Pesawat Crossair dengan nomor penerbangan LX498 baru saja "take-off" dari
bandara Zurich , Swiss. Sebentar kemudian pesawat menukik jatuh. Sepuluh
penumpangnya tewas. Penyelidik menemukan bukti adanya gangguan sinyal ponsel
terhadap sistem kemudi pesawat.
Boeing 747 Qantas tiba-tiba miring ke satu sisi dan mendaki lagi setinggi 700 kaki
justru ketika sedang "final approach" untuk "landing" di bandara Heathrow, London.
Penyebabnya adalah karena tiga penumpang belum mematikan komputer, CD player,
dan electronic game masing-masing (The Australian, 23-9-1998).
Seperti kita tahu di Indonesia? Begitu roda-roda pesawat menjejak landasan, langsung
saja terdengar bunyi beberapa ponsel yang baru saja diaktifkan. Para "pelanggar
hukum" itu seolah-olah tak mengerti, bahwa perbuatan mereka dapat mencelakai
penumpang lain, disamping merupakan gangguan (nuisance) terhadap kenyamanan
orang lain.
Berbagai kasus di tubuh Garuda Indonesia, sampai saat ini mandeg di Komite
Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun demikian para karyawan Garuda yang
tergabung dalam Serikat Karyawan Garuda (Sekarga), Ikatan Awak Kabin Garuda
(IAKG), Asosiasi Pilot Garuda (APG) dan Serikat Pekerja Awak Kabin (SPAK)
menyatakan tak akan pernah berhenti berjuang membenahi perusahaan penerbangan
milik negara tersebut agar kembali menjadi perusahaan penerbangan yang sehat dan
dibanggakan bangsa.
Menurut para karyawan yang tergabung dalam ke empat serikat atau asosiasi tersebut
pekan ini di Jakarta, kasus Garuda ini sudah pernah diusut KPK, bahkan KPK pernah
membentuk tim I, II dan III untuk melakukan penyelidikan. Namun sebelum kasus
Garuda sampai ke pengadilan, kesemua tim tersebut bubar dan sampai sekarang
setelah beberapa kali penggantian pimpinan KPK tak terdengar lagi adanya
penyelidikan oleh KPK – semua bagaikan hilang ditelan bumi.
Bahkan menurut mereka, berbagai kasus di Garuda ini pernah disampaikan ke DPR,
saat mendengar paparan dari Sekarga, IAKG, APG, dan SPAK, anggota dewan yang
terhormat itu tampak bersemangat. Namun tiga hari kemudian mereka terlihat menjadi
tamu direksi dan kasus yang disampaikan ke DPR pun hilang bagaikan ditelan bumi.
Yang terjadi kemudian, semua informasi mengenai perusahaan yang tadinya bisa
diakses karyawan menjadi tertutup. Menurut para karyawan, banyak sekali kasus di
Garuda yang sampai saat sangat merugikan perusahaan penerbangan nasional itu.
Sebagai contoh disebutkan kasus penggelumbungan bunga pinjaman di bawah tangan
dari 1,5 persen per bulan menjadi 2 persen perbulan oleh Direktur Keuangan Garuda
yang kini menjadi Direktur Utama Garuda atas pinjaman dari BNI sebesar Rp270 miliar
tahun 2001 silam Untuk kejadian ini, Marsilam Simanjuntak yang pernah duduk sebagai
komisaris di Garuda pernah mempertanyakan duduk persoalannya, namun kasus ini
juga bagaikan hilang ditelan bumi tak ada tindak lanjutnya.
Kemudian kasus penjualan Gedung Garuda di Jalan Merdeka Selatan, diindikasikan
juga sarat dengan KKN, termasuk proyek pemindahan kantor pusat Garuda. Para
karyawan Garuda berharap, dengan terbentuknya pemerintahan hasil Pemilu 2009 ini,
berbagai kasus di Garuda bisa diungkapkan kembali untuk diusut sampai tuntas.
Satu lagi contoh mengenai penanganan kecelakaan adalah Singapore Airlines (SQ).
Sebuah maskapai penerbangan negara tetangga yang menjadi pilihan pertama banyak
orang. Meski dengan reputasi dan track record yang baik, maskapai ini pun pernah
mengalami kecelakaan tahun 2000 lalu yang mengambil ratusan jiwa di Taipei.
