BUKU INFORMASI
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. TUJUAN UMUM
Setelah mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu memproduksi nata de coco
untuk kapasitas tertentu sesuai dengan persyaratan produksi
B. TUJUAN KHUSUS
Adapun tujuan mempelajari unit kompetensi melalui buku informasi memproduksi nata
de coco ini guna memfasilitasi peserta sehingga pada akhir diklat diharapkan memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Memilih dan menangani bahan untuk proses produksi nata de coco
2. Memilih dan menyiapkan peralatan produksi nata de coco
3. Mengendalikan proses dan menilai mutu hasil
4. Mengemas hasil produksi sesuai spesifikasi yang ditentukan
5. Menghitung biaya produksi nata de coco
6.
BAB II
MEMILIH DAN MENANGANI BAHAN UNTUK PROSES PRODUKSI NATA DE COCO
Acetobacter xylinum membentuk kapsul di luar dinding sel bakteri secara terus-
menerus dan menebal menjadi konsentrasi yang kokoh. Pembentukan gel
terjadi karena adanya enzim-enzim yang mampu mengoksidasi asam asetat yang
disertai dengan pembentukan CO2 dan H2O yang menyebabkan gel
terapung di permukaan media. Acetobacter xylinum mampu mengubah 19 %
sukrosa dalam media menjadi selulosa berupa benang yang bersama
polisakarida berlendir membentuk jaringan yang secara terus-menerus
menjadi nata (Thimann dan Kenneth 1964).
Adapun beberapa jenis bahan baku yang dapat dibuat nata antara lain:
a. Air kelapa (nata de coco);
b. Air limbah tapioca (nata de cassava);
c. Air limbah tahu (nata de soya);
d. Sari buah jeruk (nata de orange);
e. Sari buah nenas (nata de pina), dll.
Nata yang diperoleh dari hasil fermentasi oleh bakteri selama delapan
sampai sepuluh hari, berbentuk lembaran dengan ukuran sesuai tempat/wadah
yang digunakan. Bentuk lembaran ini belum dapat dikonsumsi secara langsung,
karena lembaran (nata) masih mengandung asam cukup tinggi, rasa dan baunya
juga asam, serta teksturnya keras. Kandungan asam dalam nata dapat
dihilangkan pada tahap awal proses pengolahan membuat manisan, yaitu
dinetralisasi dengan cara pencucian, perendaman, dan perebusan.
Air kelapa muda sudah populer bagi masyarakat untuk dijadikan minuman
segar. Namun, air kelapa yang sudah tua pemanfaatannya masih sangat
terbatas. Semua bagian dari buah kelapa dapat diolah dan dimanfaatkan menjadi
berbagai produk, dan pada umumnya masyarakat masih membuang begitu saja
air kelapanya. Atau banyak juga dijumpai dalam pembuatan kopra atau minyak
kelapa. Air kelapa yang melimpah dan dibuang begitu saja dapat menimbulkan
pencemaran lingkungan.
a. Gula
Gula ditambahkan untuk digunakan sebagai sumber karbon. Gula
yang digunakan dapat dari berbagai jenis seperti glukosa, sukrosa,
fruktosa, atau maltosa. Jumlah gula yang ditambahkan dalam
pembuatan nata dengan media air kelapa adalah sebesar 1 – 15%.
Semakin banyak gula yang ditambahkan (sampai dengan 15%), maka
rendemen nata yang diperoleh akan meningkat atau mencapai
ketebalan yang optimum.
yaitu: (1) karakteristik fisik atau karakteristik tampak, meliputi penampilan yaitu
warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan dan
konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan (2)
karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.
Mutu pangan merupakan seperangkat sifat atau faktor pada produk
pangan yang membedakan tingkat pemuas/aseptabilitas produk itu bagi
pembeli/konsumen. Mutu pangan bersifat multi dimensi dan mempunyai banyak
aspek. Aspek-aspek mutu pangan tersebut antara lain adalah aspek gizi (kalori,
protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain-lain); aspek selera (indrawi, enak,
menarik, segar); aspek bisnis (standar mutu, kriteria mutu); serta aspek
kesehatan (jasmani dan rohani). Kepuasan konsumen berkaitan dengan mutu.
(https://hartoko.wordpress.com/2008/12/17/mutu-pangan)
Peranan kelas mutu adalah sebagai keadilan mutu; pelayanan pada
konsumen; penggunaan produk yang berbeda; menghadapi keragaman produk
dan bidang usaha. Sedangkan unsur mutu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sifat
mutu, parameter mutu, dan faktor mutu. Parameter mutu adalah gabungan dari
dua atau lebih sifat mutu yang menjadi suatu ukuran. Sedangkan faktor mutu
adalah sesuatu yang berkaitan dengan produk tetapi tidak bisa diukur dan
dianalisa oleh peralatan apapun juga.
Ada enam sifat mutu, yaitu dasar penilaian mutu; kepentingan
(standarisasi, uji mutu, sertifikasi, dan penggunaan produk); sifat subyektif
(morfologi, fisik, mekanik, kimiawi, mikrobiologi, fisiologik, dan anatomi); aspek
penting (cacat, pencemaran/pemalsuan, sanitasi); serta sanitasi (merupakan
tiang mutu).
