selection of surfactants and their behavior
pemilihan surfaktan dan perilaku mereka 1.
1. HLB
in order to select surfactant suited to emulsifyimh
certain types of oils out of the many surfactants
available, there is a need for some kind of index. one
widely used index is the hlb, which indexes basic
surfactant properties. the molecules of amphiphilic
compounds such as surfactants have both water and oil
affinity. hlb indexes relative affinity to oil or water.
relationship between HLB and surfactant features like
state in water, functions, and applications. the larger
the hlb, the more hydrophilic the surfactant, and
therefore the more easily it dissolves in water and the
more suitable it is for use as a cleaning or solubilizing
agent. in this way, hlb serves as a rough guide to
performance and application. surfactants with similar
hlb frequently demonstrate similar behaviour, even
when they have different types of hydrophilic and
lipophilic groups.
several method and formulas have been proposed for
the calculation of hlb
from numerous emulsification experiments, griffin
investigated the relationsip between surfactant
molecular structure and properties, performed
numerical conversions, and assigned these values to
surfactant as hlb values. when the surfactant is polyol
fatty acid ester, the hlb according to griffin's formula is
as follows
in the case of polyoxyethylene-type nonionic surfactant,
hlb is calculated by the following formula
HLB untuk memilih surfaktan yang cocok untuk
emulsifikasi jenis minyak tertentu dari banyak
surfaktan yang tersedia, ada kebutuhan untuk
beberapa jenis indeks. satu indeks yang
banyak digunakan adalah hlb, yang
mengindeks sifat surfaktan dasar. molekul
senyawa amphiphilic seperti surfaktan memiliki
afinitas air dan minyak. Hlb mengindeks
afinitas relatif terhadap minyak atau air.
hubungan antara HLB dan fitur surfaktan
seperti keadaan dalam air, fungsi, dan aplikasi.
semakin besar hlb, semakin hidrofilik
surfaktan, dan oleh karena itu semakin mudah
larut dalam air dan semakin cocok untuk
digunakan sebagai pembersih atau zat
pelarutan. dengan cara ini, hlb berfungsi
sebagai panduan kasar untuk kinerja dan
aplikasi. surfaktan dengan hlb serupa sering
menunjukkan perilaku serupa, bahkan ketika
mereka memiliki berbagai jenis kelompok
hidrofilik dan lipofilik. beberapa metode dan
formula telah diusulkan untuk perhitungan hlb
dari berbagai percobaan emulsifikasi, griffin
menyelidiki hubungan antara struktur molekul
dan sifat-sifat surfaktan, melakukan konversi
numerik, dan menetapkan nilai-nilai ini untuk
surfaktan sebagai nilai hlb. ketika surfaktan
adalah ester asam lemak poliol, hlb menurut
formula griffin adalah sebagai berikut
dalam kasus surfaktan nonionik polioksietilena,
hlb dihitung dengan rumus berikut
other hlb calculation methods include davie's
formula, in which specific numbers are
assigned to the hydrophilic and lipophilic
groups of surfactants, and the organic
conceptions diagram method.
the hlb can also be calculated not from the
chemical structure, but by using surfactants of
known hlb values ( ex sorbitan monostearate
hlb 4.7, polyoxyethylene (20) sorbitan
monostearate's hlb 14.9 ) as references
substances to be combined with surfactants of
unknown hlb in a series of emulsification tests
to calculate the hlb from the optimum ratio
giving the optimal emulsion.
2 setting optimum emulsification condition by
hlb
the hlb of a combination of surfactants is
calculated as the sum of the weight fraction's
product and each surfactant's hlb number.
therefore, the optimum emulsification
conditions for any oil can be found by hlb
adjusment, in which the ratios of hydrophilic
surfactant, which has a high hlb, and lipophilic
surfactant, which has a low hlb, are changed.
tabel 1.4 shows the results of changing the hlb
of a surfactant mixture in a formulation
consisting of surfactant/oil/water = 4/26/70
(weight ratio) results were obtained using
nonpolar liquid paraffin and polar olive oil to
investigate the state of emulsification by using
the emulsion's mean droplet diameter as an
indicator. polyoxyethylene (20) sorbitan
monostearate and polyoxyethylene (60)
hydrogenated castor oil, with hlb around 15,
were used as hydrophilic surfactants.
metode perhitungan hlb lainnya
termasuk rumus davie, di mana angka-
angka tertentu diberikan kepada gugus
surfaktan hidrofilik dan lipofilik, dan
metode diagram konsepsi organik.
hlb juga dapat dihitung bukan dari
struktur kimianya, tetapi dengan
menggunakan surfaktan dari nilai hlb
yang diketahui (ex sorbitan
monostearate hlb 4.7, polyoxyethylene
(20) sorbitan monostearate's hlb 14.9)
sebagai zat referensi untuk
digabungkan dengan surfaktan hlb yang
tidak diketahui dalam suatu seri. uji
emulsifikasi untuk menghitung hlb dari
rasio optimum yang memberikan emulsi
optimal.
2 pengaturan kondisi emulsifikasi
optimum oleh hlb
hlb dari kombinasi surfaktan dihitung
sebagai jumlah dari produk fraksi berat
dan setiap nomor hlb surfaktan. oleh
karena itu, kondisi emulsifikasi optimum
untuk setiap minyak dapat ditemukan
oleh adjusment hlb, di mana rasio
surfaktan hidrofilik, yang memiliki hlb
tinggi, dan surfaktan lipofilik, yang
memiliki hlb rendah, berubah.
Tabel 1.4 menunjukkan hasil perubahan
hlb dari campuran surfaktan dalam
formulasi yang terdiri dari surfaktan /
minyak / air = 4/26/70 (rasio berat) hasil
yang diperoleh menggunakan parafin
cair nonpolar dan minyak zaitun kutub
untuk menyelidiki keadaan emulsifikasi.
dengan menggunakan diameter tetesan
rata-rata emulsi sebagai indikator.
polyoxyethylene (20) sorbitan
monostearate dan polyoxyethylene (60)
minyak jarak terhidrogenasi, dengan hlb
sekitar 15, digunakan sebagai surfaktan
hidrofilik.
glyceryl monooleate (HLB=2.8) was used as a
lipophilic surfactant. while different types of
surfactants demonstrate differences in their
suitability for each of the oil used, the minimum
value of droplet diameter is situated at roughly the
same hlb for any oil. this indicates that hlb
adjustment is an effective means for selecting
optimum emulsification conditions.
the hlb of a surfactant changes with environmental
conditions such as temperature. therefore, the hlb
method is not perfect for establishing emulsification
conditions. however, as it is a convenient method
for estimating the compounding ratio of surfactant
quantities which can obtain the best state of
emulsification, it is still in frequent use today as an
index for surfactant selection.
2
gliseril monooleat (HLB = 2,8) digunakan
sebagai surfaktan lipofilik. sementara berbagai
jenis surfaktan menunjukkan perbedaan dalam
kesesuaiannya untuk masing-masing minyak
yang digunakan, nilai minimum diameter
tetesan terletak pada kira-kira sama hlb untuk
setiap minyak. ini menunjukkan bahwa
penyesuaian hlb adalah cara yang efektif untuk
memilih kondisi emulsifikasi optimum.
hlb dari perubahan surfaktan dengan kondisi
lingkungan seperti suhu. oleh karena itu,
metode hlb tidak sempurna untuk menetapkan
kondisi emulsifikasi. Namun, karena ini adalah
metode yang mudah untuk memperkirakan
rasio peracatan jumlah surfaktan yang dapat
memperoleh keadaan terbaik emulsifikasi,
masih sering digunakan saat ini sebagai indeks
untuk pemilihan surfaktan.

Emulsification methods
1. agent in water methods : surfactant is dissolved and dispersed in the
aqueous phase, to which the oil phase is added while mixing. this
method is usually employed for generating o/w emulsions
2. agent in oil method : surfactant is dissolved and dispersed in the oil
phase, to which the aqueous phase is added. with some methods, w/o
emulsions are generated directly, while the phase inversion
emulsification method involves continous phase inverting from the oil
phase to the aqueous phase partway through to generate an o/w
emulsion. the phase inversion emulsification method can produce
emulsions with relatively fine and uniform emulsion droplets. therefore,
this method is frequently used to manufacture cosmetics.
3. Nascent soap method : fatty acid is added to the oil phase and alkali
to the aqueous phase, which when emulsified forms fatty acid soap at
the oil/ water interface, which is utilized for emulsification. an
emulsification method applied to relatively classic formulation systems,
it nevertheless has high emulsifying ability. also called the "in situ soap
method".
4. alternating addition method : a method in which oil phase and
aqueous phase are alternately added to surfactant to obtain
emulsification. although used in past for emulsification of food product,
this method is no longer in wide use today.
