BLOK
RESPIRATORY SYSTEM
Ilmu Penyakit Paru dan Saluran Pernapasan
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
2021
2
Tim Penyusun
Kata Pengantar
Syukur alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas karunia dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan buku ini. Harapan kami buku ini
dapat memberi manfaat bagi mahasiswa, staf pengajar, dan seluruh pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan Blok Respiratory System ini.
Kami menyadari dalam penyusunan buku ini masih banyak hal yang harus
disempurnakan, masih banyak kesalahan di sana sini baik dalam pemilihan topik
kuliah, praktikum, maupun diskusi kelompok, penulisan nama narasumber, dan
sebagainya, semoga menjadi ladang amal untuk dimaafkan. Tujuan kami hanya
ingin memberikan yang terbaik bagi mahasiswa, dokter masa depan, generasi
penerus Fakultas Kedokteran USU. Kami sangat menghargai segala masukan
bagi penyempurnaan buku ini.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih bagi semua fihak yang turut serta
dalam penyusunan buku ini baik secara langsung maupun tidak langsung yang
tidak dapat kami sebutkan satu per satu, semoga semua yang kita lakukan
menjadi amal ibadah, dan Allah memberi kita kemudahan dalam pelaksanaan
Blok Respiratory System ini.
Amin.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Dalam pelayanan kesehatan primer, gangguan respirasi merupakan salah satu masalah
yang paling sering dikeluhkan pasien. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga Depkes, urutan
kedua sebagai penyebab kematian di Indonesia adalah penyakit infeksi saluran napas bawah.
Selain itu, gangguan pada sistem respirasi dan/atau organ/sistem lain yang terkait dalam proses
repirasi akan menimbulkan ketidaknyamanan dalam bernapas seperti batuk, sesak napas, nyeri
dada dan sebagainya.
Lebih jauh, kelainan respirasi dapat sangat kompleks. Sehingga membutuhkan pengetahuan
yang menyeluruh, tidak hanya pengetahuan tentang sistem respirasi tetapi juga pengetahuan
dari berbagai bidang, termasuk fisiologi asam basa, fungsi kardiovaskuler, keseimbangan cairan
dan elektrolit, fisiologi sel, kegawatdaruratan medis, farmakologi, medical imaging, dan lain-lain.
Data yang dirilis oleh WHO pada tahun 2016, penyakit paru memberikan kontribusi terbesar
sebagai penyumbang angka kematian tertinggi di seluruh dunia. Kematian akibat kanker paru
menduduki peringkat ke-2, kematian akibat penyakit obstruksi saluran napas di peringkat ke 3, dan
kematian akibat infeksi saluran napas bawah di peringkat ke 5. Akumulasi ketiga penyakit ini telah
melebihi total kematian akibat penyakit kardioserebrovaskular.
Pada tahun 2020, WHO merilis data yang menunjukkan bahwa Indonesia menduduki
peringkat kedua dengan jumlah penderita Tuberkulosis paru tertinggi di seluruh dunia di bawah
China. Penyakit tuberkulosis terus menerus menjadi masalah kesehatan di Indonesia, tidak hanya
karena angka insidensinya yang selalu tinggi, tetapi juga munculnya kasus tuberkulosis dengan
penyulit seperti Tuberkulosis Resistan Obat. Saat ini, Indonesia menduduki peringkat ke 8 dengan
jumlah penderita TB resistan obat tertinggi di dunia. Penderita TB paru, termasuk TB resistan obat
tersebar begitu luas di seluruh daerah di Indonesia, tidak hanya di pedesaan tetapi juga di daerah
perkotaan, melibatkan masyarakat dari kalangan ekonomi bahwa hingga tinggi. TB di Indonesia
tercatat sebagai infeksi penyebab kematian nomor 1, dan satu orang di Indonesia terinfeksi TB
setiap detiknya.
Tahun 2020 juga menjadi sejarah baru dalam peradaban dunia. Pandemi COVID-19
melanda hampir semua negara di belahan dunia, termasuk Indonesia. Kasus pertama COVID-19
di Indonesia dilaporkan pada awal Maret 2020, dan jumlah kasus barunya semakin hari semakin
tidak terkontrol. Per Februari 2021, Indonesia menjadi negara dengan jumlah penderita COVID-19
tertinggi di Asia Tenggara. Lebih dari 1 juta prang terkonfirmasi COVID-19 dengan total kematian
lebih dari 31 ribu orang di Indonesia. Manifestasi klinis COVID-19 yang memiliki keistimewaan
dengan happy hypoxia menjadi pengecoh yang membuat banyak kasus tidak terdiagnosis di awal
dan berkontribusi dalam menyebabkan tingginya angka kematian.
Penyakit obstruksi saluran napas seperti Asma dan PPOK juga terus menerus menjadi
masalah. Saat ini PPOK menduduki peringkat keempat penyebab kematian tertinggi di Amerika
Serikat. PPOK dikaitkan tidak hanya dengan manifestasi sesak napas, tetapi lebih dari itu, PPOK
menyebabkan deteriorasi dan dekondisi yang berujung pada penurunan kualitas hidup. Kematian
terkait kasus asma juga sangat tinggi khususnya pada populasi usia 55-65 tahun yang dikarenakan
asma yang tidak terkontrol dengan baik dan pengobatan yang tidak adekuat.
Spektrum penyakit di bagian paru dan saluran napas sangat luas dan bervariatif, mulai dari
obstruksi saluran napas, infeksi paru, malignansi paru, intervensi paru, dan penyakit paru akibat
pekerjaan dan lingkungan. Berbagai jenis pekerjaan menjadi faktor risiko penyakit paru akibat kerja
seperti misalnya silikosis yang lazim dijumpai pada pekerja pemecah batu dan kerikil, asbestosis
yang banyak dijumpai pada pekerja galangan kapal, bissinosis pada pekerja industri tekstil,
ataupun asma kerja yang sering dijumpai pada pekerja di pabrik roti ataupun tepung. Kesemua
penyakit paru akibat pekerjaan ini akan mengakibatkan kerusakan yang progresif pada paru dan
membatasi kemampuan seseorang untuk bekerja dengan maksimal dan berujung pada penurunan
kualitas hidup. Belum lagi ditambah dengan polusi udara dan kebakaran hutan yang
mengakibatkan inhalasi gas beracun ke dalam saluran napas dan menyebabkan kerusakan pada
paru.
6
Dengan mempertimbangkan semua kondisi di atas, tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa
penyakit paru dan saluran napas mempunyai peranan secara global, karena dapat mengenai
sebagian besar penduduk dunia, tidak saja di daerah tropis. Upaya pencegahan dan pengendalian
penyakit paru dan saluran napas menjadi sangat penting dilakukan mulai dari layanan kesehatan
primer hingga pusat rujukan guna menekan angka penyakit paru dan saluran napas. Untuk itu,
diperlukan pemahaman yang utuh dan mendalam mengenai penyakit paru dan saluran napas yang
terjadi, khususnya di Indonesia
Untuk mencapai tujuan tersebut, pada semester IV di program studi S1 Pendidikan Dokter,
mahasiswa akan melaksanakan pembelajaran Blok Respiratory Medicine. Tujuan umum blok ini,
membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan keterampilan dalam menegakkan diagnosa
penyakit, pengobatan, menilai kesembuhan, menilai prognosis, dan pencegahan penyakit-penyakit
pada sistem respirasi yang sering dijumpai di layanan primer. Blok Respiratory System ini
mempunyai beban kredit sebesar 6 SKS, yang akan dilaksanakan selama 5 (lima) minggu.
I. PRASYARAT MAHASISWA
Blok respirasi ini merupakan salah satu blok Tahap II (Pathological Sciences) dalam struktur
kurikulum. Mahasiswa pada Tahap II adalah mahasiswa yang telah melalui Tahap I (Basic Medical
Sciences), mahasiswa ini telah mencapai keterampilan generik yaitu keterampilan belajar
sepanjang hayat, dan dasar-dasar ilmu kedokteran.
II. TUJUAN
TUJUAN BLOK
Tujuan umum
Melalui blok respirasi ini mahasiswa diharapkan memiliki kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang dokter layanan primer, yaitu:
1. Komunikasi efektif
2. Keterampilan klinik dasar
3. Landasan ilmiah ilmu kedokteran
4. Pengelolaan masalah kesehatan
5. Pengelolaan informasi
6. Mawas diri dan pengembangan diri
7. Etika, moral, dan profesionalisme dalam praktek
Tujuan khusus
Setelah menyelesaikan Blok Sistem Respiratori ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. berkomunikasi efektif baik verbal maupun nonverbal secara santun dalam upayanya mengelola
pasien dengan masalah pada sistem respirasi dengan mengintegrasikan penalaran klinis dan
biomedis sehingga menunjang terciptanya kerja sama yang baik antara dokter dengan pasien,
keluarga, komunitas, dalam penanganan masalah dermatologi.
2. melakukan anamnesis (dan pemeriksaan fisik) yang lengkap dengan teknik yang tepat serta
mencatat riwayat penyakit secara lengkap dan kontekstual.
3. menjelaskan semua prosedur klinik rutin dan menganalisis data sekunder pasien dengan
kelainan respirasi dengan mengintegrasikan ilmu biomedik dan ilmu klinik.
4. memilih berbagai prosedur klinik, laboratorium, dan penunjang lain dan menafsirkan hasilnya.
5. melakukan tindak pencegahan dan tindak lanjut dalam tata laksana masalah respirasi dengan
mempertimbangkan keterbatasan ilmu dalam diagnosis maupun tata laksananya.
6. mencari, mengumpulkan, menyusun, dan menafsirkan informasi menyangkut masalah
respirasi dari berbagai sumber dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
untuk membantu penegakan diagnosis, pemberian terapi, tindakan pencegahan dan promosi
kesehatan, serta surveilans dan pemantauan status kesehatan pasien.
7. peka terhadap tata nilai pasien dan mampu memadukan pertimbangan moral dan
pengetahuan/keterampilan klinisnya dalam memutuskan masalah etik yang berkaitan dengan
gangguan sistem respirasi.
TUJUAN MAHASISWA
Sasaran pembelajaran terminal
Bila dihadapkan pada data sekunder tentang masalah klinik, laboratorik, dan epidemiologik
penyakit di sistem respirasi, mahasiswa tahap II yang telah menjalani blok Sistem Respirasi
mampu menafsirkan data tersebut dan menerapkannya dalam langkah pemecahan masalah yang
baku termasuk tindakan pencegahan dan rujukan, dengan menggunakan teknologi kedokteran dan
teknologi informasi yang sesuai, dengan selalu memperhatikan konsep dan pertimbangan etik.
Strategi
Pokok Kode
Subpokok bahasan Specific Learning Objectives Pembe- Departemen
Bahasan Tahapan
lajaran
RESPIRATORY SYSTEM I (RTS I)
Pengenalan Pemutaran film sistemMemberikan gambaran umum Film RTS-F1 MEU & TIM BLOK
Blok Sistem respiratori mengenai blok sistem respiratori
Respiratori melalui ceramah dan pemutaran
film
Lingkup bahasan-1: Jalan Napas dan Aliran Udara Paru (Ventilasi)
Embriologi Pembentukan & Menjelaskan pembentukan & Kuliah RTS1-K1 Anatomi:
(Organogenesi Perkembangan perkembangan tracheobronchi 1. dr. Mega Sari
s) Tracheobronchi dengan dengan cabangnya Sitorus, M.Kes,
Cabangnya SpPA
Anatomi Pembentukan & Menjelaskan pembentukan & 2. dr. Dwi Rita
Saluran napas Perkembangan Paru perkembangan paru Anggraini,
M.Kes, SpPA
Trachea Struktur trachea
Percabangan trachea
Bronchus Struktur bronchus
Percabangan bronchus sampai
ke alveolus
Hilus Pulmonalis Organ-organ yang dilaluinya
Struktur Epitel Saluran Napas Menjelaskan Respiratory Kuliah RTS1-K2 Histologi:
Histologi Rongga Hidung Epithelium 1.dr. Esther R.D.
