Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

IDI FARMASI

Oleh:

OLEH :
NAMA : ABD. RAHMAN MUNIR
STAMBUK : 150 2011 0296
KELAS : 69

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2014

1
BAB I

PENDAHULUAN

Manusia diciptakan oleh Allah dari segumpal tanah yang atas

kehendak-Nya diperintahkan Malaikat untuk mengambilnya di bumi dan

dibentuk sedemikian rupa sehingga jadilah sesosok manusia, yang

akhirnya inilah awal terbentuknya manusia pertama yang dinamakan Adam.

Kemudian, setelah Adam diciptakan kisah demi kisah akhirnya

diciptakannya pula manusia kedua yang memiliki kelamin beda tapi dari

jenis yang sama serta diambil dari tulang rusuk Adam yang akhirnya

dinamakan Hawa. Yang kita ketahui bersama tujuan diciptakan manusia

kedua yang dinamakan Hawa ini adalah sebagai bentuk rasa kasih sayang

Allah agar Adam memiliki teman di surga. Akan tetapi, setelah Adam dan

Hawa dipindahkan ke dunia yang berbeda yaitu bumi, disinilah awal

manusia berkembang biak dan memiliki keturunan yang banyak. Kejadian

ini merupakan fitrah dan kehendak Allah untuk manusia memiliki keturunan

dengan cara yang Allah tentukan dengan tujuan agar terciptanya kehidupan

yang didasari atas rasa kasih dan sayang sehingga terciptalah

kebahagiaan, ketentraman dan kesejahteraan di muka bumi khususnya

bagi manusia. Hal ini merupakan perintah tersirat bahwa manusialah yang

memilki kewajiban menjaga dan melestarikan bumi sebagai wadah

kehidupan mereka.

Memiliki keturunan merupakan anugerah yang diberikan oleh Allah

SWT, karena dengannyalah manusia mampu bertahan hidup dari

2
keterpunahan dan sebagai wujud hasil kasih sayang yang diberikan

sehingga memiliki keturunan pun menjadi kebutuhan bagi umat manusia.

Selain dari beberapa hikmah yang ada dari Allah memfitrahkan manusia

untuk memiliki keturunan, yaitu manusia diberikan kepercayaan berupa

amanah agar dapat menghidupi keturunannya hingga mampu hidup sendiri

dan mandiri. Hal ini merupakan cara dan prosedur yang Allah berikan untuk

menguji hamba-Nya berupa tanggung jawab dalam membentuk keluarga

yang sakinah mawaddah dan rahmah agar rasa cinta, kasih dan sayang itu

terus ada di muka bumi ini berupa cintanya orang tua dalam memelihara

anaknya.

Namun seiring dengan berjalannya waktu, dari tahun ke tahun

manusia hidup dengan cara mereka yang berbeda-beda. Ada yang

menjalaninya sesuai dengan perintah-Nya, ada pula yang tersesat dari

ketetapan-Nya. Disinilah bentuk perwujudan perubahan pola hidup

manusia dari segala aspekya. Jumlah manusia pun makin lama bertambah

seiring dengan berjalannya waktu dan ada pula yang berkurang, sehingga

keseimbangan agar terciptanya ketentraman yang seharusnya dijaga

sebagai bentuk kewajiban terbengkalai.

Dalam menyikapi kemajuan-kemajuan yang terjadi diberbagai aspek

kehidupan dimasyarakat, mulai dari perubahan sosiologi, tekhnologi, ilmu

kedokteran dan perubahan-perubahan lainnya yang tidak ditemukan di

masa lalu. Sehingga kita harus mencari dan menemukan bagaimana solusi

tentang masalah-masalah baru yang kita hadapi akibat dari globalalisasi,

yang dalam hal ini Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai bentuk perwujudan

3
kehendak Tuhan dan Ulama sebagai pewaris yang dapat memahaminya

sesuai dengan situasi dan kehidupan manusia dan alam tidak diketumukan

(secara gamblang) dan merasakan.

Maka dari itu, dari tema ini yang berjudul “Keluarga Berencana dan

Kependudukan Dalam Islam” sangat menarik untuk dibahas karena

merupakan hal baru di era melenium yang harus kita cari hukumnya. Hal ini

merupakan konsep dan metode dalam menyelesaikan masalah terkini di

dalam kehidupan manusia dalam menyikapi perubahan khususnya

perkembangan manusia dari segi jumlahnya di Negara-negara

berkembang. Oleh karena itu, apakah metode baru tersebut yang kita

ketemukan pada masa kita ini sesuai dengan hukum yang Allah tentukan

atau tidak, sehingga kita pun tidak melakukan hal yang dilarang oleh-Nya.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pandangan Islam Tentang Kependudukan

Kependudukan atau demografi adalah ilmu yang mempelajari

dinamika kependudukan manusia, meliputi di dalamnya ukuran,

struktur, dan distribusi penduduk, serta bagaimana jumlah penduduk

berubah setiap waktu akibat kelahiran, kematian, migrasi, serta

penuaan. Analisis kependudukan dapat merujuk masyarakat secara

keseluruhan atau kelompok tertentu yang didasarkan kriteria

seperti pendidikan, kewarganegaraan, agama, atau etnisitas tertentu.

