LAPORAN KASUS
I. STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
B. Anamnesis
a. Keluhan utama :
Demam
b. Riwayat penyakit sekarang :
Demam sejak 5 hari yang lalu, hilang timbul, memberat di saat
sore dan malam hari, menggigil(+), kejang(-), kesadaran menurun(-
1
), mimisan(+) sejak 3 hari lalu saat demam tinggi, sesak napas(-),
batuk(+) sejak 3 hari yang lalu, lendir kental berwarna putih, tidak
berbau, muntah (+) setiap makan/minum sejak 5 hari yang lalu, isi
cairan dan makanan campur lendir putih, volume banyak berwarna
kuning, tidak berbau, nyeri kedua lutut sejak 3 hari yang lalu, nyeri
perut (+) sejak 1 hari yang lalu, nyeri terus menerus, nafsu makan
dan minum menurun, BAB encer 2 kali sejak 5 hari lalu, berisi
cairan tidak berampas, berwarna kuning, tidak berbau, tidak ada
lendir dan darah, BAK jarang.
d. Riwayat pengobatan :
Paracetamol setiap demam ( demam menurun, kemudian demam
lagi)
e. Riwayat kehamilan :
Nenek pasien tidak tahu
f. Riwayat persalinan :
Nenek pasien tidak tahu
g. Riwayat ASI :
Nenek pasien tidak tahu
h. Riwayat imunisasi :
Nenek pasien tidak tahu
2
j. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada
k. Riwayat Alergi :
Tidak ada
C. Pemeriksaan Fisik
3
h. Tanda Vital :
a) Tekanan Darah : 90/60 mmHg
b) Pernapasan : 132x/menit
4
c) Pernapasan : 28x/menit
d) Suhu : 37,8oC
e) SpO2 : 99% air room
i. Pemeriksaan sistematis
a) Kulit : pucat (-), sianosis (-), icterus (-).
b) Kepala :
Wajah : Simetris
deformitas(-).
dengan kanan.
e) Mulut :
g) Leher :
5
h) Thoraks :
retraksi(-), benjolan(-).
PD :
).
1) Jantung
PP : Iktus kordis tidak terlihat
pembesaran jantung.
(-).
i) Abdomen :
PP : Simetris dan datar
6
PR : Distensi (-), hepar dan lien tidak teraba.
l) Alat kelamin :
Penis : bentuk dan ukuran normal, belum sirkum,
ukuran normal.
D. Anjuran pemeriksaan
E. Pemeriksaan Penujang
Darah lengkap
7
Hasil pemeriksaan Tanggal pemeriksaan
03/01/2023 Nilai rujukan
WBC 12.6 / μL 4.0 - 9.0
RBC 5.72 /μL 3.76 – 5.70
HGB 14.6 g/dL 12.0 – 18.0
HCT 42.9 % 33.5-52.0
MCV 75.0 L 80.0-100
MCH 25.5 L 28.0 – 32.0
MCHC 34.0 g/dL 31.0 - 35.0
PLT 40 /μL 150-350
F. Resume
8
didapatkan; hasil pemeriksaan darah lengkap yaitu:
WBC=12.6/μL, RBC=5.72/μL, HGB=14,6g/dL, HCT=42,9%,
MCV=75,0 L, MCH=25,5L, MCHC=34.0 g/dL, PLT=40/μL.
Assesment : DHF, Planning : IVFD RL 56 tpm.
G. Diagnosis Kerja
DHF
H. Penatalaksanaan
IVFD RL 56 tpm
9
I. Hasil follow up
O KU = Sakit sedang
BB=56kg
TTV =
TD : 90/60mmHg
Nadi : 132x/menit
RR : 28x/menit
SB : 37,8’C
SpO2 : 99% air room
- KU= 1
- Mata= 1
- Mulut= 2
- Pernapasan= 1
- Turgor=1
- Nadi=1
10
hangat.