Sistem Sinus Paranasal Menjelaskan Nasal Cavity : Sitorus,
Respirasi Faring - Vestibulum M.Ked(PA), SpPA
Laring - Nasal Fossae 2.dr. Zulham,
Trachea - Olfactory Epithelium M.Biomed, PhD
Bronchus Menjelaskan Paranasal Sinuses
Bronchiolus
Respiratoy Menjelaskan Nasopharynx
Bronchiolus Menjelaskan Larynx
Terminal Bronchiolus Menjelaskan Bronchial Tree :
- Bronchus
- Bronchiolus
- Respiratory Bronchiole
- Alveolar Duct
- Alveoli
Mekanika Kuliah RTS1-K3 Fisiologi:
respirasi 1. dr. Maya Savira,
M.Kes
2. dr. Selly Azmelia,
SpM
Bronkiolitis Definisi Bronkiolitis Mampu menjelaskan definisi Kuliah RTS1-K4 Ilmu Kes.Anak:
Bronkiolitis 1. Dr. dr. Rini
Manifestasi Klinis Menjelaskan manifestasi klinis Savitri Daulay,
Bronkiolitis M.Ked(Ped),
Patogenesis Bronkiolitis Menjelaskan patogenesis SpA(K)
Bronkiolitis 2. dr. Wisman
Interpretasi hasil Menginterpretasikan hasil temuan Dalimunthe,
pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik, M.Ked(Ped),
laboratorium dan radiologi pada SpA(K)
Bronkiolitis
Indikasi perujukan Mengetahui indikasi rujukan
penderita Bronkiolitis penderita Bronkiolitis
9
-Farmakokinetik
-Farmakodinamik
-Efek yang tidak diinginkan
-Indikasi, kontraindikasi
-Dosis pemberian, bentuk
sediaan
-Interaksi obat
Menjelaskan
patofisiofarmakologi obat asma
Menjelaskan penggolongan
obat asma ( gol.adrenergik, B2-
selective agonist,
gol.methylxantin, gol.muskarinik
antagonis, gol.kortikosteroid)
Menjelaskan aspek farmakologi
obat asma meliputi:
- Farmakokinetik
- Farmakodinamik
- Efek yang tidak diinginkan
- Indikasi, kontraindikasi
- Dosis pemberian, bentuk
sediaan
- Interaksi obat
Obstructive Definisi, klasifikasi dan Menjelaskan pengertian Kuliah RTS1-K16 Ilmu Peny.Paru:
Sleep Apnoe etiologi Obstructive Sleep Apnoe 1. Dr. dr. Fajrinur
Syarani,
Predisposisi, patogenese Menjelaskan patogenese M.Ked(Paru),
SpP(K)
Gejala klinik, Diagnostik Menjelaskan gejala klinik & 2. dr. Syamsul
diagnostik dan mampu Bihar,
menegakkan diagnose M.Ked(Paru),
SpP(K) FISR
Penatalaksanaan dan Menjelaskan penatalaksanaan
pencegahan dan mampu merujuk
Laboratorium Analisa cairan Pleura Menjelaskan tentang transudat Kuliah RTS1-K17 Patologi Klinik:
Diagnostik dan eksudat 1. dr. Ricke
Kelainan Menjelaskan parameter Loesinari,
Pleura pemeriksaan analisa cairan M.Ked(Clin-
pleura Path), SpPK
Menjelaskan Interpretasi hasil 2. dr. Ranti
analisa cairan pleura Permatasari,
SpPK(K)
Kelainan Hipoplasia Paru Menjelaskan definisi, patogenesis, Kuliah RTS1-K18 Ilmu Kes.Anak:
Bawaan Paru Hernia Diaphragmatika gejala klinis, diagnosis, radiologi, 1. Dr. dr. Rini
dan Diafragma Paralisis Diafragma laboratorium dan pengobatan: Savitri Daulay,
pada Anak Evantrasio Diafragma a. Hipoplasia Paru M.Ked(Ped),
b. Hernia Diafragmatika
SpA(K)
c. Paralisis Diafragma
d. Evantratio Diafragma 2. Dr. Fathia
Meirinia,
M.Ked(Ped),
SpA
H.O.T.
Alat/Instrumen yang
berhubungan dengan
Respirasi
Fisika pada RDS,
Emphysema, dan
Fibrosis Paru
Fluids and Pascal’s Principle, Setelah mengikuti kuliah ini Kuliah RTS1-K21 Fisiologi:
Pressure Dalton, Boyle , Laplace mahasiswa akan dapat 1. dr. Maya
Law menjelaskan peranan cairan dan Savira, M.Kes
Hendry Law tekanan dan hubungannya dengan 2. dr. Selly
Flow ; Poiseuille’s law ; Sistem Respirasi
Azmelia, SpM
Laminer flow ; and
Turbulent Flow
The Bernoulli Effect and
Entrainment
Cohesion and Adhesion
Efek Barometric
Pressure terhadap
udara di paru-paru dan
tekanan parsial oksigen
di :
1. ketinggian
2. kedalaman laut
Transport Gas Kuliah RTS1-K22 Fisiologi:
1. dr. Maya Savira,
M.Kes
2. dr. Selly Azmelia,
SpM
Keseimbanga Pengertian pH Menyebutkan pengertian Ph Kuliah RTS1-K23 Biokimia:
n Asam – Persamaan Handersen Menjelaskan persamaan 1. dr. M.
Basa Hasselbach Handersen Hasselbach Syahputra, M.
Fungsi Buffer Sebagai Menjelaskan fungsi bikarbonat Kes
Penyangga dan karbonat tulang sebagai 2. dr. T. Helvi
penyangga Mardiani, M.Kes
Menjelaskan fungsi protein
sebagai penyangga
Fungsi Hb Menjelaskan proses pengikatan
Mempertahankan dan pelepasan O2 dan sifat
Keseimbangan Asam- protein allosterik dari Hb
Basa Menjelaskan proses pelepasan
O2 dari Hb dan pengikatan CO2
serta H+ dan hubunganya
dengan curva dissosiasi dari Hb
Menjelaskan regulasi dari proses
transportasi O2 dan CO2
Parasit pada Loeffler’s syndrome Menyebutkan spesies nematoda Kuliah RTS1-K24 Parasitologi:
Saluran penyebab Loeffler’s syndrome
Pernafasan Menjelaskan patogenesis dr. Dewi Saputri,
Loeffler’s syndrome MKT
Trematoda paru Menyebutkan spesies trematoda
paru
Membandingkan siklus hidup
dan sifat Paragonimus
westemani dengan P.
pneumonia
Menjelaskan patologi
paragonimiasis
Ventilasi dan Hubungan Ventilasi dan Menjelaskan definisi ventilasi Kuliah RTS2-K2 Anestesi:
Perfusi Perfusi Menjelaskan distribusi ventilasi 1. Prof. dr.
Menjelaskan definisi perfusi Achsanuddin
pulmoner Hanafie, SpAn,
Menjelaskan distribusi perfusi KIC, KAO
pulmoner 2. dr. Bastian
Menjelaskan rasio Lubis, M.
Ventilasi/Perfusi Ked(An), SpAn,
Menjelaskan Dead Space KIC
Menjelaskan Shunting
Menjelaskan efek anestesia
pada pertukaran gas
Menjelaskan Kurva Disosiasi
oksigen-hemoglobin
Menjelaskan konten oksigen
Menjelaskan transport/delivery
oksigen
Perubahan Memahami Perubahan Mampu menjelaskan perubahan Kuliah RTS2-K3 Patologi Anatomik:
Histopatologi Histopatologi pada morfologi organ akibat infeksi 1. dr, Causa
pada Kelainan Penyakit Infeksi Paru Mikobakterium tuberkulosis Trisna
Sistem secara makroskopis dan Mariedina,
Respirasi mikroskopis M.Ked(PA),
Mampu menjelaskan morfologi SpPA
Extra Pulmonar Tuberkulosis 2. dr. Lidya Imelda
Memahami Perubahan Mampu menjelaskan perubahan Laksmi,
Histopatologi pada morfologi organ pada Pneumonia M.Ked(PA),
Pneumonia SpPA
Tumor Paru Karsinoma Pada Paru Mampu Menjelaskan Patologi Kuliah RTS2-K4 Patologi Anatomik:
Squamous Cell Carcinoma 1. Dr. dr. Lidya
Mampu Menjelaskan Patologi Imelda Laksmi,
Adenocarcinoma M.Ked(PA),
Mampu Menjelaskan Patologi SpPA
Dan Morfologi dari Bronchio 2. dr, Causa
Alveolar Carcinoma Trisna
Mampu Menjelaskan Patologi Mariedina,
Morfologi Small Cell Carcinoma M.Ked(PA),
Dan Large Cell Carcinoma SpPA
Metastatik tumor pada Mampu Menjelaskan Patologi Dan
paru Morfologi Terjadinya Metastase
Pada Paru
Mikosis Paru Definisi, klasifikasi dan Menjelaskan pengertian Mikosis Kuliah RTS2-K5 Ilmu Peny.Paru:
etiologi Paru dr. Setia Putra,
Predisposisi, patogenese Menjelaskan predisposisi dan Sp.P(K)
patogenese
Gejala Klinik dan Menjelaskan gejala klinik &
Diagnostik diagnostic
Penatalaksanaan dan Menjelaskan penatalaksanaan
pencegahan
Pneumonia Definisi, klasifikasi dan Menjelaskan pengertian Kuliah RTS2-K7 Ilmu Peny. Paru:
etiologi Pneumonia Dr.dr. Bintang Y.M.
Predisposisi, patogenese Menjelaskan patogenese Sinaga,
Gejala klinik, Diagnostik Menjelaskan gejala klinik & MKed(Paru),
diagnostik Sp.P(K)
Penatalaksanaan dan Mampu menegakkan diagnosis,
pencegahan penatalaksanaan sementara serta
merujuk
Aspirasi Definisi, Klasifikasi dan Menjelaskan pengertian aspirasi Kuliah RTS2-K8 Ilmu Peny. Paru:
Pneumonia Etiologi pneumonia dr. Syamsul Bihar,
Predisposisi dan Menjelaskan predisposisi dan MKed(Paru),
Patogenese patogenese aspirasi pneumonia Sp.P(K) FISR
Gejala Klinik dan Menjelaskan gejala klinik &
Diagnostik diagnostik aspirasi pneumonia
Penatalaksanaan dan Mampu menegakkan diagnosa,
Pencegahan penatalaksanaan sementara, serta
merujuk
Abses Paru Definisi, Klasifikasi dan Menjelaskan definisi abses paru
Etiologi
Predisposisi dan Menjelaskan abses primer, abses
Patogenese sekunder dan penyebabnya
Gejala Klinik dan Menjelaskan gambaran radiologi
Diagnostik
Penatalaksanaan dan Menjelaskan pemeriksaan
Pencegahan penunjang untuk mendiagnosis
abses paru
Menjelaskan penatalaksanaan
abses paru
Pneumonia Definisi Pneumonia Menjelaskan definisi Pneumonia Kuliah RTS2-K9 Ilmu Kes.Anak:
pada Anak Patogenesis Pneumonia Menjelaskan patogenesis 1. Dr. dr. Rini
Pneumonia Savitri Daulay,
Gejala dan tanda Menjelaskan gejala dan tanda M.Ked(Ped),
Pneumonia Pneumonia pada anak dan bayi SpA(K)
Klasifikasi Pneumonia Menjelaskan klasifikasi Pneumonia 2. Dr. Fathia
berdasarkan anatomi dan etiologi Meirinia,
Karakteristik Pneumonia Menjelaskan gambaran M.Ked(Ped),
karakteristik Pneumonia dari
Penyakit Paru Definisi kesehatan kerja Menghubungkan dengan Kuliah RTS2-K21 Ilmu Peny. Paru:
Kerja/Pneumo masalah kesehatan masyarakat. dr. Nuryunita
Definisi penyakit akibat
koniosis
kerja Menentukan organi penyebab Nainggolan,
Klasifikasi Membuat perencanaan SpP(K)
Pencegahan pencegahan
Mampu menegakkan diagnose
Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan
Pemeriksaan kesehatan
yang berhubungan
dengan Tr.Respiratorius
yang berhubungan
dengan jenis bahan yang
dipergunakan
Infark Paru Emboli Paru Penjelasan predisposisi Kuliah RTS2-K22 Ilmu Peny. Dalam:
dan Mekanisme Trombus Thromboemboli paru 1. dr. Zuhrial Zubir,
Emboli Paru Insidens Emboli Paru Patofisiologi Thromboemboli SpPD, K-AI
Infark Paru paru 2. dr. Ananda W
Sindroma Klinis Thromboemboli Ginting, MKed
paru (PD), SpPD-KP
Gejala dan tanda
Thromboemboli paru
Diagnosis dan pencegahan
Thromboemboli paru
Diagnosa Banding
Thromboemboli paru
Oedem Paru Oedem Paru Non Penjelasan Udem Paru Non Kuliah RTS2-K23 Ilmu Peny. Dalam:
dan Kelainan Kardiogenic Kardigenic dan Kardigenic, Acute 1. dr. Zuhrial Zubir,
Jantung Paru Respiratory Distress Syndrome SpPD, K-AI
Forensik pada Definisi asfiksia Mampu memahami pengertian Kuliah RTS2-K26 I. Ked. Kehakiman:
Kelainan asfiksia dari aspek forensik 1. dr. Agustinus
Respirasi Sitepu, M.Ked(For),
Asfiksia (mati Etiologi asfiksia Mampu memahami dan SpF
lemas) secara menganalisa penyebab utama 2. dr. Doaris Ingrid
umum asfiksia Marbun,
Klasifikasi asfiksia Mampu memahami 4 (empat) M.Ked(For), SpF
klasifikasi asfiksia menurut
GORDON
Asfiksia mekanik Mampu memahami jenis-jenis dan
tanda-tanda asfiksia mekanik
secara umum.
Tanda-tanda dan gejala- Mampu memahami dan
gejala kematian asfiksia menganalisa tanda-tanda dan
post mortem secara gejala-gejala asfiksia pada
umum pemeriksaan luar dan dalam post
mortem
Pemeriksaan paru-paru Mampu memahami dan
menganalisa paru-paru yang
belum pernah bernafas, sudah
pernah bernafas maupun gejala-
gejala penyakit semasa hidup.
Hanging Penyebab kematian Mampu memahami dan
menganalisa minimal 6 penyebab
kematian akibat hanging
Penanganan korban Mampu menangani korban
hanging hanging yang masih hidup
maupun mati
Pemeriksaan post Mampu memeriksa dan
mortem menganalisa pemeriksaan luar dan
Tahun /
Departemen Judul Buku Penulis Penerbit Hal.
Edisi
Hand atlas of Human J.B. Lippincott Seventh
Spatelhotz
Anatomi Anatomy Company Edition
Grays Anatomi Grays 8th Ed.
Lange Medical
Basic Histology Text LC Junquira 2016/14th
Books, Mc
& Atlas J Carneiro ed.
Graw-Hill
Atlas of Histology
Eroschenko Wolter 2013/13th
with Functional ed
VP. Kluwer
Correlations
Color Atlas and Gartner LP, Wolters 2018/7th
Text of Histology. Hiatt JL. Kluwer ed
Histologi
Histology and Cell
Kierszenbaum
Biology: An 2016/4th
, AL., Tres, Elsevier, ed
Introduction to
LL
Pathology
Histology: A Text
and Atlas with Ross MH, Wolters 2016/7th
Correlated Cell and Pawlina W Kluwer ed
Molecular Biology
2005
Radiologi Radiologi Diagnostik Iwan Ekayuda FK-UI RSCM
Edisi 2
Review of Medical 2019/ 26
Ganong WF Mc Graw Hill
Physiology th ed.
