Anda di halaman 1dari 2

Halaqah 22 Nama dan Sifat Allah yang terkandung dalam QS : Al-Furqan 58

Beliau mengatakan
Waqowluhu subhanahu watawakal ‘alal khayyil lazi la yamutu
Dan bertawakal-lah kepada Yang Maha Hidup yang tidak meninggal dunia.
Didalam ayat ini beliau rahimahullah membawakan ayat ini untuk menjelaskan kepada kita
bahwasanya diantara nama Allāh Subhanahu Wa Ta’ala yang Allāh Subhanahu Wa Ta’ala
tetapkan, yang Allāh Subhanahu Wa Ta’ala itsbat di dalam Al-Qur’an adalah Al-Hayy
Dan bertawakal lah kepada Al-Hayy, Al-Hayy adalah yang Maha Hidup, nama diantara nama-
nama Allāh Subhanahu Wa Ta’ala dan kaidah menyebutkan bahwasanya setiap nama Allāh
Subhanahu Wa Ta’ala itu mengandung minimal satu sifat dan sifat yang terkandung di dalam
nama Allāh Subhanahu Wa Ta’ala Al-Hayyu adalah Al-Hayah yang artinya adalah kehidupan. Jadi
nama Allāh Subhanahu Wa Ta’ala adalah Al-Hayyu dan sifat Allāh Subhanahu Wa Ta’ala yang
terkandung di dalam Al-Hayyu adalah Al-Hayah atau kehidupan.
Dan nama-nama Allāh Subhanahu Wa Ta’ala adalah nama-nama yang Husna, yang paling baik,
dan sifat-sifat Allāh Subhanahu Wa Ta’ala adalah sifat-sifat yang paling tinggi yang paling
sempurna, sehingga di sini kita mengetahui bahwasanya sifat kehidupan yang terkandung di
dalam nama Allāh Subhanahu Wa Ta’ala Al-Hayyu adalah kehidupan yang sempurna, yaitu
kehidupan yang tidak diawali dengan tidak ada dan kehidupan yang tidak diakhiri dengan
kematian atau kebinasaan, maka Dia-lah Allāh Subhanahu Wa Ta’ala Al-Hayyu dan ini yang
membedakan antara sifat hidup bagi Allāh Subhanahu Wa Ta’ala dengan sifat hidup yang dimiliki
oleh makhluk.
Makhluk memiliki sifat hidup namun sifat hidup yang dimiliki oleh makhluk adalah sifat hidup
yang penuh dengan kekurangan, sifat hidup yang diawali dengan ketidakadaan
Hal atāka ‘alal-insāni ḥīnum minad-dahri lam yakun syai'am mażkūrā(n).
Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum
merupakan sesuatu yang dapat disebut? [Al-Insan:1]
Diawali dengan ketidakadaan kemudian Allāh Subhanahu Wa Ta’ala menciptakan sehingga kita
menjadi sesuatu yang ada, yang memiliki nama memiliki sifat, apakah kita akan selamanya hidup
seperti ini setelah sebelumnya kita tidak ada dan tidak disebut? semuanya akan meninggal dunia,
semuanya akan binasa
Kullu man ‘alaihā fān(in). [Ar-Rahman:26]
Dan setiap apa yang ada di atasnya, yaitu di atas bumi, akan fāna yaitu akan binasa, maka
kehidupan makhluk diakhiri dengan kebinasaan
Kullu nafsin żā'iqatul-maut(i) [Aali Imran:185]
Setiap yang memiliki jiwa akan merasakan kematian. Inilah sifat hidup yang kita miliki, dari sini
juga kita bisa mengambil pelajaran bahwasanya ketika seseorang menetapkan sebuah sifat bagi
Allāh Subhanahu Wa Ta’ala bukan berarti kita menyerupakan Allāh Subhanahu Wa Ta’ala dengan
