Anda di halaman 1dari 3

Channel Ngaji wali, belajar bersama menemukan hakikat diri.

Channel Ngaji Wali kembali hadir mempersembahkan kisah-kisah menarik para solihin, semoga dapat
menjadi inspirasi bagi para pemirsa.

Dalam perjalanan dakwahnya Sunan Ampel juga mengalami beberapa rintangan salah satu diantaranya
adalah percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Lembu Peteng penguasa Madura terhadap dirinya.
Bagaimana kisah selengkapnya? Channel Ngaji Wali akan coba mengungkapnya, namun untuk
pengembangan channel ini jangan lupa untuk like, subcribe dan share.

Lembu Peteng adalah Putra Prabu Brawijaya yang diperintahkan oleh ayahandanya untuk memimpin
Madura yang berpusat di Madegan, Sampang. Kala itu Majapahit sudah mengalami kemunduran karena
terjadinya konflik horizontal yang menyebabkan terjadinya perpecahan dalam tubuh pemerintahan
Majapahit.

Pada saat yang sama dakwah sunan Ampel semakin berkembang dan mulai masuk wilayah Madura.
Dakwah Sunan Ampel yang dilakukan dengan cara santun dan membaur ke dalam masyarakat,
membuat masyarakat meninggalkan keyakinan lamanya untuk kemudian memilih Islam sebagai agama
barunya.

Kondisi itu membuat Lembu Peteng geram pada pemerintahan Majapahit karena menurutnya para
pembesar Majapahit tidak mampu mencegah masuknya Islam yang kemudian terus menyebar dan
membuat masyarakat meninggalkan keyakinan lama mereka.

Lembu Peteng akhirnya juga menyalahkan Sunan Ampel dan menuduh Sunan Ampel sudah menipu
dengan bujuk rayunya kepada orang-orang Majapahit agar memeluk Islam. Rencana jahatpun dimulai,
rencananya kali ini adalah menjatuhkan nama baik Sunan Ampel di depan rakyatnya. Dia menjalankan
rencananya dengan mengirimkan seorang suruhan untuk memata matai Sunan Ampel untuk
menemukan keburukan Sunan Ampel dan apabila sudah menemukannya maka orang suruhan tersebut
harus segera menyebarkannya ke seluruh rakyat agar mereka menyadari betapa buruknya sang sunan
dan ajaran yang ia bawa.

Uusan Lembu Peteng tersebut mencoba mencari keburukan Sunan Ampel, baik dari masyarakat ataupun
secara langsung kepada Sunan Ampel. Setelah sekian lama orang suruhan tersebut memata-matai
Sunan Ampel ternyata dia tidak mendapatkan apa yang diharapkan yaitu keburukan Sunan Ampel. Yang
ia dapatkan justru sebaliknya, ia mendapatkan Sunan Ampel sebagai orang yang memiliki kepribadian
mulia dan sangat bijaksana.

Orang suruhan tersebut akhirnya kembali ke Madura, Bukan membawa berita yang diinginkan oleh
Lembu Peteng, ia malah menyampaikan bahwa Sunan Ampel adalah orang yang baik, ia tidak
mempunyai sifat sifat jelek apalagi kelakuan buruk, Sunan Ampel tidak membodohi orang-orang untuk
masuk ke dalam agama Islam. Bahkan mata-mata Lembu Peteng tersebut menutup laporannya dengan
memberitakan bahwa dirinya telah memeluk Islam.

Lembu Peteng bertambah murka mendengar ucapan orang suruhan itu. Iapun akhirnya memutuskan
untuk berangkat sendiri ke Ampel untuk membunuh Sunan Ampel. Setelah membuat perencanaan yang
matang, Ia menitipkan segala urusan sebagai Kametowa Madegan ke tangan anaknya sendiri, Arya
Menger. Sebagai putra sulung, Arya Menger mendapat kewenangan sekaligus kewajiban dalam
mewakili ayahnya yang berkuasa dalam bidang pemerintahan. Pelimpahan kewenangan Kametowa
kepada anaknya mempunyai alasan khusus, Lembu Peteng ke Ampel untuk membunuh sang sunan.

Setelah menempuh perjalanan dari Madura akhirnya Lembu Peteng sampai di Ampel, ia langsung
menuju pesantren Sunan Ampel. Dia datang dengan berpura-pura sebagai orang yang mengikuti
pengajian Sunan Ampel.

Lembu Peteng ikut duduk di paling belakang barisan santri. Ia berpura-pura ikut mendengarkan
pengajian seperti santri-santri lainnya. Tanpa diduga oleh Lembu Peteng Sunan Ampel mengatakan:

“Seluruh orang Islam itu bersaudara,… tidak terkecuali Raja, Arya, Raden, orang kaya maupun miskin…
Maka dari itu setiap kali orang Islam bertemu dengan saudaranya itu harus saling mendoakan
keselamatan dengan berucap, Assalamualaikum’, yang artinya, “Semoga engkau diberikan
keselamatan,” dan orang yang mendapatkan salam itu harus menjawab, ‘Waalaikum salam’, yang
artinya, “Semoga engkau juga mendapat keselamatan,” itulah orang Islam. Saat ini, ada seorang tamu
bernama Lembu Peteng, ia tidak memberikan salam seperti itu, penyebabnya adalah karena dia bukan
orang Islam, bukan saudara-ku dan kalian semua. Lembu Peteng tiba di sini untuk sebuah keperluan,
yakni untuk membunuhku….

Santri-santri Sunan Ampel tercengang dan waspada. Mereka segera menghunus senjatanya masing
masing. Mereka mencari-cari seorang “tamu” yang ingin membunuh sunannya itu. mendengar ucapan
Sunan Ampel, Lembu Peteng merasa kaget karena dirinya dan Sunan Ampel belum pernah saling
mengenal secara pribadi apalagi ia menyembunyikan niat jahatnya dalam kedatangannya dari siapa pun.
Lembu Peteng heran, bagaimana mungkin Sunan Ampel bisa mengetahui maksud kedatangannya.

Sunan Ampel kembali berkata, “Jangan lakukan kekerasan, sarungkan kembali senjata kalian semua!
Bagaimanapun Lembu Peteng adalah tamuku, orang Islam wajib menghormati tamunya. Cepat
lakukanlah apa yang kamu inginkan, mendekatlah jika ingin membunuhku.” Setelah Sunan Ampel
berkata sedemikian, Lembu Peteng bangkit dengan langkah gontai menghampiri Sunan Ampel. Ia
kemudian menghaturkan sembah kepada Sunan seraya berucap:

“Wahai gusti Sunan, apa yang engkau ucapkan barusan seluruhnya benar, hamba tidak beda dari
seorang buta dan tuli, tidak tahu apa yang ada di depan, di belakang, serta tidak juga mendengar ucapan
yang baik. Hamba bersedia menerima hukuman yang akan ditimpakan pada hamba, bahkan jika perlu
hamba dibunuh. Namun, apabila masih ada rasa belas kasih dari engkau Yang Mulia, hamba kini ingin
menjadi santri di tanah Ampel ini, hamba tidak ingin lagi kembali kepada anak dan istri hamba sebelum
mumpuni dalam ilmu agama Islam. Sekarang hamba memohon tuntunan Yang Mulia untuk menjadi
pemeluk agama Islam.

Mendengar apa yang diucapkan oleh Lembu Peteng membuat semua yang hadir di Majlis Pengajian
Sunan mengucapkan rasa syukur dan menyambut gembira atas masuknya Lembu Peteng ke dalam
agama Islam.

Demikianlah, akhirnya Lembu Peteng menjadi santri Sunan Ampel dan membantu menyebarkan agama
Islam bahkan dirinya tidak kembali lagi ke Madura hingga dirinya meninggal di Ampel. Ia meninggalkan
tiga orang anak yakni Arya Menger, Arya Mengo, dan Retno Dewi. Arya Menger menggantikan posisi
ayahnya yang berkuasa di Madegan sebagai seorang Kametowa. Arya Menger juga mempunyai tiga
orang putra yakni Arya Langgar sebagai yang tertua, anak keduanya bernama Arya Panenga, dan yang
bungsu bernama Arya Pratikel.

Demikian kisah rencana pembunuhan terhadap Lembu Peteng yang akhirnya gagal, semoga kisah ini
dapat menjadi inspirasi bagi para pemirsa.

Arya Langgar tidak diketahui nama aslinya secara pasti, tetapi karena ia telah memeluk Islam serta
mendirikan sebuah musala (Madura: langghar) maka ia bergelar Arya “Langgar”. Arya Panenga masih
beragama Buddha (kemungkinan beraliran Tantrayana) seperti Arya Menger, ia tinggal di Sampang dan
bergelar Raden Palang Jiwo. Arya Pratikel juga masih beragama Buddha dan menetap di Pulau
Mandangel, salah seorang putrinya yang terkenal bernama Nyai Ageng Budho. Putra Lembu Peteng yang
bernama Arya Mengo membangun tempat tinggal baru di timur laut Madengan yang kemudian waktu
disebut sebagai Pamelingan, sedangkan putrinya yang bernama Retno Dewi bersuamikan putra Sunan
Giri yakni Maulana Agung-tampaknya Retno Dewi memeluk Islam dari pernikahannya bukan dari
ayahnya-atau dipanggil Sunan Dhalem.

Dari pernikahannya itu lahirlah Adipati Omben (tempat yang erat kaitannya dengan legenda Joko Tole)
yang berkedudukan di Kampung Rioh Desa Rapa’ Lao’, itulah mengapa Adipati Omben digelari sebagai
“Buyut Rioh”. Dari perkembangan awal ini, Islam di Madura tidak lepas dengan penyebaran Islam dari
Sunan Ampel maupun Sunan Giri (melalui pernikahan anaknya dengan putri Lembu Peteng). Ternyata
selanjutnya, bukan hanya kaum ulama saja yang berperan dalam langkah Islamisasi awal yang mana
kaum bangsawan adalah pihak penerima pengaruh penyebaran kepercayaan Islam. Namun, tidak lama
dari masa itu datanglah seorang bangsawan dari tanah yang jauh, seorang tokoh keturunan Majapahit
yang tiba dari tanah Sumatera.

Anda mungkin juga menyukai