Anda di halaman 1dari 37

STRATEGI PENINGKATAN LINGKUNGAN KERJA POLRI UNTUK

MEWUJUDKAN MOTIVASI DAN INOVASI ORGANISASI

i
ii

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................6
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................6
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................6
1.4.1 Manfaat Praktis..........................................................................................6
1.4.2 Manfaat Teoritis........................................................................................7

BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................8


2.1 Penelitian Terdahulu.....................................................................................8
2.2 Landasan Teori............................................................................................16
2.2.1 Lingkungan Kerja....................................................................................16
2.2.2 Motivasi...................................................................................................17
2.2.3 Inovasi Organisasi...................................................................................22

BAB III METODE PENELITIAN........................................................................27


3.1 Jenis Penelitian............................................................................................27
3.2 Lokasi Penelitian.........................................................................................27
3.3 Data Penelitian............................................................................................27
3.4 Teknik Pengumpulan Data..........................................................................28
3.5 Desain Penelitan..........................................................................................29
3.6 Tahap-tahap Penelitian................................................................................29
3.7 Teknik Analisa Data....................................................................................30
3.8 Instrumen Peneltian.....................................................................................30
3.9 Kriteria Informan........................................................................................30
3.10 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data.........................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................33
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur pelaksana dalam kegiatan
organisasi yang bertugas dan bertanggung jawab menjalankan kegiatan-kegiatan
operasional organisasi. Dalam melaksanakan tugas seorang karyawan diperlukan
suatu ketekunan dalam bekerja, cekatan, memiliki keahlian dan kemampuan
dalam melaksanakan tugas (Abdullah, 2017). Dalam sebuah organisasi agar dapat
berkembang dan maju sangat tergantung dari kinerja personil itu sendiri. Apabila
kinerja juga tercapai dengan baik, namun sebaliknya apabila kinerja personil tidak
bagus maka hasil yang diperoleh juga tidak baik sehingga tujuan yang diinginkan
oleh organisasi tidak dapat tercapai dengan maksimal. Untuk itu perhatian dari
pimpinan kantor untuk memenuhi kebutuhan personil, agar kinerja karyawan
bagus (Endri, 2010).
Oleh karena itu, sumber daya manusia bukan hanya semata-mata menjadi
objek pencapaian tujuan, tetapi sekaligus menjadi pelaku untuk mewujudkan
tujuan organisasi. Keberhasilan sebuah organisasi sangat bergantung pada kinerja
pegawainya (Hanantoko & Nugraheni, 2017). Armstrong dan Baron mendasarkan
keseluruhan etos kinerja dengan asumsi bahwa jika tingkat kinerja karyawan
dapat meningkat, kinerja organisasi yang lebih baik akan mengikuti sebagai akibat
langsung baik inovasi maupun motivasi (Kusumah & Suharnomo, 2015). Dengan
demikian mereka menganggap sumber daya manusia sebagai aset paling berharga
dari sebuah organisasi. Keberadaan anggota Polisi sebagai aparat penegak hukum
dituntut untuk bekerja secara legalitas, proporsionalitas, profesionalitas, nesesitas,
reasonable, efektif dan efisien dalam rangka memaksimalkan tugas pokok, fungsi
dan peran organisasi Kepolisian.
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) membangun kepemimpinan
2021-2024 dengan tagline transformasi “POLRI PRESISI” yang merupakan
abreviasi dari prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan. Konsep ini
2

merupakan fase lebih lanjut dari POLRI PROMOTER (profesional, modern, dan
terpercaya) yang telah digunakan pada periode sebelumnya, dengan pendekatan
pemolisian berorientasi masalah (problem oriented policing). Dalam
kepemimpinan POLRI PRESISI, ditekankan pentingnya kemampuan pendekatan
pemolisian prediktif (predictive policing) agar Polri mampu menakar tingkat
gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) melalui analisa
berdasarkan pengetahuan, data, dan metode yang tepat sehingga dapat dicegah
sedini mungkin (Divisi Humas Polri, 2021).
Road map program transformasi menuju POLRI YANG PRESISI
(Prediktif, Responsibilitas dan Transparansi Berkeadilan) pada kepemimpinan
Polri kedepan mencakup empat kebijakan utama yakni (A) Transformasi
Organisasi; (B) Transformasi Operasional; (C) Transformasi Pelayanan Publik;
dan (D) Transformasi Pengawasan (Divisi Humas Polri, 2021). Road map tersebut
dimaksudkan untuk melakukan reformasi atau perubahan yang inovatif dimana
mengikuti perkembangan era masyarakat kini. Menurut Rogers inovasi dimaknai
sebagai sebuah ide, praktik, atau objek yang dianggap baru oleh individu satu unit
adopsi lainnya. Dalam memberikan makna inovasi yang dilakukan oleh Rogers
memiliki kemiripan yakni adanya praktik atau objek yang dianggap baru oleh
individu. Hal ini senada pula dengan istilah inovasi dari Demanpour yang
diartikan sebagai sebuah inovasi dapat berupa produk atau jasa yang baru,
teknologi proses produk yang baru, sistem struktur dan administrasi baru atau
rencana baru bagi anggota organisasi (Wijaya, 2018).
Selain inovasi organisasi, road map transformasi juga dimaksudkan untuk
meningkatkan motivasi kerja personel agar tetap maksimal dan prima (Divisi
Humas Polri, 2021). Hal ini tertuang dalam point ketiga road map mengenai
peningkatan SDM yang unggul di era police 4.0. Dalam setiap organisasi,
ketersediaan sumber daya organisasi yang memadai, baik faktor manusia, sarana
prasarana, anggaran dan metode atau yang dikenal dengan 4 M (man, money,
material and method) akan mempengaruhi kinerja dan pencapaian tujuan
organisasi. Namun demikian, dari keempat jenis sumber daya tersebut, banyak
ahli yang berpendapat bahwa Faktor SDM adalah faktor yang utama dan paling
3

penting dalam setiap organisasi.Keberadaan SDM yang unggul dan berkualitas


bagi Polri sebagai organisasi publik yang dalam tugasnya seringkali bersentuhan
langsung dengan masyarakat sangat menentukan keberhasilannya. Selain itu,
pengembangan SDM Polri juga mempertimbangkan situasi dan kondisi
masyarakat yang sangat dinamis disebabkan perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi sehingga mendorong SDM Polri untuk berkembang dengan
police 4.0, diantaranya, peningkatan kualitas dan kuantitas SDM Polri menuju era
police 4.0; peningkatan sistem manajemen karir berbasis kinerja; perluasan kerja
sama pendidikan di dalam dan luar negeri; pengelolaan SDM unggul yang
humanis serta peningkatan kesejahteraan pegawai Polri (Divisi Humas Polri,
2021). Peningkatan SDM Polri ini yang juga mewujudkan motivasi kinerja yang
lebih maksimal.
Motivasi pada dasarnya adalah proses mencoba untuk mempengaruhi
seseorang agar melakukan sesuatu yang diinginkan. Hal ini akan membantu
Organisasi Polisi dalam mengamankan pemanfaatan terbaik dari sumber daya.
Motivasi mempunyai kekuatan kecenderungan seseorang/individu untuk
melibatkan diri dalam kegiatan yang mengarah kepada sasaran dalam pekerjaan
sebagai kepuasan, tetapi lebih lanjut merupakan perasaan senang atau rela bekerja
untuk mencapai tujuan pekerjaan. Motivasi adalah suatu faktor yang mendorong
seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu motivasi
sering kali diartikan pula sebagai faktor pendorong perilaku seseorang (Vallerand,
2000). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Shahzadi et., al. (2014) menyatakan
bahwa motivasi kerja memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan. Selain itu
menurut Susan et., al, (2012) mengatakan bahwa ada pengaruh yang kuat terhadap
kinerja petugas polisi reguler yang berkaitan dengan unit perubahan motivasi.
Selain motivasi, lingkungan kerja juga menjadi salah satu hal terpenting bagi
terciptanya inovasi pada organisasi seperti tujuan pada Polri PRESISI.
Lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana kerja yang ada di
sekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat mempengaruhi
pelaksanaan pekerjaan. Persoalan yang terjadi terkait dengan lingkungan kerja
fisik pada lembaga Polri adalah masih terbatasnya peralatan fisik misalnya seperti
4

laptop, scanner, mesin fotocopy yang digunakan dalam kelancaran pelaksanaan


rekruitmen, belum terdukungnya biaya bagi pengawas ekternal sehingga belum
maksimalnya dalam pengawasan, masih terbatasnya soal-soal untuk tes akademik
bagi peserta seleksi, dan belum dimilikinya peralatan pendukung pelaksanaan
assesment center yaitu CCTV dan alat perekam suara. Adanya persoalan tersebut
dapat mempengaruhi kinerja personel yang belum optimal. Lingkungan kerja
yang baik adalah yang aman, tenteram, bersih, tidak bising, terang dan bebas dari
segala macam ancaman dan gangguan yang dapat menghambat karyawan untuk
bekerja secara optimal.
Faktor yang mendukung kinerja yang tinggi adalah lingkungan kerja juga
memiliki dampak positif terhadap tujuan yang ditargetkan pihak Kepolisian.
Lingkungan kerja yang mendukung disini yaitu suatu kondisi dimana
menyenangkan, memberikan rasa ketenangan, keindahan, nuasa hiburan,
penyegaran dan hal-hal lain yang memberikan nilai tersendiri bagi pegawai. Disisi
lain lingkungan kerja dapat dilihat dari keharmonisan kerja, bentuk fisik ruang
kerja dan lain-lain sebagainya yang intinya bahwa lingkungan kerja terdiri dari
lingkungan interior ruang kerja yang tersedia, keharmonisan diantara sejawat,
didukung oleh ketersediaan alat dan perlengkapan, adanya rasa ketenangan dan
jaminan keamanan dalam menjalankan tugas. Lingkungan kerja yang baik mampu
meminimalisir kejenuhan dan kelelahan kerja anggota polisi, sehingga akan
mengakibatkan efektifitas dan produktivitas kerja meningkat. Sedangkan dengan
kondisi kerja yang buruk dan tidak aman akan mengakibatkan ketidak nayamanan
dan kecelakaan kerja yang tinggi, yang akhirnya menyebabkan penurunan
produktivitas kerja anggota. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gitonga, L dan
Gachunga, H (2015) menunjukkan lingkungan kerja memiliki pengaruh terhadap
kinerja karyawan. Selain itu, menurut Samson, Waiganjo, dan Koima (2015)
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang kuat antara lingkungan kerja dengan
kinerja.
Lingkungan kerja yang mendukung adanya inovasi ini akan menciptakan
serangkaian strategi yang sangat menjanjikan yang dapat meningkatkan
kemampuan polisi dalam mencegah kejahatan dan meningkatkan hubungan
5

mereka dengan masyarakat yang mereka layani (Braga & Weisburd, 2006).
Inovasi dan perencanaan strategis dianggap sebagai pendorong terpenting dalam
meningkatkan kinerja secara keseluruhan (Alosani & Yusoff, 2020), inovasi
organisasi juga menjadi kekuatan dalam pengendalian kejahatan (Darroch &
Mazerolle, 2012). Beberapa penelitian menyebutkan motivasi juga mempengaruhi
adopsi inovasi organisasi (Lum, Koper, & Willis, 2017), yang selanjutnya
dijelaskan bahwa motivasi erat kaitannya dengan adanya dukungan dari organisasi
dan reformasi yang dilakukan oleh pemerintah (Gillet, Huart, Colombat, &
Fouquereau, 2013; Morabito, 2008). Perubahan lain yang mendukung motivasi
dan inovasi yaitu struktur lembaga dan perubahan iklim kerja dalam organisasi
(Gharama, Khalifa, & Al-Shibami, 2020). Lingkungan organisasi yang bercampur
dari beberapa organisasi dapat mempengaruhi produktivitas dan kesejahteraan
karyawan. Selanjutnya, dalam keputusan perusahaan untuk terlibat dalam
kolaborasi antar organisasi dalam konteks inovasi, konsepsi lingkungan organisasi
memainkan peran penting (Alexiev, Volberda and Bosch, 2015). Lingkungan
organisasi dari dimensi struktural-terutama dapat meningkatkan bentuk
komunikasi, tingkat formalisasi dan kodifikasi pekerjaan, sehingga dapat
mempengaruhi lingkungan kerja dalam hal inovasi perusahaan. Studi tersebut juga
memperkaya pemahaman tentang bagaimana manajer harus merancang dimensi
struktural khusus untuk merangsang kreativitas dan inovasi (Gaspary, Moura and
Wegner, 2020).
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat diketahui apabila road map
transformasi Polri PRESISI, harus didukung penuh oleh organisasi. Adanya
lingkungan yang menumbuhkan inovasi juga memudahkan peran pemimpin
dalam meningkatkan kinerja individu. Agar inovasi terjadi, perhatian karyawan
harus diarahkan penciptaan produk, proses, dan layanan baru yang penting untuk
kelangsungan hidup organisasi. Lingkungan inovasi yang hebat dapat merangsang
perhatian personel dan menciptakan pikiran kolektif yang mendukung inovasi dan
mendukung perubahan secara menyeluruh. Banyak penelitian telah menunjukkan
bahwa lingkungan organisasi sangat terkait dengan kreativitas dan kapasitas
6

organisasi untuk berinovasi terlebih pada sistem kolaborasi antarorganisasi yang


dilakukan pada satu tujuan praktik manajemen.
Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan analisis
mengenai “Strategi Peningkatan Lingkungan Kerja Polri Untuk
Mewujudkan Motivasi Dan Inovasi Organisai”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian disertasi ini akan difokuskan
kepada strategi peningkatan lingkungan kerja Polri untuk mewujudkan motivasi
dan inovasi. Adapun lingkup penelitian ini dirumuskan ke dalam pertanyaan
sebagai berikut:
1. Bagaimana kondisi lingkungan kerja Polri saat ini?
2. Bagaimana strategi peningkatan lingkungan kerja Polri untuk mewujudkan
motivasi organisasi?
3. Bagaimana strategi peningkatan lingkungan kerja Polri untuk mewujudkan
inovasi organisasi dan menciptakan keunggulan kompetitif bagi organisasi?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan
yang akan dicapai dalam penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan kondisi lingkungan kerja Polri
saat ini.
2. Untuk mengidentifikasi dan menganalisis strategi peningkatan lingkungan
kerja Polri untuk mewujudkan motivasi organisasi.
3. Untuk menganalisis strategi peningkatan lingkungan kerja Polri untuk
mewujudkan inovasi organisasi dan menciptakan keunggulan kompetitif bagi
organisasi.
7

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Praktis
Manfaat praktis penelitian ini adalah untuk memberi gambaran dan
menemukan solusi yang dapat membantu menganalisis strategi peningkatan
lingkungan kerja Polri untuk mewujudkan motivasi dan inovasi organisasi.
1.4.2 Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberikan
kontribusi berupa penjelasan kebijakan mengenai anggota Polri dan strategi
peningkatan lingkungan kerja Polri untuk mewujudkan motivasi dan inovasi
organisasi. Pemahaman terhadap kondisi lingkunga kerja dalam
mempengaruhi kinerja dan inovasi kerja masih sangat jarang terdapat dalam
literatur kajian ilmu kepolisian di Indonesia.
8

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu merupakan suatu penelitian yang dapat dijadikan
sebagai acuan karena memiliki fokus yang sama dengan penelitian ini yaitu terkait
dengan strategi peningkatan lingkungan kerja Polri untuk mewujudkan motivasi
dan inovasi organisasi:
1. Alosani & Yusoff, (2020)
Melakukan penelitian dengan judul “The Effect of Innovation and
Strategic Planning on Enhancing Organizational Performance of Dubai
Police”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris
pengaruh antara inovasi dan strategi dalam perencanaan kinerja organisasi
Polisi Dubai. Penelitian ini menggunakan metode survei kuesioner. Data
dikumpulkan dari departemen umum kualitas total Dubai Polisi. Jumlah total
kuesioner yang dibagikan adalah 150, dari jumlah tersebut hanya 95 kuesioner
yang dapat digunakan dan dikembalikan serta siap untuk dianalisis. Pendekatan
regresi melalui SPSS digunakan untuk menganalisis data dan uji hipotesis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja berkualitas tinggi adalah faktor
terpenting yang dicari organisasi dan berjuang untuk mencapai, yang mana
ditegaskan dengan pengaruh perencanaan strategis dan inovasi pada kinerja
organisasi Polisi Dubai. Untuk mencapai kinerja organisasi terbaik, mereka
perlu menerapkan strategi dan praktik inovatif. Inovasi dan perencanaan
strategis dianggap sebagai pendorong terpenting dalam meningkatkan kinerja
secara keseluruhan, dan efek keduanya diteliti dalam penelitian ini, dengan
hasil yang beragam. Studi ini kemudian menemukan adanya hubungan positif
antara perencanaan strategis dan inovasi organisasi.
2. Darroch & Mazerolle, (2012)
Melakukan penelitian dengan judul “Intelligence-Led Policing: A
Comparative Analysis of Organizational Factors Influencing Innovation
Uptake”. Tujuan penelitian ini yaitu melakukan perbandingan atau komparatif
9

mengenai inovasi yang dilakukan oleh kepolisian Selandia Baru, dimana


penelitian menggunakan survei terhadap 286 perwira dan 32 wawancara
mendalam untuk mengeksplorasi sikap dan persepsi polisi terhadap organisasi
dan faktor yang mempengaruhi penerapan ILP. Hasil penelitian menemukan
bahwa kepemimpinan dan penggunaan teknologi yang efektif sangat penting
untuk memulai dan mempertahankan inovasi. Penelitian ini juga
menyimpulkan dengan diskusi tentang bagaimana departemen kepolisian
mungkin merencanakan dan melaksanakan adopsi inovasi dengan baik dengan
menerapkan pengendalian kejahatan dengan cara yang lebih modern.
3. Rus, Vonaú, & Băban, (2012)
Melakukan penelitian dengan judul “An analysis of environmental
changes, resources and performance: an internal police organization
perspective”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perspektif karyawan
mengenai sumber daya dan kinerja organisasi polisi di konteks perubahan
lingkungan. Metode yang digunakan dalam penelitan ini yaitu dengan
menggunakan wawancara terbuka terstruktur dan survei data yangmana
dikumpulkan dari 40 petugas polisi dari kepolisian Rumania. Lembar survei
diisi oleh 26 peserta. Hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan ekonomi,
terutama pemotongan anggaran untuk gaji, adalah perubahan lingkungan yang
paling sering disebutkan. Polisi paling di Rumania paling sering menyebutkan
tuntutan perubahan sumber daya fisik yang digunakan untuk melakukan
aktivitas inti. Namun, dalam penelitian juga menemukan kapabilitas organisasi
yang kurang memadai secara positif terkait dengan kinerja yang rendah pada
persyaratan yang ditetapkan oleh otoritas formal.
4. Björk, (2008)
Melakukan penelitian dengan judul “Fighting Cynicism: Some Reflections
on Self-Motivation in Police Work”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
dan mendeskripsikan motivasi diri pada kinerja polisi. Secara khusus penelitian
ini berkonsentrasi pada manajemen ambivalensi, yaitu cara-cara di mana
petugas unit menjadi kurang termotivasi karena adanya perilaku sinis maupun
menghina terkait kinerja. Pada saat yang sama, ini juga penting agar petugas
10

polisi juga menghindari menjadi terlalu ambisius, terlalu bersemangat, terhadap


rutinitas sehari-hari. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat empat
strategi dalam meminimalisir sikap sinisme sebagai berikut: mobilitas lateral,
pemindahan di area yang tidak terlalu kriminal, pemisahan pekerjaan polisi di
lapangan dari pekerjaan besar secara administratif, dan kepatuhan pada gaya
humanistik kepolisian warga.
5. Gillet, Huart, Colombat, & Fouquereau, (2013)
Melakukan penelitian dengan judul “Perceived Organizational Support,
Motivation, and Engagement Among Police Officers”. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui peran keterlibatan organisasi, dukungan serta motivasi
organisasi terhadap peningkatan kinerja polisi. Penelitian ini menggunakan
teori motivasi milik Deci & Ryan, (2008) dimana, sebagai kerangka teori
panduan, saat ini penelitian menguji model yang menggabungkan (a) persepsi
petugas polisi tentang organisasi dan dukungan supervisor (yaitu, sejauh mana
organisasi atau supervisor menghargai kontribusi petugas polisi dan peduli
tentang kesejahteraan mereka); (b) global, domain spesifik (yaitu, pekerjaan)
dan situasional (yaitu, dalam pelatihan sesi) motivasi; dan (c) keterlibatan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi kerja secara signifikan
berhubungan dengan kedua individu tersebut (motivasi secara umum) dan
faktor kontekstual (dukungan organisasi). Selain itu, pekerjaan yang ditentukan
oleh motivasi diri sendiri berhubungan positif dengan keterlibatan kerja. Hasil
saat ini menggarisbawahi bahwa pentingnya memahami mekanisme yang
melaluinya keterlibatan kerja sehingga dapat ditingkatkan. Secara khusus,
untuk meningkatkan keterlibatan kerja petugas polisi, organisasi dan pengawas
harus berusaha untuk mempromosikan motivasi yang ditentukan oleh petugas
polisi tersebut.
6. Lum, Koper, & Willis, (2017)
Melakukan penelitian dengan judul “Understanding the Limits of
Technology’s Impact on Police Effectiveness”. Penelitian ini bertujuan untuk
penggunaan teknologi terhadap sumber utama pengeluaran dan inovasi di
bidang hukum penegakan hukum dan dianggap memiliki potensi besar untuk
11

meningkatkan kerja polisi. Penelitian ini menggunakan metode campuran yaitu


dilakukan studi multi lembaga untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
memediasi hubungan antara adopsi teknologi dan efektivitas hasil dalam
pemolisian. Hasil penelitian menunjukan bahwa teknologi dalam kepolisian
tidak jelas tentang hubungan antara teknologi dan hasil seperti efisiensi kerja,
efektivitas dalam pengendalian kejahatan, atau peningkatan hubungan
komunitas antar divisi polisi. Selanjutnya, pandangan polisi mengenai
teknologi melalui kerangka teknologi dan organisasi yang ditentukan oleh
perdagangan- pendekatan kepolisian yang aktif. Penggunaan inovasi teknologi
tetap dipantau karena potensi perkembangan teknologi di era reformasi saat ini
dapat menyebabkan konsekuensi yang tidak diinginkan.
7. Morabito, (2008)
Melakukan penelitian dengan judul “The Adoption of Police Innovation:
The Role of the Political Environment”. Tujuan dari makalah ini adalah untuk
memahami peran lingkungan politik di Indonesia dalam implementasi
perpolisian masyarakat, menggunakan model yang diinformasikan oleh
perspektif inovasi di Selain literatur peradilan pidana. Makalah ini menemukan
bukti yang menunjukkan bahwa pemerintah reformasi memiliki tetapi
pengaruh yang signifikan pada penerapan perpolisian komunitas. Bentuk
pemerintahan dan jenis pemilihan kota mempengaruhi secara langsung
perpolisian masyarakat. Hasil menunjukkan bahwa literatur inovasi memang
menjelaskan beberapa variasi dalam adopsi perpolisian komunitas di seluruh
kotamadya.
8. Eitle, D'Alessio, & Stolzenberg, (2014)
Melakukan penelitian dengan judul “The Effect of Organizational and
Environmental Factors on Police Misconduct”. Studi ini menganalisis
hubungan antara organisasi polisi dan lingkungan faktor dan pelanggaran polisi
menggunakan data yang berasal dari Polri yang baru Statistik Pelanggaran dan
Proyek Pelaporan (2009-2010). Penggunaan kami atas kumpulan data ini
memberi kami kesempatan untuk mengukur kesalahan polisi dengan lebih luas
dibandingkan penelitian sebelumnya. Analisis regresi binomial negatif dari 497
12

polisi kota departemen menunjukkan karakteristik organisasi berikut — ukuran


organisasi, kehadiran unit urusan internal penuh-waktu, dan pelatihan dalam
jabatan -penting dalam memprediksi kesalahan polisi. Tingkat kejahatan
kekerasan adalah satu-satunya variasi lingkungan. mampu yang mempengaruhi
kesalahan polisi. Hasil ini tidak hanya menyoroti impor- kekuatan struktur
organisasi dalam mempengaruhi kesalahan petugas polisi tetapi mereka juga
menyarankan bahwa departemen kepolisian memiliki kemampuan untuk
melembagakan organisasi perubahan iklim yang dapat membantu meredam
terjadinya pelanggaran polisi.
9. Gharama, Khalifa, & Al-Shibami, (2020)
Melakukan penelitian dengan judul “UAE Police Administrative Employee
Innovative Behavior: The Integration of Knowledge Sharing and Leadership”.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara
pengetahuan kepemimpinan Strategis (SL )- kepemimpinan berorientasi (KOL)
dan berbagi pengetahuan (KS) terhadap perilaku inovatif karyawan (EIB) di
kepolisian UEA administrasi. Pendekatan penelitian kuantitatif telah dilakukan
untuk studi dan metode berbasis survei diikuti dalam penelitian dan
menyebarkan kuesioner di antara karyawan untuk mengumpulkan data.
Kuesioner memiliki dikembangkan menjadi skala Likert lima poin dan
kuesioner terstruktur didistribusikan di antara polisi UEA pegawai
administrasi. Hasil penelitian ini menunjukkan pengaruh hubungan langsung
dan tidak langsung secara terpisah antar variabel. Pengaruh SL dan KOL
terhadap KS terhadap EIB. Pengaruh SL dan KOL terhadap KS secara
signifikan pengaruh dan KS berperan sebagai mediator SL, KOL dan EIB.
Hubungan ini didukung sesuai hasil yang ditunjukkan dalam hipotesis.
10. Braga & Weisburd, (2006)
Melakukan penelitian judul dengan “Police Innovation and Crime
Prevention: Lessons Learned From Police Research Over the Past 20 Years”.
Departemen kepolisian Amerika, bagaimanapun, akan ditantang untuk
mempertahankan lintasan mereka saat ini dengan tuntutan baru keamanan
dalam negeri yang dibuat setelah tragedi 9/11. Dalam banyak hal, ini adalah
13

krisis baru bagi departemen kepolisian, karena tujuan mereka akan diperluas
dengan fokus baru untuk mencegah serangan teroris di masa depan dan
menangani peristiwa yang berpotensi bencana. Di satu sisi, rangkaian tuntutan
baru ini, dengan penekanannya pada pengumpulan intelijen pada jaringan
teroris, menangkap pelaku teror, dan melindungi kemungkinan sasaran, dapat
mendorong kepolisian kembali ke model yang lebih profesional yang jauh dari
komunitas. Memang, ada potensi nyata untuk pergeseran ke belakang karena
dukungan dan perhatian keuangan federal telah diarahkan untuk meningkatkan
peran penegak hukum lokal dalam menjaga keamanan dalam negeri sementara,
pada saat yang sama, pendanaan untuk upaya pencegahan kejahatan
masyarakat telah dikurangi secara drastis. Di sisi lain, krisis ini dapat
menciptakan sumber baru untuk inovasi karena departemen kepolisian akan
berusaha untuk melanjutkan keberhasilan mereka baru-baru ini dalam
menangani kejahatan dan keprihatinan masyarakat. Kantor Layanan Kepolisian
Berorientasi Komunitas Departemen Kehakiman AS telah mensponsori sesi
kelompok kerja dan konferensi tentang penggunaan strategi pemolisian
komunitas untuk menanggapi tantangan keamanan dalam negeri (Departemen
Kehakiman AS, 2004). Selama dua dekade terakhir, industri kepolisian telah
mengalami perubahan radikal dalam tujuan dan sarana kepolisian. Masa
inovasi ini telah menghasilkan serangkaian strategi yang sangat menjanjikan
yang dapat meningkatkan kemampuan polisi dalam mencegah kejahatan dan
meningkatkan hubungan mereka dengan masyarakat yang mereka layani.
Departemen kepolisian akan ditantang untuk terus mengembangkan ini
pendekatan baru sambil memenuhi tuntutan keamanan dalam negeri pasca-9/11
dunia. Meskipun demikian, kami yakin bahwa masa depan lembaga kepolisian
menjanjikan, karena mereka akan terus berkembang menjadi lembaga
pemerintah yang lebih efektif dan sah.
11. Alexiev, Volberda and Bosch (2015)
Melakukan penelitian dengan judul “Interorganizational Collaboration
and Firm Innovativeness: Unpacking The Role of the Organizational
Environment”. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji peran lingkungan
14

organisasi perusahaan bagi keberhasilan kolaborasi antar organisasi maupun


inovasi perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode studi literatur. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Lingkungan organisasi yang bercampur dari
beberapa organisasi dapat mempengaruhi produktivitas dan kesejahteraan
karyawan. Selanjutnya, dalam keputusan perusahaan untuk terlibat dalam
kolaborasi antar organisasi dalam konteks inovasi, konsepsi lingkungan
organisasi memainkan peran penting. Dalam artikel ini, dilakukan
pengembangan model multidimensi tentang bagaimana manajer menggunakan
kolaborasi antar organisasi sebagai respon organisasi terhadap kondisi
lingkungan tertentu dan instrumen penting untuk meningkatkan inovasi
perusahaan. Inovasi perusahaan sendiri terkait dengan stratego bersaing.
Strategi bersaing adalah salah satu strategi yang dapat digunakan oleh para
pelaku usaha dalam menghadapi persaingan. Strategi ini secara umum dapat
diartikan sebagai sebuah proses dimana perusahaan membangun dan
mengembangkan berbagai sumber daya stratejik yang memiliki potensi untuk
menghasilkan keunggulan bersaing. Keunggulan tersebut memiliki dua peran,
yaitu sebagai alat untuk menghasilkan kinerja dan sebagai alat untuk
menetralisir asset dan kompetensi bersaing yang dimiliki oleh pihak pesaing.
peran turbulensi lingkungan, adanya heterogenitas pasar dan intensitas
persaingan akan mempengaruhi inovasi perusahaan. Analisis data perusahaan
dari berbagai industri menunjukkan perubahan lingkungan organisasi dan
heterogenitas pasar memiliki hubungan tidak langsung dengan inovasi
perusahaan melalui kolaborasi interorganisasi. Hubungan heterogenitas pasar
sepenuhnya dimediasi sehingga menunjukkan bahwa kolaborasi tidak dapat
dihindari untuk perusahaan di pasar yang heterogen. Bertentangan dengan
argumen dalam literatur, temuan tersebut menunjukkan bahwa meskipun
intensitas kompetitif dikaitkan dengan kolaborasi antar organisasi yang lebih
sedikit dan perusahaan yang memiliki inovasi yang lebih rendah, hubungan
mediasi tidak signifikan.
12. Gaspary, Moura and Wegner (2020)
15

Melakukan penelitian dengan judul “How Does the Organizational


Structure Influence a Work Enviroment for Innovation?”. Perusahaan yang
beroperasi di pasar yang dinamis dan cepat berubah membutuhkan untuk
merancang struktur organisasi dan lingkungan kerja yang mendorong inovasi.
Namun, ada masih ada celah literatur yang tersisa mengenai dampak struktur
organisasi pada pengembangan lingkungan yang merangsang kreativitas dan
inovasi. Artikel ini menganalisis pengaruh berbagai dimensi struktur organisasi
tentang pengembangan lingkungan kerja dalam mengembangkan inovasi
perusahaan. Studi kasus dengan pendekatan metode campuran dilakukan di
Anak perusahaan Brasil dari sebuah perusahaan multinasional yang diakui di
seluruh dunia karena memiliki kapasitas inovatif yang cenderung tinggi. Hasil
penelitian menunjukan bahwa lingkungan organisasi dari dimensi struktural-
terutama dapat meningkatkan bentuk komunikasi, tingkat formalisasi dan
kodifikasi pekerjaan, sehingga dapat mempengaruhi lingkungan kerja dalam
hal inovasi perusahaan. Studi tersebut juga memperkaya pemahaman tentang
bagaimana manajer harus merancang dimensi struktural khusus untuk
merangsang kreativitas dan inovasi.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu yang telah dijabarkan di atas,


dapat diketahui apabila penelitian terdahulu pada umumnya lebih fokus pada
pemahaman mengenai lingkungan kerja polisi dengan motivasi kinerja, dimana
diketahui bahwa industri kepolisian telah mengalami perubahan radikal dalam
tujuan dan sarana kepolisian. Masa inovasi ini telah menghasilkan serangkaian
strategi yang sangat menjanjikan yang dapat meningkatkan kemampuan polisi
dalam mencegah kejahatan dan meningkatkan hubungan mereka dengan
masyarakat yang mereka layani (Braga & Weisburd, 2006). Inovasi dan
perencanaan strategis dianggap sebagai pendorong terpenting dalam
meningkatkan kinerja secara keseluruhan (Alosani & Yusoff, 2020), inovasi
organisasi juga menjadi kekuatan dalam pengendalian kejahatan (Darroch &
Mazerolle, 2012). Beberapa penelitian menyebutkan motivasi juga mempengaruhi
adopsi inovasi organisasi (Lum, Koper, & Willis, 2017), yang selanjutnya
16

dijelaskan bahwa motivasi erat kaitannya dengan adanya dukungan dari organisasi
dan reformasi yang dilakukan oleh pemerintah (Gillet, Huart, Colombat, &
Fouquereau, 2013; Morabito, 2008). Perubahan lain yang mendukung motivasi
dan inovasi yaitu struktur lembaga dan perubahan iklim kerja dalam organisasi
(Gharama, Khalifa, & Al-Shibami, 2020). Lingkungan organisasi yang bercampur
dari beberapa organisasi dapat mempengaruhi produktivitas dan kesejahteraan
karyawan. Selanjutnya, dalam keputusan perusahaan untuk terlibat dalam
kolaborasi antar organisasi dalam konteks inovasi, konsepsi lingkungan organisasi
memainkan peran penting (Alexiev, Volberda and Bosch, 2015). Lingkungan
organisasi dari dimensi struktural-terutama dapat meningkatkan bentuk
komunikasi, tingkat formalisasi dan kodifikasi pekerjaan, sehingga dapat
mempengaruhi lingkungan kerja dalam hal inovasi perusahaan. Studi tersebut juga
memperkaya pemahaman tentang bagaimana manajer harus merancang dimensi
struktural khusus untuk merangsang kreativitas dan inovasi (Gaspary, Moura and
Wegner, 2020).
Penelitian terdahulu belum menjawab tantangan strategi peningkatan
lingkungan kerja Polri untuk mewujudkan motivasi dan inovasi organisasi,
dimana ada pengabaian pada kondisi lingkungan kerja sebagai faktor penting yang
dapat mempengaruhi motivasi kinerja dan inovasi organisasi polisi.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja
yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang
diembankan (Zuana, dkk, 2014). Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat
perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya di mana seseorang
bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan
maupun sebagai kelompok (Sedarmayanti, dalam Zuana, dkk, 2014).
Pendapat lain mengatakan lingkungan kerja adalah keadaan fisik di mana
seseorang melakukan tugas kewajibannya sehari-hari termasuk kondisi ruang
yaitu baik dari kantor maupun pabrik. Lingkungan kerja merupakan insentif
17

material dan non material (psikis). Untuk itu perlu dilakukan usaha untuk
menciptakan lingkungan kerja yang bersifat material dan non material. Dengan
demikian, lingkungan kerja merupakan keadaan di mana seseorang bekerja yang
meliputi perlengkapan dan fasilitas, suasana kerja (lingkungan non fisik) maupun
lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi pekerja dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya.
Sedarmayanti (dalam Zuana, dkk, 2014) menyatakan bahwa secara garis
besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi 2 yakni: (a) lingkungan kerja fisik,
dan (b) lingkungan kerja non fisik.
a. Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang
terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik
dapat dibagi dalam dua kategori, yakni:
1) Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (seperti:
pusatkerja, kursi, meja dan sebagainya).
2) Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut
lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya:
temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan,
getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain. Untuk dapat
memperkecil pengaruh lingkungan fisik terhadap karyawan, maka
langkah pertama adalah harus mempelajari manusia, baik mengenai
fisik dan tingkah lakunya maupun mengenai fisiknya, kemudian
digunakan sebagai dasar memikirkan lingkungan fisik yang sesuai.
b. Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang
berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun
hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan.
Perusahaan hendaknya dapat mencerminkan kondisi yang mendukung
kerja sama antara tingkat atasan, bawahan maupun yang memiliki status
jabatan yang sama di perusahaan. Kondisi yang hendaknya diciptakan
adalah suasana kekeluargaan, komunikasi yang baik, dan pengendalian
diri.
18

2.2.2 Motivasi
2.2.2.1 Pengertian Motivasi
Motivasi dan motif adalah dua kata yang saling berhubungan
secara etimologis, motif dalam bahasa inggris motive, berasal dari kata
motion, yang berarti gerakan. Menurut Suryabrata (dalam Kristanto &
Hary, 2015) motif adalah keadaan dalam setiap pribadi individu yang
mendorong individu tersebut untuk melakukan aktivitas tertentu guna
mencapai suatu tujuan tertentu. Selain motif, dalam psikologi juga dikenal
istilah motivasi. Berawal dari kata motif itulah maka motivasi dapat
diartikan sebagai suatu usaha yang disadari untuk memengaruhi tingkah
laku individu agar tergerak hatinya untuk melakukan sesuatu sehingga
akan mencapai hasil ataupun juga tujuan tertentu.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
motivasi adalah suatu usaha yang didasari untuk memengaruhi tingkah
laku individu agar tergerak hatinya untuk melakukan sesuatu sehingga
mencapai suatu hasil atau tujuan tertentu guna mempertahankan hidupnya.

2.2.2.2 Dimensi Motivasi


Soubur (dalam Kristanto & Hary, 2015) menjelaskan bahwa
motivasi ini merupakan istilah yang lebih umum yang menunjuk pada
proses gerakan, termasuk situasi yang mendorong perbuatan yang timbul
dalam diri individu untuk mencari suatu kepuasan dalam tujuan hidup.
Ada tiga komponen dalam motivasi yakni kebutuhan, dorongan dan
tujuan.
Yuwono (2005) menjelaskan motivasi sebagai suatu proses yang
membangkitkan, mengarahkan dan menjaga atau memelihara perilaku
manusia agar terarah pada tujuan. Motivasi mempunyai tiga komponen
yakni:
19

a) Komponen pertama adalah arousal yakni sesuatu yang


membangkitkan. Hal ini berkaitan dengan dorongan (drive) atau
energi (energy) dibalik perilaku seseorang.
b) Komponen kedua adalah direction atau arah tindakan yang diambil.
c) Kompenen yang ketiga adalah maintenance yakni seberapa lama
seseorang akan bertahan pada pilhan yang dibuatnya untuk mencapai
tujuan tersebut.
Menurut Maslow (dalam Alma, 2010) menjelaskan bahwa motivasi
didasarkan oleh dua asumsi. pertama, kebutuhan seseorang tergantung dari
apa yang telah dimiliki dan kedua, kebutuhan merupakan hirarki dilihat
dari pentingnya. Menurut Maslow ada lima kategori kebutuhan manusia,
yaitu physiological needs, safety (security), social (affiliation), esteem
(recognition) dan self-actualization, apabila suatu tingkat kebutuhan sudah
terpenuhi, maka akan muncul tingkat kebutuhan yang lebih tinggi, namun
bukan berarti tingkat kebutuhan yang lebih rendah harus terpenuhi dengan
sangat memuaskan. Dorongan merupakan kekuatan mental untuk
melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan. Tujuan adalah hal
yang ingin dicapai individu. Menurut Chaplin dalam Shaleh dan Wahab
(2004) membagi motivasi menjadi yakni:
1) Physiological drive yakit dorongan yang bersifat fisik seperti lapar,
haus, seks dan sebagainya.
2) Social motives merupakan dorongan yang berhubungan dengan orang
lain seperti estetis, dorongan ingin selalu berbuat baik dan etis.
Menurut Fradsen dalam Shaleh dan Wahab (2004) membagi
motivasi menjadi beberapa yakni sebagai berikut.
a) Physiological drive istilah ini digunakan untuk merujuk pada motivasi
bawaan (unlearned motives).
b) Affiliative need, merupakan motivasi yang dipelajari (learned
motives).
c) Cognitive motives meripakan motif yang merujuk pada gejala
intrinsik, yakni menyangkut kepuasan individual. Kepuasan individual
20

berada didalam diri manusia dan biasanya berwujud proses dan


produk mental.
d) Self-expression atau penampilan diri adalah sebagian dari perilaku
individu tidak sekedar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu itu
terjadi, tetapi juga mampu membuat suatu kejadian, kreatifitas dan
imajinasi sangat dibutuhkan bagi seseorang yang memiliki keinginan
untuk aktualisasi diri.
e) Self-enhancement melalui aktualisasi diri dan pengembangan
kompetensi akan meningkatkan kemajuan diri seseorang. Kemajuan
diri menjadi salah satu keinginan bagi setiap individu.
Menurut Shaleh dan Wahab (2004) motivasi muncul dalam
beberapa momen yakni momen timbulnya alasan, momen terpilih, momen
putusan, momen terbentuknya kemauan. Menurut Deci and Ryan dalam
Vallerand (2020) menjelaskan bahwasanya Self-Determination Theory
(SDT) merupakan model hirarki dari motivasi instrinsik dan ekstrinsik.
Deci & Ryan mendefinisikan self determination sebagai kapasitas
seseorang untuk memilih dan memiliki beberapa pilihan dalam
menentukan suatu tindakan, tekad, atau ketetapan hati pada suatu tujuan
yang hendak dicapai. Self determination merupakan kemampuan untuk
menentukan pilihan berdasarkan pertimbangan terhadap kebutuhan
berotonomi, berkompetensi, dan memiliki hubungan sosial, sehingga dapat
berfungsi secara optimal.
Aspek-aspek self determination dapat menjadi prediktor fungsi
optimal manusia dalam berbagai ranah kehidupannya. Sesuai dengan teori
self determination, kebutuhan autonomy, competence, dan relatedness
yang merupakan aspek-aspek dari self determination memiliki peran
dalam proses pengambilan keputusan untuk menikah dini. Faktor sosial
yang diperoleh dari motivasi seperti afek, kognisi, tingkah laku dapat
dimediasi sebagai berikut.
a. Otonomi
21

Otonomi bermakna bahwa kebutuhan untuk memiliki


wewenang terhadap pilihan yang diambil dan dilakukan, dimana
individu merupakan inisiator dan sumber dari perilakunya.
Kebutuhan otonomi, yang dikonseptualisasikan sebagai
pengalaman merasakan adanya pilihan, dukungan, dan kemauan
berkaitan dengan memulai, memelihara, dan mengakhiri
keterlibatan perilaku. Filak & Sheldon, (2003) juga menyatakan
bahwa mendukung otonomi berarti mengambil perspektif,
memberikan pilihan, dan memberikan alasan jika tidak ada
kemungkinan pilihan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dukungan terhadap kebutuhan otonomi meningkatan motivasi
intrinsik, memandang diri kompeten, dan harga diri dari waktu ke
waktu (Niemiec & Ryan, 2009).
b. Kompetensi
Kebutuhan kompetensi merupakan kebutuhan untuk
mengontrol diri dan lingkungan secara efektif. Kemudian
kompetensi juga didefinisikan sebagai keinginan yang melekat
pada individu untuk merasa efektif dalam berinteraksi dengan
lingkungan, mencerminkan kebutuhan untuk melatih kemampuan,
dan mencari tantangan yang optimal. Kebutuhan kompetensi
berkaitan dengan keyakinan individu untuk melakukan tugas
tertentu secara efisien dan efektif (Guay, Ratelle, & Chanal, 2008).
Menurut Deci dan Ryan (2000), indikator kepuasan kebutuhan ini
adalah ketika individu merasa bahwa mereka memiliki cukup
keterampilan untuk mengerjakan tugas dan mencapai tujuan
dengan kemampuan terbaiknya. Sheldon (2003) menyatakan
bahwa istilah kompetensi terkait dengan efikasi diri. Mendukung
kebutuhan ini berarti memberi keyakinan mahasiswa terhadap
kemampuannya untuk mengambil tantangan. Niemic dan Ryan
(2009) menyatakan bahwa kebutuhan ini dapat didukung dengan
memperkenalkan mereka dengan kegiatan belajar menantang yang
22

memungkinkan mereka untuk menguji dan mengembangkan


kompetensi akademik mereka.
c. Keterkaitan
Kebutuhan keterkaitan (need for relatedness), yang
didefinisikan sebagai kecenderungan yang melekat pada individu
untuk merasa terhubung dengan orang lain, yaitu untuk menjadi
anggota kelompok, untuk dicintai, dipeduli, dan diperhatikan,
dimana juga merupakan kebutuhan untuk dimengerti, diapresiasi,
dan saling berhubungan dengan orang lain. Baumeister & Leary,
(1995) mengacu pada kehangatan dan perhatian yang diterima dari
interaksi dengan orang lain, sehingga menghasilkan rasa memiliki
(Niemic, dkk., 2006), melibatkan kebutuhan untuk terkoneksi
secara aman dengan orang lain dalam lingkungannya dan
mengalami perasaan layak untuk disayangi dan di hargai
(Osterman, 2000).
Motivasi dapat dipandang sebagai fungsi dengan artian
berfungsi sebagai daya penggerak dari dalam individu untuk
melakukan aktivitas tertentu dalam mencapai tujuan. Motivasi
dipandang dari segi proses, maka motivasi dapat dirangsang oleh
faktor luar untuk menimbulkan motivasi dalam diri anggota polisi
yang melalui proses rangsangan impelementasi diri sehingga dapat
mencapai tujuan yang dikehendaki. Motivasi dipandang dari segi
tujuan diartikan sebagai sasaran stimulus yang akan dicapai dimana
jika seseorang mempunyai keinginan belajar akan sesuatu hal,
maka akan termotivasi untuk tercapainya. Adapun indikator yang
digunakan: 1) Fisiologis, 2) Keamanan, 3) Sosial, 4) Penghargaan,
5) Aktualisasi diri.

2.2.3 Inovasi Organisasi


23

Organisasi menurut pendapat Rogers adalah suatu sistem yang stabil, yang
merupakan perwujudan kerjasama antara individu-individu, untuk mencapai
tujuan bersama, dengan mengadakan jenjang dan pembagian tugas tertentu
(Rogers, 1995).Orang membuat organisasi agar dapat mengerjakan tugas rutin
dalam keadaan stabil (mantap). Adapun syarat-syarat organisasi adalah sebagai
berikut:
a. Memiliki tujuan yang dirumuskan dengan jelas. Dengan rumusan tujuan yang
jelas, akan mempermudah untuk menentukan struktur dan fungsi organisasi
tersebut.
b. Memiliki pembagian tugas yang jelas. Suatu organisasi pasti terdiri dari
beberapa posisi yang semuanya mempunyai tanggung jawab dan tugas yang
jelas. Meski memungkinkan adanya pergantian orang dalam suatu organisasi,
namun tugas dan fungsi masing-masing posisi itu tidak berubah dan tetap
pada tujuan organisasi.
c. Memiliki kejelasan struktur otoritas (kewenangan). Tidak semua posisi dalam
organisasi memiliki kewenangan yang sama. Dan dalam pengaturan
kewenangannya diperjelas tentang pertanggung jawaban setiap posisi.
d. Memiliki aturan dasar/umum (tujuan, syarat susunan pengurus dan lain-lain)
dan aturan khusus (perincian kegiatan, cara pembentukan pengurus dan lain-
lain) atau biasa disebut dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.
e. Pola hubungan informal. Organisasi yang sangat ketat, penuh dengan
birokrasi kaku dan sangat formal akan menghilangkan unsur manusiawi
dalam kinerja antar anggotanya. Maka suatu organisasi haruslah
menggunakan pola informal dalam hubungan antar anggotanya untuk
menghilangkan ketegangan dan bisa lebih akrab namun tetap bertanggung
jawab satu sama lain.
Sedangkan pengertian inovasi itu sendiri adalah suatu ide, barang,
kejadian, metode, yang dirasakan atau diamati sebagai suatu hal yang baru
bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat), baik itu berupa hasil
invention maupun diskoveri. Berdasarkan pengertian di atas maka inovasi
dalam organisasi adalah sesuatu hal yang baru yang berupa apapun yang
24

terjadi di dalam sebuah organisasi formal maupun organisasi informal.