makhluk, kita semua sepakat bahwasanya Allāh Subhanahu Wa Ta’ala memiliki sifat hidup
bahkan ahlul bid’ah sekalipun mereka juga menetapkan, mustahil mereka menetapkan sifat mati
bagi Allāh Subhanahu Wa Ta’ala, sifat itu adalah di antara sifat-sifat Allāh Subhanahu Wa Ta’ala
yang dzatiyah yang melazimi Allāh Subhanahu Wa Ta’ala.
Apakah ketika seseorang menetapkan sifat hidup bagi Allāh Subhanahu Wa Ta’ala sementara dia
melihat dirinya juga hidup dan apa yang ada di sekitarnya juga banyak makhluk hidup kemudian
dianggap kita menyerupakan Allāh Subhanahu Wa Ta’ala dengan makhluk? Semuanya sepakat
jawabannya tidak. Kenapa kita menetapkan sifat hidup bagi Allāh Subhanahu Wa Ta’ala, itu
adalah sifat hidup yang sesuai dengan kesempurnaan Allāh Subhanahu Wa Ta’ala, sesuai dengan
keagungan Allāh Subhanahu Wa Ta’ala. Tidak diawali dengan tidak ada dan tidak diakhiri dengan
kebinasaan/ kematian, berbeda dengan sifat hidup yang dimiliki oleh makhluk. Jadi Allāh
Subhanahu Wa Ta’ala memiliki sifat hidup sesuai dengan kesempurnaan-Nya dan kita juga
memiliki sifat hidup sesuai dengan kekurangan kita sebagai seorang makhluk, Allāh Subhanahu
Wa Ta’ala menetapkan di dalam ayat ini bahwa nama-Nya adalah Al-Hayyu, Yang Maha Hidup.
laazi layamutu
Yang tidak akan meninggal. Karena disana ada yang disifati dengan hidup dan dia akan
meninggal,
Kullu nafsin żā'iqatul-maut(i)
adapun Allāh Subhanahu Wa Ta’ala maka Dia-lah Yang Maha Hidup dan tidak akan meninggal.
Disini Allāh Subhanahu Wa Ta’ala menafikan dari diri-Nya Al Maut berarti ini termasuk sifat
manfiyya bagi Allāh Subhanahu Wa Ta’ala, sifat yang dinafikan dari Allāh Subhanahu Wa Ta’ala.
Dan kaidah dalam masalah sifat-sifat yang dinafikan oleh Allāh Subhanahu Wa Ta’ala seperti ini
kita menafikan apa yang dinafikan oleh Allāh Subhanahu Wa Ta’ala, kita tetapkan apa yang
ditetapkan oleh Allāh Subhanahu Wa Ta’ala untuk diri-Nya dan kita nafikan apa yang dinafikan
oleh Allāh Subhanahu Wa Ta’ala dari diri-Nya. Ketika Allāh Subhanahu Wa Ta’ala mengatakan
layamutu berarti kita nafikan al-maut dari Allāh Subhanahu Wa Ta’ala, kemudian yang kedua kita
tetapkan kesempurnaan kebalikan dari sifat al-maut yaitu Al-Hayah, kemudian kita tetapkan
kesempurnaannya artinya Dia-lah yang memiliki sifat hidup yang sempurna, berarti ini
menguatkan dari nama Allāh Subhanahu Wa Ta’ala Al-Hayy, didalam ayat ini disebutkan isbat dan
juga an-nafyi.
Allahu A’lam, disini beliau rahimahullah mendatangkan ayat yang mulia ini karena sebelumnya
mendatangkan ayat kursiy yang di situ juga ada penyebutan Al-Hayyu
Allāhu lā ilāha illā huw(a), al-ḥayyul-qayyūm(u)
Kemudian juga yang kedua, Allahu A’lam, di sini beliau mendatangkan ayat ini karena dia juga
menggabungkan antara an-nafyu dan juga Al-Itsbat, Al-Hayyu dengan layamutu, Allahu A’lam.

Anda mungkin juga menyukai