Anda di halaman 1dari 39

BAB I

LAPORAN KASUS

I. STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien

Nama : An. S.R


Tanggal lahir : 06-05-2012
Usia : 10 tahun 8 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Takoma
Agama : Kristen
Ruangan : IIIB
No. RM : 435210
Tanggal Masuk : 03-01-2023
Tanggal Keluar : 06-01-2023

Identitas Orang Tua


Nama nenek : Ny. H
Umur : 60 tahun
Agama : Kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT

B. Anamnesis

a. Keluhan utama :
Demam
b. Riwayat penyakit sekarang :
Demam sejak 5 hari yang lalu, hilang timbul, memberat di saat
sore dan malam hari, menggigil(+), kejang(-), kesadaran menurun(-

1
), mimisan(+) sejak 3 hari lalu saat demam tinggi, sesak napas(-),
batuk(+) sejak 3 hari yang lalu, lendir kental berwarna putih, tidak
berbau, muntah (+) setiap makan/minum sejak 5 hari yang lalu, isi
cairan dan makanan campur lendir putih, volume banyak berwarna
kuning, tidak berbau, nyeri kedua lutut sejak 3 hari yang lalu, nyeri
perut (+) sejak 1 hari yang lalu, nyeri terus menerus, nafsu makan
dan minum menurun, BAB encer 2 kali sejak 5 hari lalu, berisi
cairan tidak berampas, berwarna kuning, tidak berbau, tidak ada
lendir dan darah, BAK jarang.

c. Riwayat penyakit dahulu : pasien sering demam, berkurang


setelah minum obat penurun panas dari dokter, riwayat kejang (-).

d. Riwayat pengobatan :
Paracetamol setiap demam ( demam menurun, kemudian demam
lagi)

e. Riwayat kehamilan :
Nenek pasien tidak tahu

f. Riwayat persalinan :
Nenek pasien tidak tahu

g. Riwayat ASI :
Nenek pasien tidak tahu

h. Riwayat imunisasi :
Nenek pasien tidak tahu

i. Riwayat tumbuh kembang :


Nenek pasien tidak tahu

2
j. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada

k. Riwayat Alergi :
Tidak ada

C. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum : Sakit sedang


b. Kesadaran : Compos mentis
c. GCS : E4V5M6 = 15
d. Status Antropometri
LLA : 28 cm
Lingkar kepala : 54 cm
Lingkar dada : 96 cm
Lingkar perut : 108 cm
BB : 56 Kg
TB : 138.5cm
e. BB/U : Normal = 161,4 %  (normal : >90%)
f. TB/U : Normal = 97,1%  (normal: >95%)
g. BB/TB : Obesitas= 161.4%  (normal: 90-
110%)

3
h. Tanda Vital :
a) Tekanan Darah : 90/60 mmHg
b) Pernapasan : 132x/menit

4
c) Pernapasan : 28x/menit
d) Suhu : 37,8oC
e) SpO2 : 99% air room

i. Pemeriksaan sistematis
a) Kulit : pucat (-), sianosis (-), icterus (-).

b) Kepala :

 Bentuk kepala : Normocefal

 Rambut : Rambut hitam, tidak mudah rontok.

 Ubun – ubun : sudah menutup sempurna

 Wajah : Simetris

 Mata : Mata cekung(+), konjungtiva anemis (-), sklera

ikterus (-), pupil isokor (+).

c) Hidung : Mimisan(+), Sekret(-), napas cuping hidung (-),

deformitas(-).

d) Telinga : Sekret (-), perdarahan (-), bentuk simetris kiri sama

dengan kanan.

e) Mulut :

- Bibir : pucat (+), sianosis (-), kering (+).

- Lidah kotor (-)

- Perdarahan gusi (-)

f) Tonsil : T1/T1, tidak Hiperemis

g) Leher :

- Pembesaran kelenjar getah bening (-)

- Pembesaran kelenjar tiroid (-)

5
h) Thoraks :

- Iga gambang (-)


1) Paru

 PP : bentuk dada simetris kiri sama dengan kanan,

pengembagnan dada simetris kiri dan kanan,

retraksi(-), benjolan(-).

 PR : vocal fremitus normal, krepitasi(-).

 PK : perkusi sonor kiri sama dengan kanan.

 PD :

- Bunyi napas dasar : Vesikuler (+)

- Bunyi napas tambahan : Ronkhi (-), wheezing (-

).

1) Jantung
 PP : Iktus kordis tidak terlihat

 PR : Ictus kordis teraba di ICS 5

midklavikularis sinistra, thrill tidak teraba.

 PK : perkusi batas jantung : pekak pada ICS

3-5 midklavikularis kiri, tidak ada

pembesaran jantung.

 PD : BI/II murni, reguler, murmur (-), gallop

(-).

i) Abdomen :
 PP : Simetris dan datar

 PD : peristaltik kesan normal

6
 PR : Distensi (-), hepar dan lien tidak teraba.

 PK : timpani diseluruh lapangan abdomen

j) Ekstremitas superior : akral hangat, deformitas (-), edema (-


)
k) Ekstremitas inferior : akral hangat, deformitas(-), edema (-)

l) Alat kelamin :
 Penis : bentuk dan ukuran normal, belum sirkum,

tidak ada fimosis.

