Anda di halaman 1dari 46

PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH

(SPIP) TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN


KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI
VARIABEL MODERASI DI SKPD
PROVINSI PAPUA

PROPOSAL PENELITIAN

Tujuan proposal penelitian adalah untuk Menyusun Skripsi


Dilingkungan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Yapis Papua
Program Studi Akuntansi

Disusun Oleh :

Sheren Everlin Wamaer 19 121 055


Novita O. Titirlolobi 19 121 001

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS YAPIS PAPUA
JAYAPURA
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH


(SPIP) TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN
KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI
VARIABEL MODERASI DI SKPD
PROVINSI PAPUA

Diajukan oleh:

Sheren Everlin Wamaer 19 121 055


Novita O. Titirlolobi 19 121 001

Telah disetujui oleh :


Jayapura, …………………

Dosen Pembimbing

Dr. Entar Sutisman, SE.,M.Ak

i
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER ...........................................................................................


LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 10
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 11
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori .................................................................................. 12
2.2 Penelitian Terdahulu ......................................................................... 26
2.3 Pengembangan Hipotesis .................................................................. 28
2.4 Kerangka Konseptual ........................................................................ 31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .................................................................................. 33
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ......................................................... 33
3.3 Jenis dan sumber data ........................................................................ 34
3.4 Teknik pengumpulan data .................................................................. 34
3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .................................... 35
3.6 Teknik Analisis Data ......................................................................... 37
3.7 Model Analisis Data .......................................................................... 41
3.8 Uji Hipotesis ...................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Negara mempunyai suatu pemerintah yang berfungsi sebagai kesatuan

organisasi. Pemerintahan pusat maupun pemerintah daerah melaksanakan

amanat untuk menjalankan tugas pemerintahan melalui peraturan

perundang-undangan. Pemerintahan memiliki kewenangan memungut

berbagai macam jenis pendapatan

dari rakyat yang digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara, baik

pegeluaran untuk penyelenggaraan pemerintah ditingkat pusat maupun

daerah, serta penyedian sarana dan prasarana umum yang menjadi

kebutuhan masyarakat.

Reformasi yang dimulai beberapa tahun lalu di Indonesia telah

merambah hampir keseluruh aspek kehidupan. Penyelenggaraan pemerintah

daerah berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 melahirkan nuansa baru,

yaitu pergeseran kewenangan pemerintahan dari yang sentralistik birokratik

ke pemerintahan yang desentralistik partisipatoris. Terjadi perubahan

terhadap manajemen keuangan daerah. Paling tidak ada dua alasan mengapa

perubahan di bidang ini diperlukan, antara lain: a) Pelimpahan berbagai

wewenang dan urusan kepada daerah akan mengakibatkan manajemen

keuangan daerah menjadi semakin kompleks, b) Tuntutan publik akan

pemerintahan yang baik (Good Governance) memerlukan adanya perubahan

1
paradigma dan prinsip-prinsip manajemen keuangan daerah baik pada tahap

penganggaran, implementasi maupun pertanggungjawaban.

Sebagai organisasi sektor publik, pemerintah daerah dituntut agar

memiliki kinerja yang berorientasi pada kepentingan masyarakat dan

mendorong pemerintah untuk senantiasa tanggap dengan lingkungannya,

dengan berupaya memberikan pelayanan terbaik secara transparan dan

berkualitas serta adanya pembagian tugas yang baik pada pemerintah

tersebut. Tuntutan yang semakin tinggi diajukan terhadap

pertanggungjawaban yang diberikan oleh penyelenggara negara atas

kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Kinerja sektor publik

sebagian besar dipengaruhi oleh kinerja aparat atau manajerial. Unit-unit

kerja organisasi publik diharapkan dapat menciptakan lingkungan kerja

yang kondusif dengan menginteraksikan kemampuan pimpinan dan

kemampuan bawahan. Menurut (Indra Bastian, 2006) kinerja adalah

gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan

dalam mewujudkan sasaran, tujuan, dan misi organisasi. Secara umum,

kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh organisasi dalam periode

tertentu. Ukuran kinerja suatu organisasi sangat penting, hal ini

dimaksudkan sebagai evaluasi atas input (masukan) program yang telah

dilakukan serta evaluasi terhadap output (keluaran) dari program tersebut.

Kinerja sektor publik didasarkan pada kinerja aparatur pemerintah. Aparatur

pemerintah sebagai pelaksana dari kegiatan pemerintahan bertanggung

2
jawab untuk mewujudkan lingkungan kerja yang kondusif dengan

menginteraksikan kemampuan pimpinan dan kemampuan bawahan.

Menurut Kornelius Harefa (2008 :17) “Kinerja manajerial adalah

kemampuan atau prestasi kerja yang telah dicapai oleh para personil atau

sekelompok orang dalam suatu organisasi, untuk melaksanakan fungsi,

tugas dan tanggung jawab mereka dalam menjalankan operasional

perusahaan”.

Seseorang yang memegang posisi manajerial diharapkan mampu

menghasilkan kinerja manajerial yang berbeda dengan kinerja karyawan.

Pada umumnya kinerja karyawan bersifat konkrit, sedangkan kinerja

manajerial bersifat abstrak dan kompleks. Manajer menghasilkan kinerja

dengan mengarahkan bakat dan kemampuan, serta usaha beberapa orang

lain yang berada dalam daerah wewenangnya .

Adapun menurut Mulyadi (2000 : 419) penilaian kinerja adalah

sebagai berikut :“Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik

efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya,

berdasarkan sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan

sebelumnya”. Oleh karena itu, pada dasarnya organisasi dioperasikan oleh

sumber daya manusia, maka penilaian kinerja sesungguhnya merupakan

penilaian atas perilaku manusia dalam melaksanakan peran yang mereka

mainkan di dalam organisasi.

Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Kurnianingsih dan

Indriantoro (2003:24) dalam penelitiannya mengungkapkan dimensi untuk

3
mengukur penilaian kinerja manajerial yang meliputi 8 (delapan) dimensi

kegiatan sebagai berikut :

1. Kinerja Perencanaan (Planning)

2. Kinerja Investigasi (Investigating)

3. Kinerja Pengkoordinasian (Coordinating)

4. Kinerja Evaluasi (Evaluation)

5. Kinerja Pengawasan (Monitoring)

6. Kinerja Pengaturan Staf (Staffing)

7. Kinerja Negosiasi (Negotiating)

8. Kinerja Perwakilan (Representating)”

Komitmen organisasi merupakan tingkat sejauhmana seorang

karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya,

serta berniat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam organisasi itu.

Apabila setiap pegawai memiliki komitmen yang kuat untuk memberikan

prestasi terbaik baik masyarakat, maka tentunya kinerja sektor publik akan

meningkat (Mahmudi, 2007). Komitmen yang tinggi menjadi individu lebih

memperhatikan organisasi dari pada kepentingan pribadi dan berusaha

menjadikan organisasi menjadi lebih baik. Komitmen organisasi yang

rendah akan membuat individu untuk berbuat demi kepentingan pribadinya.

Selain itu, komitmen organisasi merupakan alat psikologis dalam

menjalankan organisasi untuk pencapain kinerja yang diharapkan (Nouri, H

& R. J. Parker., 1996).

