Pengenalan psikologi pertama kali sebagai ilmu pengetahuan yang otonom dan berdiri sendiri
terjadi pada akhir abad ke- 19, yang pada waktu itu masih menjadi cabang ilmu pengetahuan
filsafat dan psikologi juga sering menjadi sudut kajian sosiologi. Dalam perjalanan sejarah yang
singkat psikologi telah didefenisikan dalam berbagai cara, para ahli psikologi terdahulu
mendefenisikan psikologi sebagai "studi kegiatan mental". Kata psikologi sering disebut ilmu
jiwa, berasal dari bahasa Yunani psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dengan demikan
psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kejiwaan atau ilmu yang mempelajari
tingkah laku manusia, atau sebab tingkah laku manusia yang dilatarbelakangi oleh kondisi jiwa
seseorang atau secara singkat dapat diartikan sebagai studi mengenai proses perilaku dan proses
mental. Menurut Rita Atkinson (1983: 19) Pendefenisian psikologi juga dilatarbelakangi ole
perkembangan sejarah dalam aliran psikologi, hal ini dapat dilihat melalui perubahan defenisi
mengenai psikologi seperti berikut ini:
1. Wilhelm Wunt (1892), psikologi bertugas menyelidiki apa yang kita sebut pengalaman
dalam sensasi dan perasaan kita sendiri, pikiran serta kehendak kita yang bertolak
belakang dengan setiap obyek pengalaman luar yang melahirkan pokok permasalahan
ilmu alam. William James (1980), psikologi adalah ilmu mengenai kehidupan mental,
termasuk fenomena dan kondisi-kondisinya. Fenomena adalah apa yang kita sebut
sebagai perasaan, keinginan, kognisi, berpikir logis, keputusan-keputusan dan
sebagainya.
2. James Angell (1910), psikologi adalah semua kesadaran dimana saja, normal atau
abnormal, manusia atau binatang yang dicoba untuk dijelaskan pokok permasalahannya.
3. John B Watson (1919), psikologi merupakan bagian dari ilmu alam yang menekankan
perilaku manusia, perbuatan dan ucapannya baik yang dipelajari maupun yang tidak
sebagai pokok masalah.
4. Kurt Koffka (1925), psikologi adalah studi ilmiah mengenai perilaku makhluk hidup
dalam hubungan mereka dengan dunia luar.
5. Arthur Gates (1931), psikologi adalah salah satu bidang yang mencoba menunjukan,
menerangkan, dan menggolongkan berbagai macam kegiatan yang sanggup dilakukan
oleh binatang, manusia, atau lainnya.
6. Norman Munn (1951), psikologi sebagai "ilmu mengenai perilaku" tetapi hal yang
menarik, pengertian perilaku yang telah mengalami perkembangan, sehingga sekarang
ikut menangani hal yang pada masa lampau disebut pengalaman.
7. Kennet Clark dan George Milter (1970), psikologi adalah studi ilmiah mengenai perilaku,
lingkupnya mencakup berbagai proses perilaku yang dapat diamati, seperti gerak tangan,
cara berbicara, dan perubahan kejiwaan dan proses yang hanya dapat diartikan sebagai
pikiran dan mimpi.
8. Richard Mayer (1981), psikologi merupakan analisis ilmiah mengenai proses mental dan
struktur daya ingat untuk memahami perilaku manusia.
Berdasarkan defenisi di atas, mempelajari psikologi berarti mengenal manusia dalam arti
memahami, menguraikan dan memaparkan manusia sebagai individu dan sosial serta berbagai
macam tingkah laku dan kepribadian manusia, juga seluruh aspek-aspeknya.
Psyche (jiwa) adalah kekuatan hidup atau sebabnya hidup (anima). Dari pengertian-pengertian
psikologi yang telah disebutkan di atas, penulis berpendapat antara psikologi dan hukum dari
sudut kajiannya adalah keduanya mengkaji gejala-gejala sosial, hal ini jika menilik kembali
pengertian hukum secara empirik. Keduanya memfokuskan diri pada perilaku manusia, yang
berusaha menyelesaikan masalah serta memperbaiki kondisi manusia.
Craig Haney menyatakan "bahwa psikologi bersifat deskriptif dan hukum bersifat perskriptif"
(Haney: 1981 dalam Kapardis: 1999). Artinya psikologi menjelaskan tentang bagaimana orang
berperilaku secara aktual, hukum menjelaskan bagaimana orang seharusnya berperilaku, tujuan
utama ilmu psikologi adalah memberikan penjelasan yang lengkap dan akurat mengenai perilaku
manusia, tujuan utama hukum adalah mengatur perilaku manusia.
]
Dalam arti yang agak lebih idealistis, ilmu psikologi menurut Constanzo (2006: 12) "terutama
tertarik untuk menemukan kebenaran sedangkan sistem hukum terutama tertarik untuk
memberikan keadilan". Berdasarkan keterkaitan kedua terminologi tersebut maka psikologi
hukum dapat diartikan sebagai studi psikologi yang mempelajari ketidakmampuan individu
untuk melakukan penyesuaian terhadap norma hukum yang berlaku atau tidak berhasilnya
mengatasi tekanan-tekanan yang dideritamya. Dalam kondisi yang demikianlah maka diperlukan
studi psikologi terhadap hukum yang disebut psikologi hukum. Menurut Soerjono Soekanto
(1983:2) "psikologi hukum adalah studi hukum yang akan berusaha menyoroti hukum sebagai
suatu perwujudan dari gejala-gejala kejiwaan tertentu, dan juga landasan kejiwaan dari perilaku
atau sikap tindak tersebut".
Di bawah ini dikutip beberapa defenisi psikologi hukum yang terdapat dalam berbagai literatur,
yaitu: