Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN NEUROLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2020

UNIVERSITAS HASANUDDIN

STROKE ISKEMIK

OLEH :

Renalda Trianti Putri Natsir

C014191012

RESIDEN PEMBIMBING

dr. Ahmad Zaki Hanif

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN


KLINIK PADA BAGIAN NEUROLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN


MAKASSAR

2020
1
1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Y

Umur : 56 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Makassar

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Buruh

Masuk RS : 12 Juli 2020

2. ANAMNESIS

Keluhan utama : lemah separuh tubuh kiri

Riwayat penyakit sekarang

Keluhan lemah dan kurang rasa separuh tubuh kiri disertai bicara pelo (mulut
mencong ke kanan) yang dialami secara tiba-tiba saat pasien makan malam, kurang lebih
6 jam sebelum MRS. Nyeri kepala ada, NPRS 2. Tidak ada riwayat trauma kepala dan
demam. Tidak ada mual dan muntah. Tidak ada penurunan kesadaran.

Riwayat penyakit dahulu

 Riwayat hipertensi sejak 2 tahun yang lalu, tidak rutin kontrol dan minum obat.
 Riwayat kolesterol tinggi ada sejak 1 tahun yang lalu, tidak minum obat.
 Riwayat diabetes melitus tidak ada
 Riwayat stroke tidak ada

2
Riwayat penyakit keluarga : Bapak pasien memiliki keluhan yang sama

3. PEMERIKSAAN FISIS

Status Generalis : Sakit sedang / Gizi cukup / GCS E4M6V5

Status Vitalis

TD : 160/100 mmHg

Nadi : 93 kali/menit (regular), kuat angkat

Pernapasan : 18 kali/menit

Suhu : 36,9 0C

NPRS :2

Mata : Konjungtiva anemis tidak ada

Sklera ikterik tidak ada

Leher : Nyeri tekan tidak ada

Tidak ada pembesaran kelenjar limfa

Thorax

Inspeksi : Pergerakan hemithorax simetris

Palpasi : Vocal fremitus simetris

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : Bunyi paru vesikuler

Ronkhi dan wheezing tidak ada

3
Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas kanan atas jantung ICS II Dextra

Batas kiri atas jantung ICS II Sinistra

Batas kiri bawah jantung ICS V Line Midclavicularis Sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular

Abdomen

Inspeksi : Datar ikut gerak napas

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal

Palpasi : Nyeri tekan tidak ada

Hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani (-)

Undulasi (-)

Lain-lain : Ascites (-)

Ekstremitas : Tidak ada edema

Status Neurologis

Kesadaran : Compos mentis, E4M5V6

FKL : Normal

NPRS :2

4
Kepala dan Leher : Mesocephal

Kaku kuduk (-)

Kernig’s sign (-)

Laesque Sign (tidak dinilai)

Brudzinski I,II (tidak dinilai)

Status Hasanuddin

No Kriteria Skor Keterangan


Tekanan Darah
1 Sistol  200 : Diastol  110 1 7,5
Sistol < 200 : Diastol < 110 1
Waktu Serangan
2 Sedang bergiat 6,5 6,5
Tidak sedang bergiat 1
Sakit Kepala
Sangat hebat 10
3 Hebat 1 7,5
Ringan 1
Tidak ada 0
Kesadaran Menurun
Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah onset 10
1 jam s/d 24 jam setelah onset 7,5
4 0
Sesaat tapi pulih kembali 6
 24 jam setelah onset 1
Tidak ada 0
5 Muntah Proyektil 0
Langsung, beberapa menit s/d 1 jam setelah onset 10
1 jam s/d < 24 jam setelah onset 7,5
 24 jam setelah onset 1

5
Tidak ada 0
Interpretasi:

Skor  15 = Hemorrhagic Stroke

Skor < 15 = Non Hemorrhagic Stroke

Saraf Kranialis

Kanan Kiri
N. I Daya penghidu Normal Normal
Daya penglihatan > 3/60 > 3/60
N. II Penglihatan warna Normal Normal
Lapang pandang Normal Normal
Ptosis (-) (-)
Gerakan mata ke medial Normal Normal
Gerakan mata ke atas Normal Normal
Gerakan mata ke bawah Normal Normal
N. III
Ukuran pupil Ǿ 2,5 mm Ǿ 2,5 mm
Reflek cahaya langsung (RCL) + +
Reflek cahaya konsensuil (RCTL) + +
Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lateral bawah + +
N. IV
Strabismus konvergen - -
Menggigit Normal Normal
Membuka mulut Normal Normal
N. V Sensibilitas muka Normal Normal
Reflek kornea + +
Trismus - -
Gerakan mata ke lateral + +
N. VI
Strabismus konvergen - -
N. VII Kedipan mata Normal Normal

6
Lipatan nasolabial Normal Normal
Mengerutkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Meringis Normal Normal
Menggembungkan pipi Normal Tidak Normal
Daya kecap lidah 2/3 depan Normal Tidak Normal
Mendengar suara berisik Normal Normal
Mendengarkan detik arloji Normal Normal
N. VIII Tes Rinner Normal Normal
Tes Schwabach Normal Normal
Tes Weber Tidak ada lateralisasi
Arkus faring Simetris
Daya kecap lidah 1/3 belakang Normal Normal
N. IX Refles muntah + +
Sengau Normal Normal
Tersedak - -
Denyut nadi 82 kali/menit 82 kali/menit
Arkus faring Simetris
N. X
Bersuara Normal
Menelan Normal Normal
Memalingkan kepala Normal Normal
Sikap bahu Normal Normal
N. XI
Mengangkat bahu Normal Normal
Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi
Sikap lidah Tidak Simetris
Artikulasi Normal Tidak Normal
Tremor lidah Normal Tidak Normal
N. XII
Menjulurkan lidah Tidak Simetris
Trofi otot lidah Eutrofi Eutrofi
Fasikulasi lidah - +

7
Pemeriksaan Motorik

EXTREMITAS SUPERIOR
DEXTRA SINISTRA
Pergerakan Normal Menurun
Kekuatan 5 3
Tonus otot Normal Meningkat
Bentuk otot Eutrofi Eutrofi
Refleks Biceps +2 +3
Refleks Triceps +2 +3

EXTREMITAS INFERIOR
DEXTRA SINISTRA
Pergerakan Normal Menurun
Kekuatan 5 3
Tonus otot Normal Meningkat
Bentuk otot Eutrofi Eutrofi
Refleks Patella +2 +3
Refleks Achilles +2 +3

Pemeriksaan Sensorik

Pada pemeriksaan sistem sensorik, didapatkan pasien Hemihipesthesia sinistra.

REFLEKS PATOLOGIS DEXTRA SINISTRA


Hoffman-Trommer - -
Babinski - +
Chaddock - -
Oppenheim - -

8
Pemeriksaan Otonom

Buang air besar : dalam batas normal

Buang air kecil : dalam batas normal

4. DIAGNOSIS AKHIR

Diagnosis klinis : Hemiparese sinistra tipika

Diagnosis topis : Hemisphere cerebri dextra

Diagnosis etiologis : Stroke iskemik

5. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

9
I. DEFINISI

Stroke menurut WHO (World Health Organisation) adalah gangguan otak


fokal ataupun global secara mendadak yang disebabkan oleh gangguan vaskuler dan
dapat menyebabkan kematian yang berlangsung selama 24 jam atau lebih. Bila
gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga
beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut sebagai
serangan iskemia otak sepintas (transient ischemic attack TIA).1
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis
yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan kegawatdaruratan medis yang
harus ditangani secara cepat, tepat, dan cermat. Secara umum, terdapat dua jenis
stroke, yaitu2:
1.    Stroke nonhemoragik atau stroke iskemik, dimana didapatkan penurunan
aliran darah sampai di bawah titik kritis, sehingga terjadi gangguan fungsi pada
jaringan otak.
2.    Stroke hemoragik, dimana salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,
mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek.
Dalam referat ini, kami akan membahas lebih dalam mengenai Stroke
Nonhemoragik atau Stroke Iskemik.

II. EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di


Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan
terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi
stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%) dibandingkan
dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi stroke di
perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan (5,7%).3
Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun
2013, prevalensi kasus stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan sebesar 7,0 per mill dan 12,1 per mill untuk yang terdiagnosis

10
memiliki gejala stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi
Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%), sedangkan
Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke antara laki-laki dengan
perempuan hampir sama, prevalensi stroke berdasarkan terdiagnosis dan
gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%).3

III. FAKTOR RESIKO

Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan didasari
oleh berbagai macam faktor risiko. Ada faktor yang tidak dapat dimodifikasi, dapat
dimodifikasi dan masih dalam penelitian yaitu:2

1. Tidak dapat dirubah :


- Usia: Angka kejadian stroke meningkat seiring bertambahnya usia, yaitu 0,4%
(usia 18-44 tahun), 2,4% (usia 65-74 tahun), hingga 9,7% (usia 75 tahun atau
lebih), sesuai dengan studi Framingham yang berskala besar. Hal ini
disebabkan oleh peningkatan terjadinya atherosclerosis seiring peningkatan usia
yang dihubungkan dengan factor resiko lainnya, seperti atrial fibrilasi dan
hipertensi yang sering dijumpai pada pasien usia lanjut.

- Jenis kelamin: Laki-laki memiliki resiko stroke 1,25-2,5 kali lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Namun, angka ini berbeda pada usia lanjut.
Prevalensi stroke pada penduduk Amerika perempuan (tahun 1999-2000)
berusia ≥75 tahun lebih tinggi (84,%) dibandingkan laki-laki (70,7%).

Data pasien stroke Indonesia juga menunjukkan rerata usia perempuan


(60,4±13,8 tahun) lebih tua dibandingkan laki-laki (57,5±12,7 tahun). Hal ini
dipikirkan berhubungan dengan estrogen. Estrogen berperan dalam pencegahan
plak aterosklerosis seluruh pembuluh darah, termasuk pembuluh darah serebral.
Dengan demikian, perempuan pada usia produktif memiliki proteksi terhadap
kejadian penyakit vascular dan aterosklerosis yang menyebabkan kejadian
stroke lebih rendah disbanding laki-laki. Namun pada keadaan menopause yang
terjadi pada usia lebih lanjut, produksi estrogen menurun sehingga menurunkan

11
efek proteksi tersebut.

- Ras: berdasarkan suku bangsa, didapatkan suku kulit hitam Amerika


mengalami resiko lebih tinggi dibandingkan kulit putih. Insiden stroke pada
kulit hitam sebesar 246 per 100.000 penduduk dibandingkan 147 per 100.000
penduduk kulit putih.

2. Dapat dirubah :
- Hipertensi: Hipertensi merupakan factor resiko tersering, sebanyak 60%
penyandang hipertensi akan mengalami stroke. Patofisiologi hipertensi
menyebabkan terjadinya perubahan pada pembuluh darah dimulai dari
penebalan tunika intima dan peningkatan permeabilitas endotel oleh hipertensi
lama, terutama pada arteri dengan ukuran kecil, yaitu sekitar 300-500 mm
(cabang arteri perforata). Proses akan berlanjut dengan terbentuknya deposit
lipid terutama kolestrol dan kolestrol oleat pada tunika muskularis yang
menyebabkan lumen pembuluh darah menyepit serta berkelok-kelok.
Pada hipertensi kronik akan terbentuk nekrosis fibrinoid yang menyebabkan
kelemahan dan herniasi dinding arteriol, serta rupture tunika intima, sehingga
terbentuk suatu mikroaneurisma yang disebut Charcot-Bouchard. Pengerasan
dinding pembuluh darah dapat mengakibatkan gangguan autoregulasi, berupa
kesulitan untuk berkontraksi atau berdilatasi terhadap perubahan tekanan darah
sistemik. Jika terjadi penurunan tekanan sistemik yang mendadak, tekanan
perfusi otak menjadi tidak adekuat sehingga menyebabkan iskemik jaringan
otak. Sebaliknya jika terjadi peningkatan tekanan darah sistemik, maka akan
terjadi peningkatan tekanan perfusi yang hebat yang akan menyebabkan
hyperemia, edema dan perdarahan.

- Merokok: merokok merupakan faktor risiko stroke pada wanita muda.


Merokok berisiko 2,6 kali terhadap kejadian stroke pada wanita muda.
Merokok dapat meningkatkan kecenderungan sel-sel darah
menggumpal pada dinding arteri, menurunkan jumlah HDL (High

12
Density Lipoprotein), menurunkan kemampuan HDL dalam
menyingkirkan kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) yang
berlebihan, serta meningkatkan oksidasi lemak yang berperan dalam
perkembangan arterosklerosis.

- Diabetes: Diabetes mellitus meningkatkan risiko strok sebanyak 1‐3 kali lipat
dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami diabetes mellitus. Diabetes
mellitus meningkatkan risiko strok melalui beberapa mekanisme yang saling
berkaitan, yang bermuara pada terbentuknya plaque aterosklerotik. Plaque pada
diabetes mellitus banyak dijumpai di cabang‐cabang arteri serebral yang kecil.
Plaque tersebut akan menyempitkan diameter pembuluh darah kecil yang
kemudian dapat menimbulkan strok.
Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas darah, kerusakan
kronik aliran darah otak dan autoregulasi, deformabilitas sel darah merah dan
putih yang menurun, disfungsi sel endotel, hiperkoagulabilitas, terganggunya
sintesa prostasiklin yang menyebabkan meningkatnya agregasi trombosit dan
kemungkinan disfungsi otot polos arterioler kortikal dan endotelium yang
penting untuk kolateral

- Fibrilasi atrium: Seorang penderita yang mengalami fibrilasi atrial memiliki


risiko 3‐5 kali lipat untuk mengalami strok. Secara keseluruhan, 15% kasus
strok iskemik disebabkan oleh fibrilasi atrial. Denyut jantung yang tidak efektif
karena adanya fibrilasi atrial akan menyebabkan darah mengumpul di dinding
jantung; hal demikian ini akan memudahkan terbentuknya trombus dan pada
suatu saat trombus ini dapat terlepas dari dinding jantung dan berubah menjadi
emboli untuk kemudian masuk ke dalam aliran darah otak.

- Kelainan jantung: Antara 3‐4% penderita infark miokardial di kemudian hari


mengalami strok embolik. Risiko terbesar berada dalam satu bulan setelah
terjadi infark miokardial. Aterosklerosis mendasari terjadinya infark miokardial
maupun strok iskemik. Infark miokardial akan menimbulkan kerusakan pada

13
dinding jantung ataupun fibrilasi atrium yang menetap; keduanya memudahkan
terjadinya trombus yang pada suatu saat dapat terlepas atau pecah dan berubah
menjadi emboli untuk kemudian masuk ke dalam aliran darah otak

- Hiperlipidemia: Hiperlipidemia menunjukkan adanya kadar kolesterol total


lebih dari 240 mg%. Hiperlipidemia bukan merupakan faktor risiko strok secara
langsung. Hal ini berbeda dengan penyakit koroner yang jelas berhubungan
dengan hiperlipidemia. Namun demikian, dari berbagai penelitian terungkap
bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol total maka risiko untuk terjadinya
stroke juga menurun. Sehubungan dengan penyakit serebrovaskular secara
spesifik, meningginya kadar kolesterol total dan low density lipoprotein (LDL)
berkaitan erat dengan terjadinya aterosklerosis karotis; sementara itu
peningkatan kadar high density lipoprotein (HDL) menimbulkan dampak
sebaliknya.Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa tak ada hubungan
bermakna antara kolesterol plasma dan risiko strok, hanya The Copenhagen
City Heart Study mengatakan bahwa kolesterol berhubungan dengan risiko
strok non hemoragik, bila kolesterol lebih dari 8 mmol/l (310 mg persen).
HDL Kolesterol: Pada umumnya dikatakan bahwa terdapat  hubungan terbalik
antara HDL kolesterol dari risiko strok. Hanya Framingham study mengatakan
tak ada efek protektif dan HDL kolesterol yang tinggi untuk strok iskemik.LDL
Kolesterol: LDL kolesterol adalah faktor risiko yang penting untuk timbulnya 
aterosklerosis dan secara tak langsung mempengaruhi strok iskemik
Trigliserida: Terdapat pertentangan pendapat, penyelidikan terbaru mengatakan
bahwa trigliserida postprandial yang tinggi hubungan dengan aterosklerosis dari
arteria karotis eksterna.

IV. Anatomi dan Patofisiologi stroke iskemik

Sistem serebrovaskular memberi otak aliran darah yang banyak


mengandung zat makanan yang penting bagi fungsional otak. Terhentinya aliran
darah serebrum atau Cerebrum Blood Flow (CBF) selama beberapa detik saja
akan menimbulkan gejala disfungsi serebrum. Apabila berlanjut selama beberapa

14
detik, defisiensi CBF menyebabkan kehilangan kesadaran dan akhirnya iskemia
serebrum. CBF normal adalah sekitar 50ml/100gram jaringan otak/menit. Pada
keadaan istirahat otak menerima seperenam curah jantung; dari aspek aspirasi
oksigen, otak menggunakan 20% oksigen tubuh.4
Empat arteri besar menyalurkan darah ke otak: dua arteri karotis interna
dan dua arteri vertebralis (yang menyatu dengan arteri basilaris untuk
membentuk sistem vertebrobasilar). Darah arteri yang menuju ke otak berasal
dari arkus aorta. Secara umum, arteri-arteri serebrum bersifat penetrans atau
konduktans. Arteri-arteri konduktans (karotis, serebri media dan anterior,
vertebralis, basilaris, dan serebri posterior) serta cabang-cabangnya membentuk
suatu jaringan yang ekstensif di permukaan otak. Secara umum, arteri karotis dan
cabang-cabangnya memperdarahi bagian terbesar dari hemisfer serebrum, dan
arteri vertebralis memperdarahi dasar otak dan serebelum. Arteri-arteri penetrans
adalah pembuluh yang menyalurkan makanan dan berasal dari arteri-arteri
konduktans. Pembuluh-pembuluh ini masuk ke otak dengan sudut tegak lurus
serta menyalurkan darah ke struktur- struktur yang terletak di bawah korteks
(talamus, hipotalamus, kapsula interna, dan ganglia basal). Sirkulasi kolateral
dapat terbentuk secara perlahan-lahan apabila terjadi penurunan aliran darah
normal ke suatu bagian. Sebagian besar sirkulasi kolateral serebrum antara arteri-
arteri besar adalah melalui Sirkulus Wilisi. Efek sirkulasi kolateral ini adalah
menjamin terdistribusinya aliran darah ke otak. Kolateral-kolateral ini hanya
berfungsi bila rute lain terganggu. Substansia grisea otak memiliki laju
metabolisme jauh lebih tinggi darpada di substansia alba, maka jumlah kapiler
dan aliran darah juga empat kali lebih besar.4

15
Gambar 1. Sirkulus Wilisi

Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan jaringan
otak sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga mengganggu
pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.4.5

Aliran darah dalam kondisi normal otak orang dewasa adalah 50-60 ml/100
gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah 1300- 1400 gram
(+ 2% dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan jumlah aliran
darah otak orang dewasa adalah + 800 ml/menit atau 20% dari seluruh curah jantung
harus beredar ke otak setiap menitnya. Pada keadaan demikian, kecepatan otak untuk
memetabolisme oksigen + 3,5 ml/100 gram otak/menit. Bila aliran darah otak turun
menjadi 20-25 ml/100 gram otak/menit akan terjadi kompensasi berupa peningkatan
ekstraksi oksigen ke jaringan otak sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat
dipertahankan.4.5

Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidanya


akan menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90%
glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap. Hanya 10% yang diubah
menjadi asam piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob. Energi yang
dihasilkan oleh metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol Adenoain
trifosfat (ATP)/mol glukosa sedangkan pada glikolisis anaerob hanya dihasilkan 2
mol Atp/mol glukosa. Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuron- neuron otak ini

16
digunakan untuk keperluan :4.5

1. Menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis,


penyimpanan, transport dan pelepasan neurotransmiter,
serta mempertahankan respon elektrik.
2. Mempertahankan integritas sel membran dan
konsentrasi ion di dalam/di luar sel serta membuang
produk toksik siklus biokimiawi molekuler.

Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan


patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami
trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan,
kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan
kerusakan neumoral yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler,
sehingga kadar kalsium intraseluler akan meningkat melalui transpor glutamat, dan
akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran.4
Glutamat merupakan eksitator utama asam amino di otak, bekerja melalui
aktivasi reseptor ionotropiknya. Reseptor-reseptor tersebut dapat dibedakan melalui
sifat farmakologi dan elektrofisiologinya: a-amino-3-hidroksi- 5-metil-4-isosaksol-
propionic acid (AMPA), asam kainat, dan N-metil-D-aspartat (NMDA). Aktivasi
reseptor-reseptor tersebut akan menyebabkan terjadinya eksitasi neumoral dan
depolarisasi.3 Glutamat yang menstimulasi reseptor NMDA akan mengaktifkan
reseptor AMPA akan memproduksi superoksida.4
Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait,
yaitu4 :
1. Perubahan fisiologi pada aliran darah otak
2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemik.

V. GEJALA DAN TANDA KLINIS

Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit


neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.

