Anda di halaman 1dari 8

Judul Tugas 3 :

Pembelajaran Berbasis TIK, Mulitmedia, dan Berbagai


Sumber
Pembaharuan Dalam Evaluasi Hasil Belajar Pembelajaran

Kode & nama mata kuliah :


IDIK4017 PEMBAHARUAN DALAM PEMBELAJARAN

Nama mahasiswa :
LANNY KARTIKASARI

NIM :
043820866

Prodi :
FKIP – Pendidikan Biologi

UPBJJ :
Surabaya

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Universitas Terbuka
2021.2
KATA PENGANTAR
Alasan membuat laporan tugas ini sebagai kewajiban saya
selama melaksanakan kegiatan perkuliahan dan agar
memperluas pengetahuan saya. Langkah saya mengerjakan
tugas yaitu saya mengunduh soal dan format jawaban lalu
menjawab soal dengan menggunakan buku modul beserta
internet sebagai sumber jawaban saya lalu saya mengunggah
ke elearning saya.

PEMBAHASAN
1. A) Selective Model (Model Selektif) dapat digunakan jika
jumlah komputer di sekolah hanya ada satu. Guru harus
memilih salah alat / media yang tersedia dan dirasakan tepat
untuk menyampaikan bahan pelajaran. Guru dapat
menemukan bahan e-learning yang bermutu dari internet
maka guru hanya dapat mendemonstrasikan kepada murid.
Jika di sekolah ada lebih dari 1 komputer maka murid harus
diberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman secara
langsung.
B) Sequential Model (Model Berurutan) dapat digunakan jika
jumlah komputer di sekolah ada dua / tiga komputer. Lalu guru
membagi murid yang ada di kelasnya menjadi beberapa
kelompok setelah itu secara bergiliran menggunakan komputer
untuk mencari sumber pelajaran. Selanjutnya murid
menggunakan bahan e-learning sebagai bahan rujukan untuk
mencari informasi baru.
C) Static Station Model (Model Statis) dapat digunakan jika
jumlah komputer di sekolah ada dua / tiga komputer seperti
Model Berurutan (Sequential Model). Guru mempunyai
beberaoa sumber belajar yang berbeda untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang sama. Misalnya kelompok 1 hingga 3
menggunakan sumber belajar A sedangkan kelompok 4
hinggan6 menggunakan sumber belajar B, meski mereka
menggunakan sumber belajar yang berbeda namun tujuan
pembelajaran kedua kelompok itu sama.
D) Laboratory Model (Model Laboratorium) dapat digunakan
jika jumlah komputer banyak artinya satu murid mendapatkan
satu komputer. Selain itu di laboratorium dilengkapi jaringan
internet. Sehingga murid dapat secara leluasa mencari sumber
belajar dan murid dapat melakukan pembelajaran secara
mandiri dengan arahan dari guru.
E) Contoh penggunaan e-learning yaitu di sekolah saya
hanya ada 15 note book sehingga waktu ANBK dilakukan
melalui 3 sesi dengan cara seluruh murid kelas 11 ditotal
jumlahnya lalu dibagi ke dalam 3 sesi, dimana setiap sesi
dilaksanakan selama 2 jam dan istirahat selama 30 menit.
2. A) Tahapan dalam pembelajaran multimedia ada 3 yaitu
perencanaan, implementasi (pelaksanaan), dan evaluasi.
• Tahap Perencanaan, pada tahap ini guru memberikan
gambaran rencana pembelajaran mengenai beberapa aktivitas
& tindakan yang akan dilakukan pada saat berlangsungnya
proses pembelajaran selama 1 tahun ajaran. Penyampaian ini
guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah disepakati
bersama antara guru & murid. Guru dapat juga memanfaatkan
jaringan komputer, internet, dan intranet. Pada tahap ini guru
menyampaikan penetapan materi / bahan ajar yang digunakan
untuk proses pembelajaran, melakukan kegiatan maupun
proses belajar mengajar, dan evaluasi. Sehingga baik guru
maupun murid mengetahui arah kegiatan pembelajaran,
kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki murid sebagai
hasil belajar.
• Tahap Implementasi (Tahap Pelaksanaan), pada tahap
ini guru menerapkan & menyampaikan pokok-pokok bahan
ajar, metode pembelajaran, alat maupun media pembelajaran.
Murid dapat menambah pengetahuan yang bersifat lebih luas,
mendalam, dan bervariasi dengan secara langsung mengakses
deskripsi lengkap dari bahan ajar pada beberapa halaman web
yang telah dibuat.
• Tahap Evaluasi, pada tahap ini guru dapat mengukur
sejauh mana tujuan pembelajaran telah tercapai. Selain itu
guru juga dapat mengetahui tindakan apa yang harus
dilakukan apabila tujuan pembelajaran tersebut belum tercapai
karena tahap evaluasi ini merupakan tahap terakhir dalam
proses pembelajaran. Kegiatan evaluasi pada e-learning ini
dapat dilakukan secara bervariasi, setiap murid dapat melihat
