How to Cite:
As’at, R. K., & Putra, A. (2023). Peranan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas
II Tanjungpinang Terhadap Penyelenggaraan Keselamatan dan Keamanan Perlayaran di
Tanjungpinang. Social Issues Quarterly, 1(2): 410-423.
410
© Copyright: Redho Karunia As’at & Ardi Putra
Vol.1, No.2, pp.410-423.
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar didunia, dengan luas laut 3.257.483 kilometer
persegi atau 70% dari luas wilayahnya. Kapal adalah salah satu alat transportasi yang sangat
penting bagi penduduk Indonesia, dan mempunyai nilai strategis dalam menunjang keberhasilan
angkutan laut, dengan begitu kelaiklautan sebuah kapal merupakan hal mutlak yang harus
diperhatikan dalam keselamatan pelayaran.
Pelayaran memegang peran yang besar diberbagai sektor, Indonesia menjadi negara
kepulauan dengan kapal laut sebagai salah satu transportasi yang diperlukan untuk
menghubungkan antara satu pulau dengan pulau yang lainnya, selain menguntungkan juga cocok
untuk diimplementasikan. Dijelaskan dalam pasal 3 uu no. 17 tahun 2008 tentang kelautan
dilaksanakan untuk memperlancar lalu lintas orang dan barang melalui laut dengan mengutamakan
dan melindungi transportasi laut dalam rangka percepatan kegiatan ekonomi nasional. Sesuai
dengan Pasal 1 UU No. 17/2008 tentang angkutan perairan, angkutan penumpang dan/atau barang.
Selain itu, kegiatan Pelabuhan Tanjungpinang yang juga berfungsi sebagai angkutan perairan
adalah angkutan barang dan penumpang, serta barang yang dikirim ke pelabuhan lain.
Salah satu tugas yang berkaitan dengan keselamatan maritim adalah pengaturan kapal yang
berlayar di perairan Indonesia. Sesuai Pasal 1 (33) undang-undang nomor 17 tahun 2008 tentang
pelayaran, laik laut kapal adalah keadaan kapal sehingga memenuhi persyaratan keselamatan
kapal, pencegahan pencemaran air kapal, komposisi awak kapal, muatan, kargo, kesejahteraan
awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan kapal yang
beroperasi di perairan (Suhada, 2019).
Polemik terbesar terjadinya kecelakaan kapal adalah kemampuan petugas untuk
melakukan tugas kesyahbandaran dalam menerbitkan surat kelaiklautan kapal, izin berlayar,
keselamatan dan keamanan pelayaran. Oleh karena itu, keselamatan pelayaran merupakan hal
penting, sehingga menjadi prioritas dalam bidang pelayaran. Keselamatan merupakan bagian
integral pada manajemen perusahaan pelayaran secara umum untuk mendukung kondisi kinerja
diatas kapal.
Kantor Kesyahbandaranan dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Tanjungpinang merupakan
kantor yang dipimpin oleh Syahbandar, yang dimana Syahbandar ditunjuk oleh Menteri dan
411
© Copyright: Redho Karunia As’at & Ardi Putra
Vol.1, No.2, pp.410-423.
412
© Copyright: Redho Karunia As’at & Ardi Putra
Vol.1, No.2, pp.410-423.
Otoritas Pelabuhan Kelas II Tanjungpinang memiliki porsi aman karena berada dibawah
perlindungan dari pemerintah melalui Syahbandar.
METODE
Mantra (2004) dalam buku (Siyoto & M. Ali, 2015) mengemukakan bahwa pada dasarnya
metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif dalam bentuk
tulisan ataupun lisan tentang perilaku yang dapat diamati. Didalam penelitian, penulis
menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data
menggunakan teknik observasi langsung untuk mempelajari subyek yaitu magang selama 20 hari
di Kantor Kesyahbandaranan dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Tanjungpinang, supaya data yang
didapat bisa dipertanggung jawabkan.
Jenis penelitian yang penulis gunakan untuk mengumpulkan data adalah observasional.
Menurut Usman dan Purnomo (2004) dalam buku (Hardani & et al, Metode Penelitian Kualitatif
& Kuantitatif, 2020) observasi dilakukan dengan mencatat gejala yang diselidiki secara sistematis.
Dalam proses pengumpulan informasi, penulis melakukan kunjungan lapangan langsung ke
Kantor Kesyahbandaranan dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Tanjungpinang untuk memahami
prosedur dalam urusan keselamatan pelayaran. Kemudian ada wawancara, menurut Nazir (1999)
Hardani & dkk, 2020 berpendapat bahwa wawancara adalah suatu proses dimana penanya atau
pewawancara bertemu dengan responden secara langsung dan memperoleh informasi melalui
tanya jawab untuk kepentingan penelitian. Alat yang digunakan oleh responden atau yang
diwawancarai disebut pedoman wawancara. Lebih lanjut Esterberg Sugiyono (2015:72)
menjelaskan bahwa wawancara adalah pertemuan antara dua orang di mana informasi atau
gagasan dipertukarkan dalam bentuk tanya jawab, sehingga mengerucut pada kesimpulan atau
makna dalam situasi tertentu.
Dalam upaya mengumpulkan data, penulis melakukan sesi tanya jawab langsung dengan
pejabat dan petugas terkait tentang keselamatan dan keamanan kapal serta topik penelitian. Penulis
mendapatkan kutipan data dari beberapa ahli untuk memperluas pemikirannya.
413
© Copyright: Redho Karunia As’at & Ardi Putra
Vol.1, No.2, pp.410-423.
414
© Copyright: Redho Karunia As’at & Ardi Putra
Vol.1, No.2, pp.410-423.
415
© Copyright: Redho Karunia As’at & Ardi Putra
Vol.1, No.2, pp.410-423.
Kemudian, kapal yang telah dinyatakan laiklaut dapat melakukan pelayaran ke pelabuhan
khusus yang disediakan oleh pemerintah. Apabila jika kapal dinyatakan tidak layak untuk
melakukan pelayaran maka kapal diwajibkan untuk memperbaiki setiap sistem perlengkapal kapal
yang rusak, guna melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran.
Menurut pejabat Kantor Kesyahbandaranan dan Otoritas Pelabuhan Kelas II
Tanjungpinang, tanggung jawab yang dimaksud seperti pengawasan bunker, olah gerak.
Selanjutnya dijelaskan, dilakukannya pengawasan dimana kapal tersebut bisa sampai ditujuan, dan
sebelum sampai tujuan kapal harus laiklaut dulu, jika kapal sudah laiklaut, maka pihak syahbandar
dapat menerbitkan surat persetujuan berlayar (SPB).
Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor. PM 82 Tahun 2014
yang dimaksud dengan persetujuan berlayar adalah sebuah dokumen negara yang dikeluarkan oleh
Syahbandar kepada kapal-kapal yang akan berlayar (M. P. R. I, 2014.). Sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 pasal 2019 ayat 1 yang menerangkan bahwa setiap kapal yang
ingin melakukan pelayaran wajib untuk memiliki surat persetujuan yang dikeluarkan oleh
Syahbandar. Dan untuk surat persetujuan tersebut dalam waktu 24 jam setelah diterbitkan kapal
tidak segera bertolak dari pelabuhan maka akan dianggap tidak berlaku lagi. Kemudian untuk
416
© Copyright: Redho Karunia As’at & Ardi Putra
Vol.1, No.2, pp.410-423.
penerbitan surat persetujuan berlayar dapat ditunda penerbitannya oleh syahbandar apabila dalam
kelengkapan dokumennya tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya yang dianggap tidak
memnuhi persyaratan kelaiklautan kapal serta juga dapat dilakukan penundaan apabila terdapat
pertimbangan yang dianggap dapat mengancam keselamatan dan keamanan pelayaran akibat
cuaca buruk.
Adapun yang menjadi dasar hukum penerbitan Surat Persetujuan Berlayar:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran
b. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 82 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Penerbitan
Surat Persetujuan Berlayar
c. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang perkapalan
d. Surat keputusan DIRJENLA Nomor PY 65/1/1986
e. Surat keputusan DIRJENLA No. PY 66/1/2002
f. Safety Of Life At Sea (SOLAS) 1974 International Load Line Convensional 1996,
Collsion Regulation 1972, STCW 78/95
417
© Copyright: Redho Karunia As’at & Ardi Putra
Vol.1, No.2, pp.410-423.
418
© Copyright: Redho Karunia As’at & Ardi Putra
Vol.1, No.2, pp.410-423.
419
© Copyright: Redho Karunia As’at & Ardi Putra
Vol.1, No.2, pp.410-423.
terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan atau barang yang diangkutnya. Selanjutnya,
pada ayat 2 juga dikatakan bahwa perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap
muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan dan atau
perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati (SIMAMORA, 2018).
Kemudian, berdasarkan Pasal 129 UU No. 17 tahun 2008 disebutkan bahwa kapal
berdasarkan jenis dan ukuran tertentu wajib diklasifikasikan pada badan klasifikasi untuk
keperluan persyaratan keselamatan kapal. Badan klasifikasi nasional atau badan klasifikasi asing
yang diakui dapat ditunjuk melaksanakan pemeriksaan dan pengujian terhadap kapal untuk
memenuhi persyaratan keselamatan kapal. Untuk melakukan kegiatan pelayaran, kapal
membutuhkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB) yang diterbitkan oleh syahbandar agar bisa
melakukan pelayaran ataupun berlabuh. Untuk memperoleh SPB, kapal yang akan berlayar harus
memenuhi sejumlah persyaratan, seperti syarat kelaiklautan kapal tersebut (Bone & Jaya, 2021).
Bentuk tanggung jawab dari Kantor Kesyahbandaran Kelas II Tanjungpinang terkait
dengan keselamatan, kenyamanan, dan keamanan penumpang kapal angkutan laut seperti
penjelasan didalam Undang-Undang nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Syahbandar adalah
pemegang kekuasaan tertinggi di pelabuhan dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan
seluruh dokumen kelayakan, dan Syahbandar mempunyai hak untuk memberikan izin kepada
kapal yang akan berlayar. Selanjutnya, dari hasil tanya jawab yang dilakukan dengan Pejabat
Kesyahbandaran di Kantor Kesyahbandaranan dan Otoritas Pelabuhan kelas II Tanjungpinang
dengan menanyakan terkait peran dan wewenang KSOP Kelas II Tanjungpinang mengatakan
bahwa untuk syahbandar saat ini bertanggung jawab pada keamanan, kenyamanan, dan
keselamatan penumpang kapal ketika masih berada di sekitar pelabuhan. Dan setelah penumpang
naik ke atas kapal dan kapal di izinkan untuk berlayar oleh Syahbandar karena dokumen atas
kelengkapan kapal sudah dilakukan pemeriksaan dan terbukti tidak ada masalah serta cuaca juga
mendukung maka tanggung jawab untuk penumpang kapal dan nanti setelah turun dari kapal
menjadi tanggung jawab nakhoda atau pengangkut. Namun apabila terjadi kecelakaan kapal maka
setelah diperiksa dan dilakukan penyelidikan atas terjadinya kecelakaan untuk diketahui siapa
penyebab yang membuat kesalahan dan yang harus bertanggung jawab maka petugas Syahbandar
420
© Copyright: Redho Karunia As’at & Ardi Putra
Vol.1, No.2, pp.410-423.
yang memberikan izin untuk berlayar juga akan di tanya untuk proses penyelidikan. Karena tidak
menutup kemungkinan juga pihak Syahbandar bisa dikatakan bersalah.
PENUTUP
Berdasarkan urairan diatas, dapat disimpulkan bahwa Syahbandar merupakan pejabat
tertinggi di kawasan pelabuhan, yang memiliki wewenang mengatur kegiatan pelayaran.
Tanggung jawab Syahbandar terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran berdasarkan Undang-
Undang No. 17 Tahun 2008 tentang pelayaran, memastikan bahwa kapal layak laut dan
meminimalkan terjadinya kecelakaan di laut yang disebabkan oleh kapal yang tidak laiklaut.
421
© Copyright: Redho Karunia As’at & Ardi Putra
Vol.1, No.2, pp.410-423.
DAFTAR PUSTAKA
Hardani, H., & dkk. (2020). Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Ilmu.
Siyoto, S., & M. S. (2015). Dasar Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Literasi Media Publishing.
Soekanto.2002. Teori Peranan. Jakarta. Bumi Aksara.
Riyadi, 2002. Perencanaan pembangunan Daerah Strategi Mengendalikan Teori dari buku Bauer
tahun terbit 2003.
Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditaya Bakti Bandung.
C.S.T. Kansil, 1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA.
Aminul, F. (2020). Proses Kedatangan Dan Keberangkatan Kapal Pada Kantor Unit
Penyelenggara Pelabuhan Kelas III Batang. Karya Tulis.
As’at, R. K. (2022). Hasil Wawancara Dengan Pejabat Kantor Kesyahbandaran Dan Otoritas
Pelabuhan Kelas Ii Tanjungpinang Di Terminal Sri Bintan Pura.
Bone, P. T.-T. K., & Jaya, R. (N.D.). Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Syahbandar Dalam
Meningkatkan Keamanan Dan Keselamatan Pelayaran Di.
Gugun, H. (2019). Peran Kantor Kesyahbandaran Dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Tanjung
Pinang Dalam Upaya Peningkatan Keselamatan Pelayaran Di Tanjung Pinang. Karya
Tulis.
Indonesia, M. P. R. (2012). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 36 Tahun 2012 Tentang
Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran Dan Otoritas Pelabuhan.
Indonesia, P. R. (2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran.
Menteri Perhubungan Republik Indonesia. (N.D.). Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 28
Tahun 2014 Tentang Tata Cara Penerbitan Surat Persetujuan Berlayar. Kantor
Kesyahbandaran Dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Pontianak.
422
© Copyright: Redho Karunia As’at & Ardi Putra
Vol.1, No.2, pp.410-423.
423