 Testis : teraba kedua testis di scrotum, bentuk dan

ukuran normal.

D. Anjuran pemeriksaan

 Complete blood count (CBC)

E. Pemeriksaan Penujang

 Darah lengkap

Hasil Tanggal pemeriksaan


pemeriksaan 01/01/2023 Nilai rujukan
WBC 10.1 /μL 4.0 - 9.0
RBC 5.99 /μL 3.76 – 5.70
HGB 15.6 g/dL 12.0 – 18.0
HCT 44.5 % 33.5-52.0
MCV 74.3 L 80.0-100
MCH 26.0 L 28.0 – 32.0
MCHC 35.1 g/dL 31.0 - 35.0
PLT 41 /μL 150-350

7
Hasil pemeriksaan Tanggal pemeriksaan
03/01/2023 Nilai rujukan
WBC 12.6 / μL 4.0 - 9.0
RBC 5.72 /μL 3.76 – 5.70
HGB 14.6 g/dL 12.0 – 18.0
HCT 42.9 % 33.5-52.0
MCV 75.0 L 80.0-100
MCH 25.5 L 28.0 – 32.0
MCHC 34.0 g/dL 31.0 - 35.0
PLT 40 /μL 150-350

F. Resume

 Telah dilakukan pemeriksaan terhadap An. S.R usia 10 tahun 8


bulan. Demam sejak 5 hari yang lalu, hilang timbul, memberat di
saat sore dan malam hari, menggigil(+), kejang(-), kesadaran
menurun(-), mimisan(+) sejak 3 hari lalu saat demam tinggi, sesak
napas(-), batuk(+) sejak 3 hari yang lalu, lendir kental berwarna
putih, tidak berbau, muntah (+) setiap makan/minum sejak 5 hari
yang lalu, isi cairan dan makanan campur lendir putih, volume
banyak berwarna kuning, tidak berbau, nyeri kedua lutut sejak 3
hari yang lalu, nyeri perut (+) sejak 1 hari yang lalu, nyeri terus
menerus, nafsu makan dan minum menurun, BAB encer 2 kali
sejak 5 hari lalu, berisi cairan tidak berampas, berwarna kuning,
tidak berbau, tidak ada lendir dan darah, BAK jarang. Pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran penuh,
GCS 15, status gizi obesitas. Tanda-tanda vital tekanan darah 90/60
mmHg, Nadi 132x/menit, pernapasan 28x/menit, suhu badan
37,8’C, SpO2 99%. Bibir kering(+) Pada pemeriksaan penunjang

8
didapatkan; hasil pemeriksaan darah lengkap yaitu:
WBC=12.6/μL, RBC=5.72/μL, HGB=14,6g/dL, HCT=42,9%,
MCV=75,0 L, MCH=25,5L, MCHC=34.0 g/dL, PLT=40/μL.
Assesment : DHF, Planning : IVFD RL 56 tpm.

G. Diagnosis Kerja

 DHF

H. Penatalaksanaan

 IVFD RL 56 tpm

9
I. Hasil follow up

Awal demam : 27-12-2022 (04.30 WIT)


Awal masuk RS : 01-01-2023 (21.30 WIT)
Demam hari ke = 6
S Demam (+), mual (+), muntah (-), nyeri perut(+), mimisan(-), gusi
berdarah (-), nafsu makan dan minum menurun, BAB cair 2 kali isi
cairan campur ampas dan lendir putih, BAK kurang.

O KU = Sakit sedang

Kesadaran = Compos mentis, GCS=15

BB=56kg

Status gizi = obesitas

TTV =

 TD : 90/60mmHg
 Nadi : 132x/menit
 RR : 28x/menit
 SB : 37,8’C
 SpO2 : 99% air room

Skor dehidrasi : 7 (dehidrasi ringan-sedang)

- KU= 1
- Mata= 1
- Mulut= 2
- Pernapasan= 1
- Turgor=1
- Nadi=1

Paru : Vesikuler (+), Rhonki (-), Wheezing (-) , retraksi(-).


Jantung: BJ I/II murni reguler, bising (-).
Abdomen: simetris mengikuti gerak napas, nyeri tekan(+) 
Ektremitas : Petekie (-), edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik, akral

10
hangat.

A - DHF
P - RL 56 tpm

Awal demam : 27-12-2022 (04.30 WIT)


Demam hari ke = 7
Perawatan : hari ke-1, 02-01-2023
S Demam (+) tadi subuh, mual (-), muntah (-), nyeri perut (+),
mimisan(-), gusi berdarah(-), nafsu makan menurun, minum sedikit,
BAB cair 1 kali isi cairan campur ampas dan lendir putih, volume
sedikit, tidak berbau, BAK jarang.
O KU = Sakit sedang

Kesadaran = Compos mentis, GCS=15

BB=56 kg

Status gizi = obesitas

TTV =

 TD : 100/60mmHg
 Nadi : 103x/menit
 RR : 22x/menit
 SB : 36,4’C
 SpO2 : 98% air room

Skor dehidrasi : 7 (dehidrasi ringan-sedang)

- KU= 1
- Mata= 1
- Mulut= 2
- Pernapasan= 1
- Turgor=1
- Nadi=1

11
Paru : Vesikuler (+), Rhonki (-), Wheezing (-) , retraksi(-).
Jantung: BJ I/II murni reguler, bising (-).
Abdomen: mengikuti gerak napas, asites (+), nyeri tekan(+) 
Ektremitas : Petekie (-), edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik, akral
hangat.