dan mengikuti petunjuk pengerjaan di halaman web. Pada
halaman web tersebut dapat berupa pertanyaan, tugas,
maupun soal latihan yang harus diselesaikan oleh semua
murid.
B) Contoh penerapan teknologi multimedia dalam
pembelajaran yaitu mata pelajaran IPA pada kelas 5 SD
dengan memanfaatkan ICT dan model pembelajaran Inquiry
Learning mengenai bab cahaya.
Mata pelajaran Matematika SMP dengan memanfaatkan ICT,
lalu kegiatan pengenalan gambar berskala dapat ditunjukkan
dengan fasilitas peta interaktif yang terdapat di google map
sehingga murid dapat mempelajari jarak sebenarnya satu
tempat, lalu murid mengolah data perbandingan & pecahan
dengan menggunakan Microsoft Excel sehingga menghasilkan
tabel perbandingan yang akurat dan grafik secara cepat yang
mempresentasikan hasil.
Pembelajaran tematik kelas 5 SD mengenai berbagai macam
jenis sudut yang kemudian dikaitkan dengan bentuk rumah
adat di Indonesia. Guru dapat menunjukkan berbagai jenis
sudut dengan memanfaatkan perangkat HP / tablet. Guru juga
dapat menggunakan aplikasi laser level tool elite untuk
mencoba berbagai jenis kemiringan dengan interaktif &
mencatat sudut yang terbentuk dalam setiap pengukuran.
Pembelajaran Fisika pada murid SMP bab suhu. Guru dapat
memanfaatkan fasilitas termometer yang ada pada HP / tablet
dengan menggunakan aplikasi termometer yang dapat diunduh
gratis di play store maupun apps store. Lalu data diolah
dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excel, sehingga murid
dapat membuat tabel konversi dengan berbagai satuan suhu
seperti Celcius, Reamur, Kelvin, dan Fahrenheit.
Pembelajaran Fisika pada murid SMA bab gerak (Gerak Lurus,
Gerak Melingkar, Gerak Parabola dengan menggunakan
vektor). Guru dapat memberikan berbagai macam contoh video
dari web youtube yang menunjukkan berbagai jenis gerak pada
bab Fisika. Guru juga dapat memanfaatkan aplikasi game pada
handphone seperti permainan Angry Bird lalu menanyakan ke
murid tentang bentuk gerak yang terbentuk pada games
tersebut. Murid dapat diberi tugas berupa pembuatan poster
tentang macam-macam bentuk gerak bab Fisika SMA. Murid
juga dapat belajar membuat game dengan aplikasi scratch.
Pelaksanaan pembelajaran berbasis TIK meliputi penggunaan
fasilitas internet secara sepenuhnya, penggunaan software
pengembang program pembelajaran dengan internet (Web
Course Tools), pengembangan sendiri program pembelajaran
sesuai dengan kebutuhan (tailor mode).
3. A) Contoh soal mengukur aspek kognitif yaitu mata
pelajaran Biologi Bab Sel Kelas XI IPA
Organel sel yang berfungsi sebagai respirasi seluler yaitu....
Jawaban : mitokondria.
Jelaskan fungsi nukelus pada sel !
Jawaban : mengatur fungsi & kerja organel sel, sebagai
tempat adanya materi genetik untuk pewarisan sifat yaitu DNA,
kromosom, gen).
• Contoh soal mengukur aspek afektif yaitu mata pelajaran
Biologi Bab Sistem Pencernaan kelas XI IPA
Jelaskan bagaimana makanan dapat dicerna ke dalam tubuh
manusia !
Jawaban : Makanan masuk ke dalam mulut dicerna secara
mekanik oleh gigi dan secara kimia oleh enzim amilase /
ptialin, lalu makanan melewati kerongkongan menuju lambung,
di dalam lambung makanan dicerna secara kimia oleh asam
lambung, lalu makanan masuk ke dalam usus halus dicerma
secara kimia oleh enzim peptidase, sukrase, maltase, lipase,
laktase. Lalu menuju usus besar untuk mengatur kadar air,
selanjutnya makanan sisa dikeluarkan melalui anus berupa
feses dan melalui ginjal berupa urin.
Jelaskan daur hidup virus secara litik !
Jawaban : virus melakukan adsorbsi pada tubuh inang dengan
menggunakan enzim, lalu sintesis protein & replikasi DNA, lalu
pengambilan tugas & penghancuran DNA bakteri, setelah itu
perakitan virus & lisis.
• Contoh soal mengukur aspek psikomotor yaitu carilah
beberapa jurnal hasil penelitian mengenail pencemaran
lingkungan yang berdampak pada pengurangan populasi
burung, coba peragakan bagaimana langkah-langkah
pengoperasian Microsoft Power Point.
B) Pada pengukuran aspek afektif, teknik yang paling baik
untuk digunakan oleh guru yaitu teknik non tes. Penilaian
aspek afektif bisa diartikan sebagai penilaian terhadap sikap
dan nilai yang lebih sulit diukur dari pada aspek lainnya.
Penilaian aspek afektif tidak cocok jika diukur dengan teknik
tes karena aspek yang diukur terkait dengan sikap dan nilai-
nilai. Ada beberapa bentuk teknik penilaian non tes yang dapat