Textbook of Medical 2015 /
Guyton AC E B Saunders
Physiology 13th ed.
Fisiologi International
Human Physiology; Student
2016 /
From Cells to Sherwood L Edition,
9th ed.
Systems Thomson-
Brooks/Cole
Lange Medical Book:
2011 / 5th
Clinical G.E. Morgan Mc Graw Hill
ed
Anesthesiology
Pharmacology & Lippincott
Anastesiologi 2014 / 6th
Physiology In Williams & Mc Graw Hill
ed
Anesthetic Practice Wilkins
Applied Respiratory 2016/
J.F. Nunn Butterworths
Physiology 8rd ed
Textbook of
2010/7th
Biochemistry with Devlin MT Willey Liss
ed.
Clinical Correlations
Biokimia
Murray RK, Lange Medical
Harper’s 2018/30th
Granner DK, Books, Mc
Biochemistry ed.
Mayes PA Graw-Hill
Master Respiratory
El-Sharkawy IM 2005
Ilmu Penyakit Diseases
Paru Fishman’s Pulmonary Fishman AP, 2016 /
Diseases and Elias JA, 6th ed
Tahun /
Departemen Judul Buku Penulis Penerbit Hal.
Edisi
Disorders Fishman JA
Grippi MA,
Kaiser LR,
Senior M.
9th ed /
Basic Pathology Robbin, Kumar WB Sanders
2014
Patologi Anatomi Lippincott
3rd ed.
Pathology Rubin & Farber Williams &
1999
Wilkins
Philadelphia,
Clinical Parasitology Beaver,P.C 1984
Lea & Febiger
Parasitologi
Essentials of Human New York,
Heelan,J.S 2002
Parasitology Delmar
Textbook of 2005/10th
William Larsen
Endocrinology ed
Patologi Klinik Kathryn
2006/5th Pathoph
Pathophysiology L.McCane, Sue
ed ysiology
E.Huether
Jawetz,
Lange Medical 2016 /
Mikrobiologi Medical Microbiology Melnick & 275-283
Book 28th Ed
Adelberg’s
Nelson’s Text Book 2017 /
of Pediatric 21st ed
Ilmu Kesehatan
Anak Kendig’s Disorders of
8th ed /
Respiratory Tract in
2012
Children
Harrisson’s Principles 2018 /
Harrisson
Internal Medicine 20 th ed
Oxford Hand Book of 2015 /
Ilmu Penyakit Clinical Medicine 9 th ed
Dalam Respirastory Crofton and 2000 /
Diseases Douglas 5 th ed
2004 /
Tuberculosis Room WN
2 nd
Mc Graw Hill 14 th ed / 782-791
Pharmacology Katzung
Comp 2017 323-334
Godmann & 13th ed/ 523-555
Farmakologi dan Pharmacology
Gillmann 2020 349-368
Terapeutik
571; 575-
Principles of
Golan et al Lippincott W & W 2015 578; 606.
Pharmacology
695-707
Ilmu Bedah Buku Ajar Bedah Sjamsu Hidajat FK-UI 2000
Modi’s Textbook of
Tripatht Private 1988 / 21st
Medical Jurisprudence Franklin 188-220
Llmited, Bombay ed
and Toxicology
Dew an Bahasa
dan Pustaka
Kedokteran Shahrom ABD Kementerian
Patologi Forensik 1993 230-268
Kehakiman Wahid Pendidikan
Malaysia, Kuala
Lumpur
1997 /
Ilmu Kedokteran Arif Budiyanto et
FKUI Edisi 55-70
Forensik al
pertama,
Tahun /
Departemen Judul Buku Penulis Penerbit Hal.
Edisi
cetakan
kedua
ELBS Frome and 1991 /
Simpson’s Forensic
Bernard Knight London Great 10th 138-159
Medicine
Britain edition
Butterw orths
Forensic Medicine for London, 1986 /
J.K.Mason 125-138
Law yers Boston,Toronto, 2nd edition
Sydney
Present Know ledga in Bow man RA ILSI Washington 2001 /
Nutrition Russel RM DC 8th ed.
Ilmu Gizi Klinik
Mahan LK WB Saunders 2000 /
Krause’s Food Nutrition
Escott-Stump Co. 10th ed.
V. METODE PEMBELAJARAN
A. PEMUTARAN FILM
Pemutaran film bertujuan memberikan wawasan dan gambaran mengenai lingkup respirasi dan
membangkitkan minat mahasiswa untuk memahami blok ini.
B. KULIAH
Kuliah hanya bertujuan untuk memberikan konsep dasar dalam memahami materi -materi yang
berhubungan dengan respirasi, sehingga akan memudahkan mahasiswa dalam membaca buku
teks dan referensi lainnya. Kuliah tidak bertujuan untuk memberikan isi keseluruhan materi,
dengan demikian mahasiswa diwajibkan untuk membaca referensi yang dianjurkan.
D. BELAJAR MANDIRI
Agar lingkup materi dapat dikuasai dengan baik, pada saat melaksanakan kegiatan belajar mandiri,
mahasiswa diharapkan melaksanakan proses belajar dengan tahapan sebagai berikut:
1. Mengkaji lingkup bahasan dengan membaca referensi yang dianjurkan, karena kuliah pada
hakikatnya hanya memberikan konsep dasar dari materi, dan pertemuan tutorial akan memicu
mahasiswa untuk mengintegrasikan pemahaman konsep dalam menyelesaikan masalah
2. Mencari dan mempelajari materi yang sesuai dengan tujuan pembelajaran di perpustakaan,
dapat berupa hand-out, buku teks, jurnal ilmiah, CD-ROM, atau dari sumber terpercaya di
internet
3. Diskusi dengan narasumber apabila diperlukan.
E. PRAKTIKUM
Praktikum dilaksanakan di laboratorium Anatomi, Fisika, Histologi, Fisiologi, Patologi Anatomi,
Farmakologi, dan Patologi Klinik sesuai jadwal kegiatan. Mahasiswa dibagi dalam 10 (sepuluh)
kelompok yang terdiri dari 45 mahasiswa per kelompok, yang akan dibimbing oleh seorang staf
pengajar.
Sebelum memulai praktikum, akan diadakan kuis untuk mengukur kesiapan mahasiswa dalam
melaksanakan praktikum, yang selanjutnya diakhiri dengan pembuatan laporan hasil praktikum.
Tujuan umum praktikum adalah:
1. meningkatkan pemahaman akan teori yang telah dipelajari dalam perkuliahan dan belajar
mandiri
2. menjelaskan perbedaan antara apa yang diharapkan dengan kenyataan
3. menginterpretasikan hasil praktikum dengan yang diselenggarakan dalam bentuk percobaan
4. membandingkan hasil kelompoknya dengan hasil kelompok lain
5. menerapkan kejujuran ilmiah dengan melaporkan hasil yang didapatkan pada praktikum
sebagaimana adanya.
Kegiatan praktikum pada blok respirasi ini terdiri dari:
Kode
No. Uraian Praktikum Departemen Waktu
Tahapan
Blok Respiratory System - 1
Praktikum 1 Struktur Anatomi Dinding Dada Anatomi RTS-Pr1 3x50menit
Praktikum 2 Struktur Anatomi Paru Anatomi RTS-Pr2 3x50menit
Praktikum 3 Histologi Sistem Respirasi Histologi RTS-Pr3 3x50menit
Praktikum 4 Mekanisme Bernapas (Breathing) Fisiologi RTS-Pr4 3x50menit
Penggunaan obat-obat pada
Praktikum 5 sist.saluran nafas sesuai BSO Farmakologi RTS-Pr5 3x50menit
(pemutaran film)
Blok Respiratory System - 2
Polip Sino Nasal
Karsinoma Nasofaring Patologi
Praktikum 6 RTS-Pr6 3x50menit
TB-Kelenjar Anatomi
Carcinoma paru
Kajian analisa resep polifarmasi obat
Praktikum 7 Farmakologi RTS-Pr7 3x50menit
saluran nafas
Praktikum 8 Analisa Cairan Pleura Patologi Klinik RTS-Pr8 3x50menit
Pewarnaan Bakteri Tahan Asam
Praktikum 9 Mikrobiologi RTS-Pr9 3x50menit
(BTA) dengan Teknik Zieh Neehlsen
F. SKILLS LAB
Skills lab dilaksanakan di Ruang Skills Lab FK USU, sesuai jadwal kegiatan. Mahasiswa dibagi
dalam 10 (sepuluh) kelompok yang terdiri dari 45 mahasiswa per kelompok (sesuai kelompok
praktikum selama ini), yang akan dibimbing oleh instruktur.
RUANG DISKUSI/TUTORIAL
Diskusi dilaksanakan di ruang-ruang berikut ini:
No. Kelom pok Diskusi Ruang Diskusi
KELAS A
1. A1 Ruang Diskusi 1
2. A2 Ruang Diskusi 2
3. A3 Ruang Diskusi 3
4. A4 Ruang Diskusi 4
5. A5 Ruang Diskusi 5
6. A6 Ruang Diskusi 6
7. A7 Ruang Diskusi 7
8. A8 Ruang Diskusi 8
9. A9 Ruang Diskusi 9
10. A10 Ruang Diskusi 10
11. A11 Ruang Diskusi 11
12. A12 Ruang Diskusi 12
KELAS B
13. B1 Ruang Diskusi 1
14. B2 Ruang Diskusi 2
15. B3 Ruang Diskusi 3
16. B4 Ruang Diskusi 4
17. B5 Ruang Diskusi 5
18. B6 Ruang Diskusi 6
19. B7 Ruang Diskusi 7
20. B8 Ruang Diskusi 8
21. B9 Ruang Diskusi 9
22. B10 Ruang Diskusi 10
23. B11 Ruang Diskusi 11
24. B12 Ruang Diskusi 12
PRAKTIKUM
SKILLS LAB.
Kegiatan skills lab. dilaksanakan di Ruang Skills Lab. FK USU sesuai dengan kelompok
praktikum selama ini.
29
1. Blok Utama
Komponen evaluasi pembelajaran mahasiswa pada blok utama terdiri dari:
Ujian Mid term = 40%
40%
Ujian Final term =
Total = 100%
Ujian mid dan final term merupakan ujian tulis berbentuk pilihan berganda
(multiple choice questions) yang terdiri dari materi perkuliahan dan tutorial.
Proses tutorial dinilai oleh setiap fasilitator terhadap kinerja dan kompetensi
yang diperlihatkan oleh setiap mahasiswa selama proses tutorial berlangsung.
2. Blok Pendamping
50%
Ujian Tengah Semester =
Total = 100%
KETENTUAN UJIAN
Setiap mahasiswa harus mematuhi Buku Panduan Akademik. Ketentuan ujian
untuk Tahun Akademik 2011-2012 adalah sebagai berikut:
1. Kehadiran minimal kegiatan kuliah 80%, tutorial 80%, pleno pakar 80%, dan
praktikum 100%.
2. Apabila berhalangan hadir dalam proses kegiatan akademik tersebut,
mahasiswa harus menyerahkan surat pemberitahuan (izin atau keterangan
sakit dari dokter) kepada Divisi SDM Medical Eduation Unit (MEU) dan
menyimpan sendiri satu kopi sebagai arsip seandainya diperlukan sesewaktu.
3. Ketentuan bagi mahasiswa yang tidak memenuhi kehadiran minimal tanpa
pemberitahuan:
A. Mahasiswa tetap dapat mengikuti ujian, namun seluruh nilai proses
tutorialnya akan dibatalkan atau dianggap nol.
B. Apabila gagal dalam ujian, maka ia tidak berhak mengikuti ujian remedial
pada semester berjalan.
C. Ujian remedial hanya dapat diikuti pada semester bersangkutan
tahun akademik berikutnya: remedial semester ganjil dilakukan pada
semester ganjil dan remedial semester genap pada semester genap
tahun akademik berikutnya.
4. Ketentuan bagi mahasiswa yang berhalangan mengikuti ujian pada jadwal
reguler:
EDITOR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
33
I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN
Tujuan utama suatu anamnesis adalah untuk mengumpulkan semua informasi dasar
yang berkaitan dengan penyakit pasien dan adaptasi pasien terhadap penyakitnya.
Kemudian dapat dibuat penilaian keadaan pasien. Seorang pewawancara yang
berpengalaman mempertimbangkan semua aspek presentasi pasien dan kemudian
mengikuti petunjuk-petunjuk yang kelihatannya perlu mendapat perhatian yang terbesar.
Pewawancara juga harus menyadari pengaruh faktor-faktor sosial, ekonomi dan
kebudayaan dalam menentukan sifat alamiah problem pasien.
Komunikasi adalah kunci untuk berhasilnya suatu wawancara. Pewawancara harus
dapat menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada pasien dengan bebas. Pertanyaan –
pertanyaan ini harus selalu mudah dimengerti dan disesuaikan dengan pengalaman medis
pasien. Jika perlu, bahasa pasaran yang tidak baku yang melukiskan keadaan tertentu dapat
dipakai untuk mempermudah komunikasi dan menghindari kesalahpahaman.
Prinsip utama anamnesis adalah membiarkan pasien mengutarakan riwayat
penyakitnya dalam kata-katanya sendiri. Pengamatan yang cermat mengena ekspresi si
wajah pasien dan juga gerakan tubuhnya dapat memberikan petunjuk non verbal yang
berharga. Dokter sebagai pewawancara dapat pula memakai bahasa tubuh seperti
tersenyum, mengangguk, berdiam diri, gerakan tangan, atau pandangan bertanya untuk
mebdorong pasien melanjutkan penuturan riwayat penyakitnya. Mendengarkan tanpa
menyela penting dan memerlukan keterampilan. Jika diberikan kesempatan, pasien
seringkali mengungkapkan masalahnya secara spontan.
