Anda di halaman 1dari 49

KEBIJAKAN PENCEGAHAN &PENGENDALIAN

FILARIASIS & KECACINGAN


DI INDONESIA

KEGIATAN PERTEMUAN MONEV


PENGENDALIAN FILARIASIS & CACINGAN
12 DESEMBER 2022
• Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Filariasis
• Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Cacingan
FILARIASIS (PENYAKIT KAKI GAJAH)

merupakan penyakit infeksi menahun, disebabkan oleh cacing


filaria dan ditularkan melalui gigitan nyamuk.
SNAKEBITE
ENVENOMING

Modified from Serge Seidlitz April 2017 MYCETOMA


MYCETOMA Terdapat 3 species cacing filaria di Indonesia yaitu Wuchereria
SCABIES AND OTHER
SCABIES AND OTHER
ECTOPARASITES
bancrofti, Brugia malayi dan Brugia timori
ECTOPARASITES
Penyakit Kaki Gajah (Filariasis)
• Penyakit infeksi yang bersifat menahun
• Disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan
oleh nyamuk.
• Apabila tidak dicegah dengan minum obat, Cacing Filaria Penyebab Penyakit Kaki
dapat menyebabkan cacat menetap berupa Gajah

pembesaran pada lengan, kaki, kantong buah


zakar, dan payudara
• Orang tua, anak-anak, laki-laki dan perempuan
dari seluruh lapisan masyarakat dapat terkena
penyakit ini.

Cacat Menetap
Gejala Klinis Penyakit Filariasis
A. Gejala Akut
1. Demam hilang timbul
2. Bengkak pada kelenjar limfe

B. Gejala Kronis
1. Limfedema
2. Hidrokel
3. Kiluria
Dampak Penyakit Filariasis
“ WHO : menyumbang 17%
1. Membutuhkan biaya pengobatan yang tidak dari perkiraan beban global
penyakit menular : biaya
sedikit medis & menghambat
2. Menghambat penderita untuk beraktivitas pembangunan ekonomi
hilangnya produktivitas”
dan bekerja
3. Dapat dikucilkan masyarakat
4. Kemiskinan
Sekitar 1 milyar 36 juta orang
orang tinggal di 72 236 Kab/Kota di 28
mengalami
negara endemis Provinsi di
kecacatan di dunia,
filariasis, 120 juta Indonesia
sedang di Indonesia
penduduk merupakan daerah
sebanyak 9.906 endemis filariasis
terinfeksi
orang

Elephantiasis :
1 Pria Timur Asing
dan 6 Pria
Bumiputera

Penderita kaki gajah di kediaman Pelantoengan - Semarang Jawa Tengah,


Foto Koleksi TropenMuseum Laporan Poliklinik Bedah Sekolah Dokter Djawa
Tahun Ajaran 1902-1903
Target 2030

90% Pengurangan persentase orang yang membutuhkan


intervensi terhadap penyakit tropis terabaikan
75% Penurunan persentase DALYs terkait dengan
penyakit tropis yang terabaikan
100 negara yang telah mengeliminasi setidaknya satu
penyakit tropis terabaikan
2 Negara mengeradikasi penyakit tropis terabaikan
Roadmap NTD’s 2021-2030

• Target global pada penanggulangan


Filariasis tahun 2030 adalah
Eliminasi Filariasis sebagai masalah
kesehatan masyarakat
• Didefinisikan dengan angka MF Rate
< 1%, didukung kegiatan POPM,
Surveilans, Tatalaksana Kasus
Filariasis serta telah divalidasi oleh
WHO
PENANGGULANGAN FILARIASIS DI INDONESIA
Upaya pemberantasan WHO mendeklarasikan Eliminasi
ELIMINASI FILARIASIS
Filariasis dilaksanakan Filariasis sebagai masalah
NASIONAL
di Indonesia kesehatan masyarakat