A - DHF
P - RL 56 tpm

Awal demam : 27-12-2022 (04.30 WIT)


Demam hari ke = 8
Perawatan : hari ke-2, Rabu, 03-01-2023
S Demam (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut(+), mimisan(-), gusi
berdarah(-), nafsu makan menurun, minum baik, BAB cair (-), BAK
sedikit.
O KU = Sakit sedang

Kesadaran = Compos mentis, GCS=15

BB=56kg

Status gizi = obesitas

TTV =

 TD : 100/60mmHg
 Nadi : 98x/menit
 RR : 30x/menit
 SB : 36,8’C
 SpO2 : 99% air room

Paru : Vesikuler (+), Rhonki (-), Wheezing (-) , retraksi(-).


Jantung: BJ I/II murni reguler, bising (-).
Abdomen: mengikuti gerak napas, asites (+), nyeri tekan(+) 
Ektremitas : Petekie (-), edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik, akral

12
hangat.

A - DHF
P - RL 56 tpm

Awal demam : 27-12-2022 (04.30 WIT)


Demam hari ke = 9
Perawatan : hari ke-3 , 04-01-2023
S Demam (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut berkurang, mimisan(-),
gusi berdarah(-), nafsu makan menurun, minum baik, BAB cair (-),
BAK sedikit.
O KU = Sakit sedang

Kesadaran = Compos mentis, GCS=15

BB=56kg

Status gizi = obesitas

TTV =

 TD : 100/60mmHg
 Nadi : 73x/menit
 RR : 26x/menit
 SB : 36,2’C
 SpO2 : 98% air room

Paru : Vesikuler (+), Rhonki (-), Wheezing (-) , retraksi(-).


Jantung: BJ I/II murni reguler, bising (-).
Abdomen: mengikuti gerak napas, asites (+), nyeri tekan(+) 
Ektremitas : Petekie (-), edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik, akral
hangat.

A - DHF

13
P - RL 56 tpm

Awal demam : 27-12-2022 (04.30 WIT)


Demam hari ke = 10
Perawatan : hari ke-4, jumat, 06-01-2023
S Demam (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut(+), mimisan(-), gusi
berdarah(-), nafsu makan menurun, minum baik, BAB cair 1 kali, isi
cairan campur ampas namun lebih banyak ampas, warna kuning
tidak berbau, lendir tidak ada, BAK normal.
O KU = Sakit sedang

Kesadaran = Compos mentis, GCS=15

BB=56kg

Status gizi = obesitas

TTV =

 TD : 100/70mmHg
 Nadi : 83x/menit
 RR : 24x/menit
 SB : 36,9’C
 SpO2 : 98% air room

Paru : Vesikuler (+), Rhonki (-), Wheezing (-) , retraksi(-).


Jantung: BJ I/II murni reguler, bising (-).
Abdomen: mengikuti gerak napas, asites (+), nyeri tekan(+) 
Ektremitas : Petekie (-), edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik, akral
hangat.

A - DHF
P - RL 56 tpm

14
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Etiologi

Berdarah Dengue (DBD) adalah infeksi akut yang disebabakan oleh


virus dengue, suatu virus yang termasuk dalam marga (genus) Flavivirus dari
family Flaviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3
dan DEN-4 yang semuanya dapat meneybabkan demam dengue atau demam
berdarah dengue. Keempat serotip ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotip terbanyak. Infeksi salah stu serotipe akan menimbulkan
antibodI seuumur hidup terdapa serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotip yang lain. Sebenarnya bila seseorang terinfeksi
virus dengue tidak selamanya akan menjadi DBD. Manifestasi infeksi virus
dengue bervariasi dengan spektrum yang luas, mulai dari infeksi tanpa gejala
(asimtomatik), demam tidak yang tidak khas, demam dengue dengan atau
tanpa perdarahan, demam berdarah dengue, sampai paling berat yang dapat
menyebabkan kematian yaitu Dengue Shock Syndrome (DSS). Begitu juga
bila terjadi DBD tidak selalu akan disertai gejala perdarahan yang nyata. Hal
ini mungkin menjadi salah satu penyebab mengama masyarakat tidak segera
mencari pengobatan karena tidak atau belum ada tanda-tanda perdarahan.1

DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk betina yang dalam tubuhnya


terdapat virus dengue. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama untuk
penularan penyakit dengue. Nyamuk lain yang lebih jarang adalah Aedes
albopictus dan yang sangat jarang adalah Aedes polynesiensis dan Aedes
scutellaris. 1

Sifat-sifat nyamuk A. aegypti adalah sebagai berikut; nyamuk betina


mengigit manusia/antrofilik (dengan menghisap darah untuk mematangkan
telur dalam tubuhnya), umumnya mengigit pada siang hari (dari pagi sampai

16
petang), dan pada satu waktu senang menggigit berulang-ulang sekaligus
kepada banyak orang (ini alasan di satu tempat dapat terjadi banyak orang
yang terkena DBD). Nyamuk ini biasa hidup di sekitar perumahan atau
tempat-tempat umum, suka beristirahat di tempat yang agak gelap, seperti
pada baju atau kain yang bergantungan di balik pintu, atau beristirahat di
kolong/bawah meja atau kursi. Jarak terbangnya sekitar 100-200 meter dan
senang meletakkan telurnya pada tempat penampungan air bersih yang tidak
berhubungan langsung dengan tanah seperti vas bunga, tempat minum
burung, ban bekas, kaleng bekas/gelas plastik bekas tempat minum
soda/batok kelapa yang didalamnya terisi genangan air hujan.apabila telur
nyamuk bersentuhan dengan air, telur kaan berubah menjadi jentik (larva),
kemudian menjadi kepompong (pupa), dan akhirnya menjadi nyamuk
dewasa. Proses dari telur menjadi nyamuk dewasa ini memerlukan waktu
sekitar 7-10 hari. Oleh karena itu menguras tempat penampungan air harus
dikerjakan sekurang-kurangnya setiap 7 kali sekali. 1

Nyamuk betina dapat terinfeksi virus dengue sewaktu menghisap


darah dari pasien dengue fase demam pada saat darahnya banyak
mengandung virus (viremia), yaitu 2 hari sebelum sampai 5 hari sesudah
demam timbul. Nyamuk bersifat infektif dalam 8-12 hari sesudah menghisap
darah (masa inkubasi ekstrinsik) dan bisa tetap infektif selama hidupnya.
Selama masa ini, virus berkembang baik pada saluran pencernaan dan
akhirnya bisa sampai di kelenjar ludah. Pada saat nyamuk tersebut menggigit
orang lain (yang sehat), dia akan mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam
luka gigitan sehingga orang tersebut akan tertular virus dengue. Masa
inkubasi penyakit ini 3-14 hari (paling sering 4-7 hari) dan setelah itu akan
mulai timbul gejala-gejala penyakit.1

B. Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus
dengue secara global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan.

17
Setiap tahunnya sekitar 500,000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit,
90% diantaranya adalah anak-anak usia < 15 tahun. Angka kematian DBD
diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25,000 kasus kematian dilaporkan setiap
harinya.2
Kasus demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) yang
terjadi di Indonesia dengan jumlah kasus 68,407 tahun 2017 mengalami
penurunan yang signifikan dari tahun 2016 sebanyak 204,171 kasus. Provinsi
dengan jumlah kasus tertinggi terjadi di 3 (tiga) provinsi di Pulau Jawa,
masing-masing Jawa Barat dengan total kasus sebanyak 10,016 kasus, Jawa
Timur 7,838 kasus dan Jawa Tengah 7,400 kasus. Sedangkan untuk jumlah
kasus terendah terjadi di Provinsi Maluku dengan jumlah 37 kasus.2,3

C. Patofisiologi

Walaupun demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh


virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang
menyebabkan perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah
hemokonsentrasi yang khas pada DBD yang bisa mengarah pada kondisi
renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga
karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.4

Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap


masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan akan
ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari sebelum
timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Makrofag
akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan memprosesnya sehingga
makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang menempel
di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain
untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-
sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga
mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang

18
telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi
fiksasi komplemen.4

Gambar 1. Patofisiologi infeksi virus dengue

Proses di atas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang


merangsang terjadinya gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot,
malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi
agregasi trombosit yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia
ini bersifat ringan.5 Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan
masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan
perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis
infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory).4,5

19
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut; virus dengue seperti
juga virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat
tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun
pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom
virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang
dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling
virulen.5,6

Secara umum hipotesis secondary heterologous infection menjelaskan


bahwa jika terdapat antibodi yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka
antibodi tersebut dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi
terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat menetralisasi virus,
justru dapat menimbulkan penyakit yang berat. Antibodi heterolog yang telah
ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan dengan
Fc reseptordari membran sel leukosit terutama makrofag.6

Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enhancement (ADE),


suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di
dalam sel mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi
sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia
dan syok.

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori


secondary heterologous infection). Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe
virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik
yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan
transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti
dengue. Di samping itu, replikasi virus dengue terjadi juga di dalam limfosit

20
yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak.
Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus
antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen.6

Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan


peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma
dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok
berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung
selama 24 – 48 jam. Perembesan plasma yang erat hubungannya dengan
kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan adanya
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan
di dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak
tertanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang
dapat berakibat fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna
mencegah kematian. Perhatikan gambar 2 berikut; 6

Gambar 2. Patogenesis Terjadinya Syok pada DBD

21
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.
Kedua faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi
trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphate),
sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)
sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif
(KID; koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor
pembekuan.6

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,


sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi
dengan baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor
Hagemen sehingga terjadi aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu
peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok.
Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan
faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan
dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang
terjadi. Perhatikan gambar 3 berikut; 6

22
Gambar 3. Patogenesis terjadinya perdarahan pada DBD

D. Manifestasi Klinis

Terbagi menjadi beberapa fase, yaitu;

1. Fase demam
Fase demam ditandai dengan demam yang mendadak tinggi, terus-
menerus, disertai nyeri kepala, nyeri otot seluruh badan, nyeri sendi,
kemerahan pada klit, khususnya kulit wajah (flushing). Gejala lain
seperti nafsu makan berkurang, mual, dan muntah sering ditemukan.
Pada fase ini sulti dibedakan dengan penyakit bukan dengue, maupun
antara penyait dengue berat dan yang tidak berat. Bila diperiksa
laboratorium darah, biasanya ada penurunan jumlah sel darah putih
(leukopenia) dan pada awal jumlah trombosit dan nilai hematokrit
(kekentalan darah) sering kali masih dalam batas normal. Fase ini
biasanya berlangsung selama 2-7 hari.1,7

23
2. Fase kritis

Biasanya terjadi paling sering pada hari ke 4-6 (dapat terjadi lebih awal
pada hari ke-3 atau lebih lambat pada hari ke-7) sejak dari mulai sakit
demam. Pada fase ini terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh
darah kapiler sehingga akan terjadi perembesan plasma (plasma
leakage), sehingga darah menjadi kental, dan apabila tidak mendapat
terapi cairan yang memadai, dapat menyebabkan syok sampai
kematian.

Sering disertai tanda bahaya berupa muntah yang terus-menerus,


nyeri perut, perdarahan pada kulit, dari hidung, gusi, sampai terjadi
muntah darah dan buang air besar berdarah. Pada fase ini juga dapat
ditemukan badn dingin (terutama pada unjung lengan dan kaki)
sebagai tanda syok, tampak lemas, bahkan terjadi penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan darah dapat ditemukan penurunan
jumlah trombosit yang disertai peningkatan nilai hematokrit yang
nyata. Fase ini terjadi pada saat suhu mulai mengalami penurunan
sampai mendekati batas normal (defervescence). Hal ini yang sering
menyebabkan terlambatnya orang berobat, karena menganggap bila
suhu tubuh mulai turun, berarti penyakit akan mengalami
penyembuhan. Pada pasien yang tidak mengalami peningkatan
permeabilitas kapiler akan menunjukkan perbaikan klinis menuju
kesembuhan.1,7

3. Fase pemulihan
Biasanya berlangsung dalam waktu 48 – 72 jam yang ditandai oleh
perbaikan keadaan umum, nafsu makan pulih, anak tampak lebih ceria,
dan pengeluaran air kemih (dieresis) cukup atau lebih banyak dari
biasanya. Pada pemeriksaan laboratorium darah nilai hematokrit akan

24
mengalami penurunan sampai stabil dalam rentang normal dan disertai
peningkatan jumlah trombosit secara cepar menuju nilai normal. 1,7

Gambar 4. Perjalanan penyakit dengue

Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu;


1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
Pada bayi, anak, dan dewasa yang terinfeksi virus dengue untuk
pertama kali mungkin akan berkembang gejala yang tidak bisa
dibedakan dari infeksi virus lainnya. Bercak makulopapular biasanya
mengiringi demam. Biasanya juga muncul gejala saluran pernapasan
atas dan gejala gastrointestinal.7

2. Demam dengue klasik

25
Demam dengue atau disebut juga dengan demam dengue klasik lebih
sering pada anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa. Secara umum,
manifestasi berupa demam akut, terkadang demam bifasik disertai
dengan gejala nyeri kepala, mialgia, atralgia, rash, leukopema, dan
trombositopena. Adakalanya, secara tidak biasa muncul perdarahan
gastrointestinal, hipermenorea, dan epistaksis masif. Pada daerah yang
endemis, insidensi jarang muncul pada penduduk lokal.7

3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)


Demam berdarah dengue memiliki karakteristik onset akut demam
yang sangat tinggi, disertai dengan tanda dan gejala yang sama dengan
demam dengue. Gejala perdarahan yang muncul dapat berupa tes
tomiquet yang positif, petekie, perdarahan gastrointestinal yang masif.
Saat akhir dari fase demam, ada tendensi untuk berkembang menjadi
keadaan syok hipovolemik oleh karena adanya plasma leakage.
Terdapat tanda bahaya, antara lain; muntah persisten, nyeri abdomen,
letargi, oligouria yang harus diketahui untuk mencegah syok. Kelainan
hemostasis dan adanya plasma leakage merupakan tanda utama dari
demam berdarah dengue. Trombositopenia dan peningkatan
hematokrit harus segera ditemukan sebelum muncul adanya tanda
syok. Demam berdarah dengue biasa terjadi pada anak dengan infeksi
sekunder virus dengue yang mana sudah pernah tennfeksi oleh virus
dengue DEN 1 dan DEN 3. 7