Memang kompensasi yang diberikan kepada penumpang dan keluarganya mendekati
angka USD 400,000.-, tetapi yang patut dilihat dan dicontoh dari SQ adalah hal-hal kecil
yang dilakukan untuk menjaga image dan reputasi brand mereka. Salah satu tindakan
pertama yang dilakukan SQ adalah memberikan uang kompensasi kepada para
penumpang yang selamat. Tanpa prosedur yang berbelit, bantuan itu sampai di tangan
yang berhak. SQ mengantisipasi keperluan penumpang pesawat naas tersebut dengan
memberi akomodasi dan perawatan medis. Demi memperbaiki reputasi, SQ melakukan
berbagai cara untuk membantu mempercepat pemulihan trauma para penumpang dan
sanak keluarga yang bersangkutan. Pesawat naas itu memiliki tema tropis, yang
digunakan untuk mensosialisasikan kursi First dan Business Class yang baru. Setelah
kecelakaan, SQ secara spontan mengecat kembali dua pesawat lain yang bertemakan
sama. Mereka juga mengganti nomor rute penerbangan mereka, dari SQ 006 menjadi
SQ 030, untuk menghilangkan asosiasi SQ dengan kecelakaan tersebut. Yang patut
disaluti dari SQ adalah kebesaran hati mereka, untuk meminta maaf kepada
penumpang yang selamat, sanak keluarga mereka yang meninggal dan juga ke publik.
SQ mengakui kesalahan dan keteledoran ada di pihak mereka. Karena itu, mereka
berusaha semampu mereka untuk membantu meringankan derita korban dan
keluarganya. Demikian pula dengan kecelakaan Garuda GA-200 di Yogyakarta.
Kejadian naas yang terjadi sesaat setelah pesawat tersebut touchdown mengakibatkan
sedikitnya 44 korban jiwa. Akan tetapi Garuda, seperti SQ, sigap mengatasi kecelakaan
tersebut. Pesawat untuk keluarga korban pun diberangkatkan hari itu juga, representasi
dari Garuda mengeluarkan pernyataan maaf dan informasi terkini. Hal-hal yang
dilakukan tersebut mungkin menjadi alasan mengapa penjualan Garuda setelah
kecelakaan tidak bergeming sedikit pun.
Factual Summary
Pada tahun 1993, armada SIA terdiri dari pesawat canggih terbaru dan
mempunyai masa pakai yang pendek yaitu rata-rata 5 tahun dan kemudian
diperbaharui lagi. Macam pesawatnya adalah Boeing 747-400 sebanyak 42 buah (18
diantaranya tipe Megatop) dan 20 Airbus. Direncanakan terus ditambah sampai akhir
dekade.
Meningkatnya laba sebelum pajak pada tahun 1983 dari sebesar S$ 69 juta
menjadi S$ 1161juta pada tahun 1990 menunjukkan profitabilitas yang tertinggi bagi
SIA. Keberhasilan ini diperoleh dari adanya kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek
yang dikembangkan secara matang dan sistematis, yaitu : perencanaan jangka
panjang, pertumbuhan yang stabil, diversifikasi jaringan kerja, keputusan untuk
bertahan pada core competence, dan berpartisipasi dalam menarik wisatawan
(pengunjung) ke Singapura.
SIA menerapkan kebijakan yang mendasarkan keinginan untuk menciptakan
pertumbuhan yang stabil dan mantap. SIA tidak berkeinginan terlalu berlebihan
misalnya dengan menjadi mega carrier karena dikhawatirkan justru akan terjadi
keberhasilan usaha yang tidak berlangsung lama dan makin membuat SIA merosot
kinerjanya. Dengan kebijakan tersebut SIA menjadi perusahaan penerbangan yang
terhandal dan terbaik dalam pelayanan, di samping komitmen yang tinggi, kekuatan
teknis dan finansial.
Proses rekrutmen di SIA sangat selektif. Berbagai macam test dan prasyarat
harus dilewati. SIA mempunyai standar yang baku dan sistematis dalam hal rekrutment.
Personal Profile System (PPS) - test dilakukan untuk mencari nilai pelamar dalam hal
pelayanan, ini mutlak dilakukan karena pelayanan membutuhkan komitment yang tinggi
dari karyawan.
Problem Statements
Dalam kasus SIA ini ada beberapa masalah yang dihadapi SIA di antaranya
adalah :
1. Adanya komplain atau keluhan yang disampaikan oleh penumpang terhadap
petugas OSG (Outstanding Service on the Ground), contohnya seperti yang
terjadi di Bandara Ngurah Rai Denpasar Bali.
2. Kemajuan di bidang teknologi informasi dan komputer, berdampak mengurangi
jumlah penumpang terutama di kalangan eksekutif dan pelaku bisnis tingkat tinggi,
misalnya adanya tele conferrencing dan video conferrencing, e-commerce, cyber
technology.
3. Persaingan yang sengit dan agresif antar maskapai penerbangan, mengakibatkan
penurunan profit mencapai 15%.
4. Langkanya tenaga kerja warga negara Singapura untuk mengisi formasi dan posisi
jabatan/pekerjaan di SIA.
Problem Analysis
Yang dialami penumpang SIA yaitu Paul Denver di bandara Ngurah Rai yaitu
adanya penolakan layanan pengiriman bagasi ke dua tujuan yang berbeda. Sebetulnya
pihak ground service SIA di sana sudah berupaya menjelaskan sebaik-baiknya dan
sopan dengan memberikan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap
penumpang yaitu mengenai faktor keamanan bagi bagasi tersebut, dan menjalankan
kebijakan cost leadership untuk perusahaan. Namun hal sebaliknya terjadi di Manila
ketika Paul Denver meminta hal yang sama, petugas ground service di Manila mau
melayani keinginan Denver. Perbedaan perlakuan ini yang membuat Paul Denver
mengajuan keluhan resmi kepada manajemen SIA.
Terjadinya pergeseran nilai
1. Standar dan aturan manajemen atau perusahaan perlu disempurnakan lagi
mengingat kasus Paul Denver mungkin dapat terjadi lagi dikemudian hari. Di
samping itu SIA harus meningkatkan dan menyempurnakan kualitas teknologi
informasinya yang berhubungan dengan teknologi dan komputerisasi/otomatisasi
sistem jaringan komputer untuk reservasi tiket, jadwal penerbangan, informasi
bagasi (lost or found), manifest penumpang dan calon penumpang dan lain-lain
dengan terintegrasi dan terpusat melalui satelit dan server/mainframe yang
muthakir untuk menjamin ketepatan dan keakuratan informasi secara online dan
real time.
2. Program yang dilakukan dalam memelihara kapasitas angkut pesawat hendaknya
dilakukan dengan perencanaan yang matang dan tetap berorientasi pada efiensi
dalam struktur biaya dengan tanpa mengurangi sedikitpun pelayanan kepada
penumpang baik kualitas maupun kuantuitas.
3. Inovasi nilai dan strategi mutlak dilakukan, dengan memaksimalkan pemanfaatan
sumberdaya yang dimiliki dan selalu meng-upgrade-nya, terlebih SIA telah
memilikisumberdaya yang mempunyai core competence, capabilities dan distinctive
competence.
Dua hari kemudian, pihak Singapore Airlines langsung merespon surat pembaca
tersebut, menghubungi saya dan meminta penjelasan lebih jauh tentang pengalaman
kurang mengenakkan itu. Beberapa hari berikutnya juga sudah muncul jawaban dari
pihak Singapore Airlines di Harian Kompas.
Pengalamannya sendiri memang nggak terlalu membuat saya dirugikan, karena hanya
berakibat rusak dan hilangnya gembok pengaman di tas bagasi saya dan tas bagasi
seorang rekan. Tapi bisa berbahaya bila tidak saya informasikan ke publik yang juga
menggunakan jasa yang sama.
Dan itu saya sampaikan karena selama ini, kasus pembobolan tas bagasi seolah-olah
hanya terjadi di bandara dalam negeri. Dengan pengamanan yang ketat, toh masih
terjadi juga pembobolan tas bagasi penumpan oleh tikus-tikus tak bertanggung jawab.
Yang ingin saya ceritakan adalah bagaimana Singapore Airlines menangani masalah
ini. Begitu menghubungi saya dan meminta data lebih lengkap, mereka bilang bahwa
sudah meneruskan komplain ini ke pihak otoritas bandara Singapore dan Brisbane,
tetapi tetap tidak dapat difollowup karena pada saat itu saya tidak melaporkan
kerusakan.