1. Batuk
Gejala penyakit paru yang paling sering ditemukan adalah batuk. Batk demikian
lazimnya sehingga sering dianggap sebagai keluhan sepele. Batuk adalah ekspirasi paksa
yang terkoordinasi , diselingi dengan penutupan glotis secara berulang-ulang. Batuk dapat
volunter atau involunter, produktif atau tidak produktif. Batuk produktif adalah batuk yang
mengeluarkan lendir atau bahan lain. Sputum atau dahak adalah bahan yang dikeluarkna
dengan batuk. Kira-kira 75-100 cc sputum disekresikan setiap hari oleh bronkus.
2. Batuk darah
Batuk darah adalah ekspektorasi darah atau dahak yang berdarah , berasal dari
saluran napas dibawah pita suara.
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
Nyeri dada yang berkaitan dengan penyakit paru umumnya disebabkan oleh
terserangnya dinding dada atau pleura parietal. Serabut syaraf banyak terdapat di daerah
ini. Nyeri pleura (pleuritic pain) adalah gejala umum peradangan pleura parietal. Nyeri ini
dilukiskan sebagai nyeri tajam seperti ditusuk-tusuk , yang biasanya terasa pada waktu
inspirasi dan terlokalisai pada asalah satu sisi tubuh. Meskipun nyeri dada dijumpai
penyakit paru , nyeri dada merupakan gejala utama penyakit jantung selain itu dapat juga
nyeri otot, tulang, syaraf dan gaster.
5. Mengi
Mengi merupakan suatu bunyi dengan bernada tinggi abnormal yang disebabkan
oleh obstruksi parsial pada salurann apas. Umumnya ditemukan pada fase ekspirasi.
Keadaan ini terjadi akibat bronkospasme, edema mukosa, dll. Penyebab tersering dijumpai
pada penderita Asma tetapi dapat juga disebabkan oleh obstruksi benda asing.
Suara serak
Penurunan berat badan
Pembengkakan mata kaki
Suara serak
Tanyakan kepada pasien jika mengalami suara serak sejak kapan itu terjadi perubahan.
Penyebab pada umumnya jika kita temukan suara serak yaitu : pada perokok berat,
laringitis akut dan penggunaan jangka waktu lama obat steroid terutama inhalasi. Tetapi
dapat juga keterlibatan syaraf laringeal yang mengalami kompresi akibat tumor paru.
Seorang dokter harus mampu mengelaborasi keterangan penderita yang paling signifikan
untuk ditetapkan sebagai keluhan utama. Ada beberapa pertanyaan yang harus diingat pada
komunikasi dokter dan pasien dalam mengelaborasi keluhan penderita agar hasilnya sesuai
dengan diharapkan.
Gejala gangguan respirasi terdiri dari : batuk (kering / produktif), batuk darah, sesak napas
(akut, progresif, paroksimal), nyeri dada dan mengi. Disamping gejala ini, bisa juga
ditemukan gejala sistemik yang berhubungan dengan penyakit respirasi yaitu : demam,
suara serak, keringat malam dan penurunan berat badan.
Setelah selesai latihan ini diharapkan mahasiswa dapat melakukan komunikasi dokter-
pasien/keluarga pasien (history taking) mengenai penyakit yang berhubungan dengan
sistem respiratori dengan baik dan benar.
III. RUJUKAN
1. Patel H, Gwilt C. Respiratory System 3rd edition. Elsevier. Philadelphia ; 2008
2. Talley N, O’connor S . Respiratory system and breast examination. Clinical
examination. A systemic Guide to Physical Diagnosis 5th edition : Australia.
Elsevier ; 2006
V. SKENARIO KASUS
KASUS TB PARU
Seorang laki, usia 20 tahun datang ke UGD dengan keluhan batuk darah berupa bercak-
bercak darah bercampur dengan dahak dialami penderita sekitar 7 hari ini. Sebelumnya
penderita mengeluh batuk berdahak sekitar 6 minggu dengan dahak berwarna putih, encer,
jika dikeluarkan kira-kira 1 sendok teh perkali batuk. Sesak napas dirasakan sejak 2
minggu ini, riwayat napas berbunyi tidak dijumpai, sesak napas tidak berhubungan dengan
cuaca maupun aktivitas. Nyeri dada kanan dijumpai dalam 2 minggu ini, nyeri dada tidak
menjalar, seperti ditusuk-tusuk, memberat jika batuk dan menarik napas. Demam dialami
penderita sekitar 6 minggu ini, tidak menggigil, bersifat naik turun dan hilang jika
mengkonsumsi panadol tablet yang dibeli di warung. Keringat pada pagi hari sekitar jam 4
pagi dijumpai sehingga sprei basah. Kurang nafsu makan dijumpai dan penurunan berat
badan dalam 1 bulan ini sekitar 5 kg. Tidak ada riwayat penyakit terdahulu dan tidak
pernah dilakukan operasi sebelumnya, tidak pernah merokok, tidak mengkonsumsi alkohol
dan narkoba. Riwayat penyakit keluarga : tidak didapati asma, kencing manis, hipertensi,
menderita tumor dan tidak ada kontak dengan penderita TB paru. Pasien tinggal di rumah
dengan keluarga sebanyak 5 orang, di daerah kota yang padat penduduknya. Pasien tidak
mempunyai binatang peliharaan. Status pendidikan : Tamat SMA , suka berolahraga tenis
meja dan diet pola makan biasa, hubungan dengan teman-teman baik.
Tugas : Lakukan komunikasi dokter pasien dan faktor penyebab yang berhubungan
dengan keluhannya sesuai formulir history taking. Tuliskan kemungkinan-kemungkinan
yang menjadi penyebab dari keluhannya.
A. PERKENALAN
1. Sapa pasien dan perkenalkan diri dengan ramah dan sopan.
2. Posisikan pasien sesuai dengan kondisinya
- Kondisi pasien berjalan sendiri
- Pasien di kursi roda/dipapah
- Pasien diantar dengan tempat tidur sorong
3. Tanyakan identitas pasien
D. DOKUMENTASI
1. Catat hal-hal yang penting dari komunikasi
2. Simpulkan hasil komunikasi
3. Jelaskan tindakan selanjutnya
PENGAMATAN
LANGKAH /TUGAS
Ya Tidak
A. PERKENALAN
1. Menyapa dan memperkenalkan diri dengan pasien / keluarga
pasien
2. Memposisikan pasien yang benar sesuai dengan kondisinya
- Kondisi pasien berjalan sendiri
- Pasien di kursi roda/dipapah
- Pasien diantar dengan tempat tidur sorong
3. Menanyakan identitas pasien
D. DOKUMENTASI
LAMPIRAN
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien :
Alamat & Tanggal lahir :
Umur :
Pekerjaan :
Jenis kelamin :
Status perkawinan :
Agama :
Tanggal masuk ke RS :
RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan Utama:
a. Batuk : □ Tidak □ ya : □ sejak berapa lama : ………………..
□ Frekuensi : Jarang / Sering
□ Batuk terutama : □ pagi hari ; □ malam hari ; □
terus-menerus
3. Posisi
4. Lain – lain
Riwayat Eksaserbasi : ……./ tahun
Riwayat Opname / IGD : ya/tidak
2. Keluhan Tambahan
a. Demam : □ Tidak □ Ya : □ sejak berapa lama
:..........................................
□ Pagi/ Siang :Ya/tidak
□ Sore : Ya / tidak
□ Malam : Ya /tidak
□ Menggigil : Ya /tidak
6. Paparan:
i. Merokok : Lama ...................thn, kretek / filter
Banyak........................btg/hari
7. Anamnesis Keluarga:
a. Penderita TB Paru : Ya / tidak Siapa: ..................................
b. Riwayat Asma : Ya / tidak Siapa: .................................
c. Faktor keturunan kanker : Ya / tidak
d. Diabetes Mellitus : Ya / tidak
I. PENDAHULUAN
3. Palpasi :
- Memeriksa simetris/asimetris letak trakea
- Perabaan kelenjar getah bening pada daerah leher (regio coli), regio
supraklavikula.
- Perabaan posisi trakea dengan menempatkan ujung jari II dan III membentuk
huruf V atau ujung jari II tangan kiri dan kanan di incisura suprasternalis dan
kemudian tentukan kedudukan gelang-gelang trakea dan hubungannya dengan
sternum.
- Pergerakan dinding dada (asimetris/simetris) dengan ukuran normal < 4 cm.
- Pemeriksaan fremitus taktil toraks kiri dibanding toraks kanan dari atas , tengah
hingga bawah dengan menyuruh pasien mengucapkan 77 dan tangan pemeriksa
diletakkan didinding dada pasien sambil merasakan getaran yang dihasilkan.
- Pemeriksaan batas paru-hati.
- Pemeriksaan palpasi di kedua tangan (misalnya tes fluktuasi positif untuk jari
tabuh, nyeri), edema perifer (pitting edema) pada kedua tungkai.
4. Perkusi:
- Menentukan kondisi perkusi paru, perkusi dari toraks kanan ke toraks kiri
begitu seterusnya berpindah dari kanan ke kiri mulai lapangan atas, tengah
hingga lapangan bawah
- Menilai kondisi perkusi basis paru dari toraks kanan atas terus ke bawah dan
kemudian toraks kiri atas terus ke bawah.
- Cara perkusi jari tengah kiri melekat pada dinding toraks pasien pada sela iga
dan jari tengah kanan mengetuk berulang kali ke atas jari tengah kiri dengan
mengayunkan pergelangan tangan.
5. Auskultasi
Meletakkan stetoskop pada dinding toraks dan melakukan pemeriksaan paru secara
sistematis dari toraks kanan kemudian ke toraks kiri. Hal ini terus dilakukan dari mulai
lapangan atas toraks, tengah hingga lapangan bawah.
Gambar 1.a kelopak mata normal Gambar 1.b ptosis pada mata kanan
Gambar 3.a : normal (diamond shape); b & c : clubbing finger ; d : gross clubbing (drum
stick)
Gambar 9.a : inspeksi pada pergerakan dinding dada untuk lobus atas ketika inspirasi
maksimal.
Gambar 9.b : inpeksi pada pergerakan dinding dada untuk lobus atas ketika ekspirasi.
PALPASI LEHER
Gambar 11.a
Gambar 11.f
Gambar 11. a : anatomi lymph node (b,c & d) perabaan lymph node dari depan e & f :
perabaan lymph node dari belakang pasien
1. Palpasi Trakea
a) Anterior
Letakkan kedua ibu jari pemeriksa di prosesus sifoideus penderita dan jari-jari lain di arcus
costa. Kemudian gerakkan kedua ibu jari sedikit ke arah medial agar terdapat lipatan kulit
diantara kedua ibu jari. Mintalah penderita untuk melakukan inspirasi maksimal.
Perhatikan pergerakan kedua ibu jari yang menjauhi garis tengah saat dinding dada
mengembang dan lihat apakah pergerakannya simetris atau tidak.
Gambar 13.a : palpasi ketika inspirasi Gambar 13.b : palpasi ketika ekspirasi
b) Posterior
Letakkan kedua ibu jari pemeriksan di garis midspinal setinggi T 10 (karena setinggi T 10,
paru-paru paling mengembang) dan jari-jari lain di arcus costae. Kemudian gerakkan
kedua ibu jari sedikit ke arah medial agar terdapat lipatan kulit diantara kedua ibu jari.
Mintalah penderita untuk melakukan inspirasi maksimal. Perhatikan pergerakan kedua ibu
jari yang menjauhi garis tengah saat dinding dada mengembang (normal < 5 cm) dan lihat
apakah pergerakannya simetris atau tidak.
Gambar 13.c : palpasi ketika inspirasi Gambar 13.d : palpasi ketika ekspirasi
Gambar 14.a : cara melakukan perkusi Gambar 14.b : perkusi pada toraks
Gambar 14.c lokasi perkusi di dada anterior Gambar 14.d lokasi perkusi di dada
posterior
III. RUJUKAN
1. Patel H, Gwilt C. Respiratory System 3rd edition. Elsevier : Philadelphia ; 2008
2. Swartz M . Buku Ajar Diagnostik Fisik ; Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ;
1995
3. Talley N, O’connor S. Respiratory System and Breast Examination. Clinical
examination. A systemic Guide to Physical Diagnosis 5th edition. Australia. Elsevier
;
2006
3. Prasetya E, Wijaya T, Utami S. Pemeriksaan Fisik Toraks dan Paru di Buku
Panduan
Diagnosis Fisik di Klinik
4. Willms J, Schneiderman Buku Fisik Diagnostik, Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran
EGC ; 2005
V. TEKNIK PELAKSANAAN
A. PERSIAPAN PASIEN
1. Sapa pasien dan observasi pasien saat masuk ruangan
2. Amati pasien saat masuk ruangan periksa, cara berjalan, penampilan wajah dan
penampilan fisik.
3. Posisikan pasien sesuai dengan kondisinya dan lepas pakaian bagian atas.
4. Tanyakan identitas pasien
B. INSPEKSI
1. Amati kepala (adakah deformitas) : wajah (adakah pembengkakan {gejala sindroma
vena kava superior atau cushingoid features}), mata (adakah ptosis, miosis,
enopthalmus, conjunctiva palpebra pucat, ikterus), hidung (adakah deviasi septum,
adakah pernapasan cuping hidung), mulut (adakah sianosis sentral, adakah mulut
mencucu/pursed lip breathing), lidah (adakah sianosis sentral, adakah kandidiasis oral)
2. Amati pembengkakan pada daerah leher : ada / tidak ada
3. Amati kedua tangan (adakah jari tabuh/clubbing finger, sianosis perifer, edema,
tremor, hyperthropic pulmonary osteoarthropathy, karat nikotin) dan kedua kaki
(adakah pitting edema unilateral/bilateral)
4. Amati pergerakan dada : adakah ketinggalan bernapas dan adakah bekas luka, tato,
venektasi dan vena kolateral.
5. Amati bentuk dada : simetris fusiformis atau tidak, barrel chest, pectus carinatum
(pigeon chest) , pectum excavatum (funnel chest), kifosis, skoliosis, kiposkoliosis dan
gibbus.