Metode emulsifikasi 1. agen dalam metode air:
surfaktan dilarutkan dan didispersikan dalam
fase berair, yang fase minyak ditambahkan
saat pencampuran. metode ini biasanya
digunakan untuk menghasilkan emulsi o / w 2.
agen dalam metode minyak: surfaktan
dilarutkan dan didispersikan dalam fasa
minyak, di mana fasa berair ditambahkan.
dengan beberapa metode, tanpa emulsi
dihasilkan secara langsung, sedangkan
metode emulsi inversi fase melibatkan fase
kontinyu pembalik dari fasa minyak ke fasa
berair untuk menghasilkan emulsi o / w.
Metode emulsi inversi fasa dapat
menghasilkan emulsi dengan tetesan emulsi
yang relatif halus dan seragam. Oleh karena
itu, metode ini sering digunakan untuk
memproduksi kosmetik. 3. Metode sabun baru
lahir: asam lemak ditambahkan ke fase minyak
dan alkali ke fase berair, yang ketika teremulsi
membentuk sabun asam lemak pada
antarmuka minyak / air, yang digunakan untuk
emulsifikasi. metode emulsifikasi diterapkan
pada sistem formulasi yang relatif klasik,
namun memiliki kemampuan pengemulsi yang
tinggi. juga disebut "metode sabun in situ". 4.
metode penambahan bolak: metode di mana
fasa minyak dan fase berair ditambahkan
secara bergantian ke surfaktan untuk
memperoleh emulsifikasi. meskipun digunakan
di masa lalu untuk emulsifikasi produk
makanan, metode ini tidak lagi digunakan
secara luas saat ini.

Overview of emulsification techniques
1. Phase inversion emulsification : as emulsification
progresses, the contiunuous phase changes from oil to
water or vice versa. the system undergoes a transition
from solubilization --> lamellar liquid crystal --> gel
emulsion --> o/w emulsion, generating fine droplets.
2. Phase inversion temperature (PIT/ HLB temperature)
emulsification : a fine emulsion is generated using the
marked reduction in oil/water interfacial tension
around the phase inversion temperature (HLB
temperature)
3. CAPICO (calculation of phase inversion in
concentrated emulsions) : Optimized emulsifier and oil
mixture are calculated to find optimal conditions for the
PIT emulsification
4. Non aqueous emulsification : oil is dispersed in
surfactant/ polyol to form a gel, which is diluted with
water for emulsification.
5. D phase emulsification : oil phase is dispersed and
maintained in the surfactant phase (D phase) composed
of nonionic surfactant/water/polyol to form a gel O/D
emulsion, which is diluted with water to obtain o/w
emulsion.
6. Liquid crystal emulsification, and multi lamellar
emulsion preparation which applies liquid crystal
emulsification : oil phase is dispersed in a lamellar liquid
crystal composed of surfactant/water/polyol to obtain
an O/LC emulsion, which is diluted with water to obtain
o/w emulsion. emulsion droplets with a multi lamellar
structure are generated when the oil component is a
polar lipid.
Ikhtisar teknik emulsifikasi 1. Fase emulsi
inversi: saat emulsifikasi berlangsung, fase
kontinyu berubah dari minyak ke air atau
sebaliknya. sistem mengalami transisi dari
solubilisasi -> kristal cair lamelar -> gel emulsi -
> o / w emulsi, menghasilkan tetesan halus. 2.
Suhu inversi fase (PIT / HLB suhu)
emulsifikasi: emulsi halus dihasilkan dengan
menggunakan pengurangan yang ditandai
dalam tegangan antar minyak / air di sekitar
suhu inversi fasa (suhu HLB) 3. CAPICO
(perhitungan inversi fasa dalam emulsi
terkonsentrasi): Pengemulsi dioptimalkan dan
campuran minyak dihitung untuk menemukan
kondisi optimal untuk emulsifikasi PIT 4.
Emulsifikasi non-air: minyak terdispersi dalam
surfaktan / poliol untuk membentuk gel, yang
diencerkan dengan air untuk emulsifikasi. 5.
Emulsi fase D: fasa minyak terdispersi dan
dipertahankan dalam fasa surfaktan (fasa D)
yang terdiri dari surfaktan nonionik / air / poliol
untuk membentuk gel O / D emulsi, yang
diencerkan dengan air untuk memperoleh
emulsi o / w. 6. Emulsi kristal cair, dan
preparasi emulsi multi-lamelar yang
menggunakan emulsifikasi kristal cair: fasa
minyak didispersikan dalam kristal cair pipih
yang tersusun dari surfaktan / air / poliol untuk
memperoleh emulsi O / LC, yang diencerkan
dengan air untuk memperoleh o / LC. emulsi.
tetesan emulsi dengan struktur multi-lamelar
dihasilkan ketika komponen minyak adalah
lipid polar.

7. Nanoemulsion preparation by aggregation : a microemulsion
(solubilized system) obtained near the cloud poiny of a
polyoxyethylene surfactant is cooled rapidly to form a nanoemulsion
with a similar droplet size.
8. cubic liquid crystal use : emulsion preparation utilizing cubic liquid
crystal formed by surfactant
9. w/o emulsification utilizing reverse hexagonal liquid crystal :
emulsification in which reverse hexagonal type liquid crystal is
utilized for w/o emulsification. preparation of high water content
w/o emulsion
10. w/o emulsification using a bicontinuous phase : high internal
phase w/o emulsion with a bicontinuous phase as the outer phase
11. amino acid gel emulsification : preparation of w/o emulsion in
which an aqueous phase is dispersed in a lamellar liquid crystal
composed of an amino acid aqueous solution and a surfactant,
which is dispersed in oil phase.
12. Gel emulsification using monoglycerides : w/o emulsification
utilizing a gel base composed of a mixture of sorbitol 70 % aq. amd
glyceryl monooleate in 9:1 ratio
13. Emulsification with organic modified clay minerals : preparation
of a stable high internal phase w/o emulsion obtained by gelling oil
with nonionic surfactant and organic modified clay minerals such as
bentonite modified with cationic surfactants
14. emulsion stabilization by gel network formation : stabilization
and control of rheology characteristics by alfa gel or liquid crystal
formation around the emulsion droplets or the continuous phase
7. Persiapan nanoemulsi dengan agregasi:
mikroemulsi (sistem terlarut) yang diperoleh dekat
titik-titik awan dari surfaktan polioksietilena
didinginkan dengan cepat untuk membentuk
nanoemulsi dengan ukuran tetesan yang serupa. 8.
penggunaan kristal cair kubik: persiapan emulsi
menggunakan kristal cair kubik yang dibentuk oleh
surfaktan 9. w / o emulsifikasi menggunakan kristal
cair heksagonal terbalik: emulsifikasi dimana kristal
cair jenis heksagonal terbalik digunakan untuk
emulsifikasi. persiapan kandungan air tinggi tanpa
emulsi 10. w / o emulsifikasi menggunakan fase
bicontinuous: fase internal yang tinggi tanpa emulsi
dengan fase kontinyu sebagai fase luar 11.
emulsifikasi gel asam amino: persiapan w / o
emulsi di mana fasa berair terdispersi dalam kristal
cair pipih yang tersusun dari larutan asam amino
berair dan surfaktan, yang terdispersi dalam fasa
minyak. 12. Gel emulsifikasi menggunakan
monogliserida: w / o emulsifikasi menggunakan
basis gel yang terdiri dari campuran sorbitol 70%
aq. amd glyceryl monooleat dalam rasio 9: 1 13.
Emulsifikasi dengan mineral lempung yang
dimodifikasi secara organik: persiapan fase internal
tinggi yang stabil tanpa emulsi yang diperoleh
dengan minyak gelling dengan surfaktan nonionik
dan mineral lempung yang dimodifikasi secara
organik seperti bentonit yang dimodifikasi dengan
surfaktan kationik. 14. stabilisasi emulsi dengan
pembentukan jaringan gel: stabilisasi dan kontrol
karakteristik reologi oleh alfa gel atau pembentukan
kristal cair di sekitar tetesan emulsi atau fase
kontinyu
15. emulsification by amphipilic polymer : stabilization and
control of rheology characteristic by utilizing interface
orientation and viscoelastic behavir of amphiphilic polymers
16. polymer complex emulsification : emulsification using a
complex of a polymer with a low emulsifying ability and a
surfactant with a high emulsifying ability
17. solid particle oriented emulsification (pickering
emulsion) : emulsion stabilized by adsorption of solid
particles such as colloid particles, or powder onto the oil/
water interface.
18. three phase emulsification : emulsion generated and
stabilized by adsorption of molecular aggregates such as
liposomes or vesicles, or polycondensation polymer particles,
onto the oil/water interface
19. low energy emulsification (LEE) : after preparing a high
concentration emulsion with part of the dispersion medium,
the remaining dispersion medium is added. this reduce
energy use.
20 Preparation of surfactant free emulsion : emulsification in
which an emulsion is obtained with an emulsifier other than a
substance called a surfactant.
21. preparation of multiple emulsions : emulsification in
which an emulsion with three phase regions (internal, middle
and outer phases) is obtained. in general, a two stage
emulsion method is often used.
22. Large scale emulsification technique (microencapsulation)
: while not always categorized as an emulsion, this technique
consist of dispersing oil as large particles into the aqueous
phase with microencapsulation techniques.
15. emulsifikasi dengan polimer amphipilic:
stabilisasi dan kontrol karakteristik reologi
dengan memanfaatkan orientasi antarmuka
dan perilaku viskoelastik polimer amphiphilic
16. emulsifikasi kompleks polimer: emulsifikasi
menggunakan kompleks polimer dengan
kemampuan emulsi rendah dan surfaktan
dengan kemampuan pengemulsi tinggi. 17.
emulsifikasi yang berorientasi partikel padat
(emulsi pemetik): emulsi distabilkan oleh
adsorpsi partikel padat seperti partikel koloid,
atau bubuk ke antarmuka minyak / air. 18.
emulsifikasi tiga fase: emulsi yang dihasilkan
dan distabilkan oleh adsorpsi agregat molekul
seperti liposom atau vesikula, atau partikel
polimer polikondensasi, ke antarmuka minyak /
air. 19. emulsifikasi energi rendah (LEE):
setelah menyiapkan emulsi konsentrasi tinggi
dengan bagian dari medium dispersi, medium
dispersi yang tersisa ditambahkan. ini
mengurangi penggunaan energi. 20
Pembuatan emulsi bebas surfaktan:
emulsifikasi di mana emulsi diperoleh dengan
emulsifier selain zat yang disebut surfaktan.
21. persiapan emulsi ganda: emulsifikasi
dimana emulsi dengan tiga fasa daerah
(internal, fase tengah dan luar) diperoleh.
secara umum, metode emulsi dua tahap sering
digunakan. 22. Teknik emulsifikasi skala besar
(mikroenkapsulasi): sementara tidak selalu
dikategorikan sebagai emulsi, teknik ini terdiri
dari pendispersi minyak sebagai partikel besar
ke dalam fase berair dengan teknik
mikroenkapsulasi.
23. Large scale emulsification technique (utilizing amphiphilic
substances) : emulsification in which an amphiphilic
substance such as behenyl alcohol is used to form a shell
structure on the surface of the droplet to obtain a visible
(0.05 - 3 mm) emulsion
24. preparation eof vesicles (liposomes) using a double chain
emulsifier with two hydrophibic groups in the molecule,
vesicles consisting of three phase regions (internal, middle,
and outer phases) are formed. phospholipid vesicles are
called liposomes
25. preparation of water capsules in powder form : method of
obtaining high water content powder using hydrophobized
powder
26. membrane emulsification, microchannel emulsification :
emulsification method of obtaining an emulsion of a certain
droplet size from fine droplets to coarse droplets by passing
through microchannels or a porous membrane of a certain
pore size
27. preparation of a nanoemulsion by high pressure
emulsification : nano sized emulsions are generated by
powerful shear, impact, and cavitation forces using a manton
gaulin (valve type) or microfluidizer (fixed geometry
microchannel) high pressure homogenizer
23. Teknik emulsifikasi skala besar
(memanfaatkan zat amphiphilic):
emulsifikasi di mana zat amphiphilic
seperti behenyl alcohol digunakan untuk
membentuk struktur shell pada
permukaan droplet untuk mendapatkan
emulsi yang terlihat (0,05 - 3 mm).  24.
persiapan eof vesikula (liposom)
menggunakan emulsifier rantai ganda
dengan dua kelompok hidropobik dalam
molekul, vesikula yang terdiri dari tiga
fasa daerah (fase internal, tengah, dan
luar) terbentuk. vesikula fosfolipid
disebut liposom 25. persiapan kapsul air
dalam bentuk serbuk: metode
memperoleh bubuk kandungan air yang
tinggi menggunakan serbuk yang
dihidrofobasi 26. emulsifikasi membran,
emulsifikasi microchannel: metode
emulsifikasi untuk memperoleh emulsi
dari ukuran tetesan tertentu dari tetesan
halus ke tetesan kasar dengan melewati
microchannels atau membran berpori
dari ukuran pori tertentu. 27. persiapan
nanoemulsi dengan emulsifikasi
tekanan tinggi: emulsi berukuran nano
dihasilkan oleh kekuatan geser,
tumbukan, dan kavitasi yang kuat
menggunakan manton gaulin (jenis
katup) atau mikrofluidizer
(geometrometer geometri tetap)
homogenizer tekanan tinggi.