1975 1997 2000


2000 2017
2017 2030

WHA menetapkan Filariasis Implementasi POPM


sebagai masalah kesehatan di seluruh daerah endemis
masyarakat (100% geographical
coverage)
10
TAHAPAN ELIMINASI FILARIASIS
Manajemen vektor
yang terintegrasi

VALIDASI
ELIMINASI FILARIASIS
Surveilans &
Mapping POPM
Pasca POPM Surveilans Pasca
Eliminasi

≥ 5 tahun ≥ 5 tahun

<1% mf/<2% Ag - FTS

Pre Tas Tas 1 Tas 2 Tas 3


POPM SURVEILANS 2030
SDGs finish line
11
STRATEGI PENANGGULANGAN FILARIASIS
DI INDONESIA

1. Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM)


Filariasis sekali setahun selama minimal 5 tahun
berturut-turut untuk memutuskan mata rantai
penularan filariasis

2. Penatalaksanaan Kasus Filariasis


untuk mencegah dan membatasi kecacatan
SITUASI
SITUASIFILARIASIS
FILARIASISDIDIINDONESIA
INDONESIA
Situasi per Des 2021

Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota terjadwal


32 menerima sertifikat 81 survei TAS 1
eliminasi filariasis

Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota terjadwal


25 melaksanakan POPM 34 survei TAS 2

Kabupaten/Kota terjadwal Kabupaten/Kota terjadwal


20 survei Pre TAS 33 survei TAS 3
BELKAGA
(BULAN ELIMINASI KAKI GAJAH)

2015 2016 2017 2018 2019


BELKAGA 1 BELKAGA 2 BELKAGA 3 BELKAGA 4 BELKAGA 5

Dicanangkan di Dicanangkan di Kab. Dicanangkan di Kab. Dicanangkan di Kab. Dicanangkan di Kab.


Cibinong, Kab. Bogor, Demak, Jawa Tengah Gunung Mas, Sorong, Papua Barat Malaka, Nusa
Jawa Barat Kalimantan Tengah Tenggara Timur

36.294.073 43.773.826 39.726.828 32.543.537 30.343.787


orang minum obat orang minum obat orang minum obat orang minum obat orang minum obat
STRATEGI DAN INOVASI
Kriteria POPM IDA
Untuk Kab/Kota dengan putaran

• DEC
POPM efektif POPM <4 kali

• Albendazole • Ivermectin
• DEC
Untuk Kab/Kota yang gagal
• Albendazole dalam pre-TAS dan TAS

POPM
Untuk komunitas di mana transmisi
lokal masih terjadi saat periode
surveilans pasca validasi
AKSELERASI
ELIMINASI FILARIASIS PERCEPATAN DENGAN POPM IDA
• Sumba Barat Daya (2020)
• Mamuju, Kota Pekalongan, Kota Sorong, Biak (2021)
• Kotawaringin Timur, Bintan, Belitung, Pangkep, Kaimana, Sarmi,
Mimika, Boven Digoel, Asmat, Kota Pekalongan,
Manokwari Selatan (2022)
SASARAN POPMF IDA

Semua penduduk
usia 2 – 70 tahun

Usia 5 – 70 tahun Usia 2 – < 5 tahun


mendapatkan IDA mendapatkan DA
Paket Obat Pencegahan Filariasis
Regimen IDA

• Ivermectin (IVM)
• Diethylcarbamazine Citrate (DEC)
• Albendazole (ALB)
Dosis Pemberian Obat Berdasarkan
Usia dan Tinggi Badan
32
32

Albendazole Tinggi Badan Ivermectin


DEC 100 mg Ivermectin
Usia (tahun) 400 mg (cm) (3 mg tablet)
(tablet) 3 mg (tablet)
(tablet)
<90 cm 0
2-5 tahun 1 1 ---
90-119 cm 1
sesuai tinggi
6-14 tahun 2 1
badan 120-140 cm 2

