Anda di halaman 1dari 11

PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI PENGADILAN TATA USAHA

NEGARA

Makalah ini disusun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Administrasi Negara kelas B
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M.

Disusun Oleh:
Muhammad Azhar Bagus Aryasatya (E0022307)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2023
PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’alamin

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat dan hidayah-Nya karena
makalah yang berjudul “Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Tata Usaha Negara” telah selesai

Fenomena gugat-menggugat adalah suatu hal yang kerap terjadi di negara kita sendiri terutama
dalam ruang lingkup administrasi negara. Keputusan Tata Usaha Negara adalah sebuah penetapan yang
tertulis dan dikeluarkan oleh pihak yang berwenang, dalam konteks ini adalah Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang berisikan tindakan hukum Tata Usaha Negara yang harus berdasarkan pada
peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku, bersifat konkret, individual, dan final.

Sengketa Tata Usaha Negara adalah sebuah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara
antara orang atau individu, badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik
dalam cakupan pusat maupun tingkat daerah.

Makalah ini tidak dapat diselesaikan tanpa adanya suatu dukungan dari berbagai referensi. Saya
ucapkan terimakasih untuk semua pihak yang telah membantu untuk mendapatkan wawasan dan
informasi lebih lanjut guna untuk memenuhi kebutuhan dalam makalah ini.

Dengan makalah ini besar harapan dari saya sendiri supaya adanya kritik, saran, usulan supaya
makalah ini dapat menjadi sempurna dan bermanfaat baik bagi para pembaca maupun saya pribadi.

Surakarta, 8 Juni 2023

Muhammad Azhar Bagus Aryasatya


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengadilan Tata Usaha Negara didirikan untuk memberikan sebuah perlindungan hukum kepada
warga negara, organisasi, dan berbagai pihak lain yang terkena dampak dari suatu keputusan atau
tindakan administratif yang mungkin keputusan tersebut tidak sesuai dan berakhir melanggar hak-hak
mereka.

Setiap suatu negara membutuhkan peraturan dan mekanisme hukum yang jelas untuk mengatur
hubungan antara pemerintah dan masyarakat, dan harus memastikan bahwa suatu keputusan atau
tindakan yang diambil harus didasarkan pada aturan hukum yang berlaku.

PTUN sendiri didirikan dengan tujuan utama yaitu untuk melindungi hak-hak dari individu,
organisasi, dan berbagai pihak yang lainnya dari pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah atau
badan hukum publik. Dengan hadirnya PTUN, mereka yang merasa dirugikan oleh suatu keputusan
atau tindakan administratif mendapat sebuah kesempatan untuk mengajukan sebuah gugatan untuk
mendapatkan suatu keadilan.

PTUN memiliki peran utama yaitu membantu untuk menyelesaikan sengketa administrasi yang
dimana pertentangan tersebut seringkali melibatkan antara individu, organisasi, dan perusahaan dengan
pemerintah atau badan publik. Dalam berbagai kasus, sengketa administrasi melibatkan suatu keputusan
yang berdampak pada hak dan kewajiban pihak yang terlibat. PTUN akan memberikan mekanisme
penyelesaian suatu konflik dan dapat memastikan bahwa suatu keputusan yang diambil bersifat adil,
independent dan bedasarkan pada aturan hukum yang berlaku.

