Anda di halaman 1dari 6

TUGAS I

ILMU NEGARA

UNIVERSITAS TERBUKA
2023
1. Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Politik.
George Jellinek, yakni sosok yang pertama kali merumuskan ilmu negara sebagai ilmu
pengetahuan yang berdiri sendiri. Berdasarkan definisi dari George Jellinek, ilmu negara memiliki
pembagian sistematika sebagai berikut:
1. Ilmu negara sebagai ilmu pengetahuan dalam arti sempit/Staatswissenschaft, yaitu
menyelidiki negara dalam keadaan abstrak dan umum.
2. Ilmu negara sebagai ilmu pengetahuan dalam arti luas/Rechtswissenschaft, yang terbagi ke
dalam 2 kategori yakni:
a. Ilmu pengetahuan yang menyelidiki negara tertentu, misalnya mempelajari lembaga
negara, peradilan, dan sebagainya (Individuelle Staaslehre); dan
b. Ilmu pengetahuan yang penyelidikannya ditujukan kepada negara dalam pengertian
umum serta lembaga-lembaga perwakilan yang dipelajari secara khusus (Pezielle
Staaslehre).

Sedangkan, Ilmu politik adalah cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari persoalan yang
berhubungan dengan negara. Objek kajiannya adalah syarat berdirinya negara, hakikat negara,
formasi negara, dan perkembangan negara. Akan tetapi, tidak semua hal yang bersinggungan dengan
negara dapat dikategorikan sebagai ilmu politik, namun bagi ilmu politik hal ini merupakan unsur
penunjang dalam kajian tersebut. Sebagai contoh, sejarah tentang manusia atau negara bukan
merupakan ilmu politik, kecuali menyangkut sejarah ketatanegaraan atau konstitusi.
Jika ilmu negara menyelidiki kerangka yuridis, maka ilmu politik menyelidiki bagian yang ada
di luar kerangka tersebut. Berikut adalah perbedaan ilmu negara dan ilmu politik:
1. Ilmu negara menggunakan pendekatan yuridis, sedangkan ilmu politik menggunakan
metode sosiologis, yakni dengan memperhatikan faktor-faktor sosial atau sosiologis dan
kemasyarakatan. Dilihat dari metodologi yang digunakan, ilmu negara lebih fokus pada
konsep-konsepnya, sedangkan ilmu politik dianggap lebih konkret dan mendekati realitas.
2. Ilmu negara merupakan ilmu yang bersifat teoritis dan sangat mementingkan segi normatif
karena itu dinilai kurang dinamis, sedangkan ilmu politik adalah ilmu pengetahuan praktis
yang membahas keadaan dalam kenyataan yang menekankan pada faktor konkret seperti
kekuasaan, organisasi negara, maupun yang mempengaruhi pelaksanaan tugas-tugas negara.
Oleh karena itu, ilmu politik lebih bersifat dinamis dan hidup.
Pada intinya, menurut konsepsi ilmu politik modern, ilmu politik tidak dapat dipisahkan dari
aspek yuridis yang wajib memperhatikan lembaga negara secara yuridis formal yang merupakan
fokus kajian ilmu negara. Masalah yang menjadi pembahasan ilmu politik berkaitan dengan
organisasi negara ataupun yang mempengaruhi pelaksanaan tugas negara. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa hubungan antara ilmu negara dan ilmu politik terjalin hubungan yang saling
melengkapi atau komplementer.
2 Analisis menggunakan konsep unsur negara klasik, yuridis, dan sosiologis.
A. Konsep unsur negara klasik.
Unsur negara klasik terdiri dari wilayah, rakyat, dan pemerintahan yang berdaulat. Dalam
kasus ini, Indonesia mengklaim Natuna sebagai wilayahnya dan merasa terganggu dengan klaim
China yang melebihi batas wilayahnya. Hal ini menunjukkan bahwa unsur wilayah sebagai bagian
dari kedaulatan negara dianggap penting oleh Indonesia. Selain itu, pemerintahan Indonesia juga
telah melakukan tindakan untuk menegakkan kedaulatan negaranya dengan melakukan protes dan
peringatan kepada Kedutaan Besar China. Hal ini menunjukkan pentingnya unsur pemerintahan
dalam mempertahankan kedaulatan negara.