A - DHF
P - RL 56 tpm
BB=56 kg
TTV =
TD : 100/60mmHg
Nadi : 103x/menit
RR : 22x/menit
SB : 36,4’C
SpO2 : 98% air room
- KU= 1
- Mata= 1
- Mulut= 2
- Pernapasan= 1
- Turgor=1
- Nadi=1
11
Paru : Vesikuler (+), Rhonki (-), Wheezing (-) , retraksi(-).
Jantung: BJ I/II murni reguler, bising (-).
Abdomen: mengikuti gerak napas, asites (+), nyeri tekan(+)
Ektremitas : Petekie (-), edema (-), sianosis (-), CRT < 2 detik, akral
hangat.
A - DHF
P - RL 56 tpm
BB=56kg
TTV =
TD : 100/60mmHg
Nadi : 98x/menit
RR : 30x/menit
SB : 36,8’C
SpO2 : 99% air room
12
hangat.
A - DHF
P - RL 56 tpm
BB=56kg
TTV =
TD : 100/60mmHg
Nadi : 73x/menit
RR : 26x/menit
SB : 36,2’C
SpO2 : 98% air room
A - DHF
13
P - RL 56 tpm
BB=56kg
TTV =
TD : 100/70mmHg
Nadi : 83x/menit
RR : 24x/menit
SB : 36,9’C
SpO2 : 98% air room
A - DHF
P - RL 56 tpm
14
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
16
petang), dan pada satu waktu senang menggigit berulang-ulang sekaligus
kepada banyak orang (ini alasan di satu tempat dapat terjadi banyak orang
yang terkena DBD). Nyamuk ini biasa hidup di sekitar perumahan atau
tempat-tempat umum, suka beristirahat di tempat yang agak gelap, seperti
pada baju atau kain yang bergantungan di balik pintu, atau beristirahat di
kolong/bawah meja atau kursi. Jarak terbangnya sekitar 100-200 meter dan
senang meletakkan telurnya pada tempat penampungan air bersih yang tidak
berhubungan langsung dengan tanah seperti vas bunga, tempat minum
burung, ban bekas, kaleng bekas/gelas plastik bekas tempat minum
soda/batok kelapa yang didalamnya terisi genangan air hujan.apabila telur
nyamuk bersentuhan dengan air, telur kaan berubah menjadi jentik (larva),
kemudian menjadi kepompong (pupa), dan akhirnya menjadi nyamuk
dewasa. Proses dari telur menjadi nyamuk dewasa ini memerlukan waktu
sekitar 7-10 hari. Oleh karena itu menguras tempat penampungan air harus
dikerjakan sekurang-kurangnya setiap 7 kali sekali. 1
B. Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi virus
dengue secara global. Di seluruh dunia 50-100 milyar kasus telah dilaporkan.
17
Setiap tahunnya sekitar 500,000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit,
90% diantaranya adalah anak-anak usia < 15 tahun. Angka kematian DBD
diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25,000 kasus kematian dilaporkan setiap
harinya.2
Kasus demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) yang
terjadi di Indonesia dengan jumlah kasus 68,407 tahun 2017 mengalami
penurunan yang signifikan dari tahun 2016 sebanyak 204,171 kasus. Provinsi
dengan jumlah kasus tertinggi terjadi di 3 (tiga) provinsi di Pulau Jawa,
masing-masing Jawa Barat dengan total kasus sebanyak 10,016 kasus, Jawa
Timur 7,838 kasus dan Jawa Tengah 7,400 kasus. Sedangkan untuk jumlah
kasus terendah terjadi di Provinsi Maluku dengan jumlah 37 kasus.2,3
C. Patofisiologi
18
telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi, antibodi
fiksasi komplemen.4
19
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut; virus dengue seperti
juga virus binatang yang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat
tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun
pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom
virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Renjatan yang
dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe virus yang paling
virulen.5,6
20
yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak.
Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus
antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem
komplemen.6
21
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan
mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah.
Kedua faktor tersebut akan mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi
trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin diphosphate),
sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)
sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif
(KID; koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP
(fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor
pembekuan.6
22
Gambar 3. Patogenesis terjadinya perdarahan pada DBD
D. Manifestasi Klinis
1. Fase demam
Fase demam ditandai dengan demam yang mendadak tinggi, terus-
menerus, disertai nyeri kepala, nyeri otot seluruh badan, nyeri sendi,
kemerahan pada klit, khususnya kulit wajah (flushing). Gejala lain
seperti nafsu makan berkurang, mual, dan muntah sering ditemukan.
Pada fase ini sulti dibedakan dengan penyakit bukan dengue, maupun
antara penyait dengue berat dan yang tidak berat. Bila diperiksa
laboratorium darah, biasanya ada penurunan jumlah sel darah putih
(leukopenia) dan pada awal jumlah trombosit dan nilai hematokrit
(kekentalan darah) sering kali masih dalam batas normal. Fase ini
biasanya berlangsung selama 2-7 hari.1,7
23
2. Fase kritis
Biasanya terjadi paling sering pada hari ke 4-6 (dapat terjadi lebih awal
pada hari ke-3 atau lebih lambat pada hari ke-7) sejak dari mulai sakit
demam. Pada fase ini terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh
darah kapiler sehingga akan terjadi perembesan plasma (plasma
leakage), sehingga darah menjadi kental, dan apabila tidak mendapat
terapi cairan yang memadai, dapat menyebabkan syok sampai
kematian.
3. Fase pemulihan
Biasanya berlangsung dalam waktu 48 – 72 jam yang ditandai oleh
perbaikan keadaan umum, nafsu makan pulih, anak tampak lebih ceria,
dan pengeluaran air kemih (dieresis) cukup atau lebih banyak dari
biasanya. Pada pemeriksaan laboratorium darah nilai hematokrit akan
24
mengalami penurunan sampai stabil dalam rentang normal dan disertai
peningkatan jumlah trombosit secara cepar menuju nilai normal. 1,7
25
Demam dengue atau disebut juga dengan demam dengue klasik lebih
sering pada anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa. Secara umum,
manifestasi berupa demam akut, terkadang demam bifasik disertai
dengan gejala nyeri kepala, mialgia, atralgia, rash, leukopema, dan
trombositopena. Adakalanya, secara tidak biasa muncul perdarahan
gastrointestinal, hipermenorea, dan epistaksis masif. Pada daerah yang
endemis, insidensi jarang muncul pada penduduk lokal.7
26
Gambar 5. Infeksi virus dengue
27
Gambar 6. Kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa warning sign) dan severe
dengue.
Gambar 7. Klasifikasi Derajat Penyakit infeksi virus dengue (derajat III dan IV disebut juga sebagai sindrom
syok dengue (SSD)
E. Penatalaksanaan
Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air
sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma, demam, muntah/diare.
Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya
perdarahan.
Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
28
Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
29
6. Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48
jam. Ingatlah banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang
terlalu banyak daripada pemberian yang terlalu sedikit.
30
Gambar 10. Sindrom syok dengue dekompensasi.9
F. Prognosis
Prognosis tergantung pengenalan, pengobatan tepat segera, dan
pemantauan ketat syok . DBD mempunyai kemungkinan 5%
menyebabkan kematian, tetapi bila berkembang menjadi DSS akan
meningkatkan kematian hingga 40%. Prognosis buruk pada koagulasi
intravaskuler diseminta (DIC) dan DSS dengan renjatan berulang atau
berkepanjangan.10
31
G. Kriteria pulang rawat
32
Anak tampak lemas
Perdarahan (BAB hitam atau muntah hitam)
Sesak napas
Tidak buang air kecil > 4-6 jam, atau
Kejang.
33
BAB III
PEMBAHASAN
1. Pada kasus ini pasien berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sejalan dengan
penelitian Valerie Michaela dkk (2021) dimana jenis kelamin laki-laki
(59,3%) lebih banyak menderita DBD daripada perempuan (40,7%).