6. Amati pola pernapasan : torakoabdominal/abdominotorakal,
bradipneu/normal/takipneu, regular/irregular, kedalaman pernapasan (normal, dangkal
atau dalam), terdapat otot-otot bantu pernapasan (otot sternokleidomastoideus, otot
C. PALPASI
1. Palpasi kelenjar leher dan kelenjar supraklavikula kanan dan kiri.
Dimulai dari daerah sub mental, sub mandibular, rantai jugular bagian atas, tengah ,
bawah, supra klavikula dan trigonum posterior leher.
Bila ditemukan benjolan, perhatikan lokasi, jumlah, nyeri tekan, permukaan,
konsistensi, konglomerasi, batas, pergerakan dan ukuran (mm).
2. Raba posisi trakea dengan menempatkan ujung jari II dan III membentuk huruf V atau
ujung jari II tangan kiri dan kanan di incisura suprasternalis dan kemudian tentukan
kedudukan gelang-gelang trakea dan hubungannya dengan sternum.
3. Letakkan kedua telapak tangan pada dinding toraks atas kanan dan kiri.
4. Suruh pasien mengucapkan “77 (seventy seven)” berulang-ulang.
5. Pindahkan posisi telapak tangan pada seluruh dinding toraks (ke tengah dan bawah)
6. Nilai getaran suara yang terjadi pada dinding toraks pasien apakah sama kanan dan
kiri.
7. Nilai ekspansi dinding toraks (tangan pada posisi ujung skapula kiri dan kanan)
8. Raba emphysema subcutis.
D. PERKUSI
1. Letakkan jari tengah tangan kiri diatas dinding torak pasien lalu memukul jari tersebut
dengan jari tengah tangan kanan
2. Berganti posisi dari mulai toraks atas, tengah dan bawah. Dari toraks kanan bergeser
ke toraks kiri
3. Nilai batas paru - hati. Pada lokasi sekitar diatas hepar, perkusi toraks sambil pasien
disuruh ekspirasi dan tahan napas hingga perkusi berubah dari sonor ke beda dan
diberi tanda. Kemudian sambil diperkusi pasien disuruh tarik napas dalam kemudian
ditahan dan lokasi perkusi sonor menjadi beda diberi tanda.
4. Nilai suara perkusi yang terjadi pada dinding toraks pasien
E. AUSKULTASI
1. Letakkan stetoskop pada dinding toraks pasien dan pasien disuruh melakukan
inspirasi dan ekspirasi dalam secara terus menerus
2. Letakkan posisi stetoskop pada seluruh dinding toraks secara sistematis lapangan
atas, tengah dan bawah dari paru kanan ke paru kiri
3. Nilai suara pernapasan dan suara tambahan yang terdengar dari stetoskop
VI. DOKUMENTASI
LAMPIRAN
VITAL SIGN :
1. Keadaan Umum : Baik/Sedang/ Jelek
2. Kesadaran : CM/Somnolen/Soporous/Coma
3. Tekanan Darah : mmHg
4. Frekuensi Pernapasan : ............................x/menit
5. Pols/nadi :.............................x/menit
6. Suhu tubuh temp : ................... 0C
7. Saturasi Oksigen :………%
8. Dispnoe : Ya/Tidak
9. Orthopnoe : Ya /Tidak
10. Odem Pretibia : Ya /Tidak
11. MMRC : 0 – 1- 2 – 3 - 4
Leher :
Tekanan vena jugularis (+/-)
Pembesaran kelenjar tiroid (+/-)
Pembesaran kelenjar getah bening (+/-)
TORAKS ANTERIOR
INSPEKSI :
Kelainan bentuk dada :
PALPASI :
Trakea : medial/ada deviasi
Pergerakan dinding dada : simetris / asimetris
Fremitus taktil :
Emfisema subkutan :
PERKUSI :
Sonor/hipersonor/redup
AUSKULTASI :
Suara pernapasan :
Suara tambahan :
TORAKS POSTERIOR :
INSPEKSI :
Bekas luka ( post pemasangan WSD, operasi dada )
Ekspansi dada : simetris / asimetris
PALPASI :
Pergerakan dinding dada :
Vokal fremitus :
AUSKULTASI :
Suara pernapasan :
Vesikuler :
Bronkial :
Suara tambahan :
I. PENDAHULUAN
Pemeriksaan auskultasi adalah pemeriksaan yang penting dalam pemeriksaan fisis
paru-paru. Aliran turbulensi udara terjadi pada trakea dan jalan udara yang besar. Penilaian
pada suara pernapasan meliputi mendengarkan kualitas suara pernapasan, intensitas suara
pernapasan dan terdapatnya suara tambahan.
Berdasarkan kuantitas terdiri dari ronki basah halus (fine crackles), ronki basah sedang
(medium crackles) dan ronki basah kasar (course crackles)
Berdasarkan waktu atau menurut siklus respirasi :
Early inspiratory crackles (ronki basah inspiratori dini) khas pada penderita
obstruksi saluran napas yang berat seperti bronkitis kronis, asma dan emfisema.
Late / pan - inspiratory crackles (ronki basah inspirasi lambat) merupakan tanda
khas penyakit paru restriktif, seperti fibrosis interstitial, asbestosis, pneumonia,
kongesti paru pada gagal jantung, sarkoidosis paru, skleroderma dan rematoid paru.
Mengi (wheeze)
Suatu mengi (bronkus) merupakan suara musik paru. Musikal ini ditentukan oleh spektrum
frekuensi yang menyusun suara tersebut. Frekuensi dasar atau terendah menentukan nada
not yang terbentuk. Mengi dapat dibagi dalam klasifikasi nada tinggi (high pitched) atau
rendah (low pitched), inspirasi atau ekspirasi, panjang atau pendek dan tunggal atau ganda.
Mengi disebut monofonik bila terdiri dari nada tunggal atau terdiri dari beberapa nada
yang mulai dan berakhir pada saat yang berbeda. Sedang mengi yang polifonik terdiri dari
beberapa nada tidak harmonis yang dimulai dan berakhir simultan, seperti paduan nada.
Hippocrates succusion
Hippocrates succusion adalah suara cairan pada hidropneumotoraks yang terdengar bila si
pasien digoyang-goyangkan.
Amphorik
Suara pernapasan amphorik dijumpai jika terdapat kavitas besar yang letaknya perifer dan
berhubungan terbuka dengan bronkus, terdengar seperti tiupan dalam botol kosong.
Stridor
Stridor terutama sekali merupakan suara musik keras, terbanyak terdapat pada saat
inspirasi dan terdengar sangat jelas pada jarak jauh dari penderita. Stridor umumnya terjadi
pada saluran napas sentral, sedang mengi pada saluran napas yang lebih perifer. Suara
stridor hampir sama dengan mengi sehingga harus dapat dibedakan antara keduanya, pada
stridor suara mengi terdengar di trakea dan umumnya dijumpai ketika inspirasi sedangkan
mengi dapat dijumpa i ketika inspirasi dan ekspirasi.
Egofoni
Egofoni ( yang dalam bahasa Yunani artinya suara kambing ) merupakan bicara hidung
atau mengembik yang disalurkan melewati jaringan paru yang padat (misalnya
pneumonia). Pasien disuruh mengucapkan ”ii” kemudian kita mendengarkan melalui
stetoskop pada daerah yang sakit ”ee” seperti suara embikan.
Bronkofoni
Fremitus vokal yang terdengar lebih kuat dan lebih jelas dari normal karena suara yang
dihantarkan lebih baik melalui bronkus yang terbuka dan dikelilingi jaringan paru yang
mengalami konsolidasi (arless) . Pada saat penderita berbicara, fremitus vokal yang
terdengar seakan-akan langsung keluar dari dada penderita.
Whispered pectoriloquy
Suruh pasien untuk membisikkan ”66”, sementara stetoskop diletakkan pada daerah yang
dicurigai. Interpretasi : suara yang dibisikkan biasanya tidak terdengar ; kala suara kata
yang dibisikkan jelas terdengar dan dapat dipahami, daerah tersebut mengalami
konsolidasi.
III. RUJUKAN :
1. Patel H, Gwilt C. Respiratory System 3 rd edition. Elsevier. Philadelphia ; 2008
2. Swartz M. Dada dalam Buku Ajar Diagnostik Fisik ; Jakarta ; Penerbit Buku
Kedokteran EGC ; 1995.
3. Talley N, O’connor S . Respiratory System and Breast Examination. Clinical
Examination. A systemic Guide to Physical Diagnosis 5th edition. Australia.
Elsevier ; 2006
4. Prasetya E, Wijaya T, Utami S. Pemeriksaan Fisik Toraks dan Paru di Buku
Panduan Diagnosis Fisik di Klinik
5. Willms J, Schneiderman Buku Fisik Diagnostik Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta ; 2005
6. Lehrer S. Memahami Bunyi Paru dalam Praktek Sehari-hari : Tangerang
Binarupa Aksara Publisher.
V. TEKNIK PELAKSANAAN
1. Posisikan pasien sesuai dengan kondisinya dan pemeriksa berada di sebelah kanan
pasien
2. Pemeriksa memasang stetoskop pada kedua telinga (bagian lengkung ke arah dalam)
3. Lakukan auskultasi dengan meletakkan membran stetoskop pada dinding dada
anterior dan posterior serta amati suara nafas.
4. Geser membran stetoskop antara kedua segmen paru yang sesuai di kedua hemitoraks
dan dilakukan pada dinding dada anterior dan posterior secara berurutan, selang –
seling dinding dada kiri dan kanan (zig-zag) (Gambar 1). Setiap regio harus didengar
dengan hati-hati saat pasien bernapas dalam.
5. Perhatikan inspirasi lebih dahulu, panjangnya dan komponen-komponennya.
Deskripsikan suara nafas : trakeal, bronkial, bronkovesikuler,vesikuler dan suara
pernafasan abnormal (amforik, stridor)
6. Deskripsikan suara tambahan : ronki basah, mengi, pleural friction rub, hippocrates
succusion, egofoni, bronkofoni dan whispered pectoriloque.
7. Dokumentasi
PENGAMATAN
No LANGKAH / TUGAS
Ya Tidak
I. PERKENALAN
1. Menyapa dan memperkenalkan diri
2. Mengobservasi pasien saat masuk ruang pemeriksaan
3. Memosisikan pasien yang benar sesuai dengan kondisinya.
4. Menginformasikan tindakan yang akan dilakukan dan meminta
persetujuan.
II. PELAKSANAAN
1. Memasang stetoskop pada telinga (bagian lengkung ke arah luar).
I. PENDAHULUAN
Pada PA : letak diafragma sejajar dengan iga 9 -11 belakang kanan atau iga 5-6
depan kanan yang memotong pertengahan diafragma kanan (inspirasi maksimal).
Penilaian jantung : CTR < 50 % : interpretasi normal
Trakea : medial (posisi ditengah)
Menilai paru dibagi atas :
- Lapangan atas (paratrakeal) : Iga 1 - 2
- Lapangan tengah (parahilar) : Iga 3 - 4
- Lapangan bawah (parakardial) : Iga 5 – 6
Posisi hilus kiri lebih tinggi dibandingkan dengan hilus kanan.
Menilai kedua sinus frenikus kostalis terlihat jelas
Menilai kedua sinus frenikus kardiale terlihat jelas
Menilai bentuk dome (kubah) diafragma convex (cembung) dan pinggiran licin dan
terlihat jelas. Hemidiafragma kanan lebih tinggi dari hemidiafragma kiri sekitar 2 -
3 cm.
Mengamati densitas tulang dinding toraks yaitu :
- Kosta : intact
- klavikula : simetris
- skapula : tidak menutupi kedua lapangan paru
Mengamati jaringan lunak dinding toraks terlihat homogen.
Keterangan :
1. Trakea 12. Hemidiafragma kanan
2. Bronkus Utama kanan 13. Sinus frenikokardialis kanan
3. Bronkus Utama kiri 14. Sinus frenikokardialis kiri
4. Arkus aorta 15. Lambung
5. Arteri Interlobaris kanan 16. Hemidiafragma kiri
6. Arteri pulmonalis kanan 17. Sinus frenikokostalis kanan
7. Arteri pulmonalis kiri. 18. Sinus frenikokostalis kiri
8. Trunkus anterior 19-20. Bayangan mammae
9. Vena pulmonalis inferior kanan 21. Klavikula kanan
10. Atrium kanan 22. Klavikula kiri
11. Ventrikel kiri
III. RUJUKAN
1. Sjahriar Rasad Radiologi Diagnostik
2. David Sutton A Textbook of Radiology
3. Grainger & Allison Diagnostic Radiology
4. H. Luhur S.Soeroso Mutiara paru
5. Chung, K, Edward. Quick Reference to Cardiovascular disease, third edition :
William and Wilkins ; 1987
6. Ganong, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
; 1999
7. Isselbacher, et al, Harrison’s Principles of Internal Medicine, 12 th ed, Mc Graw
Hill Inc : New York ; 1991
8. Rilianto, L, dkk, Buku Ajar Kardiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta ; 1996
9. Sastroasmoro,S, Buku Ajar Kardiologi Anak , Ikatan Dokter Anak Indonesia :
Jakarta ; 1994
10. Suparman, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FK UI : Jakarta ; 1994
V. TEKNIK PELAKSANAAN
F. DOKUMENTASI
1. Catat hasil pembacaan foto toraks
2. Buat kesimpulan diagnosis serta diagnosis banding.
3. Jelaskan anjuran selanjutnya.
A. SPIROMETRI
I. PENDAHULUAN
Spirometri merupakan alat untuk mengukur fungsi paru. Dengan pengukuran fungsi
paru dapat dievaluasi obstruksi jalan napas, respon terhadap pemberian bronkodilator dan
volume paru.
