteri serebrum bersifat penetrans atau
konduktans. Arteri-arteri konduktans (karotis, serebri media dan anterior,
vertebralis, basilaris, dan serebri posterior) serta cabang-cabangnya membentuk
suatu jaringan yang ekstensif di permukaan otak. Secara umum, arteri karotis dan
cabang-cabangnya memperdarahi bagian terbesar dari hemisfer serebrum, dan
arteri vertebralis memperdarahi dasar otak dan serebelum. Arteri-arteri penetrans
adalah pembuluh yang menyalurkan makanan dan berasal dari arteri-arteri
konduktans. Pembuluh-pembuluh ini masuk ke otak dengan sudut tegak lurus
serta menyalurkan darah ke struktur- struktur yang terletak di bawah korteks
(talamus, hipotalamus, kapsula interna, dan ganglia basal). Sirkulasi kolateral
dapat terbentuk secara perlahan-lahan apabila terjadi penurunan aliran darah
normal ke suatu bagian. Sebagian besar sirkulasi kolateral serebrum antara arteri-
arteri besar adalah melalui Sirkulus Wilisi. Efek sirkulasi kolateral ini adalah
menjamin terdistribusinya aliran darah ke otak. Kolateral-kolateral ini hanya
berfungsi bila rute lain terganggu. Substansia grisea otak memiliki laju
metabolisme jauh lebih tinggi darpada di substansia alba, maka jumlah kapiler
dan aliran darah juga empat kali lebih besar.4
15
Gambar 1. Sirkulus Wilisi
Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan jaringan
otak sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga mengganggu
pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.4.5
Aliran darah dalam kondisi normal otak orang dewasa adalah 50-60 ml/100
gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah 1300- 1400 gram
(+ 2% dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan jumlah aliran
darah otak orang dewasa adalah + 800 ml/menit atau 20% dari seluruh curah jantung
harus beredar ke otak setiap menitnya. Pada keadaan demikian, kecepatan otak untuk
memetabolisme oksigen + 3,5 ml/100 gram otak/menit. Bila aliran darah otak turun
menjadi 20-25 ml/100 gram otak/menit akan terjadi kompensasi berupa peningkatan
ekstraksi oksigen ke jaringan otak sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat
dipertahankan.4.5
16
digunakan untuk keperluan :4.5
17
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik meliputi hemiparese,
monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada nyeri
kepala dan reflek babinski dapat positif maupun negatif. Meskipun gejala-gejala
tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan
waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu
tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat membuat anamnesis
menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala atau onset stroke seperti:6
18
Agrafia
Apraksia motoric (hemisfer
dominan) apraksia konstruktif
(hemisfer non-dominan)
Sindrom dejerine
Kelumpuhan flaksid nervus
hipoglosus ipsilateral
Hemiplegia kontralateral dengan
19
tanda Babinski
Hipestesia terahdap raba dan
tekan
Nistagmus
Sindrom Millard-Gubler atau Foville
Kelumpuhan nervus abducen
(perifer)
Kelumpuhan nervus facialis
ipsilateral
Hemiplegia kontralateral
Analgesia
Termanestesia
Gangguan raba, posisi, serta getar
sisi kontralateral
Sindrom Benedikt
Kelumpuhan nervus
okulomotorius ipsilateral dengan
midriasis
Gangguan sensasi raba, posisi,
dan getar kontralateral
Hyperkinesia kontralateral
(tremor, korea,atetosis)
Rigiditas kontralateral
Sindrom Weber
Kelumpuhan nervus
okulomotorius ipsilateral
Hemiparesis spastik kontralateral
Rigiditas parkinsonian
kontralateral
20
Distaksia kontralateral
Deficit saraf kranial N VII, IX, X
dan XII
VI. DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami deficit
neurologis akut (baik fokal maupunn global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Beberpaa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragic meliputi hemiparese,
monoparese, atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada nyeri
kepala dan reflex Babinski dapat positif maupun negative. Beberapa faktor dapat
membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala atau onset stroke
seperti:
a. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun.
b. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu utuk mencari
pertolongan.
c. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke
d. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor cerebral, ensefalitis dan hyponatremia.
2. Pemeriksaan penunjang
Pencitraan otak sangat penting untuk mengonfirmasu diagnosis stroke non
hemoragik, CT Scan adalah pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk
evaluasi pasien dengan stroke akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeleminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma,
neoplasma, abses). Kasus stroke iskemuk hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan
biasanya tidak sensitive mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada
>50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intracranial
akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria ekslusi untuk pemberian terapi
21
trombolitik. Pungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan meningitis
atau perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negative tetapi kecurigaan klinis tetap
menjadi acuan.
11. TATALAKSANA
1. UMUM2.6
- Ditujukan terhadap fungsi vital: paru-paru, jantung, ginjal,
keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, higiene.
- Pengendalian tekanan intracranial (Pemberian Mannitol 0,25 – 0,5
gr/kgBB selama lebih dari 20 menit, diulang 4-6 jam. Jika ada edema cerebri)
- Pencegahan dan pengobatan komplikasi
- Pencegahan stroke : tindakan promosi, primer dan sekunder.
2. KHUSUS2
Penderita stroke non hemoragik atau stroke iskemik biasanya diberikan:
- Anti agregasi platelet: Aspirin (80 mg 1x1), tiklopidin, klopidogrel (75 mg
1x1), dipiridamol, cilostazol
- Trombolitik: Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA)
Indikasi:
Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut. Terapi harus dilakukan
22
selama 3 – 4,5 jam sejak onset terjadinya simptom dan setelah dipastikan tidak
mengalami stroke perdarahan dengan CT scan. Kontraindikasi pada pasien yang
memiliki resiko tinggi perdarahan, pasien yang menerima antikoagulan oral
(warfarin), menunjukkan atau mengalami perburukan pendarahan, punya riwayat
stroke atau kerusakan susunan saraf pusat, hemorrhage retinopathy, sedang
mengalami trauma pada external jantung (<10 hari), arterial hipertensi yang tidak
terkontrol, adanya infeksi bakteri endocarditis, pericarditis, pancreatitis akut, punya
riwayat ulcerative gastrointestinal disease selama 3 bulan terakhir, oesophageal
varicosis, arterial aneurisms, arterial/venous malformation, neoplasm dengan
peningkatan resiko pendarahan, pasien gangguan hati parah termasuk sirosis hati,
portal hypertension (oesophageal varices) dan hepatitis aktif, setelah operasi besar
atau mengalami trauma yang signifikan pada 10 hari, pendarahan cerebral, punya
riwayat cerebrovascular disease, keganasan intrakranial, arteriovenous malformation,
pendarahan internal aktif. Dosis : dosis yang direkomendasikan 0,9mg/kg (dosis
maksimal 90 mg) secara infusi selama 60 menit dan 10% dari total dosis diberikan
secara bolus selama 1 menit. Pemasukan dosis 0,09 mg/kg (10% dari dosis 0,9mg/kg)
secara iv bolus selama 1 menit, diikuti dengan 0,81 mg/kg (90% dari dosis 0,9mg/kg)
sebagai kelanjutan infus selama lebih dari 60 menit. Heparin tidak boleh dimulai
selama 24 jam atau lebih setelah penggunaan alteplase pada terapi stroke.2
Efek Samping : 1% sampai 10% : kardiovaskular (hipotensi), susunan saraf
pusat (demam), dermatologi (memerah(1%)), gastrointestinal (perdarahan saluran
cerna(5%), mual, muntah), hematologi (pendarahan mayor (0,5%), pendarahan minor
(7%)), reaksi alergi (anafilaksis, urtikaria(0,02%), perdarahan intrakranial (0,4%
sampai 0,87%, jika dosis ≤ 100mg)2
Faktor Resiko: a. Kehamilan: Berdasarkan Drug Information Handbook
menyatakan Alteplase termasuk dalam kategori C. Maksudnya adalah pada penelitian
dengan hewan uji terbukti terjadi adverse event pada fetus (teratogenik atau efek
embriocidal) tetapi tidak ada kontrol penelitian pada wanita atau penelitian pada
hewan uji dan wanita pada saat yang bersamaan. Obat dapat diberikan jika terdapat
kepastian bahwa pertimbangan manfaat lebih besar daripada resiko pada janin.