Berbeda dengan penelitian Rudi Fakhriadi dkk (2015) memiliki hasil
penelitian bahwa jenis kelamin seseorang tidak dapat memengaruhi
ataupun menjadi faktor risiko penyebab terjadinya kejadian DBD. Namun
Penelitian Devi Yanuar Permatasari dkk (2015) memiliki hasil penelitian
dimana terdapat asosiasi yang signifikan antara jenis kelamin dan derajat
infeksi dengue dimana responden perempuan mempunyai peluang 3,333
kali lebih besar dibandingkan dengan laki-laki karena hormon
gilikoprotein memengaruhi perkembangan sel granulosit sel fagosit
mononuklear selaku respon kekebalan tubuh.
2. Pada kasus ini pasien berusia 10 tahun 8 bulan. Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Cahyani et al. (2020) yang mendapatkan
hasil penelitian yang berusia 5-10 tahun merupakan usia terbanyak
terjadinya DBD. Berbeda dengan yang dilakukan oleh Asidaz (2017) penderita
DBD pada anak dengan kelompok umur 12-18 tahun yang tergolong remaja
adalah yang terbanyak, yaitu 47 orang (47.5%). Penelitian Bibah Novrita
(2017) menjelaskan adanya asosiasi antara umur dengan kejadian DBD
karena faktor imunitas. Penelitian ini juga ditunjang penelitian Bella
Rosita Fitriana dkk (2018) juga mengatakan bahwa setiap golongan umur
memiliki tingkat risiko masing-masing dan dapat memengaruhi terjadinya
penularan penyakit dan didapatkan hasil bahwa golongan umur kurang
dari 15 tahun memiliki peluang yang lebih besar untuk terkena DBD
karena faktor imun. Respon imun dengan spesifitas dan memori
imunologik yang ada pada kelenjar limfe dan sel dendrit belum sempurna,
selain itu, fungsi makrofag dan pembentukan antibodi spesifik terhadap
34
antigen tertentu masih minim menyebabkan sekresi sitokin oleh makrofag
akibat infeksi virus kurang yang menyebabkan kurangnya produksi
interferon (IFN) yang berfungsi menghambat replikasi virus dan mencegah
menyebarnya infeksi ke sel yang belum terkena. Hal ini menjadi alasan
mengapa rendahnya imun tubuh pada anak dibawah umur. Anak-anak
dengan aktivitas bermainnya dapat berisiko terkena DBD. Aedes aegypti
umumnya aktif menghisap darah pada siang hari (diurnal) dengan dua
puncak gigitan yaitu jam 08.00-9.00 dan jam 16.00-17.00. Salah satu
puncak jam menggigit pada siang hari (pukul 09.00 sampai 10.00)
merupakan rentang waktu dimana anak usia sekolah berada di lingkungan
sekolah. Usia 5-10 tahun merupakan masa sekolah dimana, dan sekolah
merupakan tempat yang paling sering terjadinya penyebaran infeksi
dengue. Penelitian Bibah Novrita (2017) menjelaskan adanya asosiasi
antara umur dengan kejadian DBD karena faktor imunitas.
3. Pada kasus ini lama rawat inap pasien DBD adalah 5 hari. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Agustini (2018) dimana distribusi pasien
anak penderita DBD yang rawat inap di RSUD Undata Palu tahun 2017
berdasarkan lama rawat inap yang paling banyak adalah < 7 hari yaitu 42
orang dengan persentase 85%. Hasil ini menunjukkan dalam waktu < 7
hari pasien telah memenuhi kriteria untuk dipulangkan yaitu pasien DBD
rawat inap diruang perawatan anak sampai hasil laboratorium normal (
trombosit > 150.000/mm3 dan hematokrit normal), < 7 hari merupakan
waktu yang lebih singkat dari masa pemulihan menurut standar pelayanan
medis RSUD Undata Palu yang menyatakan semua pasien tersangka DBD
dan DBD dirawat inap 7 – 14 hari di ruang perawatan anak sampai hasil
laboratorium normal.
4. Status gizi Pada pasien ini didapatkan: BB=56 kg (BB ideal =35kg),
TB=138,5 cm, dimana BB/U: Normal=161,4% (normal: >90%), TB/U:
Normal= 97,1% (normal: >95%), BB/TB : Obesitas= 161.4% (normal: 90-
35
110%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Devi yanuar
Permatasari dkk (2015) dan penelitian Lirin Novitasari dkk (2018),
mendapatkan hasil dimana terdapat hubungan antara status gizi dengan
kejadian DBD, dalam penelitiannya dijelaskan bahwa anak dengan
kurangnya status gizi, anak rentan untuk terkena infeksi virus dengue
karena rendahnya imunitas selular menyebabkan memori imunologik dan
respon imun yang belum sempurna berkembang, pembentukan antibodi
spesifik (sel T- helper CD4+ dan CD8+) yang minim menyebabkan
produksi interferon (IFN) oleh makrofag tidak bisa menghambat replikasi
dan menyebarnya infeksi ke sel belum terkena. Terdapat juga faktor risiko
pada anak dengan status gizi yang berlebih pada penelitian Mohd Zulkipli
dkk juga menjelaskan bahwa obesitas dapat mempengaruhi tingkat
keparahan DBD melalui inflammation pathways, meningkatnya white
adipose tissue pada penderita obesitas menyebabkan meningkatkan
interleukin-enam (IL-6), (IL-8) dan Tumor Factor Alpha (TNF-α). IL-
6,IL-8 dan TNF- α merupakan mediator inflamasi yang dapat
meningkatkan permeabilitas kapiler. Permeabilitas kapiler yang meningkat
pada pasien DBD secara progresif dapat mendasari proses kebocoran
plasma yang parah yang dapat menyebabkan DSS.
5. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Pada kasus ini didapatkan pasien datang
dengan keluhan Demam 5 hari sebelum masuk RS (demam hari ke-5),
menggigil(+), mimisan(+), batuk(+), muntah(+), nyeri lutut (nyeri tulang
pada kedua kaki), nyeri perut(+), nafsu makan dan minum menurun, BAB
encer(+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya Asites (+), Nyeri
tekan(+) regio epigastrium, hipokondric dextra-sinistra, dan regio lumbar
kanan. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisi tersebut dapat
simpulkan bahwa pasien masuk dalam kategori fase kritis, hal ini sesuai
dengan teori yang menjelaskan bahwa :
Fase kritis Biasanya terjadi paling sering pada hari ke 4-6 (dapat
terjadi lebih awal pada hari ke-3 atau lebih lambat pada hari ke-7) sejak
36
dari mulai sakit demam. Pada fase ini terjadi peningkatan permeabilitas
pembuluh darah kapiler sehingga akan terjadi perembesan plasma (plasma
leakage), sehingga darah menjadi kental, dan apabila tidak mendapat
terapi cairan yang memadai, dapat menyebabkan syok sampai kematian.
Sering disertai tanda bahaya berupa muntah yang terus-menerus, nyeri
perut, perdarahan pada kulit, dari hidung, gusi, sampai terjadi muntah
darah dan buang air besar berdarah. Pada fase ini juga dapat ditemukan
badn dingin (terutama pada unjung lengan dan kaki) sebagai tanda syok,
tampak lemas, bahkan terjadi penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan
darah dapat ditemukan penurunan jumlah trombosit yang disertai
peningkatan nilai hematokrit yang nyata. Fase ini terjadi pada saat suhu
mulai mengalami penurunan sampai mendekati batas normal
(defervescence). Hal ini yang sering menyebabkan terlambatnya orang
berobat, karena menganggap bila suhu tubuh mulai turun, berarti penyakit
akan mengalami penyembuhan. Pada pasien yang tidak mengalami
peningkatan permeabilitas kapiler akan menunjukkan perbaikan klinis
menuju kesembuhan.1,7
37
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue tanpa syok Anak dirawat di rumah
sakit;
Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air
sirup, susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran
plasma, demam, muntah/diare.
Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau
ibuprofen karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya
perdarahan.
Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
38
DAFTAR PUSTAKA
39