Faktor mutu terbagi menjadi empat, yaitu asal daerah, varietas/ras,
umur panen, dan faktor pengolahan. Berdasarkan asal daerah, mutu terbagi lagi
menjadi nama jenis, nama mutu, serta kekhasan daerah (faktor iklim, produk
primer dan produk olahan). Berdasarkan varietas/ras dibedakan berdasarkan ciri-
ciri khas, varietas tanaman, ras hewan (ternak), sifat genetik dengan hibrida,
dan sistem sertifikasi ras/variasi. Hibrida adalah mengumpulkan beberapa sifat
yang diinginkan danhanya berlaku pada generasi itu saja, sedangkan untuk
generasi selanjutnya sifatnya sudah hilang.
(https://hartoko.wordpress.com/2008/12/17/mutu-pangan)
C. Sikap kerja yang diperlukan dalam Memilih dan menangani bahan untuk
proses produksi nata de coco
Harus bersikap secara:
1. Cermat dan teliti dalam menyusun jenis kebutuhan bahan baku dan bahan
pembantu;
2. Cermat dan teliti dalam menentukan jumlah kebutuhan bahan baku dan bahan
pembantu
3. Taat asas dalam menentukan SOP pemilihan dan penanganan air kelapa untuk
dibuat nata de coco;
4. Berpikir analitis serta evaluatif dalam mengidentifikasi faktor mutu untuk bahan
baku dan bahan pembantu pada produksi nata de coco.
BAB III
MEMILIH DAN MENYIAPKAN PERALATAN PRODUKSI NATA DE COCO
Suatu unit usaha nata de coco lembaran minimal memiliki peralatan yang
diperlukan dalam proses pengolahan nata de coco, yang antara lain sebagai
berikut:
a. Jerigen plastik
Jerigen digunakan untuk menampung dan mengangkut air kelapa dari
warung–warung, pasar tradisional dan sumber lainnya. Selain ringan dan kuat,
jerigen ini juga mudah dibersihkan dan praktis penggunaannya. Untuk mencegah
pencemaran kotoran, wadah ini harus mempunyai tutup. Daya tampungnya
sekitar 30 liter.
b. Drum plastik
Alat ini termasuk serbaguna. Di samping sebagai wadah stok bahan baku
dan wadah nata hasil panen dan wadah nata hasil panen, juga kerap digunakan
untuk mengangkut nata bila dipasarkan dalam bentuk mentah. Seperti jerigen
tadi, drum ini juga ringan, kuat dan mudah dibersihkan. Daya tampung drum
sekitar 80 liter. Wadah ini juga harus mempunyai tutup.
Tong atau panci digunakan untuk merebus larutan media biang nata dan
media fermentasi serta air untuk keperluan sanitasi ruang dan peralatan. Tong
sebaiknya terbuat dari logam anti karat dengan kapasitas 75 liter. Supaya
posisinya stabil, wadah ini ditempatkan di atas tungku semen atau ataupun
dudukan kompor berbahan besi. Alat pemanas menggunakan kompor gas atau
kompor semawar.
g. Baki/loyang plastik
Kelompok alat ini digunakan dalam pendinginan dan fermentasi media
atau substrat yang telah diberi bibit nata. Baki berfungsi sebagai wadah, koran
sebagai penutup dan tali karet sebagai pengikat koran. Baki ini umumnya
berukuran 40 cm x 30 cm x 13 cm. Selain mudah dibersihkan dan dikeringkan,
baki juga harus terbuat dari jenis plastik yang tahan panas.
Rak ini digunakan untuk menyimpan baki (baki fermentasi). Bila alat ini
tidak tersedia, baki bisa ditumpuk di lantai hingga beberapa susun. Supaya
udara bisa masuk dengan leluasa ke dalam baki, antar baki yang satu dengan
baki lainnya disangga dengan dua bilah bambu yang sama ukurannya dan lurus.
a. Drum plastik
Drum ini digunakan untuk menyimpan stok bahan baku dan wadah
perendaman potongan – potongan nata. Untuk wadah lembaran nata,
kapasitasnya sekitar 80 liter, dan berkapasitas 40 liter untuk perendaman
potongan nata potongan.
c. Pemotong nata
Alat ini bersifat semi-manual. Komponen utama alat ini terdiri dari
landasan nata, meja pemotongan, pisau pemotong dan motor listrik penggerak
pisau pemotong.
e. Baki plastik, penakar, gayung plastik, plastic sealer dan ember plastik
Kelompok alat ini digunakan untuk mengemas produk nata. Baki
berfungsi sebagai tatakan gelas, penakar untuk penuang nata potongan, gayung
untuk menuangkan sirup gula, plastic sealer untuk merekat tutup kemasan dan
ember untuk menampung nata kemasan.
Plastic sealer ini bersifat semi-manual. Mekanisme kerja alat sebagai
berikut:
Gelas plastik berisi nata dan sirup gula dimasukkan ke dalam selongsong
gelas lalu dilewatkan melalui lorong selongsong
Mulut gelas plastik kemudian ditutup dengan lembaran plastik
lalu direkat dengan mulut pengepres plastik
nata kemasan ditampung dalam ember plastik
g. Timbangan
Di unit usaha nata ini dibutuhkan beberapa jenis timbangan. Untuk
menimbang lembaran dan potongan nata dibutuhkan timbangan berkapasitas
100 kg. Untuk menimbang BTM (bahan tambahan makanan) bersatuan miligram
(pewarna, pengawet) harus disediakan timbangan analitik dan timbangan duduk
untuk menimbang gula berkapasitas 25 kg.
h. Kereta dorong
Seperti di unit usaha nata de coco mentah, juga perlu tersedia kereta
dorong untuk mengangkut / memindahkan bahan baku, gula pasir, air kelapa,
dus produk jadi, dan sebagainya.
i. Palet kayu
Alat ini digunakan sebagai landasan tumpukan dus nata di ruang
penyimpanan produk jadi. Tingginya sekitar 15 cm.
optimal. Pada umumnya suhu fermentasi untuk pembuatan nata adalah pada
suhu kamar (28°C). Suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi akan
mengganggu pertumbuhan bakteri pembentuk nata, yang akhirnya juga
menghambat produksi nata. (Budiyanto, 2004).
d. Kebersihan alat
Alat-alat yang tidak steril dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum. Sedangkan alat-alat yang steril dapat mendukung
pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.
e. Waktu fermentasi
Waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata umumnya 6-8
hari. Hari ke - 8 dari waktu fermentasi merupakan waktu yang maksimal
produksi nata, apabila lebih dari 8 hari, maka kualitas nata yang diproduksi akan
menurun.
f. pH fermentasi
Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah 3-5
atau dalam suasana asam. Pada kondisi pH di bawah atau di atas optimum,
aktifitas enzim seringkali menurun tajam. Suatu perubahan kecil pada pH dapat
menimbulkan perbedaan besar pada kecepatan beberapa reaksi enzimatis yang
amat penting bagi organisme.
g. Tempat fermentasi
Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam karena mudah
korosif yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroorganisme pembentuk
nata. Di samping itu tempat fermentasi sebaiknya tidak terkena cahaya
matahari langsung, jauh dari sumber panas, dan harus berada dalam kondisi
steril. Selain itu, dalam pembuatan nata juga harus diperhatikan bahwa
selama proses pembentukan nata harus dihindari gerakan atau goncangan ini
akan menenggelamkan lapisan nata yang telah terbentuk dan menyebabkan
terbentuknya lapisan nata yang baru yang terpisah dari nata yang pertama.
Hal ini menyebabkan ketebalan produksi nata tidak standar. (Budiyanto,
2004).
Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolaannya, landasan tempat kerja
dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.
BAB IV
MENGENDALIKAN PROSES DAN MENILAI MUTU HASIL
komponen kimia air kelapa yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan aktivitas
Acetobacter xylinum (Ani, Suryani. 2005 :48)
Pengendalian proses adalah disiplin rekayasa yang melibatkan mekanisme
dan algoritme untuk mengendalikan keluaran dari suatu proses dengan hasil
yang diinginkan. Pengendalian proses banyak sekali digunakan pada industri dan
menjaga konsistensi produk produksi massal. Pengendalian proses
mengutamakan otomasi sehingga hanya diperlukan sedikit personel untuk
mengoperasikan proses yang kompleks. (https://id.wikipedia.org)/
b. Pemanasan
Pemanasan air kelapa dilakukan pada suhu 100 0C. Pemanasan ini
dimaksudkan untuk menghilangkan lemak/minyak yang terdapat pada air kelapa,
sehingga busa yang ditimbulkan selama pemanasan dapat dihilangkan.
c. Pewadahan/Pengisian
Wadah/tempat yang digunakan untuk media adalah baki/loyang dari
plastik yang sudah bersih dan kering. Media diisikan dalam keadaan panas,
kemudian langsung ditutup dengan kertas Koran dan di ikat menggunakan
karet. Penutupan dengan kertas ini bertujuan untuk menghindari gangguan dari
udara luar yang dapat mencemari pertumbuhan nata (dalam jumlah relatif
terbatas).
d. Pendinginan
Media yang telah ditutup dengan kertas tadi didinginkan selama 6 – 8 jam
sebelum dilakukan inokulasi (pemberian bibit). Pendinginan dilakukan hingga
temperatur media mencapai <270C. Apabila suhu media tumbuh terlalu tinggi,
maka bibit (starter) akan terhambat pertumbuhannya, bahkan akan mati.
e. Inokulasi
Inokulasi adalah pemberian bibit (starter) ke dalam media tumbuh. Agar
inokulasi dapat berhasil dengan baik, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
seperti kebersihan ruang inokulasi (ruang inkubasi), bibit (starter) yang siap
ditanam, dan teknik inokulasi.
1) Kebersihan ruang inokulasi/inkubasi
Kebersihan ruang inokulasi/inkubasi merupakan salah satu faktor penting
kebersihan pembuatan nata. Karena itu, tempat inokulasi harus isterilkan
atau dibersihkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Sterilisasi digunakan
2) Bibit (starter)
Kualitas starter/bibit merupakan salah satu kunci keberhasilan pembuatan
nata. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan starter nata
adalah sebagai berikut.
a) Media starter telah mengalami inkubasi minimal 24 jam.
b) Bibit/starter berasal dari bibit murni acetobacter xynilum.
c) Warna starter merata.
d) Pada media starter memperlihatkan adanya suatu lapisan yang berwarna
putih, licin, rata, bersih, dan tidak ditumbuhi jamur atau bakteri lain.
e) Starter tidak terkontaminasi.
f) Apabila digoyang /dikocok lapisan nata kokoh dan kuat.