digunakan untuk melakukan penilaian aspek afektif, antara lain
teknik observasi, wawancara (penilaian diri, penilaian antar
teman berupa tanya jawab secara lisan), pengumpulan data-
data, pembuatan jurnal. Selain itu juga ada skala minat, skala
sikap, wawancara, penyebaran angket (questionnaire). Pada
saat observasi, guru mendapat data / informasi secara jelas
karena terlibat langsung pada saat kejadian, namun memiliki
kekurangan yaitu hasil wawancara cenderung bias karena
timbul rasa was-was dalam diri murid ketika dilihat dan
diobservasi sehingga mereka dapat berperilaku tidak seperti
biasanya.
Pada saat wawancara, guru dapat membangun komunikasi
secara langsung dengan murid sehingga informasi dapat digali
secara mendalam, namun memiliki kekurangan yaitu proses
wawancara membutuhkan waktu yang lama karena guru harus
membuat jadwal tatap muka dengan murid.
Pada saat kuesioner, guru dapat melakukannya secara praktis
dan fleksibel karena tidak membutuhkan tatap muka antara
guru dengan murid, namun memiliki kekurangan yaitu jawaban
yang disampaikan lewat kuesioner terbatas sehingga jawaban
tidak mendalam (cenderung memilih jawaban bukan
menjelaskan jawaban secara tertulis), sangat riskan karena
dapat menimbulkan kesalahpahaman apabila butir-butir
pertanyaan tidak disampaikan secara jelas.
Pada saat pengumpulan data-data, guru mendapat data-data
yang lebih bervariasi dan hasil lebih mendalam, namun
memiliki kekurangan yaitu data-data yang terkumpul
umumnya lebih bervariasi sehingga guru perlu bekerja lebih
keras dalam memilah & mengelompokkan data-data yang
relevan.
4. A) Validitas isi (Content Validity) merupakan keterkaitan
antara konten dengan instrumen yang dibuat. Suatu instrumen
dapat dikatakan memiliki validitas isi yang baik apabila butir-
butir soal dapat mengukur ruang lingkup pembelajaran
(konten). Contohnya saat guru menyusun instrumen harus
mewakili materi-materi yang telah diajarkan pada murid.
Adanya soal yang tidak sesuai dengan materi pembelajaran
dapat menunjukkan kurangnya tingkat validitas isi. Sehingga
sangat disarankan bagi guru untuk membuat kisi-kisi /
rangkuman materi yang telah disampaikan kepada murid.
Melalui kisi-kisi tersebut guru dapat menelaah kembali
keterwakilan ruang lingkup pembelajaran di dalam instrumen.
B) Validitas konstruk (Construct Validity) dapat
menggambarkan seberapa jelas sebuah instrumen mengukur
konsep / definisi tertentu, untuk mengukur secara jelas sebuah
konsep yang abstrak. Konsep yang diukur yaitu kinerja, sikap,
motivasi, minat, bakat, intelegensi, dan tingkat emosi. Hal ini
dapat dilakukan secara bertahap dimulai dengan menjabarkan
suatu konsep melalui analisis teori dan dibuatkan indikator, lalu
butir-butir pertanyaan dapat dikembangkan berdasarkan
indikator yang telah dibuat. Bagian terpenting dari proses ini
yaitu kecermatan & ketajaman analisis teori-teori agar konsep
dapat diukur secara mudah dan nyata.
C) Validitas empiris / validitas kriteria (Criterion Validity)
sebagai sebuah ukuran untuk menggambarkan hubungan
antara hasil evaluasi (skor) dengan kriteria-kriteria tertentu.
Validitas ini dibagi menjadi 2 jenis yaitu
• Validitas konkruen (Concurrent Validity) yang
memaparkan tentang hubungan antara hasil evaluasi dari
sebuah pengukuran dengan kriteria-kriteria tertentu yang
sudah terjadi sebelumnya. Fungsi validitas ini lebih untuk
meyakinkan / memvalidasi pengukuran-pengukuran yang telah
dilakukan sebelumnya.
• Validitas prediktif (Predictive Validity) yang
menggambarkan sebuah hubungan antara hasil evaluasi dari
suatu instrumen dengan kriteria tertentu di masa yang akan
datang. Validitas ini memprediksi hal-hal apa saja yang akan
terjadi pada murid terkait dengan hasil evaluasi / skor yang
diperoleh.
D) Validitas wajah (Face Validity) yang menggambarkan
kelayakan suatu instrumen dan dapat dilihat secara langsung
lewat tampilan secara umum. Penentuan valid / tidaknya
sebuah instrumen ditinjau dari penampilan instrumen, jika
secara tampilan sebuah instrumen mudah dimengerti, maka
memiliki keterbacaan yang tinggi dan secara umum menarik.

DAFTAR PUSTAKA/REFERENSI
Paulina Pannen. 2021. Pembaharuan Dalam Pembelajaran.
Universitas Terbuka : Tangerang Selatan.

Surabaya, 8 Desember 2021

Lanny Kartikasari– 043820866 – FKIP – Pendidikan Biologi

Anda mungkin juga menyukai