4. Dengue Shock Syndrome (DSS)


Manifestasi yang tidak lazim melibatkan berbagai organ misalnya
hepar, ginjal, otak, dan jantung yang dikaitkan dengan infeksi dengue
telah dilaporkan meningkat pada berbagai kasus yang tdak memiliki
bukti terjadinya plasma leakage. Manifestasi tersebut dikaitkan dengan
syok yang berkepanjangan. 7

26
Gambar 5. Infeksi virus dengue

Terdapat kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa warning


sign) dan severe dengue dan klasifikasi derajat infeksi dengue;7

27
Gambar 6. Kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa warning sign) dan severe
dengue.

Gambar 7. Klasifikasi Derajat Penyakit infeksi virus dengue (derajat III dan IV disebut juga sebagai sindrom
syok dengue (SSD)

E. Penatalaksanaan

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok Anak dirawat di rumah


sakit;

 Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air
sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma, demam, muntah/diare.
 Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya
perdarahan.
 Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:

 Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat


 Kebutuhan cairan parenteral

28
 Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
 Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
 Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam

 Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa


laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap
6 jam
 Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24–48 jam
sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian
cairan.9
 Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan
tata laksana syok terkompensasi (compensated shock).

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok


1. Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit
secarra nasal.
2. Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat
secepatnya.
3. Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid
20 ml/kgBB secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan
pemberian koloid 10-20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4. Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin
menurun pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan
transfusi darah/komponen.
5. Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer
mulai membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi
hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam dan secara bertahap
diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.

29
6. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48
jam. Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang
terlalu banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit.

Gambar 9. Sindrom syok dengue terkompensasi.9

30
Gambar 10. Sindrom syok dengue dekompensasi.9

F. Prognosis
Prognosis tergantung pengenalan, pengobatan tepat segera, dan
pemantauan ketat syok . DBD mempunyai kemungkinan 5%
menyebabkan kematian, tetapi bila berkembang menjadi DSS akan
meningkatkan kematian hingga 40%. Prognosis buruk pada koagulasi
intravaskuler diseminta (DIC) dan DSS dengan renjatan berulang atau
berkepanjangan.10

31
G. Kriteria pulang rawat

Kriteria pulang rawat pasien infeksi dengue, yaitu; 9


1. Tidak demam minimal 24 jam tanpa terapi antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Jumlah urin cukup
4. Minimal 2-3 hari setelah syok teratasi
5. Tidak tampak distres pernapasan yang disebabkan efusi pleura atau
asites
6. Jumlah trombosit > 50.000/mm3. Apabila masih rendah, namun klinis
baik, pasien boleh pulang dengan nasihat jangan melakukan aktivitas
yang memudahkan untuk mengalami trauma selama 1-2 minggu
(sampai trombosit normal). Pada umumnya apabila tidak ada penulit
atau penyakit lain yang menyertai (misalnya ITP), trombosit akan
kembali ke kadar normal dalam waktu 3-5 hari .

Nasihat orang tua untuk pasien rawat jalan;9


1. Anak harus istirahat
2. Cukup minum, selain air putih dapat diberikan susu, jus buah, cairan
elektrolit, air tajin. Cukup minum ditandai frekuensi BAK tiap 4-6 jam
3. Paracetamol 10 mg/kgBB/x diberi bila suhu > 38 C dengan interval 4-
6 jam. Hindari pemberian aspirin/NSAID/ibuprofen. Berikan kompres
hangat
4. Pasien rawat jalan harus kembali berobat setiap hari & dinilai oleh
petugas kesehatan sampai melewati fase kritis
5. Pasien harus segera dibawa ke RS bila terdapat ≥ 1 tanda;
 Pada saat suhu turun, keadaan anak memburuk
 Nyeri perut hebat
 Muntah terus-menerus
 Tangan & kaki dingin, lembab
 Letargia atau gelisah

32
 Anak tampak lemas
 Perdarahan (BAB hitam atau muntah hitam)
 Sesak napas
 Tidak buang air kecil > 4-6 jam, atau
 Kejang.

33
BAB III
PEMBAHASAN

1. Pada kasus ini pasien berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sejalan dengan
penelitian Valerie Michaela dkk (2021) dimana jenis kelamin laki-laki
(59,3%) lebih banyak menderita DBD daripada perempuan (40,7%).
Berbeda dengan penelitian Rudi Fakhriadi dkk (2015) memiliki hasil
penelitian bahwa jenis kelamin seseorang tidak dapat memengaruhi
ataupun menjadi faktor risiko penyebab terjadinya kejadian DBD. Namun
Penelitian Devi Yanuar Permatasari dkk (2015) memiliki hasil penelitian
dimana terdapat asosiasi yang signifikan antara jenis kelamin dan derajat
infeksi dengue dimana responden perempuan mempunyai peluang 3,333
kali lebih besar dibandingkan dengan laki-laki karena hormon
gilikoprotein memengaruhi perkembangan sel granulosit sel fagosit
mononuklear selaku respon kekebalan tubuh.

2. Pada kasus ini pasien berusia 10 tahun 8 bulan. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Cahyani et al. (2020) yang mendapatkan
hasil penelitian yang berusia 5-10 tahun merupakan usia terbanyak
terjadinya DBD. Berbeda dengan yang dilakukan oleh Asidaz (2017) penderita
DBD pada anak dengan kelompok umur 12-18 tahun yang tergolong remaja
adalah yang terbanyak, yaitu 47 orang (47.5%). Penelitian Bibah Novrita
(2017) menjelaskan adanya asosiasi antara umur dengan kejadian DBD
karena faktor imunitas. Penelitian ini juga ditunjang penelitian Bella
Rosita Fitriana dkk (2018) juga mengatakan bahwa setiap golongan umur
memiliki tingkat risiko masing-masing dan dapat memengaruhi terjadinya
penularan penyakit dan didapatkan hasil bahwa golongan umur kurang
dari 15 tahun memiliki peluang yang lebih besar untuk terkena DBD
karena faktor imun. Respon imun dengan spesifitas dan memori
imunologik yang ada pada kelenjar limfe dan sel dendrit belum sempurna,
selain itu, fungsi makrofag dan pembentukan antibodi spesifik terhadap

34
antigen tertentu masih minim menyebabkan sekresi sitokin oleh makrofag
akibat infeksi virus kurang yang menyebabkan kurangnya produksi
interferon (IFN) yang berfungsi menghambat replikasi virus dan mencegah
menyebarnya infeksi ke sel yang belum terkena. Hal ini menjadi alasan
mengapa rendahnya imun tubuh pada anak dibawah umur. Anak-anak
dengan aktivitas bermainnya dapat berisiko terkena DBD. Aedes aegypti
umumnya aktif menghisap darah pada siang hari (diurnal) dengan dua
puncak gigitan yaitu jam 08.00-9.00 dan jam 16.00-17.00. Salah satu
puncak jam menggigit pada siang hari (pukul 09.00 sampai 10.00)
merupakan rentang waktu dimana anak usia sekolah berada di lingkungan
sekolah. Usia 5-10 tahun merupakan masa sekolah dimana, dan sekolah
merupakan tempat yang paling sering terjadinya penyebaran infeksi
dengue. Penelitian Bibah Novrita (2017) menjelaskan adanya asosiasi
antara umur dengan kejadian DBD karena faktor imunitas.

3. Pada kasus ini lama rawat inap pasien DBD adalah 5 hari. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Agustini (2018) dimana distribusi pasien
anak penderita DBD yang rawat inap di RSUD Undata Palu tahun 2017
berdasarkan lama rawat inap yang paling banyak adalah < 7 hari yaitu 42
orang dengan persentase 85%. Hasil ini menunjukkan dalam waktu < 7
hari pasien telah memenuhi kriteria untuk dipulangkan yaitu pasien DBD
rawat inap diruang perawatan anak sampai hasil laboratorium normal (
trombosit > 150.000/mm3 dan hematokrit normal), < 7 hari merupakan
waktu yang lebih singkat dari masa pemulihan menurut standar pelayanan
medis RSUD Undata Palu yang menyatakan semua pasien tersangka DBD
dan DBD dirawat inap 7 – 14 hari di ruang perawatan anak sampai hasil
laboratorium normal.

4. Status gizi Pada pasien ini didapatkan: BB=56 kg (BB ideal =35kg),
TB=138,5 cm, dimana BB/U: Normal=161,4% (normal: >90%), TB/U:
Normal= 97,1% (normal: >95%), BB/TB : Obesitas= 161.4% (normal: 90-

35
110%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Devi yanuar
Permatasari dkk (2015) dan penelitian Lirin Novitasari dkk (2018),
mendapatkan hasil dimana terdapat hubungan antara status gizi dengan
kejadian DBD, dalam penelitiannya dijelaskan bahwa anak dengan
kurangnya status gizi, anak rentan untuk terkena infeksi virus dengue
karena rendahnya imunitas selular menyebabkan memori imunologik dan
respon imun yang belum sempurna berkembang, pembentukan antibodi
spesifik (sel T- helper CD4+ dan CD8+) yang minim menyebabkan
produksi interferon (IFN) oleh makrofag tidak bisa menghambat replikasi
dan menyebarnya infeksi ke sel belum terkena. Terdapat juga faktor risiko
pada anak dengan status gizi yang berlebih pada penelitian Mohd Zulkipli
dkk juga menjelaskan bahwa obesitas dapat mempengaruhi tingkat
keparahan DBD melalui inflammation pathways, meningkatnya white
adipose tissue pada penderita obesitas menyebabkan meningkatkan
interleukin-enam (IL-6), (IL-8) dan Tumor Factor Alpha (TNF-α). IL-
6,IL-8 dan TNF- α merupakan mediator inflamasi yang dapat
meningkatkan permeabilitas kapiler. Permeabilitas kapiler yang meningkat
pada pasien DBD secara progresif dapat mendasari proses kebocoran
plasma yang parah yang dapat menyebabkan DSS.

5. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Pada kasus ini didapatkan pasien datang
dengan keluhan Demam 5 hari sebelum masuk RS (demam hari ke-5),
menggigil(+), mimisan(+), batuk(+), muntah(+), nyeri lutut (nyeri tulang
pada kedua kaki), nyeri perut(+), nafsu makan dan minum menurun, BAB
encer(+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya Asites (+), Nyeri
tekan(+) regio epigastrium, hipokondric dextra-sinistra, dan regio lumbar
kanan. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisi tersebut dapat
simpulkan bahwa pasien masuk dalam kategori fase kritis, hal ini sesuai
dengan teori yang menjelaskan bahwa :
Fase kritis Biasanya terjadi paling sering pada hari ke 4-6 (dapat
terjadi lebih awal pada hari ke-3 atau lebih lambat pada hari ke-7) sejak

36
dari mulai sakit demam. Pada fase ini terjadi peningkatan permeabilitas
pembuluh darah kapiler sehingga akan terjadi perembesan plasma (plasma
leakage), sehingga darah menjadi kental, dan apabila tidak mendapat
terapi cairan yang memadai, dapat menyebabkan syok sampai kematian.
Sering disertai tanda bahaya berupa muntah yang terus-menerus, nyeri
perut, perdarahan pada kulit, dari hidung, gusi, sampai terjadi muntah
darah dan buang air besar berdarah. Pada fase ini juga dapat ditemukan
badn dingin (terutama pada unjung lengan dan kaki) sebagai tanda syok,
tampak lemas, bahkan terjadi penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan
darah dapat ditemukan penurunan jumlah trombosit yang disertai
peningkatan nilai hematokrit yang nyata. Fase ini terjadi pada saat suhu
mulai mengalami penurunan sampai mendekati batas normal
(defervescence). Hal ini yang sering menyebabkan terlambatnya orang
berobat, karena menganggap bila suhu tubuh mulai turun, berarti penyakit
akan mengalami penyembuhan. Pada pasien yang tidak mengalami
peningkatan permeabilitas kapiler akan menunjukkan perbaikan klinis
menuju kesembuhan.1,7

6. Pemeriksaan penunjang pada pasien ini didapatkan hasil hematokrit awal


44,5%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ni Putu Anindya
Divy (2018) dimana hematokrit awal pasien rawat inap adalah ≥40%
(77.08%). Peningkatan hematokrit merupakan manifestasi
hemokonsentrasi yang terjadi akibat kebocoran plasma ke ruang
ekstravaskuler disertai efusi cairan serosa, melalui kapiler yang rusak.
Peningkatan nilai hematokrit atau hemokonsentrasi selalu dijumpai pada
DBD, dan merupakan indikator yang peka akan terjadinya perembesan
plasma.

7. Tatalaksana pada kasus ini pasien diberikan terapi cairan 5ml/kgBB/jam,


dapat disimpulkan bahwa pasien ini mendapatkan terapi cairan demam
berdarah dengue tanpa syok, hal ini sesuai dengan teori tatalaksana
pemberian terapi cairan pada Demam Berdarah Dengue tanpa syok yaitu :

37
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok Anak dirawat di rumah
sakit;

 Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air
sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma, demam, muntah/diare.
 Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya
perdarahan.
 Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:

 Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat


 Kebutuhan cairan parenteral

 Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam


 Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
 Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam

 Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa


laboratorium (hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin)
tiap 6 jam
 Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik,
turunkan jumlah cairan secara bertahap sampai keadaan stabil.
Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24–48
jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah
pemberian cairan.9
 Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan
tata laksana syok terkompensasi (compensated shock).

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi, A.,H., Hegar, B., Handryastuti., et al. Pedoman Pelayanan


Medis. Ikatan Dokter Indonesia; 2009.
2. Arlini, Y. Diagnosis community acquired pneumonia (CAP) dan
tatalaksana terkini. Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi
Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala; 2019
3. Prosiding Simposium LXXIV A to Z about infections pediatric antibiotic
stewardship: How to prevent of antibiotic resistance. Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Cipto
Mangunkusomo; Jakarta. 2018.
4. Rahajoe, N.N., Supriyatno, B., Setyanto, B, D. Buku Ajar Respirologi
Anak. Edisi pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.
5. Pudjiadi, A. H. et al. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokteer Anak
Indonesia. Edisi Pertama Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.
6. Monita, O., Yani, F. F., Lestari, Y. 2015. Profil Pasien Pneumonia
Komunitas di Bagian Anak RSUP DR. M. Djamil Padang Sumatera Barat.
Jurnal Kesehatan Andalas. 4(1).
7. Kaunang, C. T., Runtunuwu, A. L., & Wahani, A. M. (2016). Gambaran
karakteristik pneumonia pada anak yang dirawat di ruang perawatan
intensif anak RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado periode 2013–2015. e-
CliniC, 4(2).
8. Firdaus, F. S., Chundrayetti, E., & Nurhajjah, S. (2021). Hubungan Status
Gizi, Umur, dan Jenis Kelamin dengan Derajat Pneumonia pada Balita di
RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2018–Desember 2018.
Jurnal Ilmu Kesehatan Indonesia, 2(1), 143-150.
9. Rigustia, R., Zeffira, L., Vani, A. T. 2019. Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Balita Di Puskesmas Ikur
Koto Kota Padang. Health & Medical Journal. 1(1).

39

Anda mungkin juga menyukai