4
Komitmen organisasi didefinisikan sebagai tingkat kepercayaan dan

penerimaan tentang kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai

keinginan untuk tetap dalam organisasi tersebut (Mathis & Robert L., 2001).

Komitmen organisasi menunjukan keyakinan dan dukungan yang kuat

terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai oleh oraganisasi (RT

Mowday, 1979)Mempekerjakan individu yang nilai-nilainya tidak selaras

dengan nilai-nilai organisasi yang telah ada akan cenderung menghasilkan

karyawan yang kurang memiliki motivasi dan komitmen (Sumarno, 2005).

Komitmen organisasi yang kuat akan mendorong para manajer bawahan

berusaha keras mencapai tujuan oraganisasi dan meningkatkan kinerja

organisasi.

Kinerja manajerial merupakan salah satu faktor yang dapat dipakai

untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Sistem pengendalian organisasi

pada pemerintahan juga sangat diperlukan guna mendapatkan kinerja aparat

pemerintah yang baik. Sesuai mandat PP No. 60 tahun 2008, sistem

pengendalian ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah,

namun pada dasarnya proses implementasi dari sistem pengendalian ini

masih pada tahap sosialisasi dan penyiapan pedoman pelaksanaan. Menurut

(Aren, Alvin A, Randal J, Beasly, & Mark S, 2008) sistem pengendalian

intern adalah proses yang dirancang untuk meyediakan jaminan yang layak

mengenai pencapaian dari sasaran manajemen dalam kategori keandalan

laporan keuangan, efektivitas dan efisiensi dari operasional dan pemenuhan

dengan ketentuan hukum dan peraturan yang biasa diterapkan.

5
Pengendalian internal yang dikeluarkan COSO terdiri dari 5 (lima)

komponen, yaitu lingkungan pengendalian, penilaian risiko, aktivitas

pengendalian dan informasi dan komunikasi serta pemantauan. Pelaksanaan

sistem pengendalian intern seharusnya bertumpu pada penguatan sistem

pengendalian yang sudah terbangun dan dilaksanakan oleh seluruh aktor

dalam organisasi mulai dari adanya kebijakan, pembentukan organisasi,

penyiapan anggaran, sarana dan prasarana, penetapan personil yang

melaksanakan, penetapan prosedur dan reviuw pada seluruh tahapan

pembangunan. Dengan adanya pengedalian intern maka seluruh proses

kegiatan audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain

terhadap organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai

bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah

ditetapkan secara efektif dan efisiensi untuk kepentingan pimpinan dalam

mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (Soeseno, dalam Ramandei

2009). Oleh karena itu diharapkan dengan system pengendalian intern yang

efektif akan berpengaruh terhadap kinerja manajerial satuan kerja perangkat

daerah. Untuk memperbaiki kinerja pemerintah perlu diciptakannya sistem

pengendalian intern pemerintah agar instansi pemerintah dapat mengetahui

dana publik yang digunakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah

(Rosdiana, 2010).

Sistem Pengendalian Intern di lingkungan instansi pemerintah

dikenal sebagai suatu sistem yang diciptakan untuk mendukung upaya agar

penyelenggaraan kegiatan pada instansi pemerintahan dapat mencapai

6
tujuannya secara efisien dan efektif, dimana pengelolaan keuangan negara

dapat dilaporkan secara andal, aset negara dapat dikelola dengan aman, dan

tentunya mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam penerapannya harus

senantiasa memperhatikan norma keadilan dan kepatutan serta

mempertimbangkan ukuran, kompleksitas dan sifat dari tugas dan fungsi

instansi pemerintah (PP No.60 Tahun 2008). Pada tahun 2010 telah

dikeluarkannya Peraturan Gubernur nomor 10 tentang Sistem Pengendalian

Intern Pemerintah di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua, didalam

peraturan Gubernur pasal 3 ayat 1 dikatakan bahwa Perangkat daerah di

lingkungan Pemerintah Provinsi Papua wajib menerapkan SPIP

sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) yang meliputi unsur

lingkungan pengendalian, penilaian resiko, kegiatan pengendalian,

informasi dan komunikasi dan pemantauan pengendalian intern . (PERGUB

No.10 Tahun 2010).

Terkait dengan fenomena yang terjadi pada Pemerintah Provinsi

Papua yang diketahui belum menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK) RI sejak tahun 1981 lalu. Meski begitu, Inspektorat

Provinsi Papua bersama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terus

berupaya keras untuk menindaklanjuti temuan itu Inspektur Provinsi Papua

Anggiat Situmorang, di Jayapura, Senin (3/6), mengatakan temuan sejak

tahun 1981 ini, sebenarnya menyangkut masalah administrasi saja yang

terlewat. Tapi kita mengupayakan dengan membikin format, agar teman-

7
teman di SKPD yang ada saat ini mampu menjawab dan

menindaklanjutinya.

Dilain pihak, kita juga sudah menyerahkan ke Dirjen Piutang Negara

supaya bisa segera diselesaikan juga. Sebab temuan ini sifatnya uang-uang

yang harus dipertanggungjawabkan. Dimana pada waktu itu Surat

Pertanggungjawaban (SPJ) diselesaikan, tapi tidak lengkap. Namun sekali

lagi ini jadi temuan dalam bentuk saldo. Kata Inspektur Provinsi Papua

Anggiat Situmorang, di Jayapura, Senin (3/6).

Anggiat juga mengingatkan SKPD untuk menyelesaikan temuan

penggunaan dana Otsus 2011-2012 yang meski pada saat itu, belum dijabat

oleh kepala badan, dinas maupun biro sekarang ini. Sebab saat ini tidak ada

lagi istilah temuan tak harus tindaklanjuti. Memang diberikan waktu enam

bulan untuk menyelesaikan. Namun kita optimis pada bulan ini, semua

temuan sejak 1981 maupun dana Otsus 2011 dan 2012, sudah bisa selesai

semuanya,” tegasnya.

Sementara Sekda Papua Hery Dosinaen berharap SKPD segera

berkoordinasi dengan Inspektorat untuk menyelesaikan sejumlah temuan

itu. “Kita ini ada bawaan temuan dari 1981 sampai 2012. Saya yakin

memang temuan ini terjadi saat kita semua mungkin belum bertugas disini.

Tapi itu perintah UU sehingga menjadi tanggung jawab kita untuk

menyelesaikan temuan itu”.Karena itu, saya mengapresiasi semua pihak

yang sudah membantu melaksanakan maupun menindaklanjuti temuan itu.

Saya harap SKPD sekali lagi bisa membantu menuntaskan tugas ini dan

8
yakinlah bahwa apa yang dilakukan tak memiliki konsekuensi hukum

terhadap pejabat eselon II yang ada saat ini,” tegasnya. (www.

pasificpos.com).

Penelitian oleh (Natalia, 2010) (Ramandei, 2009) dengan objek

penelitian pada satuan kerja perangkat daerah kota Jayapura. Penelitian ini

berjudul pengaruh karakteristik sasaran anggaran dan pengendalian intern

terhadap kinerja aparat pemerintahan daerah. Hasil penelitian adalah bahwa

karakteristik sasaran anggaran (partisipasi anggaran, kejelasan sasaran

anggaran, umpan balik anggaran dan evaluasi anggaran) tidak berpengaruh

terhadap kinerja manajerial. Sedangkan pengendalian intern berpengaruh

signifikan terhadap kinerja manajerial aparat pemerintahan kota Jayapura.