B. Rumusan Masalah
1. Apa wewenang dari PTUN?
2. Apa objek sengketa dari PTUN?
3. Bagimana penyelesaian masalah sengketa dalam tata usaha negara?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tugas, ruang lingkup dari Pengadilan Tata Usaha Negara.
2. Memberikan penjelasan dan mengkaji proses-proses penyelesaian sengketa tata usaha
negara.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Wewenang dari Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memiliki suatu wewenang yang luas dalam
sebuah penyelesaian sengketa administrasi. PTUN bertindak sebagai lembaga peradilan
yang dikhususkan untuk menangani suatu sengketa yang melibatkan pemerintah atau badan
hukum publik. Wewenang dari PTUN meliputi pengujian keputusan dan tindakan
administratif terhadap suatu hukum yang berlaku.
Dalam menjalankan suatu fungsi tugasnya, PTUN memiliki suatu otoritas untuk
memeriksa dan memastikan apakah keputusan atau tindakan yang telah diambil oleh
mereka telah sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku. Jika suatu keputusan
mengandung pelanggaran hukum dan keputusan yang bersifat diskriminatif, mereka
memiliki wewenang untuk membatalkan keputusan tersebut.
Selain dari yang dijelaskan tersebut PTUN juga memiliki wewenang untuk memberikan
suatu putusan terkait gugatan yang diajukan oleh suatu individu, organisasi, maupun
perusahaan yang merasa dirugikan oleh keputusan atau tindakan administratif yang telah
diatuhkan kepada mereka. PTUN akan memeriksa argument dari masing-masing belah
pihak yang terlibat dalam persengketaan, dan harus berdasarkan pertimbangan hukum dan
memberikan putusan yang bersifat adil dan independen
PTUN juga memiliki wewenang untuk dapat memerintahkan baik pemerintah maupun
badan hukum publik untuk melakukan tindakan tertentu kepada mereka atau memberikan
kompensasi terhadap pihak yang diragukan jika dalam gugatan tersebut terdapat
pelanggaran hukum. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa pemerintah juga
harus bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan administratif yang mereka lakukan,
dan memberikan sebuah perlindungan hukum kepada warga negara dan pihak lain yang
terkait.
Secara umum wewenang PTUN berfungsi untuk membantu menciptakan tata kelola
pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan tentunya menghormati prinsip-prinsip dari
negara hukum.
Berikut adalah beberapa poin tentang wewenang dari PTUN lebih lanjut;
1. Penyelesaian Sengketa Administrasi, PTUN memiliki wewenang untuk
menyelesaikan suatu persengketaan yang muncul akibat putusan atau tindakan
administratif yang diambil oleh pemerintah atau badan hukum publik lainnya.
2. Menguji Kepatuhan terhadap hukum, PTUN memiliki wewenang untuk menguji
kepatuhan keputusan atau tindakan administratif terhadap suatu hukum yang
berlaku. PTUN akan memeriksa apakah dari keputusan atau tindakan tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang relevan.
3. Meninjau Terhadap Keputusan Administrasi, peninjauan tersebut dilakukan untuk
memastikan bahwa suatu keputusan tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip dari
hukum administrasi. PTUN berhak dan dapat membatalkan, mengubah, dan
bahkan mengoreksi keputusan administratif yang dianggap tidak sesuai dengan
hukum yang berlaku.
4. Kewenangan untuk Banding dan Kasasi, keputusan dari PTUN dapat diajukan
banding ke Pengadilan Tingkat Banding Tata Usaha Negara (PTPBN) atau
diajukan kasasi ke Mahkamah Agung. PTPBN memiliki sebuah wewenang untuk
mengadili suatu banding terhadap putusan PTUN yang telah memiliki kekuatan
hukum yang tetap. Hal ini menunjukan jika PTUN mengeluarkan suatu putusan
dan dianggap kurang dapat diperiksa kembali oleh lembaga peradilan yang lebih
tinggi lagi.
5. Mediasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, PTUN selain berfungsi sebagai
lembaga peradilan dapat juga berfungsi sebagai pemberi fasilitas untuk melakukan
mediasi dan alternatif penyelesaian sengketa antara pihak yang terlibat dalam
persengketaan administrasi. Dengan adanya hal tersebut bertujuan untuk
menyelesaikan suatu persengketaan dapat dilakuka tanpa perlu melalui peradilan
formal.

B. Objek Sengketa Pengadilan Tata Usaha Negara.

Objek sengketa dalam PTUN adalah sebuah keputusan atau tindakan administrative
yang dilakukan oleh pemerintah atau badan hukum publik. Sengketa yang diajukan kepada
PTUN berkaitan dengan tindakan yang mempengaruhi hak, kewajiban, dan kepentingan
dari individu, organisasi, hingga perusahaan.
Sengketa yang diajukan kepada PTUN harus memiliki kaitan langsung dengan sebuah
keputusan atau tindakan administrative dari pemerintah. PTUN sama sekali tidak
berwenang untuk memutuskan sengketa yang tidak ada kaitannya dengan administrasi
publik, seperti halnya perkara pidana, perdata yang sama sekali tidak berkaitan dengan
keputusan atau tindakan administratif.
PTUN memiliki suatu peran penting dalam menyelesaikan sebuah persengketaan terkait
keputusan atau tindakan administratif dari pemerintah. Dalam prosesnya PTUN bertugas
untuk memeriksa legalitas, proporsionalitas, dan keadilan dari keputusan administratif
yang menjadi objek perselisihan tersebut. Berikut adalah poin penjabaran dari penjelesan
objek sengketa tersebut;
1. Tindakan Administratif.
PTUN berhak memeriksa sengketa yang melibatkan tindakan administratif.
Tindakan tersebut mencakup tindakan konkret yang diambil oleh pemerintah,
sebagai contoh adalah penghentian proyek konstruksi, perubahan sebuah regulasi,
pemutusan kontrak, dan sebagainya. Baik sebagai individu maupun organisasi
berhak dan dapat mengajukan sengketa jika memang merasa dirugikan oleh
tindakan tersebut.
2. Keputusan Administratif.
PTUN dapat melakukan peninjauan dan memutuskan sebuah sengketa terkait
dengan keputusan administratif. Hal ini mencakup keputusan pemerintah dalam
bentuk izin, penetapan, persetujuan, penolakan, hingga pemberhentian. Sebagai
contoh adalah seorang atau organisasi ingin mendirikan suatu usaha atau proyek
tertentu dan terhalang oleh keputusan pemerintah yang menyebabkan tidak
mendapatkan izin untuk memulai atau membangun. Dengan hal itu individu atau
organisasi tersebut dapat dan berhak untuk mengajukan sengketa terhadap
keputusan pemerintah tersebut.
3. Pelanggaran Hak-Hak.
PTUN berhak dan memiliki wewenang untuk menyelesaikan sebuah
persengketaan yang melibatkan pelanggaran dari hak-hak individu atau kelompok.
Sebagai contoh adalah jika pemerintah melanggar hak atas tanah seseorang tanpa
adanya suatu proses yang adil dan sebagai individu tidak diberikan hak untuk
memberikan pendapat, maka sebagai individu berhak dan dapat menggugatnya dan
PTUN memiliki wewenang untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Dengan demikian, objek sengketa dalam PTUN meliputi hal tersebut yaitu keputusan
dan tindakan administratif, dan pelanggaran atas hak-hak. PTUN memiliki peran penting
dalam menjaga sebuah keadilan dan kepatuhan terhadap hukum administrasi, dan
memberikan sebuah perlindungan hukum yang adil baik bagi individu, organisasi, bahkan
perusahaan yang terkena dampak dari keputusan atau tindakan dari pemerintah yang
merugikan mereka.

C. Penyelesaian Dari Sengketa Tata Usaha Negara.


Penyelesaian sengketa tata usaha negara dapat dilakukan melalui proses peradilan di
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Ketika salah dari seseorang atau organisasi
mengajukan suatu sengketa terkait keputusan atau tindakan administratif yang merugikan
mereka.
Proses penyelesaian sengketa dimulai dengan pemeriksaan awal terhadap gugatan yang
telah diajukan dan PTUN tentunya akan memeriksa apakah gugatan tersebut telah
memenuhi syarat secara formal. Contoh dari syarat formal antara lain adalah keberatan
terhadap keputusan atau tindakan administratif yang menjadi objek sengketa, kepatuhan
terhadap waktu saat mengajukan suatu gugatan, dan pihak yang berwenang untuk
mengajukan sebuah gugatan.
Setelah terpenuhinya syarat formal, PTUN akan memberikan kesempatan baik untuk
pihak yang bersengketa, pemohon gugatan, maupun pihak yang tergugat untuk
menyampaikan pendapat atau argumen, bukti, dan pendapat hukum mereka kepada hakim
dari PTUN.
Setelah berbagai pihak memberikan masing-masing argument, bukti, dan pandangan
hukum, hakim akan memproses bukti dan mempertimbangkan ketentuan hukum mana yang
relevan. Setelah selesai hakim akan mengambil suatu keputtusan berdasarkan dari
pertimbangan hukum dan fakta yang telah diajukan dalam persidangan.
Keputusan dari PTUN dapat bervariasi dan tergantung pada kasus yang sedang
dipertimbangkan. PTUN berhak untuk memutuskan dan membatalkan keputusan dan
tindakan administratif yang menjadi sebuah objek sengketa jika dalam prosesnya terdapat
suatu pelanggaran hukum. PTUN juga berhak untuk memerintahkan badan pemerintah dan
publik untuk melakukan tindakan tertentu atau memberikan kompensasi terhadap pihak
yang dirugikan
Mengambil contoh kronologi putusan dari PUTUSAN Nomor: 8/G/2017/PTUN.YK
sebagai berikut;
1. Penggugat merupakan sebuah perseroan yang berdiri dari tahun 1980, dan
bergerak pada bidang usaha jasa konstruksi, perdagangan umum, percetakan,
penerbutan, dan penjilidan. Sebagian besar dari bidang usaha diperoleh melalui
keikutsertaan penggugat dalam kegiatan lelang pengadaan barang/jasa yang
diadakan oleh pemerintah.
2. Berdasarkan kapasitasnya tersebut, maka pada tanggal 29 September 2015,
penggugat telah lolos secara murni dan ditunjuk sebagai pelaksana proyek
pembangunan Gedung Perpustakaan Mandiri FISIPOL Universitas Gadjah Mada.
Hal yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan tersebut telah dituangkan
dalam Surat Perjanjian, Nomor: 29.03/IX/PPL-PPL/UGM/2015 dan telah
ditandatangani oleh penggugat dan Pejabat Pembuat Komitmen UGM.
3. Bahwa tenggang waktu perjanjian pembangunan Gedung Perpustakaan Mandiri
FISIPOL Universitas Gadjah Mada tersebut adalah 210 hari, terhitan dari surat
perintah mulai kerja yang diterbitkan tanggal 29 September 2015 sampai dengan
25 April 2016.
4. Untuk memenuhi Perjanjian Kerja yang dimaksud, penggugat telah memberikan
jaminan pelaksanaan senilai Rp. 768.665.750,- (Tujuh Ratus Enam Puluh Delapan
Juta Enam Ratus Enam Puluh Lima Ribu Tujuh Ratus Lima Puluh Rupiah) yang
diterbitkan oleh PT. Asuransi Recapital, dan telah tertuang dalam Surat
Perjanjian, Nomor: 29.03/IX/PPL-PPL/UGM/2015, tentang perjanjian
pembangunan.
5. Pada saat pelaksanaan pengerjaan pembangunan, penggugat mengalami kendala
teknis yang menyebabkan keterlambatan dalam proses pembangunan. Atas
keterlambatan tersebut penggugat telah menerima surat peringatan sebanyak 3
kali.
6. Atas keterlambatan tersebut penggugat telah mengajukan permohonan
penjadwalan ulang terkait pengerjaan pembangunan tersebut. Pada forum evaluasi
mingguan pelaksanaan proyek PPK UGM tidak mengakuinya
7. Penggugat telah mengajukan permohonan klarifikasi dan hak jawabnya, akan
tetapi permohonan yang diajukan tersebut mendapatkan penolakan dari pihak PPK
UGM melalui surat yang dikeluarkannya dengan nomor: 2.01/II/PPK-
PPL/UGM/2016. Untuk menunjukkan dan membuktikan itikad baiknya serta agar
dapat diberikan kesempatan untuk melakukan musyawarah atau menggunakan
hak jawabnya sebagai Penyedia atas dikeluarkannya surat peringatan 3 (SP3)
tersebut di atas, maka pada tanggal 02 Februari 2016 tepatnya pukul 12.00 WIB,
Penggugat-pun telah berupaya untuk mendatangi langsung pihak PPK UGM dan
Tergugat dikantornya. Pada saat itu Penggugat bertemu dengan PPK UGM, Biro
Hukum Universitas Gadjah Mada, dan pihak lainnya yang terkait dengan proyek
pembangunan Gedung, akan tetapi pada waktu itu juga PPK UGM telah
melakukan penolakan terhadap maksud dan tujuan penggugat.
8. Bahwa pada tanggal 04 Februari 2016, perjanjian antara Penggugat dengan PPK
UGM telah diputus secara sepihak melalui surat dengan nomor: 3.01/II/PPK-
PPL/UGM/2016, yang didalamnya termuat alasan pemutusan kontrak, dimana
Penggugat telah disangkakan lalai serta melakukan wanprestasi dalam
pelaksanaan pengerjaan proyek pembangunan Gedung Perpustakaan Mandiri
FISIPOL Universitas Gadjah Mada.
9. Bahwa pada tanggal 15 Februari 2016, melalui surat-nya yang bernomor
15.03/II/PPK-PPL/UGM/2016, Pihak PPK UGM telah mengusulkan sanksi
pencantuman daftar hitam atas perbuatan Penggugat. Akan tetapi sepengetahuan
Penggugat, usulan tersebut tidak pernah didahului dengan proses pemeriksaan
terhadap diri Penggugat atas adanya dugaan perbuatan wanprestasi yang
dilakukannya. Bahkan Penggugat juga sama sekali belum pernah menerima
undangan dari pihak PPK UGM, yang berkaitan dengan pemeriksaan tersebut tadi.
Usulan dari Pihak PPK UGM tersebut, juga tidak disertai dengan Berita Acara
Pemeriksaan atas diri Penggugat. Hal ini semakin mempertegas, bahwa Penggugat
tidak pernah sekalipun diberikan kesempatan untuk melakukan klarifikasi atau
menggunakan hak jawabnya.
10. Bahwa guna memperjuangkan serta mempertahankan hak Penggugat setelah
beberapa kali dihadapkan dengan berbagai macam masalah/persoalan yang
berhubungan dengan tekhnis pelaksanaan pekerjaan pembangunan gedung yang
dimaksud, dimana persoalanpersoalan tersebut juga telah menimbulkan
kesewenang-wenangan pihak terkait lainnya terhadap diri Penggugat, maka pada
tanggal 25 Februari 2016, melalui kuasa hukumnya, Penggugat juga telah
mengajukan Gugatan Perbuatan melawan Hukum, dengan register perkara nomor:
43/Pdt.G/2016/PN.Smn, di Pengadilan Negeri Sleman, terhadap PPK UGM
sebagai Tergugat I, Parminto Adhi, SE., M.Si sebagai Tergugat II, Rektor
Universitas Gadjah Mada sebagai Turut Tergugat I, Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang Jasa Pemerintahan sebagai Turut Tergugat II dan PT Asuransi
Recapital sebagai Turut Tergugat III, dan didalam Gugatan tersebut disertakan
pula Gugatan Provisi yang telah dikabulkan serta diputus dalam Putusan Sela yang
dimuat ke dalam Salinan Putusan Provisi tertanggal 09 Agustus 2016.

Dan berikut adalah putusan dari Hakim PTUN Yogyakarta;

Menyatakan bahwa Penetapan Majelis Hakim Nomor 08/G/2017/PTUN.YK. tanggal


26 Juli 2017 tentang Penetapan Penundaan Pelaksanaan Surat Keputusan Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) Universitas Gadjah Mada, Nomor:
1584/UN1.P/SK/HUKOR/2016, tentang Sanksi Pencantuman Dalam Daftar Hitam
atas nama PT. ARKINDO, tertanggal 22 November 2016, tetap sah dan berlaku sampai
sengketa tata usaha negara ini mempunyai kekuatan hukum tetap, dan;

a) Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya


b) Menyatakan batal Keputusan Tata Usaha Negara yang diterbitkan oleh
Tergugat berupa Surat Kuasa Pengguna Anggaran Universitas Gadjah Mada,
Nomor: 1584/UN1.P/SK/HUKOR/2016, tentang Sanksi Pencantuman Dalam
Daftar Hitam atas nama PT. ARKINDO, tertanggal 22 November 2016
c) Mewajibkan Tergugat untuk mencabut Keputusan Tata Usaha Negara berupa
Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Universitas Gadjah Mada,
Nomor: 1584/UN1.P/SK/HUKOR/2016, tentang Sanksi Pencantuman Dalam
Daftar Hitam atas nama PT. ARKINDO, tertanggal 22 November 2016.
d) Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.345.000,00
(Tiga Ratus Empat Puluh Lima Ribu Rupiah)

Mengambil contoh dari kasus tersebut membuktikan bahwa sebagai hakim PTUN
akan bersifat independen dan akan tetap memutuskan suatu perkara sesuai dengan
fakta yang diberikan pada saat persidangan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) memiliki suatu wewenang yang luas
dalam sebuah penyelesaian sengketa administrasi. PTUN bertindak sebagai
lembaga peradilan yang dikhususkan untuk menangani suatu sengketa yang
melibatkan pemerintah atau badan hukum publik. Wewenang dari PTUN meliputi
pengujian keputusan dan tindakan administratif terhadap suatu hukum yang
berlaku. Dalam menjalankan suatu fungsi tugasnya, PTUN memiliki suatu otoritas
untuk memeriksa dan memastikan apakah keputusan atau tindakan yang telah
diambil oleh mereka telah sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku.

Objek sengketa dalam PTUN meliputi hal tersebut yaitu keputusan dan
tindakan administratif, dan pelanggaran atas hak-hak. PTUN memiliki peran
penting dalam menjaga sebuah keadilan dan kepatuhan terhadap hukum
administrasi, dan memberikan sebuah perlindungan hukum yang adil baik bagi
individu, organisasi, bahkan perusahaan yang terkena dampak dari keputusan atau
tindakan dari pemerintah yang merugikan mereka.

Keputusan dari PTUN dapat bervariasi dan tergantung pada kasus yang sedang
dipertimbangkan. PTUN berhak untuk memutuskan dan membatalkan keputusan
dan tindakan administratif yang menjadi sebuah objek sengketa jika dalam
prosesnya terdapat suatu pelanggaran hukum. PTUN juga berhak untuk
memerintahkan badan pemerintah dan publik untuk melakukan tindakan tertentu
atau memberikan kompensasi terhadap pihak yang dirugikan
DAFTAR PUSTAKA

Muchsan. (1982). Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia. Yogyakarta: LIBERTY.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986. (n.d.).

Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. (n.d.).

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1986. (n.d.).

Utrecht, E. (1986). Pengantar Hukum Administrasi Negra Indonesia. Surabaya: Pustaka Tinta Mas.

Anda mungkin juga menyukai