B. Konsep Yudiris.
Seperti yang kita ketahui bersama, Perairan Natuna berbatasan langsung dengan Laut
China Selatan yang saat ini berstatus sebagai perairan yang bertumpang tindih. Meskipun
Indonesia tidak menjadi negara yang memiliki klaim atas Laut China Selatan (non-claimant
state),tetapi kawasan nine dash-lineyang diklaim oleh China menyilang dengan batas utara Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia di Perairan Natuna. Hal inilah yang kemudian menjadi cikal bakal
memanasnya konflik antara Indonesia dengan China pada saat ini. Ditambah pula dengan tindakan
nyata para nelayan China dalam beraktivitas di perairan itu. Berdasarkan Dokumen Direktorat
Jenderal Kelautan, sebagaimana yang dikutip oleh Johannes Egarahadianto K., menurut
sudut pandang Indonesia perbuatan penangkapan ikan tersebut merupakan tindakan pencurian
(illegal) yang telah melanggar hak berdaulatIndonesia atas sumber daya alam kelautan di Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), terkhusus pada ZEE koordinat 05 07,490’N dan 109
11,830’E.
Zona ekonomi eksklusif sendiri berdasarkan United Nations Convention on The Law of The
Sea (UNCLOS) 1982 pada pasal 55 dan pasal 57 adalahsuatu daerah di luar dan berdampingan
dengan laut teritorial, yang tunduk pada rezim hukum khusus yang ditetapkan berdasarkan hak-
hak dan yurisdiksi negara pantai dan hak-hak serta kebebasan-kebebasan negara lain, serta tidak
boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal dimana lebar laut teritorial diukur. Hal ini
didukung puladengan ketentuan pada pasal 56 ayat (1)huruf a dan b UNCLOS 1982 yang
menyatakan bahwa dalam zona ekonomi eksklusif, negara pantai mempunyai hak -hak berdaulat
untuk keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, pengelolaan sumber kekayaan alam, dan
yang berkenaan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi ekonomi zona
tersebut, serta memiliki yurisdiksi yang berkenaan dengan :
a. Pembuatan dan pemakaian pulau buatan, instalasi, dan bangunan;
b. Riset ilmiah kelautan;
c. Perlindungan dan pelestarian lingkungan laut.
Di samping itu, pasal 58 ayat (3) UNCLOS 1982 menerangkan bahwa, “Dalam melaksanakan
hak-hak memenuhi kewajibannya berdasarkan konvensi ini di zona ekonomi eksklusif, negara-
negara harus memperhatikan sebagaimana mestinya hak-hak dan kewajiban negara pantai dan
harus mentaati peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh negara pantai sesuai dengan
ketentuan konvensi ini dan peraturan hukum internasional lainnya sepanjang ketentuan tersebut
tidak bertentangan dengan ketentuan bab ini.
Dengan berpedoman pada uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa secara yuridis,
tindakan maupun klaim atas Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia di Perairan Natuna yang dilakukan
oleh China, merupakan tindakan ilegal, karena bertentangan dengan ketentuan pada
UNCLOS 1982 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

C. Konsep sosiologis:

Konsep sosiologis menekankan pentingnya faktor sosial dan politik dalam mempengaruhi
tindakan dan keputusan suatu negara. Dalam kasus ini, klaim China atas wilayah Laut China Selatan
dan Natuna dapat dipahami sebagai upaya untuk memperkuat posisi politik dan ekonomi China di
kawasan tersebut. Selain itu, klaim China juga memicu reaksi keras dari negara -negara lain di
kawasan, termasuk Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa kompleksnya dinamika politik dan sosial
di kawasan tersebut dan pentingnya upaya diplomasi untuk menyelesaikan sengketa wilayah secara
damai.
3. Studi kasus Sudan Selatan.