3) Teknik Inokulasi
Inokulasi dilakuka dengan cara menuangkan bibit/starter dari dalam
botol ke dalam salah satu ujung loyang/baki yang berisi media tumbuh .
Jumlah starter/bibit yang diinokulasikan antara 10 – 20% dari jumlah media
(air kelapa) yang diisikan ke dalam baki/loyang.
f. Inkubasi (Fermentasi)
Inkubasi (fermentasi) dilakukan dengan cara menyimpan media yang
diisikan ke dalam baki dan telah diinokulasi dengan starter/bibit pada kondisi
tertentu. Pada kondisi yang sesuai, lapisan nata akan terbentuk secara
berlahan-lahan yang semakin lama akan semakin menebal tumbuh di
permukaan media. Lapisan nata akan mulai tampak setelah mengalami masa
inkubasi 4 – 5 hari, lapisan nata tersebut tumbuh dengan ukuran dan bentuk
sesuai dengan tempat atau baki yang digunakan. Suhu inkubasi yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan nata adalah antara 28 – 32 0C. Apabila suhu
terlalu rendah atau terlalu tinggi maka suhu ruangan tempat inkubasi tersebut
harus diatur. Karena itu kondisi tersebut harus dipertahankan agar
pertumbuhan natatetap dalam kondisi yang baik.
Kegiatan pemanenan ikut menentukan kualitas nata yang diperoleh. Untuk itu,
pemanenan nata de coco harus memperhatikan beberapa hal berikut :
1). Ciri-ciri nata de coco siap panen
Sebelum nata de coco dilakukan pemanenan, perlu ditentukan waktu
untuk pemanen, dimana dari mulai air kelapa diproses untuk dibuat nata sampai
diinkubasi 8 hari, maka penentuan saat panen sangat diperlukan. Panen dapat
dilakukan setelah lapisan nata yang terbentuk mencapai tingkat yang optimal,
yaitu setelah penyimpanan (inkubasi) 8 hari, dimana nata sudah cukup tebal
dengan berwarna putih. Pada saat panen, ukuran ketebalan nata 1,5 cm
sesuai dengan pengisian media ke dalam loyang/baki pada saat proses
pembuatan media tumbuh dan mempunyai berat minimal 1 kg. Selain itu ciri-ciri
nata de coco yang siap dipanen adalah :
4. Kebersihan alat
Alat-alat yang tidak steril dapat menghambat pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum. Sedangkan alat-alat yang steril dapat mendukung
pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.
5. Waktu fermentasi
Waktu fermentasi yang digunakan dalam pembuatan nata umumnya 2-4
minggu. Minggu ke-4 dari waktu fermentasi merupakan waktu yang maksimal
produksi nata, yang berarti lebih dari 4 minggu, maka kualitas nata yang
diproduksi akan menurun.
6. pH fermentasi
Derajat keasaman yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah 3-5
atau dalam suasana asam. Pada kedua kondisi pH optimum, aktifitas enzim
seringkali menurun tajam. Suatu perubahan kecil pada pH dapat menimbulkan
perbedaan besar pada kecepatan beberapa reaksi enzimatis yang amat penting
bagi organisme.
7. Tempat fermentasi
Tempat fermentasi sebaiknya tidak terbuat dari logam karena mudah
korosif yang dapat mengganggu pertumbuhan mikroorganisme pembentuk nata.
Di samping itu tempat fermentasi sebaiknya tidak terkena cahaya matahari
langsung, jauh dari sumber panas, dan harus berada dalam kondisi steril. Selain
itu, dalam pembuatan nata juga harus diperhatikan bahwa selama proses
pembentukan nata langsung harus dihindari gerakan atau goncangan ini akan
menenggelamkan lapisan nata yang telah terbentuk dan menyebabkan
terbentuknya lapisan nata yang baru yang terpisah dari nata yang pertama. Hal
ini menyebabkan ketebalan produksi nata tidak standar. (Budiyanto, 2004).
spesies yang termasuk bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun
selama ini yang paling banyak dipelajari adalah Acetobacter xylinum. Bakteri
Acetobacter xylinum termasuk genus Acetobacter. Bakteri Acetobacter xylinum
bersifat Gram negatip artinya memiliki lapisan luar dari lipopolisakarida: terdiri
dari membran dan lapisan peptidoglikan yang tipis dan terletak pada periplasma
(di antara lapisan luar dan membran sitoplasma)., aerob, berbentuk batang
pendek atau kokus.
Bakteri ini secara alami dapat ditemukan pada sari tanaman bergula yang
telah mengalami fermentasi atau pada sayuran dan buah-buahan bergula yang
sudah membusuk. Bila mikroba ini ditumbuhkan pada media yang mengandung
gula, organisme ini dapat mengubah 19% gula menjadi selulosa. Selulosa yang
dikeluarkan ke dalam media berupa benang-benang yang bersama dengan
polisakarida berlendir membentuk jalinan yang terus menebal menjadi lapisan
nata. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan bakteri axetobacter
xylinum adalah tingkat keasaman medium, lama fermentasi, sumber karbon,
sumber nitrogen, suhu dan konsentrasi bibit (starter). Pada dasarnya proses
pembuatan biakan murni bakteri axetobacter xylinum dapat dilakukan secara
laboratoris maupun secara sederhana
Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika
ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan karbon (C) dan
nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri
tersebut akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun zat gula
menjadi ribuan rantai serat atau selulosa, dari jutaan renik yang tumbuh pada air
kelapa tersebut akan dihasilkan jutaan lembar benang-benang selulosa yang
akhirnya nampak padat berwarna putih hingga transparan, yang disebut sebagai
nata.
Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh
Acetobacter xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk
membentuk senyawa metabolit diantaranya adalah selulosa yang membentuk
Nata de Coco. Senyawa peningkat pertumbuhan mikroba (growth promoting
factor) akan meningkatkan pertumbuhan mikroba, sedangkan adanya mineral
dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asam asetat, asam-asam organik dan
anorganik lain bisa digunakan.
Nutrisi yang terkandung dalam air kelapa antara lain : gula sukrosa
1,28%, sumber mineral yang beragam antara lain Mg2+ 3,54 gr/L, serta adanya
faktor pembantu pertumbuhan merupakan senyawa yang mampu meningkatkan
pertumbuhan bakteri penghasil nata (Acetobacter xylinum). Kandungan gizi nata
yang dihidangkan dengan sirup adalah sebagai berikut: 67,7 persen air, 0,2
persen lemak, 12 mg kalsium, 5 mg zat besi, 2 mg fosfor, sedikit vitamin B1,
sedikit protein, serta hanya 0,01 mikrogram riboflavin per 100 gramnya.
A.3. Penanganan limbah produksi Nata de Coco sesuai dengan tata cara,
manajemen limbah
a. Karakterisitik Limbah Cair Nata de coco
Limbah cair dari nata mengandung bahan organik dan nutrien tinggi
yang terdiri dari air 90,72 %, protein 1,8%, lemak 1,2%, serat kasar 7,36%,
dan abu 0,32 %. Limbah cair dari nata yang paling berbahaya apabila dibuang
secara langsung ke lingkungan adalah whey yang merupakan hasil samping
proses penggumpalan dan kandungan bahan organiknya sangat tinggi .Dengan
melihat komposisi limbah tersebut, maka sistem anaerobik sangat tepat untuk
mengolah limbah cair nata. Pengolahan langsung dengan aerobik menghadapi
banyak kendala seperti timbulnya busa dan banyaknya bahan organik yang
tidak terdegradasi.
Produk samping dari pengolahan limbah yang kaya bahan organik secara
anaerobik adalah munculnya biogas akibat aktivitas mikrobia dalam reaktor
pengolah limbah. Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari
proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteribakteri anaerob.
Kandungan biogas didominasi oleh CH4 (gas metana) yang berpotensi besar
sebagai sumber energi untuk memasak, pemanasan atau dikonversi menjadi
listrik.
Pengolahan limbah secara anaerobik dapat berfungsi ganda, yaitu sebagai
pengolah limbah dan sekaligus penghasil sumber energi berupa biogas
sehingga diperlukan sosialisasi lebih lanjut tentang potensi tersebut dengan
menggunakan reaktor yang efisien dan efektif serta mudah digunakan.
nutrisi yang akan ditambahkan untuk memenuhi kriteria rasio C/N produksi
bioetanol. Karbohidrat terdiri dari kandungan pati, gula, dan selulosa.
Berdasarkan hasil pengujian dari Mayasti (2009) bahwa nata de coco tidak
memiliki kandungan lemak. Dengan demikian hasil perhitungan by different
untuk karbohidrat dapat diindikasikan sebagai kandungan gula dan selulosa.
Pada proses produksi nata de coco, disamping menghasilkan produk
utama juga menghasilkan berbagai jenis limbah seperti limbah cair, limbah
padat, limbah gas serta kebisingan. Limbah cair berasal dari air sisa
perendaman nata de coco dan pencucian alat produksi nata de coco. Limbah
cair nata de coco bersifat asam, memiliki bau yang menyengat, memiliki warna
putih susu yang pekat, mengandung zat-zat yang dapat membahayakan
kesehatan manusia serta lingkungan hidup. Sedangkan limbah padat nata de
coco berasal dari sisa nata de coco yang tidak terpakai,sistem produksi yang
menghasilkan limbah mengandung bahan-bahan dapat menimbulkan efek
kerusakan pada lingkungan. Contohnya, limbah berupa cairan kental itu
dibuang di pekarangan warga. Akibatnya, pohon pisang ditanam menjadi mati.
Air limbah atau air buangan merupakan sisa air buangan yang berasal
dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan
biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan
bagi kesehatan manusia serta lingkungan hidup. Pengelolaan limbah bertujuan
untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, yang dilakukan
dengan mengurangi jumlah dan kekuatan air limbah sebelum dibuang ke
perairan.
1) Bak Kontrol (Penampung Air Limbah) Air limbah yang berasal dari
perendaman nata de coco dan pencucian peralatan dialirkan melalui
saluran air limbah menuju ke bak penampung air limbah. Bak ini
bertujuan untuk menampung sementara air limbah, homogenasi air
limbah. Air limbah dari bak penampung dipompa menuju Bak Screen.