Penelitian oleh (Natalia, 2010) dengan objek penelitian pada satuan

kerja perangkat daerah Kabupaten Tegal. Penelitian ini berjudul pengaruh

komitmen organisasional dan peran manajer pengelolaan keuangan daerah

terhadap kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah. Hasil penelitian

ini adalah bahwa komitmen organisasional dan peran manajer pengelolaan

keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial satuan

kerja perangkat daerah.

Penelitian merupakan replikasi dari penelitian gustika yolanda putri

(2013), yang menyatakan bahwa komitmen organisasi dan sistem

pengendalian intern pemerintah (SPIP) berpengaruh signifikan positif

terhadap kinerja manajerial

9
perbedaan dari penelitian ini yaitu Tempat dan Tahun Penelitian.

Dimana penelitian sebelumnya dilakukan di Kota Sumatera Barat Tahun

2013 sedangkan penelitian ini dilakukan di SKPD Provinsi Jayapura Tahun

2016.

Berdasarkan uraian pada latar belakang serta perbedaan hasil yang

diperoleh dari beberapa penelitian sebelumnya, maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Sistem Pengendalian Intren

Pemerintah (Spip) Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Komitmen

Organisasi Sebagai Variabel Moderasi ”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis dapat mengambil rumusan

masalah sebagai berikut :

a. Apakah sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh terhadap

kinerja manajerial ?

b. Apakah komitmen organisasi berpengaruh terhadap hubungan antara

sistem pengendalian intern pemerintah dan kinerja manajerial ?

10
1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian yang diperoleh dari rumusan

masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui pengaruh sistem pengendalian intren pemerintah

terhadap kinerja manajerial SKPD

b. Untuk mengetahui pengaruh komitmen organisasi terhadap hubungan

antara sistem pengendalian intern pemerintah dan kinerja manajerial

SKPD

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

kontribusi yang berarti bagi daerah yang menjadi lokasi penelitian, yaitu:

a. Bagi penulis, penelitian ini merupakan sarana untuk menambah

wawasan akan sistem pengelolaan keuangan daerah terutama

berkaitan dengan pengelolaan keuangan serta penyajian laporan

keuangan SKPD.

b. Bagi pemerintah daerah yang menjadi lokasi penelitian, penelitian

ini diharapkan mampu memberikan masukan dan pertimbangan

dalam pengelolaan keuangan SKPD.

c. Bagi Masyarakat atau Publik, penelitian ini sebagai bahan informasi

mengenai sejauh mana Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan

Keuangan SKPD dalam daerah

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1 Teori Penetapan Tujuan (Goal Setting Theory)

Teori penetapan tujuan (goal setting theory) yaitu model individual

yang menginginkan untuk memiliki tujuan, memilih tujuan dan menjadi

termotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan ini (Birnberg dalam Budiharjo,

2008). Teori penetapan tujuan berasumsi bahwa individu berkomitmen

terhadap sasaran, artinya bertekad untuk tidak menurunkan/meninggalkan

sasaran, hal tersebut paling besar kemungkinan untuk terjadi bila sasaran itu

ditentukan sendiri dan bukannya ditugaskan. Namun menurut Robbins

(2006) dalam kasus lain, individu justru akan memiliki kinerja terbaik jika

ditugasi oleh atasannya.

Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan

prakarsa sendiri/diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan

(Wangmuba dalam Ramandei, 2009). Selain itu, sasaran yang ditentukan

dengan umpan balik akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi

dibandingkan tidak ada umpan balik. Locke (1968) dalam Robbins (2006)

mengatakan bahwa niat untuk bekerja menuju sasaran merupakan sumber

utama dari motivasi kerja. Artinya, sasaran memberitahu karyawan apa yang

perlu dikerjakan dan berapa banyak upaya yang harus dilakukan.

12
Teori penetapan tujuan menunjukkan sasaran yang sulit dan spesifik

menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi daripada tanpa sasaran

(Robbins, 2006). Artinya jika individu bekerja berdasarkan peraturan yang

ditetapkan organisasi, maka usaha untuk mencapai tujuan tersebut juga

besar. Peraturan akan lebih memperbesar kemungkinan untuk mencapai

tujuan jika tujuan yang ditentukan sesuai dengan nilai-nilai karyawan.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka diasumsikan bahwa untuk

mencapai kinerja yang baik harus ada kesesuaian antara tujuan organisasi

dan tujuan individu. Biasanya tujuan organisasi telah diatur dalam

peraturan-peraturan organisasi, sedangkan tujuan individu disesuaikan

dengan motivasi tertentu yang dipengaruhi oleh faktor individu. Implikasi

teori tersebut terhadap penelitian ini dipertimbangkan dapat menjelaskan

hubungan antara variabel, dengan asumsi bahwa faktor-faktor individu dan

kepatuhan pada peraturan dapat meningkatkan komitmen organisasi, sistem

pengendalian intern pemerintah dan kinerja manajerial satuan kerja

perangkat daerah.

2.1.2 Teori Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi (organizational commitment) merupakan salah

satu tingkah laku dalam organisasi yang banyak dibicarakan dan diteliti,

baik sebagai variabel terikat, variabel bebas, maupun variabel mediator. Hal

ini antara lain dikarenakan organisasi membutuhkan karyawan yang

memiliki komitmen organisasi yang tinggi agar organisasi dapat terus

bertahan serta meningkatkan jasa dan produk yang dihasilkannya. Menurut

13
(Greenberg dan Baron, 1993), karyawan yang memiliki komitmen

organisasi yang tinggi adalah karyawan yang lebih stabil dan lebih produktif

sehingga pada akhirnya juga lebih menguntungkan bagi organisasi.

Mowday, Porter, dan Steers (1982) mengatakan bahwa karyawan yang

memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan lebih termotivasi untuk

hadir dalam organisasi dan berusaha mencapai tujuan organisasi. Sementara

itu, Randall, Fedor, dan Longenecker (dalam Greenberg & Baron, 1993)

menyatakan bahwa komitmen organisasi berkaitan dengan keinginan yang

tinggi untuk berbagi dan berkorban bagi organisasi.

Di sisi lain, komitmen organisasi yang tinggi memiliki hubungan

yang negatif dengan tingkat absensi dan tingkat turnover (Caldwell,

Chatman, & O’Reilly, 1990; Mowday dkk, 1982; serta Shore & Martin

dalam Greenberg & Baron, 1993), juga dengan tingkat kelambanan dalam

bekerja (Angle & Perry, 1981). Steers (1977) menyatakan bahwa komitmen

berkaitan dengan intensi untuk bertahan dalam organisasi, tetapi tidak secara

langsung berkaitan dengan unjuk kerja karena unjuk kerja berkaitan pula

dengan motivasi, kejelasan peran, dan kemampun karyawan (Porter &

Lawler dalam Mowday dkk, 1982).

2.1.3 Komitmen Organisasi

Mowday et. al. (1982) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai:

the relative strength of an individual's identification with and involvement in

a particular organization. Definisi tersebut menunjukkan bahwa komitmen

organisasi memiiki arti lebih dari sekedar loyalitas yang pasif, tetapi

14
melibatkan hubungan aktif dan keinginan karyawan untuk memberikan

kontribusi yang berarti pada organisasinya.

Komitmen organisasi yang dikemukakan oleh Mowday et. al. ini

memiliki ciri-ciri, yaitu: (a) belief yang kuat serta penerimaan terhadap

tujuan dan nilai organisasi; (b) kesiapan untuk bekerja keras; serta (c)

keinginan yang kuat untuk bertahan dalam organisasi. Komitmen ini

tergolong komitmen sikap atau afektif karena berkaitan dengan sejauhmana

individu merasa nilai dan tujuan pribadinya sesuai dengan nilai dan tujuan

organisasi. Semakin besar kongruensi antara nilai dan tujuan individu

dengan nilai dan tujuan organisasi maka semakin tinggi pula komitmen

karyawan pada organisasi.

Mowday et. al. (1982) mengemukakan bahawa komitmen organisasi

terbangun apabila masing-masing individu mengembangkan tiga sikap yang

saling berhubungan terhadap organisasi dan atau profesi,yang antara lain

adalah :

a. Identifikasi (identification), yaitu pemahaman atau penghayatan

terhadap tujuan organisasi.

b. Keterlibatan (involvement), yaitu perasaan terlibat dalam suatu

pekerjaan atau perasaan bahwa pekerjaan tersebut adalah

menyenangkan.

c. Loyalitas (loyality), yaitu perasaan bahwa organisasi adalah tempatnya

bekerja dan tinggal.

15
Komitmen organisasi dikemukakan oleh Allen dan Meyer (1990) dengan

tiga komponen organisasi yaitu: komitmen afektif (affective commitment),

komitmen kontinuans (continuance commitment), dan komitmen normative

(normative commitment). Hal yang umum dari ketiga komponen komitmen

ini adalah dilihatnya komitmen sebagai kondisi psikologis yang

menggambarkan hubungan individu dengan organisasi dan mempunyai

implikasi dalam keputusan untuk meneruskan atau tidak keanggotaannya

dalam organisasi. Definisi dan penjelasan dari setiap komponen komitmen

organisasi adalah sebagai berikut :

a) Komitmen afektif mengarah pada the employee's emotional attachment

to, identification with, and involvement in the organization. Hal ini

berarti, komitmen afektif berkaitan dengan keterikatan emosional

karyawan, identifikasi karyawan pada, dan keterlibatan karyawan pada

organisasi. Dengan demikian, karyawan yang memiliki komitmen

afektif yang kuat akan terus bekerja dalam organisasi karena mereka

memang ingin (want to) melakukan hal tersebut.

b) Komitmen kontinuans berkaitan dengan an awareness of the costs

associated with leaving the organization. Hal ini menunjukkan adanya

pertimbangan untung rugi dalam diri karyawan berkaitan dengan

keinginan untuk tetap bekerja atau justru meninggalkan organisasi.

Komitmen kontinuans sejalan dengan pendapat Becker, yaitu bahwa

komitmen kontinuans adalah kesadaran akan ketidakmungkinan

memilih identitas sosial lain ataupun alternatif tingkah laku lain karena

16
adanya ancaman akan kerugian besar. Karyawan yang terutama bekerja

berdasarkan komitmen kontinuans ini bertahan dalam organisasi karena

mereka butuh (need to) melakukan hal tersebut karena tidak adanya

pilihan lain.

c) Komitmen normatif merefleksikan a feeling of obligation to continue

employment. Dengan kata lain, komitmen normatif berkaitan dengan

perasaan wajib untuk tetap bekerja dalam organisasi. Ini berarti,

karyawan yang memiliki komitmen normative yang tinggi merasa

bahwa mereka wajib (ought to) bertahan dalam organisasi. Wiener

(dalam (Allen J, 1990) mendefinisikan komponen komitmen ini sebagai

tekanan normatif yang terinternalisasi secara keseluruhan untuk

bertingkah laku tertentu sehingga memenuhi tujuan dan minat

organisasi. Oleh karena itu, tingkah laku karyawan didasari pada adanya

keyakinan tentang “apa yang benar” serta berkaitan dengan masalah

moral.

Menurut Greenberg dan Baron (1993), karyawan yang memiliki

komitmen organisasi yang tinggi adalah karyawan yang lebih stabil dan

lebih produktif sehingga pada akhirnya juga lebih menguntungkan bagi

organisasi. Mowday et.al. (1982) mengatakan bahwa karyawan yang

memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan lebih termotivasi untuk

hadir dalam organisasi dan berusaha mencapai tujuan organisasi.

Sementara itu, Randall et. al. (dalam Greenberg & Baron, 1993)

menyatakan bahwa komitmen organisasi berkaitan dengan keinginan yang

17
tinggi untuk berbagi dan berkorban bagi organisasi. Di sisi lain, komitmen

organisasi yang tinggi memiliki hubungan yang negatif dengan tingkat

absensi dan tingkat turnover (Caldwell et. al., 1990; Mowday et. al., 1982;

serta Shore & Martin dalam Greenberg & Baron, 1993), juga dengan

tingkat kelambanan dalam bekerja (Angle & Perry, 1981). Steers (1977)

menyatakan bahwa komitmen berkaitan dengan intensi untuk bertahan

dalam organisasi, tetapi tidak secara langsung berkaitan dengan unjuk

kerja karena unjuk kerja berkaitan pula dengan motivasi,kejelasan peran,

dan kemampuan karyawan (Porter & Lawler dalam Mowday et.al. 1982).

Menurut Michaels,1998 (dalam Budiharjo, 2008), ciri-ciri

komitmen organisasi sebagai berikut:

a) Ciri-ciri komitmen pada pekerjaan: menyenangi pekerjaannya, tidak

pernah melihat jam untuk segera bersiap-siap pulang, mampu

berkonsentrasi pada pekerjaannya, tetap memikirkan pekerjaannya

walaupun tidak dengan bekerja, dan sebagainya.

b) Ciri-ciri komitmen dalam kelompok: sangat memperhatikan

bagaimana orang lain bekerja, selalu siap menolong teman kerjanya,

selalu berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, selalu

berupaya untuk berinteraksi dengan teman kerjanya, memperlakukan

teman kerjanya sebagi keluarga, selalu terbuka pada kehadiran teman

kerja baru, dan sebagainya.

c) Ciri-ciri komitmen pada organisasi (komitmen pembelajaran

organisasi), antara lain:

18
(a) Selalu berupaya untuk mensukseskan organisasi.

(b) Selalu mencari informasi tentang kondisi organisasi.

(c) Selalu mencoba mencari komplementaris antara sasaran

organisasi dengan sasaran pribadinya.

(d) Selalu berupaya untuk memaksimumkan kontribusi kerjanya

sebagai bagian dari usaha organisasi keseluruhan.

(e) Menaruh perhatian pada hubungan kerja antar unit organisasi

(f) Berfikir positif pada kritik dari teman-teman

(g) Menempatkan prioritas organisasi di atas departemennya

(h) Tidak melihat organisasi lain sebagai unit yang lebih menarik

(i) Memiliki keyakinan bahwa organisasinya memiliki harapan

untuk berkembang

(j) Berfikir positif pada pimpinan puncak organisasi

2.1.4 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60 Tahun

2008, SPIP adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang

dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk

memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui

kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,

pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-

undangan. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang baik akan

berdampak baik pula pada pencapaian tujuan organisasi di suatu daerah.