Sudan Selatan merupakan suatu negara baru yang secara geografis terletak di Afrika
bagian Timur Laut. Sudan Selatan secara resmi menyatakan kemerdekaannya pada tanggal
9 Juli 2011 setelah hasil Referendum yang diselenggarakan pada bulan Januari 2011
memutuskan wilayah ini untuk berpisah dari Republik Sudan. Ada sejumlah faktor yang
menyebabkan Sudan Selatan berpisah dari Republik Sudan, yaitu kesenjangan
pembangunan antara daerah Utara, dan Selatan, dan perbedaan sosial juga etnis dan agama
antara daerah Utara dan Selatan. Hal ini diperburuk oleh dominasi pemerintah oleh suku
Arab yang berasal dari daerah Utara, sehingga mengakibatkan dua kali perang saudara yang
kemudia berakhir kepada berpisahnya Sudan Selatan untuk menjadi suatu negara merdeka.
Kelahiran negara baru Sudan Selatan sesungguhnya masih menyisakan sejumlah
permasalahan hukum. Pertama, berkaitan dengan fakta apakah Sudan Selatan telah
memenuhi syarat-syarat untuk dapat disebut sebagai sebuah negara merdeka. Masalah kedua
berhubungan dengan penyelesaian hukum terhadap terjadinya pelanggaran hukum
internasional yang mendahului terbentuknya Sudan Selatan sebagai negara merdeka baru.

Suksesi negara yang dialami Sudan Selatan merupakan akibat dari konflik perang
sipil di wilayah itu selama beberapa dekade, sehingga tidak dapat dihindari terjadinya
bentuk-bentuk pelanggaran hukum internasional. Bentuk-bentuk pelanggaran hukum
internasional dapat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan
genosida. Terkait dengan dugaan pelanggaran hukum internasional yang terjadi saat masa
perjuangan kemerdekaan Sudan Selatan, telah berlangsung proses hukum untuk
memberikan penyelesaian hukum terhadap pelanggaran hukum internasional tersebut.
Upaya hukum tersebut berupa tuntutan dari prosecutor (jaksa) International Criminal Court
(ICC) terhadap beberapa individu di Sudan yang dianggap bertanggung jawab terhadap
pelanggaran kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida.

Walaupun Sudan dan Sudan Selatan bukanlah negara peserta Statuta Roma, ICC
tetaplah memiliki yurisdiksi untuk mengadili pelanggaran yang terjadi di Sudan dan Sudan
Selatan. Hal ini dapat terjadi karena kasus pelanggaran yang terjadi telah diajukan oleh
Dewan Keamanan PBB kepada ICC, di mana menurut Statuta Roma, ICC mempunyai
yurisdiksi untuk mengadili suatu kasus yang diajukan oleh Dewan Keamanan PBB, tanpa
melihat apakah negara tempat terjadinya pelanggaran tersebut merupakan negara anggota
Statuta Roma atau tidak.8 Sayangnya upaya hukum yang disebutkan di atas mengalami
sebuah kendala, yang diakibatkan oleh konflik antara kedaulatan negara dan Hukum
Internasional. Republik Sudan, sebagai sebuah negara yang berdaulat, merasa tidak harus
untuk menyerahkan individu-individu yang menjadi tersangka tuntutan dari ICC, yang mana
merupakan pejabat-pejabat tinggi negara dari Republik Sudan, seperti gubernur, menteri,
dan bahkan presiden.
Dari penjelasan yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa, Sudan Selatan telah
memenuhi syarat-syaratnya untuk menjadi sebuah negara merdeka baru berdasarkan hukum
internasional atau mencakup unsur-unsur asal mula negara. Syarat-syarat tersebut adalah;
wilayah yang pasti, penduduk yang tetap, bentuk pemerintahan, dan kemampuan untuk
melakukan hubungan diplomasi dengan negara lain. Kedua, telah ada upaya hukum untuk
memberikan penyelesaian hukum terhadap pelanggaran hukum internasional yang terjadi di
Sudan Selatan yang dilakukan melalui forum Internasional Criminal Court (ICC). ICC
memiliki yurisdiksi untuk menyelidik dan memproses kasus tersebut, karena telah diajukan
kepada ICC oleh Dewan Keamanan PBB, sesuai dengan isi Statuta Roma.

Anda mungkin juga menyukai