2) Bak Screen merupakan suatu bak yang berfungsi untuk pemisahan
padatan yang terdapat dalam air limbah. Air limbah setelah mengalami
proses pemisahan padatan selanjutnya dipompa menuju bak equalisasi.
3) Bak Equalisasi Bak equalisasi merupakan proses awal pengolahan air
limbah, pada bak ini dapat diisi mikroorganisme maupun tidak. Fungsi
bak equalisasi adalah mengendalikan pH air limbah, mengurangi fluktuasi
debit air, sehingga bahan homogen secara merata atau teratur diatur
pengalirannya menuju proses selanjutnya.
4) Bak Kontak Bak kontak ini merupakan proses utama pengolahan air
limbah industri nata de coco, pada bak ini diisi mikroorganisme dan
injeksi udara. Pada bak kontak diinjeksikan udara yang akan
mengakibatkan terjadinya penguraian bahan pencemar menjadi bahan
yang lebih sederhana dan tidak berbahaya. Gas yang dihasilkan biasanya
terbuang langsung ke lingkungan. Pada bak ini terjadi penurunan
konsentrasi COD dan BOD kurang lebih 90-95%. Air limbah pada bak ini
selanjutnya dialirkan menuju bak pemisah mikroorganisme
(pengendapan/clarifier).
5) Bak Pemisah Mikroorganisme (Pengendapan/Clarifier). Bak pemisahan
mikroorganisme ini, akan mengendap dan dikeluarkan dari dasar bak
serta dialirkan menuju bak penampung (pemekat) mikroorganisme yang
selanjutnya akan dipompa (dialirkan) menuju bak stabilisasi. Sedangkan
air bersihnya akan keluar dari bagian atas bak, yang kemudian dialirkan
menuju bak karbon aktif selanjutnya air hasil pengolahan ini dapat
dimanfaatkan untuk pemeliharaan tanaman atau dibuang langsung ke
sungai.
6) Bak Penampung (Pemekat) Mikroorganisme Bak penampung (pemekat)
mikroorganisme ini merupakan tempat penampung mikrooragnisme yang
berasal dari bak pemisah mikroorganisme (clarifier). Pada bak ini terjadi
peningkatan konsentrasi mikroorganisme, mikroorganisme pada bak ini
sebagian besar hampir 90 % selanjutnya dialirkan kembali menuju ke bak
stabilisasi dan sisanya dapat dipergunakan untuk memelihara ikan
sebagai sumber makanan.
7) Bak Stabilisasi Mikroorganisme dalam bak stabilisasi ini, distabilkan
dengan cara menginjeksikan udara kedalam bak stabilisasi,
mikroorganisme yang telah mengalami proses stabilisasi selanjutnya
dialirkan kembali ke bak kontak untuk proses utama pengolahan air
limbah. Proses ini berlangsung secara kontinyu 24 jam serta langsung
mengalami proses filtrasi.
Bahan baku dari pembuatan gas bioetanol adalah campuran dari limbah
padat nata dengan kotoran sapi yang kemudian diurai menggunakan bakteri
pencerna anaerobik selama 30 hari. Proses penguraian oleh bakteri anaerobik
ini akan menghasilkan gas metana yang dapat dimanfaatkan sebagai energi
untuk kebutuhan memasak sehari-hari atau dapat dimanfaatkan untuk
dimanfaatkan sebagai sumber panas pada tahapan perebusan proses produksi
nata de coco.
Hasil dari pengolahan limbah padat menggunakan bakteri anaerobik ini
nantinya tidak hanya mennghasilkan gas bioetanol tetapi juga menghasilkan
pupuk organik cair yang merupakan limbah dari proses gas bioetanol. Ketika
dilakukan fermentasi untuk menghasilkan gas bioetanol, nata yang berbentuk
padat akan berubah bentuk menjadi cair. Semakin banyak nata yang diproses
maka semakin banyak pula cairan yang dihasilkan. Cairan inilah yang dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair dan digunakan pada tanaman.
produsen/pengusaha lain untuk diolah kembali. Dengan kata lain nata de coco
lembaran dan kubus-kubus kecil tawar sebagai bahan baku proses produksi
nata de coco dalam syrup. Bila nata de coco ingin dipasarkan dalam keadaan
tawar maka, nata de coco tersebut direbus kembali dengan air bersih hingga
mendidih dan dalam keadaan panas segera dilakukan pengemasan dalam
kantung plastik dan diikat rapat dan didinginkan.
Lokasi pabrik pengolahan pangan yang baik dan sehat yaitu berada di
lokasi yang bebas dari pencemaran. Pada saat memilih lokasi pabrik
pengolahan pangan beberapa hal yang perlu dipertimbangkan adalah:
Pabrik pengolahan pangan harus berada jauh dari lokasi industri yang sudah
mengalami polusi yang mungkin dapat menimbulkan pencemaran terhadap
produk pangan yang dihasilkan.
Pabrik pengolahan pangan harus tidak berlokasi di daerah yang mudah
tergenang air atau banjir karena sistem saluran pembuangan airnya tidak
berjalan lancar. Lingkungan yang demikian menjadi tempat berkembangnya
hama seperti serangga, parasit, binatang mengerat, dan mikroba.
Pabrik pengolahan pangan harus jauh dari daerah yang menjadi tempat
pembuangan sampah baik sampah padat maupun sampah cair atau jauh dari
daerah penumpukan barang bekas dan daerah kotor lainnya.