17
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik meliputi hemiparese,
monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada nyeri
kepala dan reflek babinski dapat positif maupun negatif. Meskipun gejala-gejala
tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan
waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu
tidaknya pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat membuat anamnesis
menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala atau onset stroke seperti:6

1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak


didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, perdarahan subdural, ensefalitis dan
hiponatremia.
Secara sederhana untuk mengenali gejala dan tanda stroke disusun olen
Cincinnati menggunakan singkatan FAST , mencakup F berupa facial droop seperti
mulut mencong , A yaitu arm waekness (kelemahan pada lengan), S berkaitan
dengan speech defficulities (kesulitan berbicara), dan T yaitu time to seek medical
help. FAST memiliki seinsitivitas 85% dan sensitifitas 68% untuk menegakkan
stroke serta reliabilitas yang baik pada dokter dan paramedis.2
Adapun untuk mentukan letak lesi berdasarkan gejala klinis yang ada kitada
dapat terbantu dengan mengetahui stroke syndrome.9
Lokasi Gejala
Arteri serebri media  Hemiparesis dan hemihipestesia
kontralateral terutama brakiofasial
 Hemianopsia homonym
kontralateral
 Afasia mototrik/sensorik
 Akalkulia

18
 Agrafia
 Apraksia motoric (hemisfer
dominan) apraksia konstruktif
(hemisfer non-dominan)

Anterior cerebral artery  Hemiparesis terutama pada tungkai


bawah
Paresis tungkai bawah terisolasi
Paraparesis (pada infark bilateral)
Gangguan mental
Apraksia
Inkontinensia
Reflex primif positif
Posterior inferior cerebellar artery  Sindroma Wallenberg
 Hemiataksia
 Dismetria
 Lateropulsi
 Disdiadokokinesia

Anterior inferior cerebellar artery  Hemiataksia ipsilateral


 Nistagmus
 Deficit saraf kranial VII dan VIII
 Tuli mendadak

Basilar Sindrom Wallenberg


 Vertigo
 Nistagmus
 Nausea dan muntah
 Disartria
 Disfonia

Sindrom dejerine
 Kelumpuhan flaksid nervus
hipoglosus ipsilateral
 Hemiplegia kontralateral dengan

19
tanda Babinski
 Hipestesia terahdap raba dan
tekan
 Nistagmus
Sindrom Millard-Gubler atau Foville
 Kelumpuhan nervus abducen
(perifer)
 Kelumpuhan nervus facialis
ipsilateral
 Hemiplegia kontralateral
 Analgesia
 Termanestesia
 Gangguan raba, posisi, serta getar
sisi kontralateral
Sindrom Benedikt
 Kelumpuhan nervus
okulomotorius ipsilateral dengan
midriasis
 Gangguan sensasi raba, posisi,
dan getar kontralateral
 Hyperkinesia kontralateral
(tremor, korea,atetosis)
 Rigiditas kontralateral
Sindrom Weber
 Kelumpuhan nervus
okulomotorius ipsilateral
 Hemiparesis spastik kontralateral
 Rigiditas parkinsonian
kontralateral

20
 Distaksia kontralateral
 Deficit saraf kranial N VII, IX, X
dan XII

VI. DIAGNOSIS
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami deficit
neurologis akut (baik fokal maupunn global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Beberpaa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragic meliputi hemiparese,
monoparese, atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran, tidak ada nyeri
kepala dan reflex Babinski dapat positif maupun negative. Beberapa faktor dapat
membuat anamnesis menjadi sedikit sulit untuk mengetahui gejala atau onset stroke
seperti:
a. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun.
b. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu utuk mencari
pertolongan.
c. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke
d. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor cerebral, ensefalitis dan hyponatremia.

2. Pemeriksaan penunjang
Pencitraan otak sangat penting untuk mengonfirmasu diagnosis stroke non
hemoragik, CT Scan adalah pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk
evaluasi pasien dengan stroke akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga
berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeleminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke (hematoma,
neoplasma, abses). Kasus stroke iskemuk hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan
biasanya tidak sensitive mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada
>50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan intracranial
akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria ekslusi untuk pemberian terapi

21
trombolitik. Pungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan meningitis
atau perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negative tetapi kecurigaan klinis tetap
menjadi acuan.

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Strok Hemoragik
2. Ensefalopati toksik/metabolic
3. Ensefalitis
4. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, hematoma epidural, tumor otak)
5. Kelainan non neurologis / fungsional (contoh: kelainan jiwa)
6. Trauma kepala
7. Ensefalopati hipertensif
8. Migren hemiplegic
9. Abses otak
10. Sklerosis multipel6.7

11. TATALAKSANA
1. UMUM2.6
- Ditujukan terhadap fungsi vital: paru-paru, jantung, ginjal,
keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, higiene.
- Pengendalian tekanan intracranial (Pemberian Mannitol 0,25 – 0,5
gr/kgBB selama lebih dari 20 menit, diulang 4-6 jam. Jika ada edema cerebri)
- Pencegahan dan pengobatan komplikasi
- Pencegahan stroke : tindakan promosi, primer dan sekunder.