Indikasi untuk pemeriksaan fungsi paru sangat luas meliputi :
(1) evaluasi gejala paru untuk mendeteksi adanya gangguan dan menilai keparahannya
(2) mengklasifikasi penyakit menjadi obstruktif, restriktif atau mixed
(3) evaluasi respon pengobatan bronkodilator ataupun steroid
(4) evaluasi pre operasi
(5) membantu menentukan prognosis penyakit.
Fungsi paru sangat bervariasi pada individu yang normal. Variasi ini dipengaruhi
oleh tinggi badan, berat badan , umur, jenis kelamin, dan ras. Pemeriksaan fungsi paru
dengan spirometri juga sangat tergantung kepada usaha maksimal dari pasien. Pemeriksaan
spirometri meliputi Forced Vital Capacity (FVC) , Slow Vital Capacity (SVC), Inspiratory
Capacity (IC), dan Expiratory Reserve Volume (ERV). Pemeriksaan spirometri dasar
hanya meliputi FVC atau Kapasitas Vital Paksa (KVP), FEV 1 atau Volume paksa detik
pertama (VEP 1) dan rasio FEV1 / FVC atau VEP 1/KVP.
Kriteria Acceptable
Awal start baik
1 (satu) Puncak
Ekspirasi semaksimal mungkin
Kriteria Reproduksibel :
Cara kerja :
1. Sambungkan mouth piece ke Spirometri (lihat tanda oval pada mouthpiece
dimasukkan pas pada tempatnya di spirometri, kemudian tekan rapat tombol hitam
dibawah tempat mouthpiece agar terkunci)
2. Mengisi data pasien meliputi : Nama , Umur, Berat Badan, Tinggi Badan, Ras
3. Pasien diatur dalam posisi berdiri tegak lurus kepala menghadap ke depan, pakaian
dilonggarkan.
4. Memberikan instruksi kepada pasien, bila mouth piece telah dimasukkan ke mulut,
pasien kemudian inspirasi dan ekspirasi secara normal sebanyak 2 kali kemudian
inspirasi dalam dan kemudian ekspirasi dengan cepat dalam waktu 3 - 6 detik
Cara kerja :
1. Pasien berdiri tegak lurus kepala menghadap ke depan
2. Memberikan instruksi kepada pasien untuk inspirasi maksimal dahulu sebelum
memasukkan mouth piece Peak Flow Meter ke mulut kemudian ekspirasi maksimal
dan cepat.
3. Jarum penunjuk angka pada Peak Flow digeser ke posisi 0 (nol).
4. Mouth piece Peak Flow Meter dimasukkan ke dalam mulut dan bibir terkatup rapat.
5. Pasien melaksanakan manuver.
6. Manuver diulang 2 kali lagi dan hasil terbaik dianggap sebagai hasil PEFR
7. Menilai hasil peak flow dengan tabel pneumobile project.
II.1.TUJUAN UMUM
Setelah selesai latihan ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan pemeriksaan
spirometri dan Peak Flow
II.2.TUJUAN KHUSUS
Mahasiswa mampu :
1. Mengintrepretasikan hasil pemeriksaan spirometri dan peak flow
III. RUJUKAN
1. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine
2. Manual of SpiroSoft® Firmware Version 1.0
3. Mosbys crash course respiratory system
PENGAMATAN
LANGKAH / TUGAS
Ya Tidak
I. PEMERIKSAAN SPIROMETRI
VI. LAMPIRAN
a. PEFR laki
b. PEFR perempuan
I. PENDAHULUAN
Inhalasi aerosol untuk tujuan pengobatan telah dikenal sejak lama. Sebelum era
kemoterapi, pasien tuberkulosis paru dianjurkan untuk berlibur di tepi pantai dan berlayar
di laut sebagai cara penyembuhannya. Partikel garam yang terkandung dalam udara laut
dipercaya beRPSengaruh baik.
Aerosol adalah partikel-partikel padat (solid), suspensi dari cairan atau campuran
yang mengambang dalam gas/udara (gas pembawa). Diameter partikel-partikel ini berkisar
diantara 0,001 sampai 100 μm. Untuk terapi inhalasi diameter partikel yang bermanfaat
adalah 0,5 sampai 10 μm. Obat dalam bentuk partikel aerosol dapat diberikan melalui alat
yaitu nebuliser (dalam bentuk cairan), MDI ( dalam gas sebagai zat pembawa) dan DPI
(dalam bentuk bubuk kering).
Aerosol yang dihasilkan oleh alat seperti: Nebulizer, Metered Dose Inhaler (MDI),
dan Dry Powder Inhaler (DPI) umumnya tidaklah dalam satu macam ukuran partikel
aerosol namun berupa rentangan ukuran partikel. Salah satu faktor utama yang
mempengaruhi deposit obat aerosol di paru adalah besarnya ukuran partikel aerosol yang
dikeluarkan oleh alat, (ukuran partikel aerosol yang dapat mencapai saluran napas bawah
(Respirable range particle size) adalah 1 sampai 5 μm, sedangkan partikel ukuran > 5 μm
akan terdeposit di saluran napas atas dan faring dan partikel ukuran > 1 μm akan
terekshalasi kembali, keberhasilan terapi inhalasi itu sendiri tergantung dari jumlah
partikel yang mencapai paru-paru.
Keuntungan yang lebih nyata dari terapi inhalasi aerosol adalah efek topikalnya,
yaitu konsentrasi yang tinggi di paru-paru, dosis obat yang kecil sekitar 10% dari dosis
oral, dan efek sistemik yang minimal. Terapi inhalasi dibandingkan terapi oral mempunyai
dua kelemahan, yaitu: jumlah obat yang mencapai paru-paru sulit dipastikan, dan inhalasi
obat ke dalam saluran napas dapat merupakan masalah koordinasi
Pemberian aerosol yang ideal adalah dengan alat yang sederhana, mudah dibawa,
tidak mahal dan secara selektif mencapai saluran nafas bawah, dan hanya sedikit saja yang
tertinggal di saluran nafas atas serta dapat digunakan oleh anak-anak, orang cacat dan
orang tua,
Indikasi
Asma
PPOK
Fibrosis kistik
Kontraindikasi
Absolut : Tidak ada
Relatif : Alergi terhadap bahan/obat tersebut
V. RUJUKAN
1. Current Diagnosis & Treatment in Pulmonary Medicine
2. Manual of SpiroSoft® Firmware Version 1.0
3. Mosbys crash course respiratory system
Panduan Praktikum
2021
PRAKTIKUM HISTOLOGI
RESPIRATORY TRACT
Gambar 1
Trachea (RS-2)
10 x 10 10 x 40
Keterangan Gambar
1. ____________________________ 2. ______________________________
3. ____________________________ 4. ______________________________
5. ____________________________
Deskripsi gambar 1
2. Struktur submukosa
3. Jenis cartilage
4. Bentuk cartilage
Gambar 2
Bronchus (RS-3)
10 x 10 10 x 40
Keterangan Gambar
1. _______________________________ 4. _________________________
2. _______________________________ 5. _________________________
3. _______________________________ 6. _________________________
Deskripsi gambar 2
No. Perihal Deskripsi
1. Jenis epitel mukosa
2. Struktur submukosa
4. Struktur cartilage
Gambar 3
Bronchiole (RS-3)
10 x 10 10 x 40
Keterangan Gambar
1. _______________________________ 4. _________________________
2. _______________________________ 5. _________________________
3. _______________________________ 6. _________________________
Deskripsi gambar 3
Gambar 4
Alveolus (RS-3)
10 x 10 10 x 40
Keterangan Gambar
1. ______________________________ 4. _________________________
2. ______________________________ 5. _________________________
3. ______________________________ 6. _________________________
Deskripsi gambar 4
3. Struktur interstisium
Praktikum Fisiologi
Mekanisme Bernapas (Breathing)
Latar Belakang
Struktur internal dari paru terdiri dari saluran yang bercabang cabang (bronkus)
yang membawa udara ke alveoli. Alveoli kadang disebut sebagai kantung udara,
yang memilik dinding yang tipis, banyak memiliki pembuluh darah dimana proses
pertukaran gas berlangsung.
Aktifitas otot pernafasan pada pernafasan yang tenang adalah kontraksi yang
ritmis dari diafragma, yang merupakan lapisan otot yang berbentuk kubah yang
memisahkan thorax dengan abdomen. Kontraksi dari diafragma akan menarik
permukaan bawah dari paru paru kearah bawah, udara diinspirasikan. Pada
pernafasan yang tenang ekspirasi adalah aktifitas yang pasif dan merupakan hasil
dari elastic recoil paru. Pergerakan tulang iga juga terjadi pada pernafasan yang
tenang akibat dari aktifitas otot intercostalis, tapi dengan amplitudo yang kecil.
Pada pernafasan yang dipaksakan, pergerakan tulang iga tampak jelas. Sangkar
dada akan sangat meluas. Sebagai tambahan otot otot yang lain juga ikut serta
dalam proses ini. Otot sternocleidomastoideus yang ada di leher ikut membantu
menaikkan tulang sternum pada pernafasan yang dipaksakan. Otot otot abdomen
akan berkontraksi dan meningkatkan tekanan dalam abdomen dan mendorong
diafragma keatas untuk menghasilkan ekspirasi yang kuat.
stimulasi oleh peningkatan tekanan partial CO2 dalam darah secara kuat, dan
distimulasi oleh penurunan tekanan partial O2 secara lemah.
Required Equipment
Computer
Chart software
Power lab
Respiratory belt transducer
Finger pulse transducer
Medium-sized paper bag
Procedures
Set up and equipment calibration
Hubungkan chart kepada computer dan mulai software.
Dari dialog window galeri percobaan, pilih “breathing” dari daftar di sebelah kiri. Pilih settings file
“breathing settings” dari daftar sebelah kanan, dan klik tombol open untuk mengaplikasikan
setting tersebut. Apabila dialog galeri percobaan tidak muncul didepan chart window, pilih
perintah Experiments Gallery… dari file menu.
Sekarang chart window yang terdapat pada layar computer akan di set untuk set pertama dari
percobaan. Akan muncul dua channel. Channel 1 “Breath” and Channel 2 “Rate”. Channel 2
menunjukkan laju pernafasan (dengan satuan breath perminute/BPM), dari sinyal pernafasan
subjek yang direkam oleh channel 1. Perhitungan Laju pernafasan yang paling baik adalah
ketika subjek bernafas dengan amplitudo yang besar.
Ikatkan respiratory belt disekeliling abdomen bagian atas praktikan, seperti yang terlihat di Figure
1. Transducer harus berada di bagian depan tubuh setinggi pusat, dan ikatan harus kuat.
Note: respiratory belt transducer dapat diletakkan diatas pakaian, dan tidak masalah bila praktikan
duduk atau berdiri selama dia merasa nyaman mengingat ini adalah percobaan yang panjang.
Karena pola pernafasan berbeda beda, posisi dari transducer mungkin harus dirubah rubah untuk
mendapatkan sinyal yang terbaik.
Sambungkan plug BNC yang terdapat pada kabel respiratory belt transducer kepada BNC
connector , input 1 yang terletak di depan power lab (Figure 1).
Pilih perintah Input Amplifier… dari pop up menu pilih brathe channel function.
Minta praktikan untuk mengambil nafas yang kuat dan dalam kemudian observasi sinyal pada
Input Amplifier dialog (Figure 2).
Sesuaikan Range dengan cara mengatur dari drop-down list dalam dialog input amplifier sehingga
sinyal pernafasan berada kurang lebih setengah atau 2/3 dari skala yang penuh. Klik OK untuk
menutup dialog.
Dari menu pop up rate channel, pilih legacy dan kemudian computed input. Perhatikan apakah
praktikan telah bernafas secara normal dan observasi window yang ada di sebelah kiri. Puncak
pernafasan harus melebihi threshold bar “T” yang ada di window. Jika tidak klik dan geser “T”
sehingga garis threshold berpotongan dengan kurva pernafasan seperti yang ditunjukkan pada
Figure 4.
Pada saat merekam respirasi normal praktikan tidak boleh menghadap ke layar computer dan
sama sekali tidak mengkontrol pernafasannya. Praktikan mungkin harus melihat kearah jendela
atau membaca buku untuk menghindari kontrol pernafasan secara sadar
Rekam pernafasan normal selama 2-3 mnt dan observasi kurvanya. Pada saat sinyal baseline telah
direkam, siapkan komen “inhale, hold” tapi jangan menekan kunci return/enter.
Tekan kunci return/enter untuk memasukkan komen, kemudian segera minta praktikan untuk
menarik nafas dalam dan menahan nya selama dia mampu..
Siapkan komen “brathe” dan ketika praktikan mulai bernafas lagi, tekan kunci return/enter untuk
memasukkan komen..
Lanjutkan perekaman sampai baseline pola normal didapat. Biarkan praktikan istirahat dan
bernafas normal selama 2-3 mnt lagi. Siapkan komen “exhale, hold”.
Tekan kunci return/enter untuk memasukkan komen, kemudian segera minta praktikan untuk
melepas nafas nya secara kuat dan kemudian menahan nya selama dia mampu..
Siapkan komen “breathe”, dan ketika praktikan bernafas tekan kunsi return/enter untuk
memasukakn komen tersebut.
Lanjutkan merekam sampai baseline pola normal didapat, kemudiian klik stop. Praktikan dapat
relax dan bernafas secara normal..
Exercise 2: Hyperventilation
3. Objectives
Pada percobaan ini, anda akan menginvestigasi efek dari hiperventilasi pada pola
pernafasan dan lamanya waktu menahan nafas.
4. Procedure
Safety Note: jika praktikan mengalami perasaan pusing ketika berhiperventilasi, hentikan
prosedur, tapi rekam respon pernafasan. Jika praktikan merasa tidak enak,
perintahkan untuk menarik kembali udara yang telah diekspirasikan dengan cara
meletakkan tangan diatas hidung dan mulut untuk beberapa menit atau bernafas
melalui kantung kertas yang disediakan untuk percobaan berikutnya.