Pada BNF disebutkan bahwa Alteplase berpeluang menyebabkan pemisahan
23
prematur plasenta pada 18 minggu pertama. Secara teoritis bisa menyebabkan fetal
haemorrhage selama kehamilan, dan hindarkan penggunaannya selama postpartum.2
b. Gangguan hati; hindari penggunaannya pada pasien gangguan hati parah.
Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan Alteplase (rt-PA) :
Terdiagnosis stroke non hemoragik.
Tanda-tanda neurologis tidak bisa terlihat jelas secara spontan.
Simptom stroke tidak mengarah pada perdarahan subarachnoid.
Onset simptom kurang dari 3 jam sebelum dimulai terapi dengan
Alteplase.
Tidak mengalami trauma kepala dalam 3 bulan terakhir.
Tidak mengalami myocardial infarction dalam 3 bulan terakhir.
Tidak terjadi gastrointestinal hemorrhage atau hemorrhage pada saluran
kencing dalam 21 hari terakhir.
Tidak melakukan operasi besar dalam 14 hari terakhir.
Tidak mengalami arterial puncture pada tempat-tempat tertentu dalam 7
hari terakhir.
Tidak mempunyai riwayat intracranial hemorrhage.
Tidak terjadi peningkatan tekanan darah (sistolik kurang dari 185 mmHg
dan diastolik kurang dari 110 mmHg). Dilakukan perhitungan MABP (Sistolik + 2 x
Diastolik / 3 = TD Sistolik yang harus dipertahankan)
Tidak terbukti mengalami pendarahan aktif atau trauma akut selama
pemeriksaan.
Tidak sedang atau pernah mengkonsumsi antikoagulan oral, INR 100 000
mm3.
Kadar glukosa darah >50 mg/dL (2.7 mmol/L).
Tidak mengalami kejang yang disertai dengan gangguan neurologi
postictal residual. Hasil CT scan tidak menunjukkan terjadinya multilobar infarction
(hypodensity kurang dari 1/3 cerebral hemisphere).
- Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)
- Neuroprotektan (Pirasetan)
24
- Neurotropik (Neurobion atau Mecobalamin yang diberikan 24 jam IV, bila
perbaikan dapat diberikan oral)
Latihan terapi fisik yang secara rutin dijalankan oleh penderita stroke telah
berhasil menunjukkan hasil positif berupa peningkatan kemampuan anggota gerak
bawah (lower limb), mobilitas fungsional (keseimbangan dan berjalan) dan kualitas
hidup. Belum banyak studi yang meneliti efektivitas terapi rehabilitasi anggota gerak
atas (upper limb rehabilitation) untuk penderita stroke. Rehabilitasi anggota gerak atas
sangat penting bagi penderita stroke, mengingat disfungsi bagian tubuh atas sangat
berpengaruh terhadap kapasitas mereka untuk melakukan kegiatan sehari-
hari(activities of daily living/ADL) seperti makan/minum (self feeding), mandi,
berpakaian, mengkonsumsi obat dan lain sebagainya.2.6
Pemulihan stroke sendiri tergantung pada banyak hal seperti bagian otak mana
yang terkena serangan stroke, keadaan kesehatan penderita stroke, personality dari
penderita stroke, dukungan keluarga, perawatan yang didapatkan oleh penderita stroke.
Rehabilitasi yang dilakukan pada pasien stroke semakin lama akan semakin aktif
disesuaikan dengan keadaan kesehatan pasien. Peranan keluarga sangat penting dalam
program rehabilitasi stroke di rumah. Ketika penderita stroke sudah kembali ke rumah
penderita stroke akan lebih banyak berinteraksi dengan keluarganya dibandingan
dengan terapis yang hanya datang beberapa jam ke rumah.2.6
25
Disability atau ketidakmampuan didefinisikan sebagai keterbatasan atau hilangnya
kemampuan untuk melakukan aktivitas yang umum dilakukan orang normal akibat
impairment yang dideritanya, terdapat 6 prinsip dasar pada rehabilitasi stroke sebagai
berikut:
Rehabilitasi terbagi menjadi tiga fase yaitu fase akut, fase sub akut, dan fase
kronis. Hasil rehabilitasi yang mungkin dicapai seorang IPS terbagi ke dalam lima
tingkatan, yaitu :
26
3. Mandiri penuh namun tidak bekerja.
4. Aktivitas sehari-hari perlu bantuan minimal dari orang lain.
5. Aktivitas sehari-sehari sebagian besar atau sepenuhnya dibantu orang lain.
Terapi yang dibutuhkan oleh setiap penderita stroke dapat berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Hal tersebut tergantung pada kebutuhan dan symptom yang
dimiliki oleh penderita stroke. Terapi yang biasa dilakukan oleh penderita stroke
antara lain adalah fisioterapi, terapi okupasi dan terapi wicara. Terapi tersebut dapat
dilakukan satu per satu maupun dipadukan.6
Tujuan utama dari fisioterapi adalah membantu penderita stroke untuk dapat
kembali berjalan. Terapi ini dimulai dengan latihan-latihan yang sederhana untuk
meningkatkan kemampuan penderita stroke untuk bergerak dan melatih otot sampai
dengan latihan IPS mampu berjalan.2.6
Dampak sisa lainnya dari serangan stroke dapat berupa gangguan bicara.
Terapi wicara dilakukan dengan melakukan latihan pernapasan, menelan, meniup,
latihan artikulasi, serta latihan gerak bibir, lidah, dan tenggorokan. Terapi dapat
dilakukan dengan bantuan terapis wicara dan keluarga. 2.6
27
12. PENCEGAHAN
1. Primer5.7
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko stroke
bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain :
13. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu:8
a. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh
dapat mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat
berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus jika
dibiarkan akan menyebabkan infeksi.
28
b. Deep vein tombosis merupakan bekuan darah yang mudah terjadi
pada kaki yang lumpuh dan penumpukan cairan
c. Atrofi otot.
d. Depresi dan efek psikologis.
e. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah
imobilisi, kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.
f. Spastisitas dan kontraktur.
14. PROGNOSIS
Prognosis strok iskemik beeregantung pada seberapa cepat penangan yang
diberikan. Jika dibandingkan, stroke iskemik memiliki prognosa yang lebih baik
dibanding strok hemoragic Biasanya strok jenis ini tidak sampai menyebabkan
kematin. Meski begitu squele yang ditinggalkan cukup lama. Penanganan post strok
berupa rehabilitasi akan mempercepat perbaikan, penanganan sequele ini memerlukan
keasabaran dan memakan waktu yang lama.2
15. KESIMPULAN
Stroke iskemik adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi
neurologis (deficit neurologis fokal atau global) yang terjadi secara mendadak,
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah
(strok nonhemoragik / strok iskemik) .Penyebab strok iskemik dikarenakan trombus
dan emboli. Gejala klinik yang dapat diperlihatkan oleh penderita strok iskemik
terdiri dari 2 bagian yakni gangguan pada sistem karotis dan gangguan pembuluh
darah vertebrobasilaris. Kebanyakan pada penderita strok iskemik pasien datang
dengan defisit neurologis yang telah ada yang didahului gejala prodromal, terjadi
pada waktu istirahat dan kesadaran biasanya tidak menurun. Insidens penyakit strok
iskemik hampir 55% terkena pada usia tua dengan umur ≥75 tahun. Sisanya yaitu
sebanyak 35,8% adalah mereka yang berumur 65 tahun.
Pengobatan iskemik strok dibagi menjadi 2 bagian yakni pengobatan pada
fase akut dan fase sub akut. Pada fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)
29
sedangkan fase paska akut diberikan setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan
dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya
strok. Adapun pencegahan dari strok itu sendiri yakni pertama, dengan menjalankan
perilaku hidup sehat sejak dini. Kedua, pengendalian faktor-faktor risiko secara
optimal harus dijalankan. Ketiga, melakukan medical checkup secara rutin dan
berkala dan si pasien harus mengenali tanda-tanda dini stroke.
30
DAFTAR PUSTAKA
7. Mant, Jonathan, and Marion F Walker. ABC of Stroke. West Sussex, England, John
Wiley & Sons, 2011
8. Rymer, Marilyn M, and Debbie Summers. “Ischemic stroke: prevention of
complications and secondary prevention.” Missouri medicine vol. 107,6 (2010):
396-400.
9. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi 5. Jakarta: EGC.
p. 180-187, 372-380
31