a. Kritik terhadap teori administrasi klasik meliputi beberapa hal, antara lain:
1. Terlalu mekanistik dan berfokus pada aspek teknis: Para tokoh teori administrasi klasik,
seperti Frederic Taylor dan Henri Fayol, terlalu fokus pada aspek teknis dan mekanistik
dalam mengelola organisasi. Hal ini membuat mereka mengabaikan aspek sosial dan
manusia.
Seiring berkembangnya waktu, muncul teori administrasi neo-klasik yang menawarkan pendekatan
yang lebih humanis dan sosio-teknis. Teori ini mencoba memperbaiki kelemahan teori administrasi
klasik dengan memperhatikan sisi sosial dan manusia dalam organisasi, serta mempertimbangkan
konteks eksternal yang memengaruhi manajemen.
b. Pendekatan sistem dalam administrasi melihat organisasi sebagai sebuah sistem yang terdiri dari
berbagai elemen yang saling terkait dan berinteraksi dalam mencapai tujuan bersama. Pendekatan
ini melihat organisasi sebagai suatu sistem terbuka yang memasukkan input, mengolah input
tersebut melalui proses tertentu, dan menghasilkan output.
Ilustrasi pendekatan sistem dilihat dari segi proses kegiatan dapat digambarkan sebagai berikut:
Input: Meliputi semua sumber daya atau bahan yang dibutuhkan untuk menjalankan proses
kerja, seperti tenaga kerja, peralatan, modal, informasi, dan bahan baku.
Proses: Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengubah input menjadi
output yang diinginkan. Proses ini melibatkan koordinasi dan interaksi antara berbagai
elemen dalam organisasi, termasuk pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, dan
pengendalian.
Output: Hasil dari proses kerja, yang mencakup produk, jasa, atau keputusan yang dihasilkan
oleh organisasi.
Feedback: Informasi yang diperoleh dari output dan digunakan untuk mengevaluasi kinerja
organisasi serta memperbaiki operasi masa depan.
Dengan menggunakan pendekatan sistem, organisasi dapat dikelola secara holistik dan terintegrasi,
sehingga dapat menjamin efisiensi dan efektivitas dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi.
No 2
2. Aturan yang rasional: Keputusan diambil berdasarkan aturan dan prosedur yang telah
ditetapkan secara rasional dan objektif.
4. Efisiensi dan efektivitas: Tujuan utama dari birokrasi adalah mencapai efisiensi dan
efektivitas dalam pelaksanaan tugas dan pengambilan keputusan.
5. Formalitas: Setiap kegiatan dilakukan sesuai dengan ketentuan formal atau resmi, seperti
surat-menyurat, rapat-rapat resmi, dan sebagainya.
b. Masih terjadi banyak keluhan masyarakat terhadap layanan dari sebagian organisasi pemerintah
karena beberapa alasan, antara lain:
2. Proses birokrasi yang rumit: Beberapa organisasi pemerintah masih menggunakan proses
birokrasi yang rumit dan berbelit-belit, sehingga memakan waktu dan energi yang lebih
banyak.
3. Kurangnya sumber daya manusia dan teknologi: Beberapa organisasi pemerintah masih
memiliki keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi, sehingga menghambat efisiensi
dan efektivitas pelayanan yang diberikan.
4. Korupsi dan kolusi: Beberapa organisasi pemerintah masih terjadi tindakan korupsi dan
kolusi, sehingga masyarakat merasa tidak puas dengan layanan yang diberikan.
5. Kebijakan yang kurang tepat: Beberapa kebijakan yang diambil oleh organisasi pemerintah
seringkali tidak tepat dan tidak memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga menimbulkan
ketidakpuasan.
No 3
2. Analisis situasi dan kondisi lingkungan eksternal dan internal organisasi untuk mengetahui
peluang dan kendala yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan.
3. Penentuan alternatif strategi atau rencana tindakan untuk mencapai tujuan tersebut.
4. Menentukan prioritas dan alokasi sumber daya yang dibutuhkan untuk merealisasikan
rencana tindakan tersebut.
7. Perbaikan atau penyesuaian rencana jika terdapat hambatan atau perubahan situasi yang
tidak terduga.
1. Memberikan arah dan fokus pada kegiatan organisasi sehingga dapat mencapai tujuan yang
diinginkan secara efektif dan efisien.
2. Mengidentifikasi potensi masalah dan tantangan yang dapat terjadi dalam pelaksanaan
kegiatan organisasi sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan atau persiapan yang
diperlukan.
4. Meningkatkan koordinasi dan sinergi antara berbagai unit atau departemen dalam
organisasi untuk mencapai tujuan yang sama.
6. Menyediakan dasar untuk pengukuran kinerja dan evaluasi hasil kegiatan, sehingga dapat
dilakukan perbaikan yang diperlukan.
No 4
a. Teori Situasional menyatakan bahwa perilaku pemimpin dapat dibagi menjadi empat bentuk yang
berbeda tergantung pada tingkat kesiapan atau kedewasaan pengikut atau bawahan. Keempat
bentuk perilaku pemimpin tersebut adalah:
1. Direktif: perilaku pemimpin yang bersifat otoriter dan mengarahkan pengikut dengan jelas
tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Bentuk perilaku ini cocok
diterapkan untuk pengikut yang kurang dewasa atau belum berpengalaman, karena mereka
membutuhkan arahan yang jelas dan tegas.
2. Partisipatif: perilaku pemimpin yang lebih fleksibel dan terbuka dalam mengambil
keputusan, serta mendorong partisipasi dan kolaborasi dari pengikut. Bentuk perilaku ini
cocok diterapkan untuk pengikut yang sudah cukup dewasa dan berpengalaman, karena
mereka memiliki kemampuan untuk berkontribusi secara aktif dan memiliki motivasi
intrinsik yang tinggi.
3. Delegatif: perilaku pemimpin yang memberikan tanggung jawab dan kebebasan kepada
pengikut untuk membuat keputusan dan menyelesaikan tugasnya sendiri. Bentuk perilaku
ini cocok diterapkan untuk pengikut yang sudah sangat dewasa dan berpengalaman, karena
mereka memiliki kemampuan dan mandiri yang tinggi serta mampu bekerja secara efektif
tanpa arahan langsung dari atasannya.
4. Coaching: perilaku pemimpin yang bertindak sebagai mentor atau pelatih untuk
membimbing dan mendukung pengikut dalam mencapai tujuan. Bentuk perilaku ini cocok
diterapkan untuk pengikut yang sedang dalam proses pembelajaran dan pengembangan,
sehingga mereka membutuhkan dukungan dan arahan dari pihak atas.
b. Bentuk perilaku pimpinan yang sesuai diterapkan untuk bawahan dengan pendidikan yang relatif
tinggi (Sarjana) adalah bentuk perilaku partisipatif. Hal ini dikarenakan bawahan dengan latar
belakang pendidikan yang relatif tinggi biasanya memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam
bidang tertentu, sehingga mereka mampu berkontribusi secara aktif pada organisasi. Dengan
menerapkan perilaku partisipatif, pemimpin akan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
berpartisipasi secara aktif dalam pengambilan keputusan dan merencanakan tindakan organisasi.
Pendekatan ini akan meningkatkan motivasi intrinsik dan memperkuat komitmen bawahan terhadap
organisasi, serta menghasilkan solusi dan tindakan yang lebih baik dan sesuai dengan kondisi
lingkungan yang ada.