Rekam pernafasan normal dari praktikan selama 2-3 menit. Selama waktu ini, siapkan komen
“hyperventilate” dengan cara mengetik nya pada tempat komen tapi jangan dulu menekan
kunci return/enter..
Tekan kunci return/enter untuk memasukkan komen, kemudian dengan segera minta praktikan
untuk berhiperventilasi dengan bernafas secepat dan sedalam yang dia mampu selama 30
detik.
Siapkan komen “breathe”, dan setelah 30 detik berhiperventilasi tekan kunci return/enter untuk
memasukkan komen, kemudian segera minta praktikan untuk kembali bernafas secara normal.
Lanjutkan merekam sampai pola pernafasan normal didapat. Biarkan praktikan istirahat dan
bernafas dengan normal selama 2-3 menit lagi. Siapkan komen “hyperventilate”.
Tekan kunci return/enter untuk memasukkan komen, kemudian dengan segera meminta praktikan
untuk berhiperventilasi dengan bernafas secepat dan sedalam mungkin selama 30 detik.
Siapkan komen “inhale, hold”, dan setelah 30 detik berhiperventilasi tekan kunci return/enter
untuk memasukkan komen tersebut. Segera minta praktikan untuk menarik nafas yang dalam
dan menahannya selama mungkin.
Siapkan komen “breathe”, dan ketika praktikan mulai bernafas tekan kuci retur n/enter untuk
memasukkan komen tersebut..
Klik stop untuk menghentikan rekaman. Sekarang praktikan dapat relax dan bernafas secara
normal..
________________________________________________________________________________
___
6. Procedure
1. Sediakan kantung kertas ukuran sedang
2. Klik start untuk mulai merekam, kemudian masukkan komen “baseline 3”.
Masukkan komen “rebreathing”; kemudian segera minta praktikan untuk bernafas kedalam
kantung kertas. Praktikan harus meletakkan kantung kertas diatas mulut dan hidung
perhatikan jangan sampai udara keluar ke atmosfir.
Siapkan komen “breathe”. Setelah 60 detik melakukan rebreathing, tekan kunci return/enter untuk
memasukkan komen, kemudian segera minta praktikan untuk melepaskan kantung kertas dari
mulut dan hidungnya.
Pilih tombol save dari menu dan simpan rekaman dengan nama file yang cocok. Tutup chart
window, tapi jangan lepaskan respiratory belt karena masih dibutuhkan untuk percobaan
selanjutnya.
8. Procedure
1. Note: respiratory belt harus tetap terpasang disekelilling abdomen bagian atas dari praktikan,
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dengan BNC plug terpasang pada kabel respiratory
belt yang dihubungkan ke input 1 BNC pada unit power lab. Setelah dilakukan kalibrasi sinyal
pernafasan maka akan ada settingan yang baru.
2. Sambungkan BNC plug kepada pulse transducer untuk ujung jari ke soket BNC untuk input 2.
Putar connecting ring dari plug transducer searah jarum jam sampai terkunci (figure 3)
Letakkan pressure pad dari finger pulse transducer berlawanan dengan ujung jari tengah pada
salah satu tangan praktikan. Gunakan Velcro strap untuk menempelkan nya dengan pas ( tidak
terlalu kuat ataupun terlalu longgar). Pastikan praktikan duduk tenang dengan tangan istirahat
diatas bangku untuk meminimalisir gerakan dari transducer.
Buka galeri percobaan dan kemudian buka file setting “Breathing & HR Settings”. Setelah beberapa
saat, chart window pada layar computer akan terbuka dengan tiga channel display. Dari atas
ke bawah adalah:
Pilih komen Input Amplifier… dari menu pop up Pulse Channel Function. Sesuaikan nilai pada
Range drop-down list yang terdapat pada dialog window yang muncul sehingga sinyal berada
kurang lebih setengah atau 2/3 dari skala ketika praktikan meletakkan kedua tangan mereka
diatas meja. Klik tombol OK untuk menutup dialog window input amplifier.
Pilih komen computed input dari Heart Rate Channel Function pop-up Legacy menu. Kotak dialog
computed input memiliki dua area data display. Data mentah (sinyal pulsasi dari input 2) ada
disebelah kiri dan computed signal (denyut jantung) di sebelah kanan. Denyut jantung akan
ditampilkan dengan satuan BPM (beats perminute)
Apabila Range telah di set secara tepat di step 4, tidak perlu dirubah lagi di dialog window pada
sebelah kiri. Range dari ratemeter computed function di sebelah kanan telah diatur
sebelumnya dan tidak perlu dirubah. Pengaturan threshold bagaimanapun perlu dirubah untuk
memperbaiki trigger dari ratemeter`. Sinyal pulsasi harus melewati tingkat threshold
(ditunjukkan dengan garis horizontal tebal berwarna hitam) untuk dapat menandai suatu
peristiwa. Jika threshold diatur terlalu tinggi, tidak ada peristiwa yang dapat ditandai, apabila
terlalu rendah dan puncaknya terlalu kecil maka denyut jantung akan muncul lebih cepat dari
yang sebenarnya.
Atur threshold, jika perlu, dengan cara menggeser pengatur threshold keatas dan bawah sehingga
puncak dari sinyal pulsasi melewati garis threshold, tetapi puncak yang kecil jangan sampai
melewati threshold, seperti yang ditunjukkan di Figure 4..
Threshold control
Sensitivity control
Pengaturan sensitivitas yang menyesuaikan sensitivitas terhadap fluktuasi sinyal berada di sebelah
kiri pengatur threshold. Jangan mencoba merubah pengaturan sensitivitas ini. Jika anda secara
tidak sengaja merubah pengaturan sensitivitas ini garis threshold akan melebar dan ratemeter
tidak dapat di trigger sama sekali. Untuk memperbaiki hal ini geser pengatur sensitivitas ke
bawah dengan pengatur threshold, untuk mendapatkan garis threshold pada ketinggian yang
terendah.
Ketika threshold telah diatur dengan benar, klik tombol OK untuk menutup dialog computed input
Periksa apakah kurva denyut jantung menunjukkan denyut jantung secara benar (biasanya
berkisar diantara 55-80 BPM), jika tidak, atur threshold setting untuk pengukuran siklus pada
channel denyut jantung seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Rekam pola dasar dari denyut jantung dan pernafasan selama 5 menit. variasi pada denyut
jantung sering ditemukan pada pernafasan yang lambat dan dalam.
Setelah merekam pola dasar nya, ketik “inhale, hold” untuk mempersiapkan komen. Tekan kunci
return/enter untuk memasukkan komen, kemudian segera minta praktikan untuk menarik
nafas dalam dan menahannya selama dia mampu.
Ketika praktikan menahan nafas mereka, siapkan komen “brathe”, dan ketika praktikan mulai
bernafas tekan kunci return/enter untuk memasukkan komen..
Klik stop untuk menghentikan perekaman. Praktikan dapat relaks dan bernafas normal
Pilih save pada file menu untuk menyimpan data. Kurva seharus nya terlihat seperti gambar yang
ada di Figure 5.
Figure 5. Typical Chart data file showing breathing and heart rate.
_______________________________________________
Analysis
Percobaan 1: Normal breathing
1. Geser marker ke puncak yang paling tinggi pada kurva dengan komen “inhale, hold”. Gerakkan
kursor waveform ke saat pernafasan yang pertama setelahnya pada komen yang sama. Rekam
durasi menahan nafas, yang ditunjukkan pada rate/time display (Figure 6), pada table 1 dari
data notebook.
2. Geser marker kearah puncak yang rata setelah komen “exhale,hold”. Gerakkan kursor
waveform ke awal saat pernafasan setelahnya, jug pada komen yang sama. Rekam durasi
menahan nafas yang ditunjukkan pada rate/time display (Figure 6), pada table 1 dari data
notebook
Rate/Time
display
Percobaan 2: Hyperventilation
1. Nilai kurva dan rekam kurva laju pernafasan sebelum dan selama hiperventilasi pada table 2
dari data notebook.
Gunakan marker dan kursor waveform untuk menilai berapa lama waktu menahan nafas pada
percobaan 1, antara komen “inhale,hold” dan “breathe”.
Tulis durasi lamanya waktu menahan nafas dari rate/time display pada table 2 dari data notebook.
Rebreathing dari kantung yang tertutup akan menyebabkan arterial hypercapnia yaitu
peningkatan tekanan partial CO2, yang akan menyebabkan peningkatan pernafasan.
Bagaiman hal ini dapat dibuktikan melalui percobaan yang telah dilakukan tadi? (apakah
dalam dan laju pernafasan selama rebreathing meningkat bila dibandingkan dengan
pernafasan biasa?)
Table 2. The effect of hyperventilation on breathing rate and breath hold duration.
Breathing rate
Condition (breaths/min) Duration of breath hold (sec)
Normal
breathing
Hyperventilation
9. In the space below, describe the effects of rebreathing observed :
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
.....................................................................................................................................
Table 3. Effect of breath holding on heart rate.
Condition Heart Rate (Beats/min)
Normal breathing
Breath holding
Study Questions
1. Gambarkan gerakan pernafasan normal. Dan jelaskan mengenai laju, durasi inspirasi dan
durasi ekspirasi.
Jelaskan dengan kata kata mu sendiri efek dari menahan nafas pada pola pernafasan.
Selama fase respirasi yang mana nafas dapat ditahan lebih lama?
Setelah menahan nafas apakah yang segera akan kita lakukan, inspirasi atau ekspirasi?
Apakah pemulihan setelah menahan nafas berbeda pada fase ekspirasi dan inspirasi?
Apakah menahan nafas sebelum bernafas normal akan lebih panjang atau lebih pendek
dibandingkan setelah bernafas normal?
Pada keadaan keadaan tertentu ahiperventilasi dapat memberikan keuntungan yang signifikan,
seperti pada performa atlet, bagaimana hal ini dapat dijelaskan
Rebreathing dari kantung tertutup menyebabkan arterial hypercapnia, yang akan menstimulasi
pernafasan. Bagaiman hal ini dapat dibuktikan melalui percobaan yang telah dilakukan tadi?
(apakah dalam dan laju pernafasan selama rebreathing meningkat bila dibandingkan dengan
pernafasan biasa?)
Apa yang terjadi pada kurva denyut jantung ketika menahan nafas? Apakah efek nya sama pada
setiap orang?
Variasi pada denyut jantung selama siklus pernafasan dipercaya terjadi karena variasi dari aktifitas
nervus vagus yang mempengaruhi jantung. Apa efek nervus vagus terhadap jantung?
NIM :
Grup :
Tanggal :
1. Sebutkan nama otot-otot yang diperlukan untuk mekanisme bernapas (inspirasi dan
ekspirasi) biasa dan paksa (normal and forced) !
3. Sebutkan faktor-faktor kimia dan fisik yang dapat mempengaruhi sentra respirasi
melalui kemoreseptor dan baroreseptor !
RTS-Pr5 - Farmakologi
PRAKTIKUM FARMAKOLOGI 1
Disusun oleh:
Prof. Dr. Aznan lelo, PhD, SpFK
Dr. Yunita Sari Pane, Msi
Disusun oleh:
Dr.H.Soekimin,Sp.PA;Dr.Hj.T.Kemala Intan,MPd
2. Topografi paru
a. Lobus…………..tempat predileksi tuberkulosis paru sekunder
b. Lobus…………..yang pertama akan kebanjiran darah dalam
Keadaan dekompensasi kordis.
c. Cabang bronkus sebelah………..lebih ………….daripada yang
sebelah………….
d. Pleura dilapisi oleh sel……………..Pleura visceral melekat pada
…………….Pleura parietal melekat pada………………………
3. Fungsi paru
a. Bagaimanakah mekanisme inspirasi dan ekspirasi itu?
b. Pertukaran O2 dan CO2 terjadi di……………………..
c. Apa itu”residual air” ?
SEDIAAN MIKROSKOPIK
1. Polip sino-nasal
Penjelasan:
Sediaan merupakan suatu tonjolan bulat yang permukaannnya diliputi oleh
epitel torak bertingkat bersilia(epitel Schneider)---ini ialah epitel yang biasa
dijumpai
pada selaput lendir rongga hidung /sinus
Di bawah epitel terdapat jaringan ikat yang sembab(yang kadang-kadang
tampak
sebagai rongga-rongga kecil oleh karena degenerasi) dan sebukan sel-sel
radang:
leukosit neutrofil,eosinofil,limfosit,sel plasma dan makrofag.
Polip sino-nasal ini merupakan tonjolan yang sering ditemukan di hidung
dan atau
akibat radang berulang-ulang dan bukan suatu neolasma.
2. Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring(dalam kepustakaan Barat dinamai
NASOPHARINGEAL
CARSINOMA=NPC) merupaka tumor ganas yang penting oleh karena
termasuk dalam lima tumor ganas yang tersering dijumpai di Indonesia.
Tumor berasal dari epitel gepeng berlapis yang melapisi permukaan
nasofaring.
Ada tiga jenis histologi(klasifikasi) yaitu:
1. karsinoma sel squamosa(berkeratin)
2. karsinoma tidak berkeratin,yang terdiri atas karsinoma
berdifferensiasi(differentiated) dan karsinoma yang tidak
berdiferensiasi(undifferentiated).
Yang paling sering ditemukan adalah karsinoma yang tidak berdiferensiasi
atau
“undifferentiated carsinoma”(dulu sering dinamai karsinoma anaplastik
nasofaring atau limfo-epitelioma).Tumor ini cepat mengadakan anak
sebar(metastasis).Anak sebar di kelenjar getah bening regional (leher)
cepat pula
berkembang,sehingga kelenjar getah bening akan membesar,penuh sel
tumor ganas tersebut.Biopsi diambil dari nasofaring seorang laki-laki
berumur 40 tahun,dengan keluhan:sudah beberapa bulan sering timbul
perdarahan darah segar dari hidung yang dapat dihentikan dengan
pengobatan tradisional.Tiga bulan yang lalu terasa ada tonjolan di leher
lateral yang makin lama makin besar.Secara mikroskopik perhatikan bagian
epitel permukaan nasofaring yang berubah menjadi tumor.Sel-sel
karsinoma nasofaring terdapat di dalam lamina propia,berupa sel yang
tidak berdiferensiasi(undiffferentiated).Kelenjar seromusinosa terlihat
normal.