Dari data-data yang didapat menunjukkan :

1. Bahwa penyebaran dan kepadatan penduduk Indonesia tidak

merata, sebab lebih dari 60% penduduk Indonesia tinggal di pulau

Jawa yang luasnya hanya 7% dari tanah air.

2. Bahwa dalam masa 50 tahun terakhir ini (tahun 1930-1980)

pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami kenaikan yang

cukup tinggi, yaitu 1,5% untuk tahun 1930-1961, 2,1% untuk tahun

1961-1971 dan 2,3% untuk tahun 1971-1980.

Fakta-fakta tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan program

transmigrasi dan keluarga berencana belum berhasil sebagaimana

diharapkan, padahal pemerintah telah mencanangkan program

kependudukan dan keluarga berencana yang mempunyai tujuan

demografis, yakni penurunan tingkat pertumbuhan penduduk sebanyak

5
50% pada tahun 1990 dari keadaan tahun 1970. Itu berarti laju

pertumbuhan penduduk Indonesia bisa ditekan sampai sekitar 1%

pertahun sejak tahun 1990. Sudah tentu program nasional

Kependudukan dan Keluarga Berencana (KKB) itu hanya bisa berhasil

dengan baik, apabila respon yang positif dari seluruh lapisan

masyarakat, baik dari kalangan pribumi (warga negara asli) atau WNI

keturunan asing dan warga negara asing yang tinggal di Indonesia.

Mengingat umat Islam di Indonesia merupakan kelompok

mayoritas maka respon positif dan partisifatif aktif dari para ulama dan

cendikiawan Muslim sangat diharapkan, demi suksesnya program

nasional KKB ini. Sebab fatwa mereka sebagai informal leader sangat

diperhatikan oleh umat Islam, karena pelaksanaan program KKB ini

tidak hanya menyangkut aspek media, sosial ekonomi dan budaya saja,

melainkan juga berkaitan dengan aspek agama yang cukup sensitif,

yakni masalah hukum halal atau haramnya.

Karena itu, Majelis Ulama Indonesia sebagai lembaga yang

menyuarakan aspirasi umat Islam harus berani mengeluarkan fatwa

tentang program KKB, terutama hukum, ber-KKB dan cara-cara

kontrasepsi yang mana benar-benar boleh dan haram, dan juga

pandangan Islam terhadap gagasan melembagakan Norma Keluarga

Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang hanya menghendaki catur

warga untuk setiap keluarga.

Namun, fatwa-fatwa agama baik oleh MUI, lembaga lainnya,

atau oleh ulama perorangan harus berdasarkan dalil-dali agama yang

6
cukup kuat dengan memperhatikan situasi dan kondisi bangsa

Indonesia serta budayanya, dan bukan fatwa untuk sekedar legitimasi

guna memenuhi pesan sponsor.

B. Konsep Keluarga Berencana dalam Islam

Yang dimaksud dengan keluarga disini, ialah suatu kesatuan

sosial yang terkecil dalam masyarakat, yang diikat oleh tali perkawinan

yang sah. Keluarga Berencana (KB) adalah istilah resmi yang dipakai

dalam lembaga-lembaga negara kita seperti Badan Koordinasi

Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). KB berarti pasangan suami

istri yang telah mempunyai perencanaan yang konkrit mengenai kapan

anak-anaknya diharapkan lahir agar setiap anak-anaknya lahir

disambut dengan rasa gembira dan sukur.

Di dalam Al-Qur’an dan hadits yang merupakan sumber pokok

hukum Islam dan yang menjadi pedoman hidup (way of life) bagi umat

Islam, tidak ada nas yang sharih yang melarang ataupun yang

memerintahkan ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum

islam (qaidah fiqhiyah) yang menyatakan :

“Pada dasarnya segala sesuatu / perbuatan itu boleh, kecuali

ada dalil yang menunjukkan keharamannya”.

Selain berpegangan dengan kaidah hukum Islam tersebut di

atas, kita juga bisa menemukan beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits

Nabi yang memberikan istruksi, bahwa pada dasarnya Islam ber-KB.

Bahkan kadang-kadang hukum ber-KB itu bisa berubah dari mubah

7
(boleh) menjadi sunnah, wajib, makhruh atau haram, seperti halnya

hukum perkawinan bagi orang Islam yang hukum asalnya juga mubah.

Kalau seorang Muslim melaksanakan KB dengan motivasi yang

hanya bersifat pribadi (individual motivation), misalnya ber-KB untuk

menjarangkan kehamilan / kelahiran atau untuk menjaga kesehatan /

kesegaran / kelangsingan badan si Ibu, hukumnya boleh saja. Tetapi

kalau ber-KB di samping punya motivasi yang bersifat pribadi seperti

untuk kesejahteraan keluarga, juga ia punya motivasi yang bersifat

kolektif dan nasional seperti untuk kesejahteraan masyarakat / negara

maka hukumnya bisa sunnah atau wajib, tergantung pada keadaan

masyarakat atau negara.

Hukum ber-KB bisa menjadi makruh bagi pasangan suami istri

yang tidak menghendaki kehamilan si istri, padahal suami istri tidak ada

hambatan / kelainan untuk mempunyai keturunan. Sebab hal demikian

itu bertentangan dengan tujuan perkawinan menurut agama, yakni

untuk menciptakan rumah tangga yang bahagia dan untuk

mendapatkan keturunan yang sah yang diharapkan menjadi anak saleh

sebagai generasi penerus.

Hukum ber-KB juga menjadi haram (berdosa), apabila

melaksanakan KB dengan cara yang bertentangan dengan norma

agama, misalnya dengan cara vasektomi (sterilisasi suami) dan abortus

(pengangguran).

8
Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dalil untuk

dibenarkan ber-KB antara lain adalah sebagai berikut :

“Dan hendaklah orang-orang merasa khawatir kalau mereka

meninggalkan di belakang mereka anak cucu yang lemah, yang

mereka khawatir terhadap kesejahteraannya. Oleh karena itu,

hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah

mengucapkan yang benar” (Surat An-Nisa : 9).

“Dan kami amanatkan kepada manusia terhadap kedua orang

tuanya. Ibunya yang telah mengandung dalam keadaan lemah

dan telah menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukur kepada-KU

dan kepada orang tuamu. KepadaKu-lah dan kepada tuamu.

KepadaKu-lah kamu kembali” (Surat Luqman : 14).

Mengenai hadis-hadis nabi yang dapat dijadikan dalil untuk

membenarkan KB antara lain sebagai berikut :

“Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu

dalam keadaan kecukupan daripada meninggalkan mereka

menjadi beban tanggungan orang banyak” (HR. Al-Bukhari dan

Muslim dari Saad bin Abi Waqqash ra).

“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih disukai Allah

daripada orang mukmin yang lemah” (HR. Muslim dari Abu

Hurairah ra).

Hadist ini memberi petunjuk / peringatan kepada kita bahwa

Islam lebih menghargai kualitas daripada kuatitas. Dan yang dimaksud

dengan orang mukmin yang kuat disini adalah orang mukmin yang

9
mempunyai kekuatan mental dan fisik, moril maupun materil sehingga

dapat benar-benar mencerminkan kekuatan Islam sendirii.

Mengenai usaha pemerintah untuk memasyarakatkan Norma

Keluarga Kecil Sejahtera Bahagia (NKKBS) menurut hemat penulis,

tidaklah bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Sebab program

NKKBS yang mengharapkan catur warga bagi setiap keluarga

Indonesia yakni setiap keluarga cukup terdiri dari seorang suami,

seorang istri dan dua orang anak yang sama nilainya lelaki atau wanita

adalah tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup keluarga dan bangsa

Indonesia.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Laju pertumbuhan penduduk di Indonesia sangat pesat, namun

dapat ditekan dengan program Keluarga Berencana (KB). Akan tetapi,

hanya bisa berhasil dengan baik,apabila mendapat respon yang positif

dari seluruh lapisan masyarakat.

Hukum ber-KB adalah mubah (boleh) tetapi bisa berubah dari

mubah menjadi sunnah, wajib, makhruh atau haram, seperti halnya

hukum perkawinan bagi orang Islam yang hukum asalnya juga mubah.

B. Saran

Kami sebagai penyusun sadar bahwa makalah ini jauh dari

kesempurnaan karena memiliki keterbatasan-keterbatasan yang tidak

dapat dipungkiri, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang

membangun dari para pembaca.

11
DAFTAR PUSTAKA

Zuhdi, Masyfuk. 1988. Masail Fiqhyah. Toko Gunung Agung : Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai