2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah dengan judul “Bersuci dan Shalat melalui pendekatan Tafsir Ahkam”
Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari pihak
pikirannya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas dalam mata
kuliah Etika akademik. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar
banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempuraan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi para pembaca.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
A. Bersuci ............................................................................................................. 2
B. Kiblat ............................................................................................................... 8
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 27
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bersuci, atau thaharah dalam istilah Al-Qur’an dan sunnah, merupakan salah
satu masalah penting yang mendapat perhatian serius dalam islam. Islam sangat
mementingkan kebersihan dan bersuci dengan sifatnya yang umum, baik menyangkut
ihwal kebersihan fisik dan tempat tinggal, maupun kesucian jiwa, pikiran dan lain
sebagainya. Bahkan islam menjadikan kebersihan dan kesucian sebagai salah
satu persyaratan bagi kesahan atau diterima atau ditolaknya suatu amal ibadah seperti
shalat dan ibadah lainnya.
Oleh karena itu thaharah sangat penting sebagai suatu syarat sahnya shalat, di
dalam hubungan manusia dengan tuhannya shalat merupakan titik sentral dan sebagai
pondasi utama atau tiang dalam beragama Islam.
Shalat menghubungkan seorang hamba kepada penciptanya, dan shalat
merupakan menifestasi penghambaan dan kebutuhan diri kepada Allah SWT.Dari sini
maka, shalat dapat menjadi media permohonan, pertolongan dalam menyingkirkan
segala bentuk kesulitan yang ditemui manusia dalam perjalanan hidupnya.1
Oleh karena itu menurut penjelasan di atas kami akan menjelaskan tentang
bersuci dan shalat dalam kajian tafsir ahkam.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Bersuci dalam surah Al-Maidah Ayat 6 dan An-Nisa yat 43.
2. Permasalahan Kiblat dalam surah Al-Baqarah Ayat 142, 144, 149, 150.
3. Waktu Shalat dalam surah Al-Isra Ayat 78 dan Hud ayat 114.
4. Bentuk Tata cara shalat dalam surah Al-Baqarah ayat 239, An-Nisa Ayat 101 dan
Al- Jumu`ah Ayat 9.
1
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Amzah, 2009), h.
145
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bersuci
ِ ِٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا قُ ْمتُ ْم اِلَى الص َّٰلو ِ]ة فَا ْغ ِسلُوْ ا ُوجُوْ هَ ُك ْم َواَ ْي ِديَ ُك ْم اِلَى ْال َم َراف
ق َوا ْم َسحُوْ ا
ٓ ٰ ْبِ ُرءُوْ ِس ُك ْم َواَرْ ُجلَ ُك ْم اِلَى ْال َك ْعبَي ۗ ِْن َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوْ ۗا َواِ ْن ُك ْنتُ ْم َّمر
ضى اَوْ ع َٰلى
َ َسفَ ٍر اَوْ َج ۤا َء اَ َح ٌد ِّم ْن ُك ْم ِّمنَ ْالغ َۤا ِٕى ِط اَوْ ٰل َم ْستُ ُم النِّ َس ۤا َء فَلَ ْم تَ ِج ُدوْ ا َم ۤا ًء فَتَيَ َّم ُموْ ا
ص ِع ْيدًا طَيِّبًا
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang
air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammum lah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tangan mu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan mu, tetapi dia hendak
membersihkan kamu dan meyempurnakan nikma-Nya bagimu, supaya kamu
bersyukur. 2
(Q.S.5: 6)
b. Asbabun nuzul
Imam Bukhori meriwayatkan dari jalur Amr bin Harist dari Abdurrahman bin
Qasim dari Ayahnya dan dari Siti Aisyah yang menceritakan, “kalungku telah terjatuh
2
Cordova, Al Quran QS Al-Maidah/5:6.
5
di padang pasir, sedangkan waktu itu kami telah memasuki kawasan madinah.
Kemudian Rasulullah SAW menghentikan (hewan) kendaraannya dan langsung turun,
setelah itu beliau meletakkan kepala beliau kepangkuanku lalu tertidur. Sahabat Abu
Bakar menghadap, kemudian ia memukulku dengan keras seraya berkata,”engkau
telah menahan banyak orang karena masalah kalungmu”. Kemudian setelah peristiwa
itu Nabi SAW bangun dan waktu shalat shubuh masuk, Nabi SAW mencari air untuk
berwudhu, akan tetapi beliau tidak menemukannya, lalu turunlah ayat ini. Usaid ibn
khudair berkata, “Allah telah memberkati orang – orang oleh sebab keluargamu hai
Abu Bakar !” imam tabrani meriwayatkan dari jalur ibad ibn abdullah ibn zubair dari
siti aisyah RA yang menceritakan, “setelah lewat peristiwa tentang hilangnya
kalungku dan setelah berlalu pergunjingan orang – orang tentang peristiwa dusta ( al-
ifki ). Aku keluar bersama Rasulullah SAW dalam suatu peperangan yang lain, maka
terjatuh pula kalungku itu untuk kedua kalinya hingga orang-orang menjadi terhambat
perjalanannya karena mencari kalungku itu. Kemudian Abu Bakar berkata kepada
ku,”hai anak perempuan kecilku !” dalam setiap perjalanan engkau selalu menjadi
beban dan sumber malapetaka bagi orang-orang. Setelah itu Allah SWT menurunkan
ayat rukhshah bertayammum lalu Abu Bakar berkata kepadaku,” sesungguhnya
engkau ini wanita yang diberkati.3
ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا قُ ْمتُ ْم اِلَى الص َّٰلو ِة
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan sholat.
potongan ayat di atas harus di tafsir kan “Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan seterunya” seperti hal
nya menafsirkan ayat :
فَا ِ َذا قَ َرْأتَ ْالقُرْ ٰانَ فَا ْست َِع ْذ بِاهّٰلل ِ ِمنَ ال َّشي ْٰط ِن ال َّر ِجي ِْم4
Kemudian jika kamu hendak membaca Al-Qur`an, maka hendaklah(lebih dulu) kamu
berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.
3
Muhammad ali al-shabuni, rawa-l’ul bayan tafsir ayat al-ahkam min al-qur’an (madinah, dar al-shabuni 1999)
hal 43
4
Al Quran QS An-Nahl/16:98.
6
Potongan ayat di atas harus di atas harus ditakwilkan demikian rupa, karena
kalau dipertahankan makna hakikinya, maka berarti harus mendahulukan shalat dan
mengakhirkan wudhu. Padahal yang dikhendaki oleh ayat ini adalah mendahulukan
wudhu dan membelakangkan shalat seperti halnya membaca ta`awwudz bagi
seseorang menjelang membaca Al-Qur`an. Digunakannya redaksi Fi`il madhi (bentuk
lampau) pada ayat di atas, agaknya untuk mengisyaratkan betapa erat bahkan menyatu
antara wudhu dan shalat.
Bisa ditafsirkan dari ayat dan terjemahan di atas yaitu rukun wudhu yaitu:
1) Membasuh muka, yaitu mulai dari rambut sebelah muka atau dahi sampai
dengan dagu dan dari telinga kanan sampai telinga kiri.
2) Membasuh tangan hingga siku.
3) Menyapu kepala, cukup menyapu sebahagian kecil dari kepala menurut Mazhab
syafi’i. (menurut Mazhab Maliki: Harus menyapu seluruh kepala ,menurut
Mazhab Hanafi : cukup menyapu seperempat kepala saja)
4) Membasuh kedua kaki mulai dari jari-jari sampai dengan dua mata kaki.
Kesemuanya itu dengan menggunakan air. 5
Adapun dua rukun lagi diambil dari Hadist:
1) Niat, pekerjaan hati dan tidak disebutkan dalam ayat ini tetapi niat itu
diharuskan pada setiap ibadah sesuai dengan hadis: Tiap-tiap amala perbuatan
harus disertai niat . (HR Bukhori dan Muslim dari Umar bin Khattab).6
2) Tertib artinya mengurutkan pekerjaan tersebut sesuai dengan urutan yang
disebutkan Allah dalam ayat ini. tertib demikianlah Nabi melaksanakannya dan
sesuai pula dengan sabdanya yang berbunyi : Aku memulai dengan apa yang
dimulai oleh Allah ( HR. An Nasa’i dari Jabir bin Abdillah).7
5
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa terjemaah tafsir Al-maraghi, (semarang:PT Karya toha putra, 1974) hal 22
6
Ibnu Hajar, Amiruddin terjemaah Fathul Bārī (Jakarta:Pustaka Azzam, 2011)hal 18
7
Mitra, Skripsil Hadist Tentang Anjuran Berwudhu Dalam Melaksanakan Aktifitas Diluar Shalat(Semarang:
IAIN Walisongo, 2008) hal 19
7
َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوْ ۗا
jika kamu junub maka mandilah.
Sesudah itu Allah menerangkan wajibnya seseorang mandi disebabkan junub (dan
jika kamu junub mandilah). Yang termasuk junub adalah
1) Bersetubuh, baik keluar mani ataupun tidak
2) Keluar mani, baik keluarnya karena bermimpi ataupun sebab lain dengan sengaja
atau tidak, dengan perbuatan sendiri atau bukan
3) Mati. Orang Islam yang mati, fardu kifayah atas muslimin yang hidup
memandikannya, kecuali orang yang mati syahid
4) Haid. Apabila seorang perempuan telah berhenti dari haid, ia wajib mandi agar ia
dapat shalat dan dapat bercampur dengan suaminya. Dengan mandi itu badannya
pun menjadi segar dan sehat kembali.
5) Nifas. Yang dinamakan nifas ialah darah yang keluar dari kemaluan perempuan
sesudah melahirkan anak. Darah itu merupakan darah haid yang berkumpul, tidak
keluar sewaktu perempuan itu gmengardung.
6) Melahirkan, baik anak yang dilahirkan itu cukup umur ataupun tidak, seperti
keguguran.8
ضى اَوْ ع َٰلى َسفَ ٍر اَوْ َج ۤا َء اَ َح ٌد ِّم ْن ُك ْم ِّمنَ ْالغ َۤا ِٕى ِط اَوْ ٰل َم ْستُ ُم النِّ َس ۤا َء فَلَ ْم ٓ ٰ َْواِ ْن ُك ْنتُ ْم َّمر
ُص ِع ْيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسحُوْ ا بِ ُوجُوْ ِه ُك ْم َواَ ْي ِد ْي ُك ْم ِّم ْنهَ تَ ِج ُدوْ ا َم ۤا ًء فَتَيَ َّم ُموْ ا
dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammum lah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tangan
mu dengan tanah itu.
8
3) Dalam perjalanan berhadast kecil yang diungkapkan dengan kembali dari tempat
buang air (kakus)
4) Persentuhan kulit laki-laki dengan perempuan.
Tayamum adalah dengan meletakkan telapak tangan kepada debu tanah yang
bersih lalu disapukan ke muka, kemudian meletakkan lagi kedua telapak tangan ke
atas debu bersih, lalu telapak tangan yang kiri menyapu tangan yang kanan mulai dari
jari-jari tangan terus kepergelangan tangan sampai dengan siku turun ke pergelangan
tangan lagi untuk menyempurnakan yang belum tersapu, sedangkan telapak tangan
yang sebelah kanan yang berisi debu di sapukan pula ke tangan sebelah kiri dengan
cara yang sama seperti menyapu tangan kanan. Demikian nabi bertayammum.9
ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَ ْق َربُوا الص َّٰلوةَ َواَ ْنتُ ْم س ُٰك ٰرى َح ٰتّى تَ ْعلَ ُموْ ا َما تَقُوْ لُوْ نَ َواَل ُجنُبًا
ٓ ٰ ْاِاَّل عَابِ ِريْ َسبِ ْي ٍل َح ٰتّى تَ ْغت َِسلُوْ ا َۗواِ ْن ُك ْنتُ ْم َّمر
ضى اَوْ ع َٰلى َسفَ ٍر اَوْ َج ۤا َء اَ َح ٌد ِّم ْن ُك ْم
َ ِّمنَ ْالغ َۤا ِٕى ِط اَوْ ٰل َم ْستُ ُم النِّ َس ۤا َء فَلَ ْم ت َِج ُدوْ ا َم ۤا ًء فَتَيَ َّم ُموْ ا
ص ِع ْيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسحُوْ ا بِ ُوجُوْ ِه ُك ْم
َواَ ْي ِد ْي ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ َعفُ ًّوا َغفُوْ رًا
Artinya:
Wahai orang yang beriman!, jangan lah kamu mendekati sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapan, dan jangan pula (kamu
hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali sekedar melewati jalan
saja, sebelum kamu mandi (mandi junub). Adapun jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau sehabis buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,
sedangkan kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang
baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Sungguh, Allah
Maha Pemaaf, Maha Pengampun.10
b. Asbabun Nuzul
9
Al-Maraghi,Ibid hal 25
10
Cordova, Al Quran op.cit /4:43.
9
Abdurrahman ibn auf pernah membuat makan untuk kita, ia mengundang
kami dan memberikan kami minuman khamr, kemudian saya mengambil khamr
itu, dan datanglah waktu shalat lalu mereka mengajukanku sebagai imam kemudian
aku membaca ونحن نعبد ما تعبدون,أعبد ما تعبدون قل يا أيها الكافرون (hai orang-orang kafir
aku menyembah tuhan ytang kamu sembah, dan kita menyembah tuhan yang
kalian sembah). Ali ibn abi thalib berkata, Maka turunlah ayat ini. Dari hadis di
atas telah dijelaskan bahwa asbabun nuzul ayat ini karena setelah
meminum khamr sahabat Ali Ibn Abi Thalib salah membaca bacaan ayat al-Qur’an
hingga membuat makna al-Qur’an melenceng jauh dari arti yang sebenarnya.11
c. Tafsir Ayat
ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَ ْق َربُوا الص َّٰلوةَ َواَ ْنتُ ْم س ُٰك ٰرى
Wahai orang yang beriman!, jangan lah kamu mendekati sedang kamu dalam
keadaan mabuk,
khithab ayat ini oleh Allah SWT ditujukan khusus untuk orang-orang yang
beriman, karena mereka yang melaksanakan shalat, sebab terkadang mereka
meminum sedikit dari khamar, sehingga khamar itu merusak akal mereka, oleh
karena itu ayat ini khusus ditujukan untuk mereka, sebab orang-orang kafir tidak
melaksanakan shalat, baik (mereka) dalam keadaan sehat (terjaga) atau dalam
keadaan mabuk.
Abu Daud meriwayatkan dari Umar bin Al Khaththab Ra. Ia berkata, "Ketika
turun (ayat) yang mengharamkan khamer, Umar berkata, “ya Allah jelaskanlah
status khamer kepada kami dengan penjelasan yang memuaskan,” maka turunlah
11
Muhammad ali al-shabuni, op.cit, hal. 343
10
Maka muadzin Rasulullah SAW ketika hendak shalat Ia berseru, 'Hendaklatr
orang yang sedang mabuk tidak melaksanakan shalat," lalu dipanggillah Umar, dan
dibacakan kepadanya ayat ini, lalu Umar berdoa lagi,'yaAllah jelaskanlah (status)
khamer kepada kami dengan penjelasan yang memuaskan', maka turunlah ayat
surah Al-Maidah ayat 90-91 َ“ فَهَ]]لْ اَ ْنتُ ْم ُّم ْنتَهُ]]وْ نmaka berhentilah kamu (dari
mengerjakan pekerjaan itu)." Umar berkata, Kami akan berhenti.12" Sa'id bin Jubair
berkata, "Adanya orang-orang (yang telah masuk Islam) mereka tetap mengerjakan
kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan di masa jahiliyah atau sebelum masuk
islam, sampai mereka diperintahkan untuk mengerjakannya atau berhenti untuk
mengerjakannya, adanya mereka meminum (khamer iutu) disaat awal-awal Islam,
Ibnu Abbas berpendapat bahwa firman Allah Swt An-Nisaa ayat 43 ini
mansukh (dihapus) dengan ayat yang terdapat pada surah Al Maa'idah ayat 6 ayat
sebelumya memerintahkan mereka shalat dalam segala kondisi kecuali mabuk dan
ayat ini berlaku sebelum pengharaman khamer.
Mujahid berkata, "Ayat ini dihapus dengan ayat pengharaman khamer." Hal
senada juga diungkapkan oleh Ikrimatr dan Qatadatr dan pendapat ini shahih
berdasarkan hadits riwayat Ali.13
yaitu sampai kamu memahaminya dengan yakin apa yang kamu ucapkan dan
jauh dari ketidaktahuan. Sedangkan orang yang berada dalam keadaan mabuk tidak
memahami apa yang diucapkannya, oleh karena itu Utsman bin Affan berkata,
"Sesungguhnya talak orang yang mabuk itu tidak sah."14
َواَل ُجنُبًا اِاَّل عَابِ ِريْ َسبِي ٍْل َح ٰتّى تَ ْغتَ ِسلُوْ ا
jangan pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub kecuali
sekedar melewati jalan saja, sebelum kamu mandi (mandi junub).
12
Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (l/500), dan Abu Daud pada pembahasan tentang
Minuman, bab: Pengharaman Khamer (31325).
13
Lebih jelas liat tafsir Al-Qurthubi, Fathurrahman Terjemah Tafsir Al Qurthubi Jilid V.
14
Pernyataan Utsman disebutkan oleh Ibnu Athiyyah, Tafsir lbnu Athiyyah (4/72).
11
Mayoritas umat mengatakan bahwa al junub tidak suci sebab keluarnya mani
atau berhubungan intim. Diriwayatkan dari sebagian sahabat batrwa mandi tidak
wajib dilakukan selama tidak keluar mani, berdasarkan sabda Rasulullah SAW,”
Sesungguhnya air (mandi junud) itu (karena keluarnya) air (mani).”15
d. Istimbhat Hukum
Firman Allah SWT اَل تَ ْق َربُوdiucapkan dengan mem-fathah-kan huruf ra'
maka maknanya, jangan melakukan pekerjaan itu. sebaliknya jika diucapkan
dengan men-dhammah-kan huruf ra' maka artinya, janganlah mendekatinya.
Khithab (pesan) ayat ini ditujukan kepada kelompok umat yang sadar, sedangkan
orang yang mabuk tidak dapat berfikir jemih, karena orang mabuk tidak termasuk
dalam khithab ayat ini sebab akal sehatnya hilang,
Firman Allah swt َالص ] ٰلوة
َّ para ulama berbeda pendapat tentang makna
shalat pada pembahasan ini. Sekelompok ulama berkata, "shalat adalah ibadah
yang telah diketahui bentuknya." Pendapat ini merupakan pendapat Abu Hanifah,
Kelompok lainnya berkata, "yang dimaksud adalah tempat-tempat shalat."
Pemyataan ini merupakan pendapat syafi,i, sebab mudhaf pada kalimat tersebut
sengaja tidak disebutkan, oleh karena itu pada ayat ini tempat-tempat shalat
disebut dengan kalimat shalat saja dan penafsiran ini diperkuat dengan firman-
Nya, َواَل ُجنُبًا اِاَّل عَابِ ِريْ َسبِ ْي ٍلhal ini menunjukkan pembolehan seorang yang sedang
15
HR. Muslim, pada pembahasan tentang Haid, bab: Sesungguhnya air (mandi) karena (keluarnya) air (mani),
(1/269).
12
berhadats besar junub lewat di dalam masjid sepanjang ia tidak shalat di
dalamnya.
Firman Allah SWT, َواَل ُجنُبًاberfungsi sebagai athaf dalam bentuk kalimat
yang manshub pada kalimat َح ٰتّى تَ ْعلَ ُم]]وْ ا, maksudnya janganlah kalian shalat
sedangkan kalian dalam keadaan junub.
Para ulama berbeda pendapat tentang firman Allah Swt, اِاَّل َع]]ابِ ِريْ َس]بِ ْي ٍل
“Terkecuali sekedar berlalu saja." Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Jubair, Mujahid dan
Hakam berkata, 'Aabiris sabiil artinya musafir 16
dan tidak dibenarkan seorang
yang berada dalam kondisi junub melaksanakan shalat sampai ia mandi wajib
kecuali musafir dimana ia boleh bertayammum.
B. Kiblat
اس َما َو ٰلّىهُ ْم ع َْن قِ ْبلَتِ ِه ُم الَّتِ ْي َكانُوْ ا َعلَ ْيهَا ۗ قُلْ هّٰلِّل ِ ْال َم ْش ِر ُق ۤ
ِ ََّسيَقُوْ ُل ال ُّسفَهَا ُء ِمنَ الن
ِ َو ْال َم ْغ ِر ۗبُ يَ ْه ِديْ َم ْن يَّ َش ۤا ُء اِ ٰلى
ص َرا ٍط ُّم ْستَقِي ٍْم
Artinya:
Orang-orang yang kurang akal di antara manusia akan berkata, “Apakah yang
memalingkan mereka (Muslim) dari kiblat yang dahulu mereka (berkiblat)
kepadanya?” Katakanlah (Muhammad), “Milik Allah-lah timur dan barat; Dia
memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.”17
b. Asbabun Nuzul
Dari Al bara berkata: Maka Nabi Muhammad di hadapkan ke arah ka’bah. Lalu
orang-orang bodoh yang kurang akalnya di antara manusia, yaitu orang-orang
yahudi berkata, “Apakah yang memalingkan mereka (Muslim) dari kiblat yang
dahulu mereka (berkiblat) kepadanya?”[142] maka Allah menurunkan ayat:
16
Atlr-Thabari, Jami'Al Bayan (5162),Ibnu Athiyyah, Tafsir lbnu Athiyyah (4t74\.
17
Cordova, Al Quran,, op.cit, /2:142.
13
”Katakanlah (Muhammad), “Milik Allah-lah timur dan barat; Dia memberi
petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.”[142].
c. Tafsir Ayat
ۤ
ِ ََّسيَقُوْ ُل ال ُّسفَهَا ُء ِمنَ الن
اس
ُ اس َما َو ٰلّىهُ ْم ع َْن قِ ْبلَتِ ِه ُم الَّتِ ْي َكانُوْ ا َعلَ ْيهَا ۗ قُلْ هّٰلِّل ِ ْال َم ْش ِر
ْق َو ْال َم ْغ ِر ۗبُ يَ ْه ِدي ِ َّالن
اط ُّم ْستَقِي ٍْم ٍ ص َر ِ َم ْن يَّ َش ۤا ُء اِ ٰلى
“Apakah yang memalingkan mereka (Muslim) dari kiblat yang dahulu mereka
(berkiblat) kepadanya?” Katakanlah (Muhammad), “Milik Allah-lah timur dan
barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang
lurus.”
Jadi, konteks dari ayat ini adalah ketika Rasulullah saw diperintahkan untuk
mengubah kiblat arah shalat. Setelah turun perintah shalat, selama RasuluLlah ada di
tengah-tengah masyarakat Makkah yg menyembah berhala yang ada di sekitar
Ka’bah, semula kiblatnya adalah masjidil aqsha. Namun, ketika di Madinah, dimana
RasuluLlah hidup diantara masyarakat Yahudi dan Nashrani, kiblat yang semula
Masjidil Aqsha (yang merupakan kota suci Yahudi dan Nashrani) diperintahkan
untuk beralih ke Ka’bah di Makkah. Perpindahan kiblat ini dijadikan sebuah
propaganda oleh kaum Yahudi dan Nashrani dengan menyebut bahwa Muhammad
ini bukan Nabi, sebab tidak mungkin seorang nabi memindahkan kiblat seenaknya
sendiri, dan ini mendatangkan keraguan di kalangan ummat Islam sendiri, bahkan
ada beberapa yang akhirnya keluar dari Islam.
18
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir juz II (Sinar Baru algensindo: 2000) hal 461
14
a. Ayat dan Terjemahan
ط َر ْ ك َش َ َضىهَا ۖ فَ َولِّ َوجْ ه ٰ ْب َوجْ ِهكَ فِى ال َّس َم ۤا ۚ ِء فَلَنُ َولِّيَنَّكَ قِ ْبلَةً تَر َ ُّقَ ْد ن َٰرى تَقَل
ب ْ ْث َما ُك ْنتُ ْم فَ َولُّوْ ا ُوجُوْ هَ ُك ْم َش
َ ط َر ٗه ۗ َواِ َّن الَّ ِذ ْينَ اُوْ تُوا ْال ِك ٰت ُ ْج ِد ْال َح َر ِام ۗ َو َحي ِ ْال َمس
َق ِم ْن َّربِّ ِه ْم ۗ َو َما هّٰللا ُ بِغَافِ ٍل َع َّما يَ ْع َملُوْ ن ُّ لَيَ ْعلَ ُموْ نَ اَنَّهُ ْال َح
Artinya :
Kami melihat wajahmu (Muhammad) sering menengadah ke langit, maka akan,
Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka hadapkanlah
wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja engkau berada, hadapkanlah
wajahmu ke arah itu. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Kitab (Taurat
dan Injil) tahu, bahwa (pemindahan kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan
mereka. Dan Allah tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan.19
b. Asbabun Nuzul
Dari Ibnu Abi Hatim Rahimullah meriwayatkan dari Al bara R.A, ia berkata,
“ Dahulu Rasulullah SAW melaksanakan shalat ke arah Baitu Maqdis selama enam
belas atau tujuh belas bulan; dan beliau merasa senang jika dihadapkan ke arah
Ka’bah. Lalu Allah SWT menurunkan ayat ini.20
c. Tafsir Ayat
Ibnu Katsir menyatakan, lewat ayat ini Allah memerintahkan untuk salat
menghadap kiblat. Entah apakah posisi orang yang salat tersebut ada di barat,
timur, selatan maupun utara. Dan tidak ada pengecualian soal hal ini kecuali dalam
permasalahan salat dalam perjalanan, salat dalam peperangan dan salatnya orang
yang tidak mengetahui mana arah kiblat yang benar.21
19
Cordova, Al Quran,, op.cit, /2:144.
20
Bukhari, Shahih al Bukhari, kitab Tafsir Al Quran(Beirut : Dar al Kitab al ‘Ilmiyyah, 1992) No.4126
21
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Jilid I (Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2007) hal 461
15
1. Kiblat dalam artian arah kemana kita menghadap ketika shalat. Berdasarkan ayat
tersebut, bukanlah hal yang sangat mendasar, karena secara substansial menghadap
ke arah manapun sebenarnya kita sedang menghadap kepada Allah, meskipun
secara syari’at kita tetap harus menghadap Ka’bah. Ini berarti ketika dihadapkan
pada kondisi tidak mengetahui dengan pasti arah, maka kita mengikuti “rasa” kita
dimana ka’bah saat itu, dan tetap wajib hati kita menghadap kepada Allah.
Penyatuan Ka’bah sebagai kiblat adalah sebuah metode untuk membangun
kesatuan umat Islam, dengan harapan bahwa dengan kesamaan kiblat, akan lahir
pula kesamaan rasa sebagai sebuah umat.
16
meremehkan. Kecenderungan yang marak sekarang ini adalah, karena terlalu
njelimet memahami teks, akhirnya menyulitkan diri-sendiri, sehingga gagal
memperoleh pengalaman keagamaan (religiusitas). Makna berikutnya berkaitan
dengan wasathan ini adalah al-hikmah, kebijaksanaan. Al-hikmah (kebijaksanaan)
ini menurut beberapa ‘ulama, terdiri dari tiga tiang yakni:
Tidak mudah mengubah sebuah kebiasaan lama, dalam hal ini, berkiblat ke
Masjidil Aqsha menuju kebiasaan baru yang berkebalikan. Maka tepatlah bahwa
ini merupakan ujian untuk mengetahui siapakah diantara pengikut Rasul yang
‘balik-kanan’ setelah diperintah untuk mengubah arah kiblat. Ini juga menunjukkan
bahwa ada mekanisme tertentu dalam proses kemasyarakatan, untuk melakukan
perubahan, dan tidak cukup hanya sekedar mengerti atau tahu, untuk bisa berlanjut
kepada sikap. Mekanisme itu bisa berupa kontrol, evaluasi maupun ujian
sebagaiman perintah mengubah arah kiblat ini.
b. Asbabun Nuzul
22
Cordova, Al Quran,, op.cit, /2:149.