3. Tuberkulosis Paru
Ingat kembali P.A Umum.Jelaskan tanda-tanda/ciri-ciri yang dapat
ditemukan.
Kasus 1.
Seorang pria berusia 45 tahun datang ke rumah sakit oleh karena meraba adanya
tonjolan yang makin membesar di leher sebelah kanan.Tonjolan ini tidak
nyeri.Kadang-kadang ia merasa penglihatannya ganda dan telinga kanannya agak
tuli.Pernah mengeluarkan darah bersama lendir dari hidungnya.Pada penderita ini
dilakukan biopsi dari rongga di belakang hidung(nasofaring),kemudian dilakukan
pemeriksaan histopatologi.
Pertanyaan:
1. Uraikan kelainan yang ditemukan pada sediaan ini?
2. Disebut apa jenis tumor ini?
3. Jelaskan hubungan antara kelainan mikroskopik dan gejala klinik yang ada!
Kasus 2.
Pria Indonesia berumur 60 tahun dengan keluhan rasa nyeri pada dada kiri sejak
beberapa bulan,batuk-batuk sudah lama dan pernah dahaknya bercampur dengan
darah.Penderita perokok berat (>20 batang rokok sehari) dan sudah merokok
sejak masih sekolah.Pada foto thorak:terlihat bayangan padat di paru kiri daerah
hilus sebesar biji salak.Pada penderita dilakukan operasi lobektomi.Pada sediaan
operasi terlihat bagian yang padat.dari bagian padat ini dibuat sediaan
mikroskopik.
Pertanyaan:
1. Uraikan kelainan yang tampak pada organ/sediaaan ini?
2. Disebut apa jenis tumor ini?
3. Adakah huibungan antara kebiasaan merokok pada penyakit ini?
Bila ada jelaskan!
Kasus 3.
Pertanyaaan:
1. Uraikan kelainan yang ditemukan pada sediaan ini?
2. Kelainan ini disebut apa?
3. Bagaimana terjadinya batuk berdarah?
4. Bagaimanakah gambaran mikroskopik yang diharapkan pada kasus ini?
Gambarkan apa yang sudah anda lihat di mikroskop !
2. NPC
3. TB-Kelenjar
4. Carcinoma paru
Catatan;
Saat praktikum mahasiswa wajib membawa pulpen warna merah dan biru
PRAKTIKUM FARMAKOLOGI 2
Bentuk Sediaan Obat Saluran pernafasan
& Kajian Interaksi Obat pada
Resep Polifarmasi Obat Saluran Pernafasan
Disusun oleh:
Prof. Aznan Lelo PhD, SpFK
Dr. Yunita Sari Pane,Msi
Pelaksanaan : 1. Memahami:
1.a. Nama dagang dan nama generik sediaan dari tiap item
yang diresepkan
1.b. Bentuk formulasi dari sediaan yang diresepkan
1.c. Cara pemberian obat
2. Mengkaji:
2.a. Interaksi farmaseutik
2.b. Interaksi farmakokinetik:
- absorpsi
- distribusi
- metabolisme
- ekskresi
2.c. Interaksi farmakodinamik:
- sinergisme
- antagonisme
INTERAKSI POLIFARMASI
Bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh kita akan memberikan respon tertentu
dalam tubuh. Obat adalah setiap zat kimia yang dapat mempengaruhi proses
hidup. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi respon tubuh terhadap
pengobatan terdapat faktor interaksi obat. Obat dapat berinteraksi dengan
makanan, zat kimia yang masuk dari lingkungan atau dengan obat lain.
INTERAKSI FARMAKODINAMIK
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada
sistem reseptor, yang aditif, sinergistik atau antagonistik.
Yang termasuk dalam interaksi farmakodinamik antara lain :
1. interaksi pada reseptor
2. interaksi fisiologik
3. perubahan dalam kesetimbangan cairan elektrolit
4. gangguan mekanisme ambilan amin di ujung saraf adrenergik
5. interaksi dengan penghambat Mono Amin Oksidase (MAO)
INTERAKSI FARMAKOKINETIK
Interaksi ini terjadi bila salah satu obat mempengaruhi absorbsi,
metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat kedua akan
meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau
penurunan efektifitas obat tersebut.
Interaksi yang termasuk dalam interaksi farmakokinetik diantaranya :
1. Interaksi dalam absorbsi di saluran cerna
2. Interaksi dalam distribusi
3. Interaksi dalam metabolisme
4. Interaksi dalam ekskresi
A X
B AB X
C AC BC X
C
A B C
Transudat dan eksudat adalah sejumlah cairan yang mengumpul secara abnormal
dalam rongga tubuh a.l : pleura, pericard, Ascites.
Asas
Membandingkan warna, kejernihan, bau, bekuan, berat jenis, jumlah sel, hitung
jenis serta beberapa parameter kimia untuk membedakan apakah cairan eksudat
(yang disebabkan oleh radang) atau cairan transudat.
Bahan
Cairan diperoleh dari punksi cairan pleura. Bila cairan tampak jernih, tanpa
antikoagulan, bila cairan keruh atau bercampur darah dapat diberi anti koagulan
sitrat 20% ( 0,01 ml / l cairan ). Pemeriksaan harus segera dilakukan (dalam waktu
½ jam setelah pengambilan bahan).
Cara pemeriksaan
A. MAKROSKOPI
1. Volume cairan pleura
2. Warna : kuning muda atau tua, kuning kehijau-hijauan, merah, coklat, putih
kekuning-kuningan, atau putih seperti susu.
3. Kejernihan : jernih, agak keruh atau sangat keruh
4. Bekuan : tidak ada bekuan (halus, berkeping atau kasar)
5. Berat jenis : diukur dengan refraktometer.
B. MIKROSKOPI
1. JUMLAH SEL :
Kocok cairan pleura yang akan diperiksa hingga homogen
Hisap cairan pleura sampai garis 1 lalu hisap larutan Turk sampai garis 11, kocok
pipet selama 1 menit buang 3 tetes pertama, kemudian isilah kamar hitung
Improved Neubauer dan biarkan selama 5 menit.
Hitung sel leukosit dalam bidang (A, B, C, D ) dengan pembesaran 10x.
Jumlahkan semua sel yang terdapat dalam keempat “bidang besar”
Jumlah sel Lekosit = A + B + C + D x 10 x 10 / mm3
4
Kocok cairan pleura yang akan diperiksa. Hisap larutan Turk sampai garis 0,5 lalu
hisap cairan sampai garis 11. Selanjutnya seperti diatas.
Jumlah sel Lekosit = A + B + C + D x 20 x 10 / mm3
4
Cairan pleura diputar dengan kecepatan 1500 – 2000 rpm selama 5 menit. Cairan
di atas (supernatan) dibuang dan sedimen dipakai untuk membuat sediaan apus.
Biarkan kering, lalu diwarnai dengan Wright / Glemsa. Lakukan hitung jenis
sebanyak 100 sel. Hitung jenis hanya membedakan sel mononuclear (limfosit dan
monosit) dan sel poli nuklear (segmen).
C. KIMIA
1. Tes Rivalta
Masukkan 100 ml aquadest ke dalam gelas ukur 100 ml. Tambahkan 1 tetes asam
asetat glasial dan campurlah. Teteskan 1 tetes cairan pleura yang diperiksa ke
dalam campuran tersebut, dilepaskan kira-kira 1 cm dari atas permukaan
campuran. Lihat ada tidaknya kekeruhan.
Kekeruhan tidak ada --------------------------------------- negatif
2. PROTEIN
Campurkan dan inkubasi. Ukurlah absorbance sampel (As) atau standar (Ast)
terhadap blanko sesudah 15-40 menit pada suhu 250C atau sesudah 10-20 menit
pada suhu 370C.
As
Perhitungan X 6 gr/dl
Ast
3. GLUKOSA
Cara Pemeriksaan Glukosa
Campurkan dan inkubasi. Ukurlah absorbance sampel (As) atau standar (Ast)
terhadap blanko sesudah 15-40 menit pada suhu 250C atau sesudah 10-20 menit
pada suhu 370C.
As
Perhitungan X 100 mg/dl
Ast
4. LDH
Cara pemeriksaan sama dengan LDH dalam plasma
Ratio :
Protein cairan plasma < 0,5 > 0,5
LDH cairan plasma < 0,6 > 0,6
Cara pembuatan :
1. Bersihkan objek glas dari debu dan noda minyak
2. Buat hapusan spesimen pada bagian tengah objek gelas dengan cara
membuat lingkaran dari dalam ke arah luar secara berulang.
3. Sediaan apus dibiarkan kering oleh hawa udara atau
dilewatkan diatas api Bunsen .
Reagensia
1. Carbol-gentian violet
Gentaviolet (atau crytalviolet atau methylviolet) sebanyak 1g, kristal fenol 2 g,
alkohol 95% 10 ml, air suling hingga 100 ml. Gerus gentianviolet dengan
alkohol dalam mortir dan tambahkan air sedikit demi sedikit sambil mengaduk
terus. Biarkan 24 jam, kemudian saring campuran tersebut dan masukkan
dalam botol dengan menutup yang rapat.
biarkan 24 jam, saring, simpan dalam botol berwarna dengan penutup yang
rapat.
Cara Pemeriksaan
1. Sediaan yang telah direkrat diatas api bubuhi carbol gentianviolet selama 1
menit
2. Cuci dengan air suling
3. Bubuhi larutan lugol selama 1 menit
4. Bilas dengan air suling
5. Bubuhi alkohol 96% sehingga tidak ada warna violet lagi yang dilepaskan oleh
sediaan
6. Bilas lagi dengan air suling
7. Tambahkan safranin selama 30 detik
8. Bilas sekali lagi dengan air suling
9. Keringkan dengan meletakkan miring diatas kertas saring/tissue.
Pelaporan
Kuman Gram positif berwarna Violet
Kuman Gram negatif berwarna merah
Reagensia
1. Carbol Fuchsin
Fuchsin basa 1 g, Kristal fenol 5 g, alkohol 95% 10 ml. Air suling hingga 100
ml. Fuchsin basa digerus dalam mortir dengan alkohol. Tambahkan fenol dan
kemudian air suling yang tersedia sedikit demi sedikit sambil mengaduk.
Simpan dalam botol dengan penutup yang rapat, biarkan 24 jam, kemudian
saring.
2. Alkohol Asam
Asam hidrochlorida pekat 3 ml alkohol 95% hingga 100 ml.
3. Metilen biru menurut Loeffler. Metilen biru 0,3 g, alkohol 95% 30 ml, larutan
KOH 10% air suling hingga 100 ml. Dalam mortir digerus Metilen biru dengan
alkohol, pindahkan ke botol. Tambahkan KOH ke dalam botol tersebut bilas
mortir beberapa kali dengan isi botol ini. Simpan kembali ke botol. Diamkan 24
jam dan saring.
Cara pemeriksaan
1. Sediaan yang sudah direkatkan diatas api dibubuhi sampai menutupi sediaan
dengan karbol fuchsin, kemudian dipanaskan dengan hati-hati diatas api i
sampai timbul uap, jangan sampai mendidih selama 5 menit.
2. Cuci dengan air suling.
3. Bubuhi alkohol asam biarkan selama dua menit .
4. Cuci dengan air suling
5. Bubuhi metilen biru Loeffler selama 30 detik
6. Cuci sekali lagi dengan air suling
7. Keringkan dengan meletakkan miring di atas kertas kering
CARA KINYOUN
Reagensia
Carbol – fuchsin menurut Kinyoun : Fuchsin basa 4 g, kristal fenol 8 g, alkohol
95% 20 ml, air suling 100 ml.
Fuchsin digerus dalam mortir dengan alkohol sampai larut. Mortir dibalas berkala-
kali dengan air suling, kemudian dipindahkan ke dalam botol. Fenol dipanaskan di
CARA PEMERIKSAAN
1. Sediaan apus yang telah direkatkan diatas api dipulas dengan carbol-fuchsin
menurut Kinyoun selama 3 – 5 menit
2. Lanjutkan pulasan seperti langkah – langkah pada pulasan Ziehl – Neelsen
mulai dari No. 2
Disini sediaan tidak dipanaskan.
Pelaporan
Basil Tahan Asam (BTA) : berwarna merah
Kuman Bukan BTA : berwarna biru
Sel – sel : berwarna biru
LAPANG PANDANG
JUMLAH BTA HASIL
Tidak ada 100 lap. Pandang Negatif (Neg)
1–9 100 lap. Pandang Catatn jlh. Kuman
10 – 99 100 lap. Pandang + atau (1+)
1 – 10 1 lap. Pandang ++ atau (2+)
> 10 1 lap. pandang +++ atau (3+)
Bahan : Metilen biru menurut Loeffler. Metilen biru 0,3 g, alkohol 95% 30 ml,
larutan KOH 10% air suling hingga 100 ml. Dalam mortir digerus Metilen biru
dengan alkohol, pindahkan ke botol. Tambahkan KOH ke dalam botol tersebut
bilas mortir beberapa kali dengan isi botol ini. Simpan kembali ke botol. Diamkan
24 jam dan saring.
Cara Pemeriksaan :
1. Sediaan yang sudah direkatkan diatas api dibubuhi sampai menutupi
sediaan dengan metilen biru Loeffler selama 30 detik
2. Cuci sekali lagi dengan air suling
3. Keringkan dengan meletakkan miring di atas kertas kering
JADWAL KEGIATAN
2021