141-158 cm 3
sesuai tinggi
> 14 tahun 3 1
badan ≥159 cm 4

• Anak usia 2-5 tahun atau penduduk dengan tinggi badan


<90cm tidak mendapat ivermectin tapi tetap mendapat DEC
dan Albendazole
• Semua tablet diminum didepan petugas.
• Albendazole dapat dikunyah atau digerus sebelum diminum
Orang Sakit Berat yang Tidak Boleh Minum
Obat
1. Orang dengan gangguan ginjal
2. Penderita epilepsi/ayan
3. Anak yang sering kejang
4. Orang dengan demam tinggi saat pembagian obat
5. Batuk darah
6. Kanker
7. Anak yang sangat kurus (<15 kg)
8. Penderita penyakit kaki gajah yang sedang demam tinggi
9. Riwayat alergi obat IDA
10. Orang yang sedang menjalani pengobatan rutin, misal :
TBC, kusta
Strategi Keberhasilan POPM Filariasis regimen IDA

DUKUNGAN DAN KOMITMEN PARA


01 PEMANGKU KEBIJAKAN
ADANYA DUKUNGAN
MASYARAKAT MELALUI KEGIATAN
KOMUNIKASI , INFORMASI DAN 02
EDUKASI
PELAKSANAAN POPM FILARIASIS
03 SESUAI SOP DAN PROTOKOL
KESEHATAN
TATALAKSANA YANG TEPAT
TERHADAP KEJADIAN IKUTAN
PASCA POPM FILARIASIS
04
STRATEGI PENANGGULANGAN FILARIASIS
DI INDONESIA

1. Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM)


Filariasis sekali setahun selama minimal 5 tahun
berturut-turut untuk memutuskan mata rantai
penularan filariasis

2. Penatalaksanaan Kasus Filariasis


untuk mencegah dan membatasi kecacatan
PETA SEBARAN KASUS KRONIS FILARIASIS
Total Kasus Kronis
9.354

Nusa Tenggara Barat


10

• Provinsi dengan kasus tertinggi: Papua (3.629), NTT (1.307), Papua Barat (620)
• Provinsi dengan kasus terendah: Kalimantan Utara (0), Bali (2), Yogyakarta (2)
22
PAKET PERAWATAN MINIMUM

1. Tatalaksana Serangan Akut

2. Manajemen Limfadema 3. Manajemen Hidrokel

4. Menyediakan Obat Anti Filaria


GEJALA KLINIS SERANGAN AKUT
TATALAKSANA SERANGAN AKUT

1. Pemberian antibiotik
2. Manajemen simptom /gejala :
- analgesik, anti inflamasi, anti
piretik
- Tindakan suportif : istirahat,
hidrasi, meninggikan posisi
kaki, mendinginkan area yang
mengalami serangan akut
3. Melanjutkan perawatan higiene
Jangan dilakukan ketika SERANGAN AKUT

Memberikan obat Memotong / Membebat kaki Menaruh ramuan Latihan fisik


antifilarial selama membuka kulit tradisional ringan
serangan akut yang melepuh atau
kulit yang
mengelupas
LAYANAN DI FASYANKES
Pasien dengan limfadema dirujuk ke
Fasyankes ketika :

• Serangan akut disertai kebingungan,


muntah, demam tinggi
• Pasien mengalami serangan akut dan
sedang hamil
• Pasien mengalami serangan akut dan tidak
membaik dengan pemberian antibiotik
setelah 48 jam
• Pasien memiliki lesi masuk, dengan bau
busuk serta kemerahan dan bengkak, atau
mengalami demam
MANAJEMEN LIMFADEMA

1. Hygiene 2. Perawatan Kulit dan Luka 3. Latihan fisik ringan

4. Meninggikan posisi kaki 5. Menggunakan alas kaki yang sesuai


JANGAN DILAKUKAN

Jangan gunakan air panas Jangan cuci dengan sikat atau Jangan gosok terlalu keras
bahan yang bisa mengelupas ketika mengeringkan agar
atau merusak kulit tidak merusak kulit
Manajemen Limfadema Skrotum

Perawatan Limfedema Skrotum


1. Membersihkan skrotum minimal 2 kali sehari
2. Perawatan luka dan lesi pada kulit skrotum
3. Salep antibiotika atau anti jamur untuk luka dan lesi di
kulit skrotum.
4. Dirujuk ke Rumah Sakit untuk terapi bedah
• Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Filariasis
• Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Cacingan
PENCEGAHAN & PENGENDALIAN CACINGAN

❑ Cacingan : penyakit yang disebabkan oleh infeksi Roadmap NTD’s 2021-2030


cacing dalam tubuh manusia yang ditularkan melalui
tanah (soil transmitted helminths/STH), yaitu cacing yang
dalam siklus hidupnya memerlukan tanah yang sesuai • Target global pada
menjadi bentuk infektif Cacing Gelang (Ascaris penanggulangan Cacingan
lumbricoides), cacing Cambuk ( Trichuris trichiura), tahun 2030 adalah Eliminasi
Cacing Tambang ( Necator Americanus & Ancylostoma Soil Trasmitted Helminthiasis
Duonenale (STH) sebagai masalah
kesehatan masyarakat
❑ Diperkirakan 24% penduduk dunia terinfeksi Cacingan
terutama daerah Tropis dan Subtropis • Didefinisikan dengan
❑ Menimbulkan anemia, gangguan pertumbuhan, proporsi infeksi STH dengan
stunting dan gangguan kecerdasan, menurunkan intensitas menengah hingga
kualitas SDM dan menimbulkan kerugian ekonomi berat kurang dari 2%
• 96% negara (96/101) validasi
: eliminasi sebagai masalah
Kesehatan masyarakat
GAMBARAN SITUASI CACINGAN NASIONAL
❑ Berdasarkan survei tahun 2003-2011 rata-rata prevalensi cacingan adalah 28,12%

Legend:
: Prevalensi <5%
: Prevalensi 5%-10%
: Prevalensi >10%
: Belum survei

❑ Tahun 2021 terdapat 37 juta anak yang mendapatkan POPM Cacingan


❑ Hasil Survei evaluasi pasca pemberian obat cacing tahun 2018-2021 di 108 Kab/Kota yang dilaksanakan
oleh Dit. P2PTVZ dan BTKLPP
Survei Cacingan Survei Cacingan Survei Cacingan Survei Cacingan
Prevalensi Cacingan Total
2018 2019 2020 2021
< 5% 19 Kab/Kota 35 Kab/Kota 5 Kab/Kota 7 Kab/Kota 66 Kab/Kota
5%−10% 4 Kab/Kota 7 Kab/Kota 1 Kab/Kota 3 Kab/Kota 15 Kab/Kota
> 10% 11 Kab/Kota 9 Kab/Kota 3 Kab/Kota 4 Kab/Kota 27 Kab/Kota
KEBIJAKAN PENANGGULANGAN CACINGAN

REGULASI
CACINGAN

Surat Edaran Dirjen P2P tentang


Permenkes Penanggulangan Cacingan Pelaksanaan POPM di Daerah Intervensi
Stunting tahun 2022
UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN CACINGAN

• Meningkatkan
pengetahuan • Menjaga • 1 kali dalam • Peningkatan kapasitas
masyarakat kebersihan setahun petugas dalam
• Meningkatkan PHBS • 2 kali dalam Sesuai tata laksana pelaksanaan survei
• Meningkatkan Perilaku
perorangan
• Menjaga setahun untuk kasus di Fasyankes • Penemuan Kasus
Mengkonsumsi Obat Cacingan
Cacing kebersihan kab/kota
Intervensi • Survei Faktor Risiko
• Meningkatkan lingkungan • Survei Prevalensi
Koordinasi Institusi dan Stunting
Lembaga Terkait Cacingan
Pengendalian Penanganan
Promosi Kesehatan POPM Penderita Surveilans Cacingan
Faktor Risiko
POPM CACINGAN

Sasaran POPM 1-12 tahun Integrasi Waktu pelaksanaan


dengan POPM Filariasis,
pemberian vitamin A, UKS,
program gizi lainnya
POPM menggunakan Albendazol
400 mg, atau 200 mg untuk anak Integrasi Mekanisme Pelayanan
< 2tahun

POPM di seluruh kab/kota 1 kali Integrasi Distribusi Logistik


setahun, khusus Kab/Kota
Stunting POPM 2 kali setahun
Penundaan Pemberian Obat Cacing

• Demam atau sakit


• Penderita epilepsi yang sedang dalam serangan akut
• Kondisi gizi buruk dengan gejala klinis
• Gangguan fungsi ginjal dan hati
• Wanita hamil trimester I
• Anak pasca Covid → tunda 2 – 4 minggu pasca hasil
negatif
• Anak pasca vaksin Covid → tunda 4 minggu pasca
vaksin
KOORDINASI DAN INTEGRASI DALAM PELAKSANAAN PROGRAM KECACINGAN

LSM
Easy to change colors, photos
Direktorat Gizi Masyarakat and Text.
Perguruan Tinggi
CACINGAN
Direktorat PromosiContent
Kesehatan Here Direktorat Pondok
Easy to changeMasyarakat
dan Pemberdayaan colors, photos Easy to change colors,
and Text. Pesantren
photos and Text. Kemenag
Kerjasama Kerjsama Lintas
Direktorat Kesehatan Keluarga Lintas Program Sektor terkait
Direktorat Pendidikan
Easy to change colors, photos
Madrasah, Kemenag
Direktorat KesehatanandLingkungan
Text.

Direktorat Pembinaan Pendidikan


Anak Usia Dini, Kemendikbud
B/BTKL-PP, Kemkes Content Here
Easy to change colors, photos
and Text.
Puslitbang Biomedis dan Direktorat Pembinaan Pendidikan
Teknologi Dasar Kesehatan Direktorat Pembinaan Sekolah Keluarga, Kemendikbud
Dasar atau MI, Kemendikbud
INTEGRASI PELAKSANAAN KEGIATAN
INTEGRASI WAKTU pelaksanaan pemberian obat cacing dengan
vitamin A (bulan Februari dan Agustus) untuk Balita

INTEGRASI MEKANISME PELAYANAN bagi ibu hamil dan sasaran lainnya

INTEGRASI DISTRIBUSI LOGISTIK dari tingkat Kabupaten, Puskemas dan


jaringan pelayanannya sampai di tingkat desa.

INTEGRASI PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN antara kecacingan,


pelayanan ibu hamil, pelayanan kesehatan anak dan lainnya

INTEGRASI PENCATATAN DI KOMUNITAS dan RUMAH TANGGA


menggunakan buku KIA untuk ibu hamil – Balita, Rapor Kesehatanku untuk
anak sekolah
39
CAKUPAN POPM TAHUN 2021
34 PROVINSI DI INDONESIA

Periode 2
Periode 1

Cakupan Tertinggi : Bali 99%, Bengkulu 98% dan Cakupan Tertinggi: Sulteng 100%, Bali 99%, NTB
Lampung 95% 98%
Cakupan Terendah : Papua Barat 14%, Kalbar Cakupan Terendah : Kalbar 26%, Papua 17%
13%, Papua 4% maluku 3%
Tidak POPM Aceh, Kaltara, Sulbar, Sulut dan
Sumbar
CAKUPAN POPM PERIODE 1 – TAHUN 2022
34 PROVINSI DI INDONESIA

Cakupan Tertinggi : Bali (99%), Lampung (99%), NTB (97%)


Cakupan Terendah: Maluku (64%), Papau Barat (58%), Papua (40%)
Tidak POPM : Bengkulu, Yogyakarta, Gorontalo, Kalbar, kaltara, Malut
CAKUPAN POPM – PERIODE 1 & 2 TAHUN 2021 CAKUPAN POPM – PERIODE 1 TAHUN 2022
PROVINSI JAWA BARAT PROVINSI JAWA BARAT
MONITORING DAN EVALUASI

1. Pelaksanaan POPM Cacingan


Permenkes No 15/2017
2. Survei Cakupan Pengobatan
Tentang Penanggulangan Cacingan
3. Survei Evaluasi Prevalensi

Sesuai tingkat
administrasi
MONITORING DAN EVALUASI

PUSAT PROVINSI KABUPATEN/KOTA PUSKESMAS

• Memantau • Memantau hasil • Memantau hasil • Memantau


pelaksanaan program POPM tingkat POPM Puskesmas pelaksanaan
sesuai SOP Kab/Kota POPM dan reaksi
• Menghitung
pengobatan
• Mengevaluasi kualitas • Mengevaluasi persediaan,
program kualitas pelaksanaan pemakaian dan sisa • Menghitung
program obat persediaan,
• Rekapitulasi data
pemakaian dan
nasional • Menindaklanjuti • Menindaklanjuti
sisa obat
reaksi pengobatan rujukan puskesmas
FORMULIR MONITORING DAN EVALUASI

Pra POPM Pelaksanaan Pasca POPM Surveilans


• Puskesmas & Tempat POPM • Data penggunaan obat • Durasi POPM
POPM • Cakupan minum obat • Ketersediaan analis di
• Ketersediaan media
• Jumlah sasaran KIE & logistik di lokasi • Cakupan geografis PKM
• Kesiapan Albendazole provinsi • Mapping PKM mampu
• Edukasi Pencegahan
& logistik (jumlah, Cacingan melaksanakan
kondisi obat) • Skrining pada anak pemeriksaan
• Kelembagaan mikroskopis
• Minum ditempat atau
/stakeholder tidaj • Pengobatan selektif
• Penyebarluasan • Penundaan minum • Pemeriksaan bumil
informasi obat • Survei evaluasi
• Sweeping prevalensi
SURVEILANS CACINGAN

Kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap


data dan informasi tentang kejadian Cacingan dan kondisi yang
mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan Cacingan
untuk memperoleh dan memberikan informasi guna mengarahkan
tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien.

46
• Dilakukan secara Aktif dan Pasif
Penemuan Kasus • Aktif : Penjaringan dan Pendekatan
Cacingan keluarga ; Pasif : Laporan Fasyankes

• Menggunakan kuesioner terstruktur


Survei Faktor • Sasaran anak tingkat sekolah dasar
Resiko

• Pemeriksaan tinja secara terpilih


Survei Prevalensi • Sasaran anak tingkat sekolah dasar
Cacingan
Tantangan Reduksi Cacingan di Indonesia
❑ Masih adanya kabupaten/kota yang belum melaksanakan POPM Cacingan termasuk
untuk daerah yang sudah selesai POPM Filariasis 5 Tahun (refocusing Anggaran)
❑ Ketersediaan obat yang tidak tepat waktu (kemampuan perusahaan penyedia)
❑ Potensi Bias hasil survei prevalensi cacingan pasca POPM (missal jarak waktu survei
dengan POPM terakhir)
❑ Masih rendahnya angka PHBS terutama terkait kebiasaan cuci tangan
❑ Masih banyak wilayah yang belum ODF (Open Defecation Free)
❑ Keterbatasan SDM dan Anggaran untuk melaksanakan evaluasi pasca 5 tahun POPM
Cacingan di kabupaten/kota endemis
❑ Kab/Kota Stunting akan mencakup seluruh Kab/Kota di Indonesia
TERIMA KASIH
AYO WUJUDKAN INDONESIA BEBAS FILARIASIS

Anda mungkin juga menyukai