17
Ada yang berpendapat bahwa ayat ini adalah penekanan untuk perintah
dari ayat sebelumnya, yang mengarahkan kiblat untuk kaum muslim ke arah
Masjidil Haram, dan pernyataan bahwa mereka benar-benar mendapat
perhatian. Karena permasalahan pemindahan ini sebenarnya sangat membebani
jiwa mereka, kemudiarrturunlah ayat ini agarkaum muslim dapatmelihatbahwa
isi hati mereka masih mendapatkan perhatian. Oleh karena itu, jiwa mereka
menjadi sedikit lebih sejuk dan tenang.23
c. Tafsir Ayat
18
ُ ْج ِد ْال َح َر ِام ۗ َو َحي
ْث َما ُك ْنتُ ْم فَ َولُّوْ ا ِ ط َر ْال َمس ْ خَرجْ تَ فَ َولِّ َوجْ هَكَ َش َ ْث ُ َو ِم ْن َحي
اس َعلَ ْي ُك ْم ُح َّجةٌ اِاَّل الَّ ِذ ْينَ ظَلَ ُموْ ا ِم ْنهُ ْم فَاَل ت َْخ َشوْ هُ ْم ْ ُوجُوْ هَ ُك ْم َش
ِ َّط َر ٗه ۙ لَِئاَّل يَ ُكوْ نَ لِلن
َاخ َشوْ نِ ْي َواِل ُتِ َّم نِ ْع َمتِ ْي َعلَ ْي ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْهتَ ُدوْ ۙن
ْ َو
Artinya :
Dan dari manapun engkau (Muhammad) keluar, maka hadapkanlah wajahmu
ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, maka hadapkanlah
wajahmu ke arah itu, agar tidak ada alasan bagi manusia (untuk
menentangmu), kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Janganlah
kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, agar Aku sempurnakan
nikmat-Ku kepadamu, dan agar kamu mendapat petunjuk.26
b. Asbabuun Nuzul
“Mûsâ bin Sah telah bercerita kepada saya (kepada Ibnu Jarîr), dia (Mûsâ
bin Sahl) berkata: “‘Amrû bin Hammâd telah bercerita kepada kami (kepada
Mûsâ bin Sahl), dia (‘Amrû bin Hammâd) berkata: “Asbâth bin Nashr telah
bercerita kepada kami (kepada ‘Amrû bin Hammâd), dari as-Suddŷ
sebagaimana yang ia (as-Suddŷ) kemukakan dari Abû Mâlik, dan dari Abû
Shâleh, dari ‘Abdullâh bin ‘Abbâs, dan dari Murrah al-Hamdânŷ, dari
‘Abdullâh bin Mas’ûd, dan dari beberapa Sahabat Nabi SAW. Mereka
(‘Abdullâh bin Mas’ûd dan beberapa Sahabat Nabi SAW.) berkata: “Ketika
(arah Kiblat) dirubah oleh Nabi SAW. ke arah Ka’bah setelah (sebelumnya)
Shalat beliau SAW. ke (arah) Baitul Maqdis (Masjid al-Aqshâ), Kaum
Musyrikîn penduduk Makkah berkata: “(Nabi) Muhammad dibingungkan
agama (Islâm) nya sendiri; ia (Nabi Muhammad) mengarahkan Kiblatnya
(Kiblat kaum Muslimîn) ke Kiblat kalian (ke Kiblat Baitul Maqdis/ Masjid al-
Aqshâ), ia (Nabi Muhammad) mengetahui bahwa jalan kalian (jalan Kaum
Musyrikîn penduduk Makkah) lebih benar, dan hampir saja ia (Nabi
Muhammad) masuk agama kalian (masuk agamanya Kaum Musyrikîn
penduduk Makkah)”. Maka Allâh SWT. menurunkan mengenai mereka (maka
26
Cordova, Al Quran,, op.cit, /2:150.
19
Allâh SWT. menurunkan mengenai perkataan Kaum Musyrikîn penduduk
Makkah Surat al-Baqarah, Ayat: 150).27
c. Tafsir Ayat
Istimbath Hukum
Hukum dalam hal menghadap kiblat menurut empat imam madzhab terbagi
menjadi dua pendapat:
1) Syafiiyah dan Hanabilah berpendapat bahwa kewajiban menghadap `ain
(dzat) ka`bah .
2) Hanafiyyah dan Malikiyyah berpendapat bahwa kewajiban menghadap pada
jihah ka`bah bagi orang yang shalat tidak dapat menyaksikan Ka`bah.
27
Ibnu jarir, Jâmi’ al-Bayân ‘an Ta-wîl ay al-Qurânnya jilid II hal 686
20
Adapun jika menyaksikan ka`bah ulama madzhab sepakat bahwa tidak boleh
kecuali benar-benar menghadap `ain ka`bah. Perbedaan kedua pendapat diatas
adalah pendapat pertama mengatakan bagi yang menyaksikan ka`bah harus
benar-benar mengahadap ka`bah dan bagi yang tidak menyaksikan ka`bah
wajib berusaha benar-benar menghadap ka`bah disertai dengan mengahadap
arah nya. Adapun pendapat kedua bagi yang tidak menyaksikan ka`bah cukup
menghadap arahnya saja.28
C. Waktu Shalat
1. Surah Al-Isra ayat 78
a. Ayat dan Terjemahan
]ق الَّ ْي ِل َوقُرْ ٰانَ ْالفَجْ ۗ ِر اِ َّن قُرْ ٰانَ ْالفَجْ ِر َكانَ َم ْشهُوْ ًدا
ِ س اِ ٰلى َغ َس ِ ْاَقِ ِم الص َّٰلوةَ لِ ُدلُو
ِ ك ال َّش ْم
Artinya:
Laksanakanlah salat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam
dan (laksanakan pula salat) Subuh. Sungguh, salat subuh itu disaksikan
(oleh malaikat).29
b. Asbabun Nuzul
Imam Syafi’I berkata “jumlah shalat wajib hanya lima waktu, shalat
selain yang lima itu hukumnya sunnah.”
Dalam sumber lain dikatakan bahwa Ayat ini turun bertepatan dengan
suatu peristiwa Nabi SAW dan umat islam diperintahkan untuk
melaksanakan shalat lima waktu wajib dalam sehari semalam, sedang
ketika itu penyampaian Nabi SAW baru bersifat lisan dan waktu-waktu
pelaksanaannya pun belum lagi tercantum dalam Al-Qur’an, hingga
akhirnya turunlah ayat ini.
c. Tafsir Ayat
21
Telah berlalu penjelasannya berkenaan dengan makra mendirikan
shalat bagian awal surah Al Baqarah. Ayat ini berdasarkan ijma para ahli
tafsir tentang shalat fardhu. Al Mawardi berkata : “ Barang siapa
menjadikan duluuk sebagai ism yang menunjukkan arti terbenam karena
manusia memejamkan kedua matanya saat istirahat dan jelasnya keadaan
matahari terbenam. Sedangkan yang menjadikannya sebagai ism yang
menunjukkan arti tergelincirnya karena dia memejamkan kedua matanya
disebabkan kuat cahayanya matahari.30
َ ِت ٰذل
ك ِ ۗ ت ي ُْذ ِه ْبنَ ال َّسي ِّٰا
ِ ار َو ُزلَفًا ِّمنَ الَّي ِْل ۗاِ َّن ْال َح َس ٰن ٰ
ِ ََواَقِ ِم الصَّلوةَ طَ َرفَ ِي النَّه
َلذ ِك ِر ْينّ ٰ ِِذ ْك ٰرى ل
Artinya:
Dan laksanakanlah salat pada kedua ujung siang (pagi dan petang) dan
pada bagian permulaan malam. Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus
30
Al-Qurthubi, Fathurrahman op.cit, Jilid 10, hal 753
31
Ibid hal 756
32
Ibid hal 760
22
kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu
mengingat (Allah).33
b. Asbabun Nuzul
c. Tafsir Ayat
Ada banyak perbedaan pendapat ahli tafsir mengenai pembagian salat
siang dan malam. Pandangan Al-Baghawi dalam tafsirnya, ia sendiri menafsiri
kedua ujung siang (ارِ َ )طَ َرفَ ِى ٱلنَّهadalah pagi dan sore. Mujahid menafsiri siang
sebagai salat subuh, zuhur dan asar, serta malam sebagai salat magrib dan isya.
Sedangkan menurut Muqatil, ia berkata, “Salat subuh dan zuhur adalah satu
bagian, asar dan magrib adalah satu bagian, dan bagian dari malam adalah salat
isya. Sedangkan menurut Al-Hasan, “Dua ujung siang adalah subuh dan asar,
dan bagian dari malam adalah magrib dan isya”. Pendapat lain dikemukakan
oleh Ibnu Abbas, ia menuturkan, “Dua ujung siang adalah pagi dan sore, yakni
salat subuh dan magrib”.
Lanjut Al-Baghawi, ia menafsiri bagian dari malam ( )و ُزلَفًا ِّمنَ ٱلَّي ِْل
َ dengan arti
waktu dari salah satu bagian malam tersebut berdekatan. Abu Ja’far membaca “
33
Cordova, Al Quran, op.cit, /11:114.
23
ِ َ ”ِإ َّن ْٱل َح َس ٰنdiartikan sebagai
ِ ت ي ُْذ ِه ْبنَ ٱل َّسئَِّـا
” ُزلَفًاdengan lam didamah. Dan lafaz “ت
salat lima waktu yang dapat menghapuskan semua kesalahan. 34
Istimbath Hukum
Syekh H. Abdul Halim Hasan dalam kitab tafsirnya menjelaskan bahwa semua
mufasir telah sepakat bahwa ayat ini menerangkan salat yang lima dalam
menafsirkan kata الشمس لدلوكdengan dua pendapat35, yaitu:
1. Tergelincir atau condongnya matahari dari tengah langit. Demikian
diterangkan Umar bin Khatab dan putranya.
”Dari Jabir bin Abdullah: Bahwasanya Jibril AS datang kepada Rasululah
SAW, kemudian berkata, “Berdirilah dan bersalatlah. Maka Nabi
melaksanakan salat zuhur ketika matahari telah tergelincir. Kemudian Jibril
datang kepada Nabi di waktu ashar dan berkata: berdirilah dan bersalatlah.
Maka nabi melaksanakan salat asar di ketika bayangan tiap-tiap sesuatu
telah menjadi sama. Kemudian Jibril datang di waktu Magrib dan berkata:
berdirilah dan laksanakan salat. Maka Nabi SAW melaksanakan salat
magrib di ketika matahari telah terbenam. Kemudian malaikat Jibril datang
kepada Nabi pada waktu isya dan berkata: berdirilah dan bersalatlah. Maka
Nabi SAW mengerjakan salat isya di ketika terbenam syafak. Kemudian
Jibril datang kepada Nabi SAW di waktu fajar dan berkata; berdiri dan
bershalattlah. Maka Nabi SAW bersalat fajar ketika fajar telah bersinar atau
dia berkata: Diketika fajar telah cemerlang. Kemudian Jibril datang kepada
Nabi SAW pada esok harinya. Jibril datang kepada Nabi SAW di waktu
Zuhur dan berkata: berdirilah dan bersalatlah. Maka Nabi SAW bersalat
zuhur di ketika bayangan sesuatu telah sama. Kemudian Jibril datang
kepada Nabi SAW pada waktu asar dan berkata: berdirilah dan bersalatlah.
Maka nabi mengerjakan salat ashar di ketika bayangan sesuatu telah
menjadi dua kali lebih panjang. Kemudian Jibril datang kepada Nabi SAW
pada waktu magrib di waktu kemarin juga, tidak berbeda. Kemudian jibril
datang kepada nabi bersalat isya ketika telah lewat separuh malam atau
sepertiga malam. Kemudian Jibril datang kepada Nabi SAW untuk salat
fajar di ketika cahaya telah terang sekali dan berkata: berdiri dan
34
Al-Baghawi, Ma’alim At-Tanzil fi Tafsir Al-Qur’an( Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2001) /2/469-471
35
Syekh H. Abdul Halim Hasan Binjai. Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, Cet.I, 2006), hlm. 512
24
bersalatlah. Maka Nabi SAW bersalat fajar. Kemudian Jibril berkata: antara
dua waktu ini, itulah waktu salat”. (HR. Imam Ahmad dan Nasai dan at-
Tirmizi).36
َفَا ِ ْن ِخ ْفتُ ْم فَ ِر َجااًل اَوْ ُر ْكبَانًا ۚ فَا ِ َذٓا اَ ِم ْنتُ ْم فَ ْاذ ُكرُوا هّٰللا َ َك َما عَلَّ َم ُك ْم َّما لَ ْم تَ ُكوْ نُوْ ا تَ ْعلَ ُموْ ن
Artinya:
36
Syeikh Faishal bin Abdul Aziz Alu Mubarak, Ringkasan Nailul Authar, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006, Jilid
I), hlm. 267.
37
Sayyid al-Imam Muhammad bin Ismail alKakhlany, Subûl al-Salâm (Semarang: Thaha Putra, 2004), hlm.
106.
25
Jika kamu takut (ada bahaya), salatlah sambil berjalan kaki atau berkendaraan.
Kemudian apabila telah aman, maka ingatlah Allah (salatlah), sebagaimana Dia
telah mengajarkan kepadamu apa yang tidak kamu ketahui.38
b. Asbabun Nuzul
Dalam satu riwayat dikemukakan bahwa sebab turun ayat ini adalah ketika
Nabi saw shalat zhuhur saat hari sangat panas. Shalat seperti ini (waktu cuaca
sangat panas dan dilakukan di ruang terbuka) sangat berat dirasakan oleh sahabat-
sahabat Nabi, maka turunlah Q.S. al-Baqarah ayat 238 yang menyuruh mereka
melakukan shalat walaupun terasa sangat berat. (H.R. al-Bukhari dalam Tarikh-
nya dan Ahmad, Abu Dawud, al-Baihaqi dan Ibn Jarir dari Zaid bin Tsabit).39
c. Tafsir Ayat
(Jika kamu dalam keadaan takut) baik terhadap musuh, maupun banjir
atau binatang buas (maka sambil berjalan kaki) jamak dari raajil, artinya
salatlah sambil jalan kaki (atau berkendaraan), 'rukbaanan' jamak dari 'raakib',
maksudnya bagaimana sedapatnya, baik menghadap kiblat atau tidak mau
memberi isyarat saat rukuk dan sujud. (Kemudian apabila kamu telah aman),
yakni dari ketakutan, (maka sebutlah Allah), artinya salatlah (sebagaimana
Dia telah mengajarkan kepadamu apa-apa yang tidak kamu ketahui), yakni
sebelum diajarkan-Nya itu berupa fardu dan syarat-syaratnya. 'Kaf' berarti
'umpama' dan 'maa' mashdariyah atau maushuulah.40
صرُوْ ا ِمنَ الص َّٰلو ِ]ة ۖ اِ ْن ِخ ْفتُ ْم ُ ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح اَ ْن تَ ْق ِ ْض َر ْبتُ ْم فِى ااْل َر
َ ض فَلَي َ َواِ َذا
اَ ْن يَّ ْفتِنَ ُك ُم الَّ ِذ ْينَ َكفَرُوْ ۗا اِ َّن ْال ٰكفِ ِر ْينَ َكانُوْ ا لَ ُك ْم َع ُد ًّوا ُّمبِ ْينًا
Artinya:
38
Cordova, Al Quran, op.cit, /2:239.
39
K.H. Q Shaleh dan H.A.A Dahlan, Asbabun Nuzul, (Bandung: CV. Diponegoro, 2000), hlm. 82.
40
Al-Mahalli, As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, diterjemahkan Bahrun Abubakar, Terjemahan tafsir Jalalain
Berikut Asbabun Nuzul, Jilid 1. Bandung : Penerbit Sinar Baru Algensindo, 2008.
26
Dan apabila kamu bepergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu meng-
qasar salat, jika kamu takut diserang orang kafir. Sesungguhnya orang kafir
itu adalah musuh yang nyata bagimu.41
b. Asbabun Nuzul
Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ali berkata, “Beberapa orang dari Bani
Najjar bertanya pada Rasulullah saw., ‘Wahai Rasulullah, apabila kami
berpergian di muka bumi bagaimana kami shalat?’” Maka turunlah firman
Allah:
“Dan apabila kamu berpergian di bumi, maka tidaklah berdosa kamu
mengqashar shalat, …”
Wahyu ini terpotong (tidak turun untuk beberapa waktu). 42 Beberapa
tahun setelahnya, Rasulullah saw. berperang. Disela-sela perangnya itu beliau
mendirikan shalat zhuhur. Orang-orang musyrik yang melihat kejadian
tersebut kemudian berkata “Kalian telah memberi kesempatan kepada
Muhammad dan para sahabatnya untuk melaksanakan shalat zhuhur. Coba
kalian lebih keras terhadap mereka agar tidak sempat melakukannya.”
c. Tafsir Ayat
Dan jika kamu mengadakan perjalanan) atau bepergian (di muka
bumi, maka tak ada salahnya kamu) (apabila mengqasar salat) dengan
membuat yang empat rakaat menjadi dua (jika kamu khawatir akan diperangi)
atau mendapat cidera dari (orang-orang kafir) menyatakan peristiwa yang
terjadi di kala itu, maka mafhumnya tidak berlaku. Menurut keterangan dari
sunah, yang dimaksud dengan suatu perjalanan panjang ialah empat pos atau
dua marhalah. Dan dari firman-Nya, "Maka tak ada salahnya kamu," ditarik
kesimpulan bahwa mengqasar salat itu merupakan keringanan dan bukan
kewajiban. Dan ini merupakan pendapat Imam Syafii. (Sesungguhnya orang-
orang kafir itu bagi kamu musuh yang nyata) maksudnya jelas dan terang
permusuhannya terhadap kamu.43
41
Cordova, Al Quran, op.cit, /4:101.
42
Jalaluddin as-Suyuti. Asbabun Nuzul: sebab turunnya ayat ayat al Qur`an. (Jakarta: Gema Insani,
2008) Hal. 194.
43
Al-Mahalli, As-Suyuti,op,cit
27
3. Surah Al- Al- Jumu`ah Ayat 9
a. Ayat dan Terjemahan
ي لِلص َّٰلو ِة ِم ْن يَّوْ ِم ْال ُج ُم َع ِة فَا ْس َعوْ ا اِ ٰلى ِذ ْك ِر هّٰللا ِ َو َذرُوا َ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا نُوْ ِد
َْالبَ ْي ۗ َع ٰذلِ ُك ْم خَ ْي ٌر لَّ ُك ْم اِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُموْ ن
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan
salat pada hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui.44
b. Asbabun Nuzul
Dituturkan oleh Jabir ibn Abdillah: “Pada saat kami sedang shalat
bersama Nabi Muhammmad SAW, tiba-tiba datanglah para pedagang yang
membawa makanan. Kemudian mereka mengerumuninya sehingga yang
bersama Nabi SAW tinggal dua belas orang, maka turunlah ayat ini.45
c. Tafsir Ayat
Ayat-ayat yang dimulai dengan panggilan, Hai orang-orang yang
beriman! adalah ayat-ayat yang turun di Madinah, sedangkan yang dimulai
dengan, Hai manusia ! adalah ayat-ayat yang turun di Mekah. Panggilan yang
diawali dengan Hai orang-orang yang beriman! bukan saja merupakan
panggilan mesra, tetapi juga dimaksudkan agar yang diajak mempersiapkan
diri melaksanakan kandungan ajakan. Dalam konteks ini diriwayatkan bahwa
Nabi SAW; Ibn Ma’ud berkata: “Jika anda mendengar panggilan ilahi yaa
ayyuha alladzina, maka siapkan dengan baik pendengaranmu, karena
44
Cordova, Al Quran, op.cit, /62:9.
45
Abu Nizhan, Mutiara Shahih Asbabun Nuzul: Kompilasi Kitab-kitab Asbabun Nuzul, (Bandung: PT Grafindo
Media Pratama, 2011), h. 261.
28
sesungguhnya ada kebaikan yang Dia perintahkan atau keburukan yang Dia
larang”.46
Kalimat ي لِلص َّٰلو ِة
َ اِ َذا نُوْ ِدyaitu seruan yang dilakukan dihadapan
Rasulullah SAW ketika beliau keluar lalu duduk diatas mimbar. Sedangkan
seruan pertama dirumah tertinggi di Madinah yang dekat dengan masjid telah
ditambah oleh Ustman karena banyaknya manusia.47
ُ ِ ” ِم ْن يَّوْ ِم ْالHari Jumat”, pada masa jahiliyah disebut hari
Kalimat ۡ ج ُم َع ِة
Arubah, sedang orang yang pertama kali menyebut hari Jumat adalah Ka’ab
bin Lu’ay. Diriwayatkan bahwa sebab demikian, karena penduduk Madinah
berkumpul sebelum Nabi SAW datang, kemudian orang-orang Anshar
berkata: Kaum Yahudi mempunyai hari dimana pada setaiap satu minggu
sekali mereka berkumpul pada hari itu, demikian juga kaum Nasrani. Maka
marilah kita mencari hari yang kita pergunakan untuk berkumpul pada hari
ini, berdzikir kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya. Lalu mereka
menyambut: Hari Sabtu milik kaum Yahudi, hari Ahad milik kaum Nasrani,
maka pakailah hari Arubah (untuk kita). Kemudian mereka menemui As’ad
bin Zurarah lalu As’ad shalat bersama mereka dua rakaat pada hari Arubah
itu, maka hari itu kemudian disebut hari Jumat karena pada hari itu mereka
berkumpul. Lalu mereka menyembelih seekor kambing untuk sarapan pagi
dan makan malam. Itulah permulaan Jum’atan dalam Islam.48
Kalimat “segeralah kamu mengingat Allah” adalah suatu ungkapan yang
lembut, yaitu hendaknya seorang mukmin menegakkan shalat jumat dengan
kesungguhan dan penuh kegairahan, sebab kata س]]]عىmengandung arti
kehendak, kesungguhan dan tekad yang bulat, tidak berarti lari sebab hal itu
dilarang.49
Firman Allah ” َو َذرُوا ْالبَ ْي ۗ َعdan tinggalkanlah jual beli”, maksud dari
kalimat ini adalah segala macam bentuk muamalah seperti jual beli, sewa
menyewa, gadai dan sebagainya.
Istimbath Hukum
46
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Volume 3, (Jakarta: Lentera
Hati, 2003), h. 6-7.
47
Ahmad Mustafa Al-Maragi, Tafsir Al-Maragi, (Semarang: PT Karya Toha Putra Semarang, 1993), h. 163.
48
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Rawai’u Al-Bayan Tafsir Al-Ahkam, Juz II (Makkah AlMukarramah), h. 577.
49
Ibid
29
Diperbolehkan Shalat berjalan apabila kamu takut dalam bahaya, untuk
menguatkan dasar hukum merujuk dalil, yakni firman Allah SWT dalam
Alquran Surah Al-Baqarah penggalan ayat 239, yang artinya: "Jika kamu
takut ada bahaya, shalatlah sambil berjalan kaki atau berkendaraan."
berdasarkan pendapat para ulama dan buku-buku lama, rasa takut itu bisa
dibagi tiga, yakni rasa takut karena peperangan, rasa takut karena bencana
alam, dan rasa takut karena binatang buas.
Jual beli dan semua muamalah yang dilakukan pada waktu adzan jumat
hukumnya haram. Sebab firman Allah ” َdan tinggalkanlah jual beli”. Akan
tetapi ulama berbeda pendapat, apakah jual beli tersebut sah ataukah fasid.
Sebagian mereka berpendapat bahwa jual beli itu fasid karena adanya
larangan (dan tinggalkanlah jual beli), sedang sebagian besar dari mereka
mengatakan bahwa perbuatan itu haram tapi akadnya sah, dipersamakan
dengan shalat ditempat milik orang lain tanpa izin (ghasab), maka shalatnya
sah tapi makruh.50
Al-Qurtubi berkata: saat diharamkannya jual beli ada dua pendapat:
a. Menurut Adh-Dhahak, Al-Hasan dan Atha’ waktu diharamkannya
melakukan jual beli adalah setelah tergelincir matahari sampai selesai shalat
jumat.
b. Menurut Asy-Syafi’i, waktu diharamkannya melakukan transaksi jual beli
dimulai dari waktu adzan, khutbah, sampai waktu shalat.
50
Abi Abdullah Muhammad Ibn Ahmad Al-Anshary Al-Qurtuby, Tafsir Al-Qurtuby, Juz XVIII, (Mesir: Al-
Maktabah Al-Taufiqiyah, t.th), hal 83
30
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas Fiqh Ibadah,
(Jakarta: Amzah, 2009).
Abu Al-Fida Ismail bin Umar bin Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Jilid I (Pustaka Imam
Asy-Syafi'i, 2007)
Abu Nizhan, Mutiara Shahih Asbabun Nuzul: Kompilasi Kitab-kitab Asbabun
Nuzul, (Bandung: PT Grafindo Media Pratama, 2011)
Ad-Dimasyqi, Al-Imam Ibnu Katsir. 2005. Tafsir Ibnu Katsir , Terj. Bahrun Abu
Bakar. Bandung: Sinar Baru Algensindo
,Ahmad Mustafa Al-Maraghi terjemaah tafsir Al-maraghi, (semarang:PT Karya toha
putra, 1974)
Al-Baghawi, Ma’alim al-Tanzil, Jilid I, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 2001
Al-Bukhari, al-Imam al-Hafidz Abi ’Abdillah Ibn Isma’il, Shahih al Bukhari, kitab
Tafsir Al Quran(Beirut : Dar al Kitab al ‘Ilmiyyah, 1992)
Al-Qur’an Cordova dan terjemah Penerbit syamil Quran.
Al-Qurtuby, Abi Abdullah Muhammad Ibn Ahmad Al-Anshary, Tafsir Al-Qurtuby.
Juz XVIII. Mesir: Al-Maktabah Al-Taufiqiyah
Al-Qurthubi, Fathurrahman Terjemah Tafsir Al Qurthubi Jilid II (Jakarta : Pustaka
Azzam, 2007)
Ibnu Hajar Al- Asqalani, Amiruddin terjemaah Fathul Bārī (Jakarta:Pustaka
Azzam, 2011)
Jalaluddin as-Suyuti. Asbabun Nuzul: sebab turunnya ayat ayat al Qur`an. (Jakarta:
Gema Insani, 2008)
Al-Mahalli, Jalaluddin dan Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain, diterjemahkan
Bahrun Abubakar, Terjemahan tafsir Jalalain Berikut Asbabun Nuzul, Jilid 1.
Bandung : Penerbit Sinar Baru Algensindo, 2008.
Mitra Sari Hidayati , Skripsil Hadist Tentang Anjuran Berwudhu Dalam
Melaksanakan Aktifitas Diluar Shalat(Semarang: IAIN Walisongo, 2008)
Muhammad ali al-shabuni, rawa-l’ul bayan tafsir ayat al-ahkam min al-
qur’an (madinah, dar al-shabuni 1999).
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Rawai’u Al-Bayan Tafsir Al-Ahkam, Juz II (Makkah
AlMukarramah 1986)
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an,
Volume 3, (Jakarta: Lentera Hati, 2003)
Sayyid al-Imam Muhammad bin Ismail alKakhlany, Subûl al-Salâm (Semarang:
Thaha Putra, 2004)
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, jilid II, (Bairut: Dar al-Firk 1994)
Syeikh Faishal bin Abdul Aziz Alu Mubarak, Ringkasan Nailul Authar, Jakarta:
Pustaka Azzam, 2006
Syekh H. Abdul Halim Hasan Binjai. Tafsir Al-Ahkam, (Jakarta: Kencana, Cet.I,
2006)
33