19
Menurut Arens (2008) mendefinisikan pengendalian intern sebagai

berikut pengendalian intern adalah proses yang dirancang untuk

menyediakan jaminan yang layak mengenai pencapaian dari sasaran

manajemen dalam kategori sebagai berikut;

a) keandalan laporan keuangan,

b) efektivitas dan efisiensi dari operasional dan

c) pemenuhan dengan ketentuan hukum dan peraturan yang biasa diterapkan

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern

merupakan proses yang dirancang oleh manajemen organisasi untuk

mendukung pencapaian tujuan perusahaan bersangkutan. Untuk

memperbaiki kinerja pemerintah perlu diciptakannya sistem pengendalian

intern pemerintah agar instansi pemerintah dapat mengetahui dana publik

yang digunakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Rosdiana :

2010).

Aren (2008) lima komponen Pengendalian Internal:

(a) Lingkungan Pengendalian

Terdiri dari tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan

keseluruhan sikap dari manajemen puncak, para direktur, dan pemilik

dari suatu entitas secara keseluruhan mengenai pengendalian internal

dan arti penting bagi entitas yang bersangkutan.

20
(b) Penilaian Risiko

Penilaian risiko untuk pelaporan keuangan adalah tindakan

manajemen untuk mengidentifikasikan dan menganalisis risiko-risiko

yang relevan penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan

GAAP.

(c) Aktivitas Pengendalian

Kebijakan dan prosedur, sebagai tambahan untuk yang termasuk

dalam empat komponen yang lain, yang membantu memastikan

bahwa tindakan yang perlu telah diambil untuk mengatasi risiko

dalam pencapaian sasaran hasil entitas.

(d) Informasi dan Komunikasi

Tujuan sistem informasi dan komunikasi akuntansi suatu entitas

adalah untuk memulai, mencatat, memproses, dan melaporkan

transaksi yang dilakukan entitas serta mempertahankan akuntabilitas

untuk aktiva yang terkait.

(e) Pemantauan

Aktivitas pemantauan berhubungan dengan penilaian berkala atau

berkelanjutan dari mutu penampilan/prestasi pengendalian internal

oleh manajemen untuk menentukan bahwa pengendalian beroperasi

seperti yang diharapkan, dan telah dimodifikasi sesuai dengan

perubahan kondisi

21
2.1.5 Kinerja Manajerial

Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat

keberhasilan individu maupun kelompok individu. Menurut Bastian (2006)

kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian mewujudkan sasaran,

tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema

strategis (strategic planning) suatu organisasi. Pada sektor pemerintahan,

kinerja dapat diartikan sebagai suatu prestasi yang dicapai oleh pegawai

pemerintah atau instansi pemerintah dalam melaksanakan pelayanan kepada

masyarakat dalam suatu periode.

Menurut Mahoney (1963) dalam Dzillan (2010) yang dimaksud

kinerja manajerial merupakan kinerja para individu anggota organisasi

dalam kegiatan kegiatan manajerial, antara lain perencanaan, investigasi,

koordinasi, evaluasi, pengawasan, pengaturan staff, negosiasi dan

perwakilan.

Weihrich dan Koontz (2005) dalam Tuati (2007) mendefenisikan

kinerja manajerial sebagai kinerja manajer dalam mengerti dan memahami

fungsi manajer dalam mencapai sasaran kinerjanya, yang diukur dari

bagaimana manajer tersebut menjalankan aktivitas manajerialnya seperti:

planning, organizing, staffing, leading, dan controlling.

Kinerja manajerial pemerintah daerah adalah gambaran mengenai

tingkat pencapaian sasaran atau tujuan sebagai penjabaran dari visi, misi,

dan strategi instansi pemerintah daerah yang mengidentifikasi tingkat

22
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan

tugas pokok dan fungsi aparat instansi tersebut (Sedarmayanti 2004).

Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja manajerial

satuan kerja perangkat daerah adalah kinerja manajer organisasi sektor

publik dalam melaksanakan kegiatan manajerial, antara lain perencanaan,

investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pengaturan staf,

negosiasi, dan perwakilan.

Menurut Mahoney (1963) dalam Mattola (2011) ada delapan

dimensi dari kinerja manajerial:

a. Perencanaan

Perencanaan adalah penentuan kebijakan dan sekumpulan kegiatan

untuk selanjutnya dilaksanakan dengan mempertimbangkan kondisi

waktu sekarang dan yang akan datang. Perencanaan dalam hal ini adalah

menentukan tujuan-tujuan, kebijakan, arah dari tindakan/pelaksanaan

yang diambil. Termasuk juga skedul pekerjaan, membuat anggaran,

menyusun prosedur-prosedur, menentukan tujuan, menyiapkan agenda

dan membuat program.

b. Investigasi

Investigasi merupakan kegiatan untuk melakukan pemeriksaan melalui

pengumpulan dan menyiapkan informasi, biasanya dalam bentuk catatan

laporan-laporan dan rekening-rekening, inventarisasi, melakukan

pengukuran hasil, menyiapkan laporan keuangan, menyiapkan catatan,

melakukan penelitian, dan melakukan analisis pekerjaan, sehingga

23
mempermudah dilaksanakannya pengukuran hasil dan analisis terhadap

pekerjaan yang dilakukan.

c. Koordinasi

Pengkoordinasian merupakan proses jalinan kerjasama dengan bagian-

bagian lain dalam organisasi melalui tukar menukar informasi dengan

orang-orang di bagian yang lain dengan tujuan untuk menghubungkan

dan menyesuaikan program-program, memberikan sasaran ke

departemen lain, melancarkan hubungan dengan manajer-manajer lain,

mengatur pertemuan-pertemuan, memberikanin formasi terhadap atasan,

berusaha mencari, kerjasama dengan departemen lain.

d. Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian yang dilakukan oleh pimpinan terhadap

rencana yang telah dibuat dan pengharapan terhadap usulan, laporan

atau observasi tentang prestasi kerja, melakukan pemeriksaan terhadap

produk, permintaan-permintaan, menilai usulan-usulan dan saran-saran

serta ditujukan untuk menilai pegawai dan catatan hasil kerja sehingga

dari hasil penilaian tersebut dapat diambil keputusan yang diperlukan.

e. Pengawasan

Pengawasan adalah mengukur dan mengkoreksi kinerja individu untuk

memasikan bahwa apa yang terjadi sesuai dengan rencana. Pengawasan

dilakukan dengan cara mengarahkan, memimpin dan mengembangkan

bawahan, memberikan nasihat kepada bawahan, melatih bawahan,

24
menjelaskan tentang aturan-aturan pekerjaan, penugasan, tindakan

pendisiplinan, menangani keluhan-keluhan dari bawahan.

f. Penilaian staf

Memelihara kondisi kerja dari satu atau beberapa unit yang dipimpin,

dengan mengidentifikasi kekuatan kerja, inventarisasi orang-orang yang

ada dan merekrut tenaga kerja, melakukan wawancara pekerjaan,

pemilihan karyawan, menempatkan, mem-promosikan, menilai

merencanakan karier, kompensasi dan pelatihan pengembangan calon

atau pelaksana yang ada sehingga tugas-tugas dapat dicapai secara

efektif dan efisien.

g. Negosiasi

Negoisasi yaitu usaha untuk memperoleh kesepakatan dalam hal

melakukan pembelian, penjualan atau melakukan kontrak untuk barang-

barang atau jasa, negosiasi pajak, menghubungkan para pemasok,

melakukan perundingan dengan wakil-wakil penjualan kepada agen-

agen atau konsumen.

h. Perwakilan

Melakukan kepentingan umum atas organisasi, melakukan pidato-

pidato, konsultasi untuk kontrak dengan individu atau kelompok-

kelompok di luar individu, pidato-pidato untuk umum, kampanye-

kampanye masyarakat, meluncurkan hal-hal baru, menghadiri

konferensi-konferensi dan pertemuan dengan klub bisnis.

25
2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan variabel-

variabel yang dibahas dalam penelitian kali ini antara lain:

Penelitian oleh Ramandei pada tahun 2009 dilakukan dengan objek

penelitian pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Jayapura. Penelitian ini

berjudul Pengaruh Karakteristik Sasaran Anggaran Dan Sistem

Pengendalian Intern Terhadap Kinerja Manajerial Aparat Pemerintah

Daerah (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Jayapura).

Pemilihan sampel dilakukan secara purposive sampling sedangkan untuk

menguji hipotesis digunakan analisis regresi berganda dengan bantuan

SPSS. Hasil penelitian adalah bahwa karakteristik sasaran anggaran

(Partisipasi Anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran

dan evaluasi anggaran) tidak berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial.

Sedangkan sistem pengendalian intern berpengaruh signifikan terhadap

kinerja manajerial aparat pemerintah daerah Kota Jayapura.

Penelitian (Natalia, 2010) menguji tentang pengaruh komitmen

organisasi dan peran manajer pengelolaan keuangan daerah terhadap kinerja

manajerial satuan kerja perangkat daerah, studi empiris di Kabupaten Tegal.

Hasil penelitian menujukan bahwa komitmen organisasi dan peran manajer

pengelolaan keuangan daerah berpengaruh signifikan dan positif terhadap

kinerja manajerial.

Penelitian yang dilakukan oleh Pangastuti pada tahun 2008 dengan

menggunakan objek penelitian pada Kabupaten Timor Tengah Utara.

26
Penelitian ini berjudul Pengaruh Partisipasi Penganggaran Dan Kejelasan

Sasaran Anggaran Terhadap Kinerja Manajemen Pemerintah Daerah

Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Moderator (Studi pada Kabupaten

Timor Tengah Utara). Dalam penelitian ini diperoleh dari data primer

melalui metode survei. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode

puposive sampling. Dalam penelitian ini data dianalisis dengan alat statistik

yang terdiri dari statistik deskriptif, uji asumsi klasik, uji hipotesis 1 dan 3

menggunakan analisis regresi sederhana dan hipotesis 2 dan 4 menggunakan

uji absolute dispoute (selisih mutlak). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

dari ke empat faktor personal yang diuji dengan menggunakan regresi

sederhana dan selisih mutlak, hanya satu faktor personal yang menunjukkan

pengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial yaitu partisipasi anggaran.

Penelitian Temasmi Meriem Permatasari (2012) menguji tentang

pengaruh komitmen karyawan dan sistem pengendalian intern pemerintah

terhadap kinerja pemerintah daerah di kota Pasuruan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa komitmen karyawan dan sistem pengendalian intern

pemerintah berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja manajerial.

oleh Ririn dan Mardiasmo pada tahun 2004 dengan objek penelitian

di kotamadya dan kabupaten di provinsi Yogyakarta. Penelitian ini berjudul

Pengaruh Hubungan antara Partisipasi Anggaran dan Struktur Desentralisasi

pada Kinerja Manajer Agensi Pemerintahan Daerah: Peran Komitmen

Organisasi sebagai Variabel Intervensi (Studi tentang Kotamadya dan

kabupaten di Provinsi Yogyakarta). Data dalam penelitian ini didapat

27
dengan menggunakan kuesioner. Kemudian, analisis data dilakukan dengan

menggunakan analisis structure equation modeling (SEM). Hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa komitmen organisasional, struktur desentralisasi

dan partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh terhadap kinerja manajer

instansi pemerintah.

2.3. Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Hubungan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dengan Kinerja

Manajerial

Dalam PP No 60 tahun 2008, kegiatan pengendalian membantu

memastikan bahwa arah pimpinan Instansi Pemerintah dilaksanakan.

Kegiatan pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan

organisasi serta sesuai dengan ukuran, kompleksitas dan sifat dari tugas dan

fungsi suatu instansi pemerintah yang bersangkutan. Kegiatan pengendalian

intern terdiri atas reviw atas kinerja instansi pemerintah yang bersangkutan.

Untuk memperbaiki kinerja pemerintah perlu diciptakannya sistem

pengendalian intern pemerintah agar instansi pemerintah dapat mengetahui

dana publik yang digunakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah

(Rosdiana : 2010).

Penelitian Temasmi Meriem Permatasari (2012) menguji tentang

pengaruh komitmen karyawan dan sistem pengendalian intern pemerintah

terhadap kinerja pemerintah daerah di kota Pasuruan. Hasil penelitian

28
menunjukkan bahwa komitmen karyawan dan sistem pengendalian intern

pemerintah berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja manajerial,

Penelitian oleh Ramandei pada tahun 2009 dilakukan dengan objek

penelitian pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Jayapura. Penelitian

ini berjudul Pengaruh Karakteristik Sasaran Anggaran Dan Sistem

Pengendalian Intern Terhadap Kinerja Manajerial Aparat Pemerintah

Daerah (Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Jayapura).

Hasil penelitian adalah bahwa karakteristik sasaran anggaran (Partisipasi

Anggaran, kejelasan sasaran anggaran, umpan balik anggaran dan evaluasi

anggaran) tidak berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial. Sedangkan

sistem pengendalian intern berpengaruh signifikan terhadap kinerja

manajerial aparat pemerintah daerah Kota Jayapura

Dengan adanya pengedalian intern maka seluruh proses kegiatan

audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap

organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa

kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolak ukur yang telah ditetapka

secara efektif dan efisiensi untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan

tata kepemerintahan yang baik (Soeseno, dalam Ramandei 2009) . Oleh

karena itu diharapkan dengan system pengendalian intern yang efektif akan

berpengaruh terhadap kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah.

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dimaksudkan untuk menguji sistem

pengendalaian intern pemerintah terhadap kinerja manajerial satuan kerja

perangkat daerah, maka hipotesis dalam penelitian ini:

29
H1: Sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh terhadap

kinerja manajerial.

2.3.2 Hubungan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dengan Kinerja

Manajerial yang Dimoderasi oleh Komitmen Organisasi

Apabila setiap pegawai memiliki komitmen yang kuat untuk

memberikan prestasi terbaiknya bagi negara dan pelayanan terbaik bagi

masyarakat, maka tentunya kinerja akan meningkat. Untuk mencapai kinerja

yang tinggi, setiap pegawai hendaknya memiliki pertanyaan kepada dirinya

sendiri “apa yang bisa saya berikan kepada negara dan masyarakatku?”.

Hal itu akan jauh berbeda dengan pertanyaan: “apa yang harus aku lakukan

untuk pimpinanku?” (Mahmudi, 2007) Pada konteks pemerintah daerah,

aparat yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi, akan menggunakan

informasi yang dimiliki untuk membuat anggaran menjadi relative lebih

tepat.

Adanya komitmen organisasi yang tinggi berimplikasi terjadinya

senjangan anggaran dapat dihindari. Selain itu, komitmen organisasi dapat

merupakan alat bantu psikologis dalam menjalanankan organisasinya untuk

pencapaian kinerja yang diharapkan (Nouri dan Parker, 1996). Dengan kata

lain, komitmen organisasional berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Hal

ini konsisten dengan penelitian Ririn dan Mardiasmo (2004) dan

(Pangastuti, 2008) yang menunjukkan bahwa komitmen organisasional

berpengaruh terhadap kinerja manajer instansi pemerintah.

30
Komitmen organisasi mengandung pengertian sebagai suatu hal yang

lebih dan kesetiaan yang pasif terhadap organisasi, dengan kata lain

komitmen organisasi menyiratkan hubungan pegawai dengan perusahaan

atau organisasi secara aktif. Karena pegawai yang menunjukkan komitmen

tinggi memiliki keinginan untuk memberikan tenaga dan tanggung jawab

yang lebih dalam menyokong kesejahteraan dan keberhasilan organisasi

tempat bekerja dan dapat menghasilkan kinerja yang baik pada organisasi

tersebut. Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dimaksudkan untuk

menguji pengaruh komitmen organisasional terhadap kinerja manajerial

satuan kerja perangkat daerah, maka hipotesis dalam penilitian ini adalah:

H2: Komitmen organisasi memiliki pengaruh positif terhadap

hubungan antara sistem pengendalian intern pemerintah dan kinerja

manajerial satuan kerja perangkat daerah.

2.4. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual dimaksudkan sebagai konsep untuk menjelaskan

mengungkapkan keterkaitan antara variabel yang akan diteliti berdasarkan

batasan dan rumusan masalah.Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan

diatas maka kerangka konseptual yang digunakan dalam penelitian ini dapat

digambarkan sebagai berikut :

31
Gambar 2.1

H1
Sistem Pengendalian Kinerja
intern Pemerintah Manajerial

(X1) (Y)

H2
Komitmen Organisasi

(X2)

Sumber : diolah peneliti 2022

32
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah bersifat kausalitas. Penelitian kausalitas adalah

penelitian yang ingin mencari penjelasan dalam bentuk hubungan sebab-

akibat (cause-effect) antar beberapa konsep atau beberapa variabel atau

beberapa strategi yang dikembangkan dalam manajemen (Ferdinand, 2006).

Dilakukannya penelitian ini dengan maksud tujuan untuk melihat seberapa

jauh faktor-faktor yang terdiri dari “Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

(SPIP) Terhadap Kinerja Manajerial SKPD dengan komitmen organisasi

sebagai variabel moderasi” pada sektor pemerintahan Provinsi Papua.

3.2. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen yang sejenis yang

dapat dibedakan satu sama lainnya, disebabkan adanya nilai karakteristik

yang berlainan. Populasi dealam penelitian ini adalah Satuan Kerja

Perangkat Daerah (SKPD) Pemerintah Provinsi Papua yang terdiri dari

kantor, dinas dan badan yang berjumlah 35 SKPD

Sampel adalah subset dari populasi, terdiri dari beberapa anggota

populasi (Ferdinand, 2006). Pemilihan sampel pada penelitian ini

menggunakan purposive sampling. Purposive sampling adalah cara

pengambilan sampel dengan menetapkan ciri yang sesuai dengan tujuan

(Sugiyono, 2008). Sampel dalam penelitian ini yaitu Pegawai Negeri Sipil

33
(PNS) di setiap SKPD Provinsi Papua. Respondennya adalah pegawai

esalon IV yang terdiri dari kepala sub bagian dan kepala seksi.

3.3. Jenis dan sumber data

3.3.1 Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode kuantitatif.

Metode kuantitatif adalah metode penelitian yang berdasarkan pada filsafat

positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel

tertentu,pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data

bersifat kuantitatif atau statistik dengan menguji hipotesis yang telah

ditetapkan (Sugiyono,2008).

3.3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer

adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya.

Dengan kata lain, penelitian ini dilakukan dengan metode survei. Metode

survei merupakan metode pengumpulan data primer yang diperoleh secara

langsung dari sumber aslinya, dengan menggunakan pertanyaan tertulis,

dengan tujuan untuk memperoleh informasi dari responden.

3.4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti

untuk memperoleh data yang dibutuhkan (Arikunto, 2006). Metode

pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode kuesioner. Dalam pengukurannya, setiap responden

diminta pendapatnya mengenai suatu pernyataan, dengan penilaian dari 1-5.

34
Kuesioner atau angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan tertulis kepada responden

untuk dijawab (Sugiyono, 2008). Kuesioner diberikan kepada Kepala

bagian, staf sub bagian pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)

Pemerintah Provinsi Papua. Kuesioner akan langsung diantarkan ke SKPD

yang ada di Instansi Pemerintah Provinsi Papua.Setelah itu, kuesioner akan

dikumpulkan kembali dengan menjemputnya secara langsung langkah ini

dilakukan untuk mengantisipasi rendahnya respon responden dalam mengisi

kuesioner.

3.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua variabel antara

lain:

a. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat (dependent variabel) adalah variabel yang

menjadi perhatian utama dalam sebuah pengamatan. Pengamatan akan

dapat mendeteksikan ataupun menerangkan variabel dalam variabel

terikat beserta perubahannya yang terjadi kemudian. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah kinerja manajerial satuan kerja perangkat

daerah.

b. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang

dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel terikat (dependent

variable) dan mempunyai pengaruh positif ataupun negatif bagi

35
variabel terikat nantinya. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel

bebas adalah:

a) Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) (X1)

b) Komitmen Organisasi(X2)

3.5.1 Kinerja Manajerial (Y)

Kinerja manajerial satuan kerja perangkat daerah yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah kinerja manajer organisasi sektor publik dalam

melaksanakan kegiatan manajerial, antara lain perencanaan, investigasi,

pengkoordinasian, evaluasi,pengawasan, pengaturan staf, negosiasi,

perwakilan, dan kinerja secara keseluruhan. Untuk mengukur variabel ini,

peneliti menggunakan instrument yang terdiri dari 9 item pernyataan dari

Mahoney et al., 1965 (dalam Ramandei, 2009). Setiap responden diminta

untuk menilai kinerjanya masing-masing dengan memilih skala 1-5.

3.5.2 Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) (X1)

Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60 Tahun 2008,

SPIP adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang

dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk

memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi

melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan,

pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-

undangan. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang baik akan

berdampak baik pula pada pencapaian tujuan organisasi di suatu daerah.

36
Variabel Sistem Pengendalian Intern Pemerintah diukur dengan

menggunakan 20 pernyataan

3.5.3 Komitmen Organisasi (X2)

Komitmen organisasi merupakan keyakinan dan dukungan yang kuat

terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin dicapai organisasional

(Mowday et al., 1979 dalam Pangastuti, 2008). Variabel komitmen

organisasi diukur dengan menggunakan 7 pernyataan dengan menggunakan

instrumen yang digunakan oleh Mowday et al. (1979). Variabel komitmen

organisasi diukur dengan skala 5 poin.