Pabrik pengolahan pangan harus jauh dari tempat pemukiman penduduk
yang terlalu padat dan kumuh.
1) Lingkungan
Lingkungan harus selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan
cara-cara sebagai berikut:
Sampah dan bahan buangan pabrik lainnya harus dikumpulkan setiap saat di
tempat khusus dan segera dibuang atau didaur ulang sehingga tidak
menumpuk dan menjadi sarang hama.
Tempat-tempat pembuangan sampah harus selalu dalam keadaan tertutup
untuk menghindari bau busuk dan mencegah pencemaran lingkungan.
Sistem pembuangan dan penanganan limbah harus baik dan selalu dipantau
agar tidak mencemari lingkungan.
Sistem saluran pembuangan air harus selalu berjalan lancar untuk mencegah
genangan air yang mengundang hama.
Sarana jalan hendaknya dikeraskan atau diaspal, dan dilengkapi dengan
sistem drainase yang baik agar tidak tergenang air. Disamping itu, jalan jalan
yang berdebu sebaiknya selalu disiram air agar debu tidak beterbangan dan
mencemari sarana pengolahan pangan.
C. Sikap Kerja yang diperlukan dalam Mengendalikan proses dan menilai mutu
hasil
Harus bersikap secara:
1. Teliti dalam memantau Titik pengendalian untuk memastikan bahwa kinerja
proses berada pada kendali sesuai dengan spesifikasi
2. Cermat dalam melakukan pemeriksaan pre-start peralatan sesuai SOP
3. Cermat dalam melakukan melakukan kinerja peralatan, proses dan produk serta
penyimpangannya
4. Benar dalam Proses produksi nata de coco, penghentian produksi sesuai dengan
persyararatan produksi perusahaan
5. Benar dalam Proses produksi nata de coco sesuai dengan persyararatan produksi
dan kriteria mutu produk sesuai kriteria standar
6. Benar dalam melakukan teknik penyimpanan Hasil produksi pada tempat
higienis sebelum dikemas
7. Benar dalam melakukan teknik perawatan Tempat kerja sesuai dengan standar
pemeliharaan tempat kerja
BAB V
MENGEMAS HASIL PRODUKSI SESUAI SPESIFIKASI YANG DITENTUKAN
Kemudian dari dua fungsi pokok tersebut, dapat diuraikan lebih lanjut yaitu
1) Sebagai wadah atau tempat
Untuk mempermudah pengangkutan atau supaya produk tidak
berserakan, tidak semua produk dapat dibawa satu persatu untuk
dipindahkan, bahkan ada yang tidak dapat dipegang hingga dibutuhkan
wadah. Bila tidak menggunakan kemasan, produk tersebut tidak mungkin
dapat dibawa dari satu tempat ke tempat lain. Produk-produk yang dimaksud
adalah produk yang berupa tepung, butiran, cairan dan gas.
2) Sebagai Pelindung
Fungsi pelindung tidak hanya sebagai pelindung bahan yang dikemas,
tetapi juga merupakan pelindung bagi lingkungannya dimana produk
tersebut berada, diantaranya memberikan perlindungan terhadap uap air
yaitu untuk mempertahankan kadar air dimana kemasan yang dipakai adalah
kemasan kedap air, agar uap air tidak bebas keluar masuk kemasan.
Memberikan perlindungan terhadap zat volatil, dimana bahan kemas yang
dipakai kedap gas dan ,uap air, juga memberikan perlindungan antara lain
terhadap oksigen, bahan yang mengalami proses karbonisasi, terhadap
produk yang sensitif cahaya, terhadap infestasi, serangga maupun roden,
dan perlindungan-terhadap bahan yang rapuh.
1) Tidak Toksik
Bahan pengemas harus tidak toksik (beracun) terutama jika mengemas
bahan yang menyangkut kesehatan manusia secara langsung atau tidak
langsung sebagai contoh, kemasan yang akan digunakan untuk mengemas
bahan pangan atau obat-obatan tidak boleh mengandung Pb, karena akan
mengganggu kesehatan manusia.
kemasan teh kotak) dari pada minuman yang dikemas dalam botol. Hal ini
disebabkan karena kemudahan kemasan tetrapack, sedangkan untuk membuka,
tutup botol lebih sukar dan memerlukan alat khusus sehingga setiap orang
merasa enggan untuk membawanya kemana-mana.
c. Klasifikasi Kemasan
Kemasan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa cara yaitu:
1). Klasifikasi kemasan berdasarkan frekwensi pemakaian:
a). Kemasan sekali pakai (disposable), yaitu kemasan yang langsung
dibuang setelah dipakai. Contoh bungkus plastik untuk es, permen,
bungkus dari daun-daunan, karton dus minuman sari buah, kaleng
hermetis.
b). Kemasan yang dapat dipakai berulangkali (multitrip), contoh: botol
minuman, botol kecap, botol sirup. Penggunaan kemasan secara
berulang berhubungan dengan tingkat kontaminasi, sehingga
kebersihannya harus diperhatikan.
c). Kemasan atau wadah yang tidak dibuang atau dikembalikan oleh
konsumen (semi disposable), tapi digunakan untuk kepentingan lain
oleh konsumen, misalnya botol untuk tempat air minum dirumah,
kaleng susu untuk tempat gula, kaleng biskuit untuk tempat kerupuk,
wadah jam untuk merica dan lain-lain. Penggunaan kemasan untuk
kepentingan lain ini berhubungan dengan tingkat toksikasi.
2) Pengisian produk kedalam kemasan harus penuh agar tidak tersisa udara
dalam kemasan sehingga mikroba kontaminan tidak bisa tumbuh.
3) Kemasan selanjutnya ditutup menggunakan sealer.
4) Setelah Pengemasan selesai produk dimasukkan dalam air dingin hingga
produk menjadi dingan dan segera ditiriskan.
5) Selanjutnya produk yang telah dikemas dan didistribusikan atau disimpan
dalam referigerator/penyimpan berpendingin agan tetap segar dan lebih
awet.
BAB VI
MENGHITUNG BIAYA
Diamana
BEP(Q) : jumlah unit yang dihasilkan (hasil pendapatan perusahaan hanya cukup
untuk menutup biaya keseluruhan)
FC : Biaya tetap (Fixed Cost)
V : Biaya variabel (Variabel Cost)
P : Harga produk
Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak terpengaruh oleh jumlah
barang yang diproduksi dan dapat berubah persatuan dalam batas range tertentu.
Contoh; Gaji tenaga kerja, biaya pemeliharaan gedung, depresiasi, bunga, sewa dll.
Biaya variable adalah biaya yang besar kecilnya tergantung oleh jumlah
barang yang diproduksi perusahaan, secara keseluruhan jumlah totalnya berubah
tetapi per satuan unitnya tetap. Contoh; biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, biaya bahan penolong dsb.
Keadaan Break Even Point (BEP) dapat digambarkan sebagaiberikut:
Sebelum memasarkan produk, perlu dihitung biaya untuk mengetahui berapa biaya
produksi, keuntungan dan harga jual produk. Komponen biaya produksi terdiri atas
biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Biaya tetap terdiri atas sewa alat (penyusutan alat), sewa ruang, dan tenaga kerja.
Biaya tidak tetap terdiri atas bahan-bahan pembuatan nata de coco, yaitu air
kelapa, bibit/starter nata de coco, gula putih, Amonium sulfat, Asam Asetat,
Magnesium Sulfat, Natrium Sulfat, bahan bakar, bahan pengemas
Biaya Marginal / Marginal Cost (MC) diperoleh melalui hasil penambahan Biaya
Produksi yang digunakan untuk menambah produksi satu unit barang /
produk.
A.2. Satuan Harga Bahan Dan Utilitas Untuk Pembuatan Nata De Coco
Berikut ini disajikan contoh penentuan ataupun perhitungan biaya produksi
nata de coco per hari yang terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap dalam
jumlah bahan baku air kelapa 100 liter.
Biaya tetap
Uraian Biaya Penyusutan Harga Keterangan
Panci stainless steel 333,33 500.000.00 5 tahun
Kompor 166,67 150.000,00 3 tahun
Timbangan 133,33 200.000,00 5 tahun
Kain saring 400,00 10.000,00 1 Bulan
Gelas ukur 50,00 15.000,00 1 tahun
Pengaduk 16,67 5.000,00 1 tahun
Baskom/ember 100,00 30.000,00 1 tahun
Baki/loyang plastic 25 buah 833,33 250.000.00 1 tahun
Tong Penampungan 150 L 166,67 50.000.00 1 tahun
Jerigen 30 L 83,33 25.000.00 1 tahun
Botol 10 buah 10,00 3.000.00 1 tahun
Karet/tali nampan 6,67 2.000.00 1 tahun
Saringan 50,00 15.000.00 1 tahun
Gelas ukur plastik 1 L 50,00 15.000.00 1 tahun
Sikat Botol 18,33 5.500.00 1 tahun
Rak kapasitas 400 1 rak 1000,00 300.000.00 1 tahun
Ruangan 5.000.00 5.000.00 Per Hari
Listrik per hari 10,000.00 10,000.00 Per Hari
Air per hari 2.000,00 2.000,00 Per Hari
Tenaga kerja per hari 45.000,00 45.000,00 Per Hari
65.418,33
a. Biaya Produksi
Biaya tetap + biaya tidak tetap = 65.418,33 + 292.500,00= 357.918,33
c. Harga jual per produk dengan perkiraan produk yang dihasilkan 400 lembar
HPP = (biaya produksi + keuntungan): jumlah produk
= (357.918,33 + 107.375.40): 400 = 1.163,23, dibulatkan Rp. 1.200,00
Catatan:
Harga/biaya disesuaikan dengan kondisi pasar.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku Referensi
1. Ruslina Sinta, 1991, Mempelajari Pembuatan Nata dan Batang Rumput Raja
(Pennisetum purpureophoides), Tugas Akhir Fakultas Teknologi Pertanian IPB
Bogor.
2. Widia, 1984, Mempelajari Pengaruh Penambahan Skim Milk Kelapa, Jenis Gula
dan Mineral dengan Berbagai konsentrasi pada Pembuatan Nata de coco, Tugas
Akhir Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Bogor.
B. Referensi Lainnya
A. Daftar Peralatan
B. Daftar Bahan
DAFTAR PENYUSUN