2. KHUSUS2
Penderita stroke non hemoragik atau stroke iskemik biasanya diberikan:
- Anti agregasi platelet: Aspirin (80 mg 1x1), tiklopidin, klopidogrel (75 mg
1x1), dipiridamol, cilostazol
- Trombolitik: Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA)
Indikasi:
Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut. Terapi harus dilakukan

22
selama 3 – 4,5 jam sejak onset terjadinya simptom dan setelah dipastikan tidak
mengalami stroke perdarahan dengan CT scan. Kontraindikasi pada pasien yang
memiliki resiko tinggi perdarahan, pasien yang menerima antikoagulan oral
(warfarin), menunjukkan atau mengalami perburukan pendarahan, punya riwayat
stroke atau kerusakan susunan saraf pusat, hemorrhage retinopathy, sedang
mengalami trauma pada external jantung (<10 hari), arterial hipertensi yang tidak
terkontrol, adanya infeksi bakteri endocarditis, pericarditis, pancreatitis akut, punya
riwayat ulcerative gastrointestinal disease selama 3 bulan terakhir, oesophageal
varicosis, arterial aneurisms, arterial/venous malformation, neoplasm dengan
peningkatan resiko pendarahan, pasien gangguan hati parah termasuk sirosis hati,
portal hypertension (oesophageal varices) dan hepatitis aktif, setelah operasi besar
atau mengalami trauma yang signifikan pada 10 hari, pendarahan cerebral, punya
riwayat cerebrovascular disease, keganasan intrakranial, arteriovenous malformation,
pendarahan internal aktif. Dosis : dosis yang direkomendasikan 0,9mg/kg (dosis
maksimal 90 mg) secara infusi selama 60 menit dan 10% dari total dosis diberikan
secara bolus selama 1 menit. Pemasukan dosis 0,09 mg/kg (10% dari dosis 0,9mg/kg)
secara iv bolus selama 1 menit, diikuti dengan 0,81 mg/kg (90% dari dosis 0,9mg/kg)
sebagai kelanjutan infus selama lebih dari 60 menit. Heparin tidak boleh dimulai
selama 24 jam atau lebih setelah penggunaan alteplase pada terapi stroke.2
Efek Samping : 1% sampai 10% : kardiovaskular (hipotensi), susunan saraf
pusat (demam), dermatologi (memerah(1%)), gastrointestinal (perdarahan saluran
cerna(5%), mual, muntah), hematologi (pendarahan mayor (0,5%), pendarahan minor
(7%)), reaksi alergi (anafilaksis, urtikaria(0,02%), perdarahan intrakranial (0,4%
sampai 0,87%, jika dosis ≤ 100mg)2
Faktor Resiko: a. Kehamilan: Berdasarkan Drug Information Handbook
menyatakan Alteplase termasuk dalam kategori C. Maksudnya adalah pada penelitian
dengan hewan uji terbukti terjadi adverse event pada fetus (teratogenik atau efek
embriocidal) tetapi tidak ada kontrol penelitian pada wanita atau penelitian pada
hewan uji dan wanita pada saat yang bersamaan. Obat dapat diberikan jika terdapat
kepastian bahwa pertimbangan manfaat lebih besar daripada resiko pada janin.
Pada BNF disebutkan bahwa Alteplase berpeluang menyebabkan pemisahan

23
prematur plasenta pada 18 minggu pertama. Secara teoritis bisa menyebabkan fetal
haemorrhage selama kehamilan, dan hindarkan penggunaannya selama postpartum.2
b. Gangguan hati; hindari penggunaannya pada pasien gangguan hati parah.
Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan Alteplase (rt-PA) :
 Terdiagnosis stroke non hemoragik.
 Tanda-tanda neurologis tidak bisa terlihat jelas secara spontan.
 Simptom stroke tidak mengarah pada perdarahan subarachnoid.
 Onset simptom kurang dari 3 jam sebelum dimulai terapi dengan
Alteplase.
 Tidak mengalami trauma kepala dalam 3 bulan terakhir.
 Tidak mengalami myocardial infarction dalam 3 bulan terakhir.
 Tidak terjadi gastrointestinal hemorrhage atau hemorrhage pada saluran
kencing dalam 21 hari terakhir.
 Tidak melakukan operasi besar dalam 14 hari terakhir.
 Tidak mengalami arterial puncture pada tempat-tempat tertentu dalam 7
hari terakhir.
 Tidak mempunyai riwayat intracranial hemorrhage.
 Tidak terjadi peningkatan tekanan darah (sistolik kurang dari 185 mmHg
dan diastolik kurang dari 110 mmHg). Dilakukan perhitungan MABP (Sistolik + 2 x
Diastolik / 3 = TD Sistolik yang harus dipertahankan)
 Tidak terbukti mengalami pendarahan aktif atau trauma akut selama
pemeriksaan.
 Tidak sedang atau pernah mengkonsumsi antikoagulan oral, INR 100 000
mm3.
 Kadar glukosa darah >50 mg/dL (2.7 mmol/L).
 Tidak mengalami kejang yang disertai dengan gangguan neurologi
postictal residual. Hasil CT scan tidak menunjukkan terjadinya multilobar infarction
(hypodensity kurang dari 1/3 cerebral hemisphere).
- Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)
- Neuroprotektan (Pirasetan)

24
- Neurotropik (Neurobion atau Mecobalamin yang diberikan 24 jam IV, bila
perbaikan dapat diberikan oral)

3. REHABILITASI PASCA STROKE


Sebagai upaya mengembalikan kemampuan motorik dan meningkatkan
kualitas hidup, para penderita stroke dapat menjalani program rehabilitasi neurologis
dengan dipandu oleh terapis dan dokter. Rehabilitasi pasca stroke yang dini dan teratur
dapat mengembalikan kemampuan motorik para penderitanya secara bertahap hingga
kesehatan mereka dapat pulih kembali secara total.2.6

Latihan terapi fisik yang secara rutin dijalankan oleh penderita stroke telah
berhasil menunjukkan hasil positif berupa peningkatan kemampuan anggota gerak
bawah (lower limb), mobilitas fungsional (keseimbangan dan berjalan) dan kualitas
hidup. Belum banyak studi yang meneliti efektivitas terapi rehabilitasi anggota gerak
atas (upper limb rehabilitation) untuk penderita stroke. Rehabilitasi anggota gerak atas
sangat penting bagi penderita stroke, mengingat disfungsi bagian tubuh atas sangat
berpengaruh terhadap kapasitas mereka untuk melakukan kegiatan sehari-
hari(activities of daily living/ADL) seperti makan/minum (self feeding), mandi,
berpakaian, mengkonsumsi obat dan lain sebagainya.2.6

Pemulihan stroke sendiri tergantung pada banyak hal seperti bagian otak mana
yang terkena serangan stroke, keadaan kesehatan penderita stroke, personality dari
penderita stroke, dukungan keluarga, perawatan yang didapatkan oleh penderita stroke.
Rehabilitasi yang dilakukan pada pasien stroke semakin lama akan semakin aktif
disesuaikan dengan keadaan kesehatan pasien. Peranan keluarga sangat penting dalam
program rehabilitasi stroke di rumah. Ketika penderita stroke sudah kembali ke rumah
penderita stroke akan lebih banyak berinteraksi dengan keluarganya dibandingan
dengan terapis yang hanya datang beberapa jam ke rumah.2.6

Rehabilitasi stroke merupakan sebuah program yang terkoordinasi yang


memberikan perawatan restoratif untuk memaksimalkan pemulihan dan
meminimalisasi impairment, disability, dan hadicap yang disebabkan oleh stroke.

25
Disability atau ketidakmampuan didefinisikan sebagai keterbatasan atau hilangnya
kemampuan untuk melakukan aktivitas yang umum dilakukan orang normal akibat
impairment yang dideritanya, terdapat 6 prinsip dasar pada rehabilitasi stroke sebagai
berikut:

1. Gerak merupakan obat yang paling mujarah


2. Latihan yang digunakan pada terapi gerak sebaik merupakan gerak
fungsional.
3. Pasien diarahkan untuk melakukan gerak dengan keadaan senormal
mungkin.
4. Latihan gerak fungsional dapat dilakukan setelah stabilitas tubuh sudah
tercapai.
5. Terapi gerak diberikan kepada pasien yang siap secara fisik maupun
mental.
6. Hasil terapi akan optimal jika ditunjang dengan kemampuan fungsi
kognitif, persepsi, dan modalitas sensoris yang baik.
Rehabilitasi medik pasca stroke dapat terbagi menjadi dua fase berdasarkan
tujuan yang ingin dicapai dari program rehabilitasi. Fase awal bertujuan untuk
mencegah komplikasi sekunder dan melindungi fungsi yang tersisa. Fase ini dimulai
sedini mungkin ketika keadaan umum telah memungkinkan. Fase lanjutan bertujuan
untuk mencapai kemandirian fungsional dalam mobilisasi dan ADL. Fase lanjutan
dimulai ketika IPS sudah stabil secara medik. Fase ini melibatkan berbagai jenis terapi
antara lain fisioterapi, okupasi terapi, terapi wicara, ortotik prostetik, dan psikologi.
Pemilihan jenis terapi yang dilakukan pada suatu program rehabilitasi medis
tergantung pada dampak sisa yang dialami oleh penderita stroke6

Rehabilitasi terbagi menjadi tiga fase yaitu fase akut, fase sub akut, dan fase
kronis. Hasil rehabilitasi yang mungkin dicapai seorang IPS terbagi ke dalam lima
tingkatan, yaitu :

1. Mandiri penuh dan kembali ke tempat kerja seperti sebelum sakit.


2. Mandiri penuh dan bekerja namun alih pekerjaan yang lebih ringan sesuai
kondisi.

26
3. Mandiri penuh namun tidak bekerja.
4. Aktivitas sehari-hari perlu bantuan minimal dari orang lain.
5. Aktivitas sehari-sehari sebagian besar atau sepenuhnya dibantu orang lain.
Terapi yang dibutuhkan oleh setiap penderita stroke dapat berbeda antara satu
dengan yang lainnya. Hal tersebut tergantung pada kebutuhan dan symptom yang
dimiliki oleh penderita stroke. Terapi yang biasa dilakukan oleh penderita stroke
antara lain adalah fisioterapi, terapi okupasi dan terapi wicara. Terapi tersebut dapat
dilakukan satu per satu maupun dipadukan.6

Tujuan utama dari fisioterapi adalah membantu penderita stroke untuk dapat
kembali berjalan. Terapi ini dimulai dengan latihan-latihan yang sederhana untuk
meningkatkan kemampuan penderita stroke untuk bergerak dan melatih otot sampai
dengan latihan IPS mampu berjalan.2.6

Terapi okupasi bertujuan untuk membantu penderita stroke mendapatkan


kembali koordinasi otot-otot yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas- aktivitas
dasar atau ADL. Activities of Daily Living (ADL) merupakan sesuatu yang penting
untuk mempertahankan keberlangsungan hidup. Kemandirian dalam melakukan
aktivitas sehari-hari merupakan tujuan utama dari rehabilitasi stroke fase subakut.
Terapi okupasi merupakan suatu elemen penting pada rehabilitasi pasca stroke. Terapi
okupasi telah terbukti meningkatkan performansi kemandirian penderita stroke ketika
melakukan. Tingkat ketergantungan penderita stroke dalam melakukan suatu aktivitas
merupakan suatu ukuran yang penting dalam mengukur tingkat keberhasilan suatu
program rehabilitasi pasca stroke. Latihan pada terapi okupasi menggunakan gerakan
fungsional yang lebih banyak digunakan dibandingkan dengan gerak dasar karena
gerak fungsional memiliki nilai lebih baik. Terapis okupasi dan keluarga menjadi
fasilitator yang membantu penderita stroke untuk melakukan terapis.

Dampak sisa lainnya dari serangan stroke dapat berupa gangguan bicara.
Terapi wicara dilakukan dengan melakukan latihan pernapasan, menelan, meniup,
latihan artikulasi, serta latihan gerak bibir, lidah, dan tenggorokan. Terapi dapat
dilakukan dengan bantuan terapis wicara dan keluarga. 2.6

27
12. PENCEGAHAN
1. Primer5.7
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko stroke
bagi individu yang belum ataupun mempunyai faktor resiko dengan cara
melaksanakan gaya hidup sehat bebas stroke, antara lain :

a). Gaya hidup: Bebas rokok, stress mental, alkohol, kegemukan,


konsumsi garam yang berlebihan, obat-obat golongan amfetamin, kokain dan
sejenisnya.
b). Lingkungan: kesadaran atas stress kerja
c). Biologi: perhatian terhadap faktor resiko biologis (jenis
kelamin, riwayat keluarga) efek aspirin.
d). Pelayanan kesehatan: health education dan pemeriksaan tensi,
mengendalikan hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan penyakit
vaskuler aterosklerotik.
2. Sekunder5.7
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita
stroke.Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar
stroke tidak berlanjut menjadi kronik. Tindakan yang dilakukan adalah :
a) Gaya hidup: manejemen stress, makanan rendah garam, berhenti
merokok, penyesuaian gaya hidup
b) Lingkungan: penggantian kerja jika diperlukan, family counseling
c) Biologi : pengobatan yang patuh dan cegah efek samping
d) Pelayanan kesehatan: pendidikan pasien dan evaluasi penyebab
sekunder

13. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu:8
a. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh
dapat mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat
berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus jika
dibiarkan akan menyebabkan infeksi.

28
b. Deep vein tombosis merupakan bekuan darah yang mudah terjadi
pada kaki yang lumpuh dan penumpukan cairan
c. Atrofi otot.
d. Depresi dan efek psikologis.
e. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah
imobilisi, kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.
f. Spastisitas dan kontraktur.

14. PROGNOSIS
Prognosis strok iskemik beeregantung pada seberapa cepat penangan yang
diberikan. Jika dibandingkan, stroke iskemik memiliki prognosa yang lebih baik
dibanding strok hemoragic Biasanya strok jenis ini tidak sampai menyebabkan
kematin. Meski begitu squele yang ditinggalkan cukup lama. Penanganan post strok
berupa rehabilitasi akan mempercepat perbaikan, penanganan sequele ini memerlukan
keasabaran dan memakan waktu yang lama.2

15. KESIMPULAN
Stroke iskemik adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh fungsi
neurologis (deficit neurologis fokal atau global) yang terjadi secara mendadak,
berlangsung lebih dari 24 jam atau menyebabkan kematian, yang semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai darah
(strok nonhemoragik / strok iskemik) .Penyebab strok iskemik dikarenakan trombus
dan emboli. Gejala klinik yang dapat diperlihatkan oleh penderita strok iskemik
terdiri dari 2 bagian yakni gangguan pada sistem karotis dan gangguan pembuluh
darah vertebrobasilaris. Kebanyakan pada penderita strok iskemik pasien datang
dengan defisit neurologis yang telah ada yang didahului gejala prodromal, terjadi
pada waktu istirahat dan kesadaran biasanya tidak menurun. Insidens penyakit strok
iskemik hampir 55% terkena pada usia tua dengan umur ≥75 tahun. Sisanya yaitu
sebanyak 35,8% adalah mereka yang berumur 65 tahun.
Pengobatan iskemik strok dibagi menjadi 2 bagian yakni pengobatan pada
fase akut dan fase sub akut. Pada fase akut (hari 0-14 sesudah onset penyakit)

29
sedangkan fase paska akut diberikan setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan
dititikberatkan pada tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya
strok. Adapun pencegahan dari strok itu sendiri yakni pertama, dengan menjalankan
perilaku hidup sehat sejak dini. Kedua, pengendalian faktor-faktor risiko secara
optimal harus dijalankan. Ketiga, melakukan medical checkup secara rutin dan
berkala dan si pasien harus mengenali tanda-tanda dini stroke.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Truelsen T, Piechowski-Jozwiak B, Bonita R et al. Stroke incidence and prevalence in


Europe: a review of available data. European Journal of Neurology, 2006, 13: 581–598.
2. Aninditha T, Wiratman T. Buku Ajar Neurologoi, Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2017
3. Trihono , Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2013, Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia; 2014

4. Hartwig M. Penyakit serebrovaskular. Dalam: Price SA,eds. Patofisiologi konsep klinis


proses-proses penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC;2005.h.1105-30
5. Ropper, Allan H, et al. Adams and Victor’s Principles of Neurology. New York, Mcgraw-
Hill Education, 2019.
6. Caplan, Louis R. Caplan’s Stroke : A Clinical Approach. Philadelphia,
Elsevier/Saunders, 2009.

7. Mant, Jonathan, and Marion F Walker. ABC of Stroke. West Sussex, England, John
Wiley & Sons, 2011
8. Rymer, Marilyn M, and Debbie Summers. “Ischemic stroke: prevention of
complications and secondary prevention.” Missouri medicine vol. 107,6 (2010):
396-400.
9. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Edisi 5. Jakarta: EGC.
p. 180-187, 372-380

31

Anda mungkin juga menyukai