3.6. Teknik Analisis Data

3.6.1 Statistik Deskriptif

Statistik Deskriptif berusaha untuk memberikan gambaran karakteristik

suatu data yang berasal dari suatu sampel Menurut Sujarweni (2014). Maka

dilakukan perhitungan rata-rata (mean) dan standar deviasi. Rata-rata

(mean) merupakan teknik yang digunakan untuk mengukur nilai sentral

suatu distribusi data yang didasarkan pada nilai rata-rata pada kelompok

tersebut. Sedangkan standar deviasi digunakan untuk menjelaskan

homogenitas kelompok atau jarak antara nilai-nilai setiap individu yang

terdapat dalam kelompok tersebut. Sehingga pada penelitian ini Uji Statistik

deskriptif menggambarkan karakteristik umum dari sampel yang digunakan

dalam penelitian ini dengan lebih rinci sehingga dapat diketahui nilai

37
minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata, dan standar deviasi dari masing-

masing variable.

3.6.2 Uji Kualitas Instrumen

3.6.2.1 Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah/valid atau tidaknya suatu

kuesioner sebagai suatu instrumen penelitian. Kuesioner dikatakan valid jika

pertanyaan dalam kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan

diukur oleh kuesioner tersebut (sunyoto, 2011). Pengujian ini menggunakan

metode Pearson Corelation, data dikatakan valid apabila korelasi antar skor

masing-masing butir pertanyaan dengan total skor setiap konstruknya

signifikan pada level 0,05 (Ghozali, 2011).

3.6.2.2 Uji Reliabilitas

Relibilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang

merupakan indikator dari variabel yang diteliti (Sunyoto, 2011).

Pertanyaan dalam kuesioner dikatakan handal jika jawaban seseorang

terhadap pertanyaan adalah konsisten. Uji reliabilitas pengukuran dalam

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Cronbach`s alpha. Untuk

menguji reabilitas instrument, semakin dekat koefisien keandalan dengan

1,0 maka akan semakin baik. Nilai reabilitas dinyatakan reliable jika

mempunyai nilai Cronbach’s Alpha dari masing-masing instrument yang

dikatakan reliabel jika (ri) > 0,6 (Ghozali, 2011).

38
3.6.3 Uji Asumsi Klasik

3.6.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel independen dan variabel dependennya memiliki distribusi

data normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi

data normal atau mendekati normal. Pengujian normalitas dalam penelitian

ini dilakukan dengan menggunakan uji Kolomogorov-Smirnov dalam

program SPSS. Dalam pengambilan keputusannya adalah apabila sigma

lebih besar daripada alpha (α). Dimana dalam penelitian ini alpha (α) yang

digunakan adalah sebesar 0.05 (5%).

3.6.3.2 Uji Multikolinearitas

Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model

regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel independen. Model

regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel

independen (Ghozali, 2006). Multikolinearitas dilihat dari nilai tolerance

dan nilai variance inflation factor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas

variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel

independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai

VIF tinggi. Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya

multikolinearitas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF

> 10 (Ghozali, 2006).

39
3.6.3.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model

regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke

pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda

disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang

Homoskedastisitas atau yang tidak terjadi Heteroskedastisitas.

Kebanyakan data crossection mengandung situasi Heteroskedastisitas

karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil,

sedang, dan besar).

Cara mendeteksi Heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik

plot antara nilai prediksi variabel dependen dengan residualnya dan melihat

ada tidaknya pola teretentu pada grafik scatterplot. Jika ada pola tertentu,

seperti titik-titik yang ada membentuk suatu pola yang teratur

(bergelombang, melebar, kemudian menyempit), maka mengindikasikan

telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-

titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak

terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2011).

40
3.7. Model Analisis Data

3.7.1 Multiple Regression Analysis (MRA)

Metode ini dilakukan dengan menambahkan variabel perkalian antara

variabel bebas dengan variabel moderatingnya, sehingga persamaan

umumnya adalah sebagai berikut: Y = a + B1 X1 + B2 X2 + B3 X1 X2 dengan

Y adalah kinerja manajerial SKPD, X1 adalah sistem pengendalian intern

pemerintah, X2 komitmen organisasi dan X1 X2 adalah perkalian antara

sistem pengendalian intern pemerintah dengan komitmen organisasi.

Hipotesis moderating diterima jika variabel X1,X2 mempunyai pengaruh

signifikan terhadap Y, tidak tergantung apakah X1 dan X2 mempunyai

pengaruh terhadap Y atau tidak. Model ini biasanya menyalahi asumsi

multikolinearitas.

3.8. Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan analisis regresi sederhana.

Analisis regresi sederhana dilaksanakan dengan cara mengukur goodnes of

fit model regresi untuk statisitik setidaknya goodnes of fit dapat diukur dari

nilai adjusted R2, signifikansi nilai F, dan signifikanssi nilai t (Ghozali, 2006

:83). Ketiga pengukuran tersebut digunakan dalam penelitian ini.

Signifikansi nilai F menunjukkan pengaruh variabel independen yaitu

sistem pengendalian intern pemerintah secara parsial terhadap variabel

dependen. Nilai adjusted R2 menunjukkan besarnya kemampuan variabel

independen yaitu sistem pengendalian intern pemerintah dalam menjelaskan

variasi variabel dependen yaitu kinerja manajerial.

41
Pengujian Hipotesis pertama dilakukan dengan analisis regresi linier

dengan bantuan program SPSS. Persamaan untuk pengujian hipotesis

pertama adalah :

Y : a + b1X1 + e

Keterangan :

Y : Kinerja manajerial

a : Konstanta

b1 : Koefisien Regresi

X1 : Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

e : Error

Pengujian hipotesis kedua dalam penelitian ini melibatkan variabel

moderasi dengan MRA (Multiple Regression Analysis) dengan persamaan :

Y = a + B1 X1 + B2 X2 + B3 X1 X2

Keterangan :

Y : Kinerja Manajerial

a : Konstanta

b1, b2, b3 : Koefisien Regresi

X1 : Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

X2 : Komitmen Organisasi

X1, X2 :Interaksi Antara Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan

Komitmen Organisasi.

42
DAFTAR PUSTAKA

Allen J, M. I. (1990). the meassurement and antecedents of affective,


continuance,and normative commitment to the organization. Journal of
occupational pshycology, 1-18.

Aren, Alvin A, Randal J, Beasly, & Mark S. (2008). Auditing dan Jasa Assurance.
Dalam Edisi Keduabelas. Jakarta: PT Indeks IKPI.
Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,Ed Revisi VI.
Jakarta: Penerbit PT Rineka Cipta.

Ferdinand, A. (2006). Metode Penelitian Manajemen. Edisi Kedua. Semarang:


Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Ghozali. (2006). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS.


Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Indra Bastian. (2006). Akuntansi sektor publik suatu pengantar. Jakarta :


Erlangga.

Mahmudi. (2007). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP.


STMYKPN.

Mathis, & Robert L. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba
Empat.

Natalia. (2010). Pengaruh Komitmen Organisasi dan Peran Manajer Pengelolaan


Keuangan Daerah terhadap Kinerja Manajerial Satuan Kerja Perangkat
Daerah. Diambil kembali dari Skripsi: Universitas Diponegoro Semerang.
http://docplayer.info/30122474-Pengaruh-komitmen-organisasional-dan-
peran-manajer-pengelolaan-keuangan-daerah-terhadap-kinerja-manajerial-
satuan-kerja-perangkat-daerah.html

43

Anda mungkin juga menyukai