Inovasi yang terjadi dalam sebuah organisasi merupakan proses kemajuan
organisasi tersebut, namun berbagai hambatan dan rintangan akan terjadi saat
inovasi itu mulai memasuki organisasi (Rogers, 1995). Dengan memahami
proses inovasi dalam organisasi setidaknya akan dapat mengurangi
kegoncangan organisasi dalam melaksanakan difusi inovasi.
Inovasi organisasi telah secara konsisten didefinisikan sebagai adopsi
suatu gagasan atau perilaku yang baru bagi organisasi (Damanpour 1989,
1991, Daft & Becker 1978, Hage 1980, Hage & Aiken 1970, Zaltman,
Duncan & Holbek 1973, Oerlemans et al 1998, Wood 1998, Zummato &
O’Connor 1992). Inovasi organisasi adalah usaha yang terkelola dari suatu
organisasi untuk mengembangkan produk atau jasa baru, atau kegunaan baru
dari produk dan jasa yang ada. Inovasi dalam organisasi dilakukan meliputi:
tujuan, peran, struktur otoritas, aturan dan pola informal (Wijaya, 2018).
Kemampuan organisasi untuk berinovasi adalah prasyarat untuk
keberhasilan pemanfaatan sumber daya inventif dan teknologi baru. Dalam
pengertian umum, istilah ‘inovasi organisasi’ mengacu pada penciptaan atau
adopsi ide atau perilaku baru untuk organisasi (Daft, 1978; Damanpour dan
Evan, 1984; Damanpour, 1996). Literatur yang ada pada inovasi organisasi
memang sangat beragam dan tidak terintegrasi dengan baik ke dalam
kerangka teoritis yang koheren. Fenomena ‘inovasi organisasi’ tunduk pada
interpretasi yang berbeda dalam untaian sastra yang berbeda. Literatur dapat
secara luas diklasifikasikan menjadi tiga aliran yang berbeda, masing-masing
dengan fokus yang berbeda dan serangkaian pertanyaan yang berbeda yang
dialamatkannya. Ukuran dan inovasi Organisasi (Wijaya, 2018).
Ukuran organisasi secara konsisten ditemukan menjadi positif
berkaitan dengan inovasi tersebut. Mytinger (1968) bertanya: “inovasi hasil
dari orang, lembaga, atau tempat?” Inovasi empat puluh departemen
kesehatan setempat di California itu terkait dengan: 1. Ukuran mereka, diukur
dalam ukuran jumlah staf dan jumlah anggaran mereka. 2. Ukuran kota yang
mereka melayani. 3. Akreditasi, dan prestise dari direktur kesehatan di antara
25

para pejabat kesehatan. “Studi ini menunjukkan bahwa ukuranukuran


masyarakat dan ukuran departemen kesehatan paling menarik untuk
dilakukan inovasi” (Wijaya, 2018).
Osborne dan Brown (2005) menyederhanakan proses inovasi dalam
tiga tahapan utama yaitu invention stage, implementation stage, dan diffusion
stage. Ancok (2012) menyederhanakan proses inovasi dalam tiga langkah
utama yaitu: memproduksi gagasan, mengevaluasi gagasan, dan
mengimplementasikan gaga-san. Secara garis besar tahapan inovasi
dirumuskan dalam tiga tahapan utama, yaitu proses inisiasi, adopsi, dan
implementasi (Damanpour & Schneider, 2006). Tahap-Tahap Proses Inovasi
dalam Organisasi, yaitu sebagai berikut: (Wijaya, 2018).
I. Tahap Inisiasi (Permulaan)
Kegiatan pengumpulan infromasi, konseptualisasi, dan
perencanaan untuk menerima inovasi, semuanya diarahkan untuk
membuat keputusan menerima inovasi.
1) Agenda Seting
Semua permasalahan umum organisasi dirumuskan guna menentukan
kebutuhan inovasi, dan diadakan studi lingkungan untuk menetukan
nilai potensial inovasi bagi organisasi.
2) Penyesuaian (matching)
Diadakan penyesuaian antara masalah organisasi dengan inovasi yang
akan digunakan, kemudian direncanakan dan dibuat disain penerapan
inovasi yang sudah sesuai dengan masalah yang dihadapi.
II. Tahap Implementasi
1. Re-definisi/ Re-Strukturusasi
Inovasi dimodifikasi dan re-invensi disesuaikan situasi dan
masalah organisasi. Struktur organisasi disesuaikan dengan inovasi
yang telah dimodifikasi agar dapat menunjang inovasi.
2. Klarifikasi
26

Hubungan antara inovasi dan organisasi dirumuskan dengan


sejelasjelasnya sehingga inovasi benar-benar dapat diterapkan sesuai
yang diharapkan.
3. Rutinisasi
Inovasi kemungkinan telah kehilangan sebagian identitasnya, dan
menjadi bagian dari kegiatan rutin organisasi (sudah hilang
kebaruannya).
Tahapan-tahapan adopsi itu adalah:
a. awareness, atau kesadaran, yaitu sasaran mulai sadar tentang adanya
inovasi yang ditawarkan oleh penyuluh.
b. interest, atau tumbuhnya minat yang seringkali ditandai oleh
keinginannya untuk bertanya atau untuk mengetahui lebih
banyak/jauh tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan inovasi
yang ditawarkan oleh penyuluh.
c. evalution atau penilaian terhadap baik/buruk atau manfaat inovasi
yang telah diketahui informasinya secara lebih lengkap. Pada
penilaian ini, masyarakat sasaran tidak hanya melakukan penilaian
terhadap aspek teknisnya saja, tetapi juga aspek ekonomi, maupun
aspek-aspek sosial budaya, bahkan seringkali juga ditinjau dari aspek
politis atau kesesuaiannya dengan kebijakan pembangunan nasional
dan regional.
d. trial atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan
penilaiannya, sebelum menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi.
e. adoption atau menerima/menerapkan dengan penuh keyakinan
berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah dilakukan/diamatinya
sendiri.
27

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Berdasarkan latar belakang penelitian dan permasalahan/pertanyaan
penelitian yang menjadi tujuan penelitian ini, maka peneliti cenderung untuk
menggunakan jenis penelitian lapangan (field research). Peneliti mencoba untuk
melakukan studi yang sangat mendalam tentang perilaku yang terjadi secara alami
di objek penelitian untuk memahami keadaan yang nyata di lingkungan
masyarakat sekaligus berpartisipasi di dalamnya. Sehingga penulis dapat
mengungkapkan sesuatu yang berkaitan erat dengan sifat unik dari realitas sosial
dan dunia tingkah laku manusia itu sendiri.
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah hukum Kepolisian Daerah Jawa Timur.
3.3 Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi kepada dua jenis,
yaitu:
a. Data Primer
Sumber jenis data primer yang digunakan dalam penelitian ini
berasal dari data yang diperoleh dari lokasi penelitian (field research),
baik berupa hasil wawancara ataupun berkas/dokumen/surat yang
peneliti dapatkan dari informan penelitian dan gambaran hasil
observasi.
b. Data Sekunder
Sumber jenis data sekunder merupakan data-data yang peneliti
dapatkan untuk mendukung data primer yang berasal dari buku-buku,
hasil penelitian, seminar ataupun laporan terdahulu, buletin, jurnal,
surat kabar, media online yang terkait dengan masalah penelitian
(library research).
28

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua jenis teknik pengumpulan
data, yaitu secara langsung melalui observasi dan wawancara di lapangan dan
melalui studi kepustakaan.
1. Penelitian Lapangan (Field Research)
a) Wawancara mendalam (in-depth interview)
Pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara mendalam
kepada semua informan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan bentuk wawancara terstruktur, semi-struktur ataupun tidak
terstruktur, namun penggunaan teknik wawancara tersebut disesuaikan
dengan jenis dan latar belakang informan serta tujuan wawancara itu
sendiri. Selain peneliti harus dapat beradaptasi dengan informan yang
diwawancarai, khusus dalam penelitian ini, peneliti mengembangkan
kemampuan interpersonal dan komunikasi yang disesuaikan dengan
subjek informan penelitian.
b) Observasi/pengamatan
Pengumpulan data dengan pengamatan lebih bersifat pelengkap apabila
informasi yang peneliti dapatkan tidak mencukupi ataupun tidak sesuai
dengan pokok permasalahan penelitian yang dilakukan dengan
wawancara.
2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Studi pustaka dilakukan oleh peneliti untuk mengkaji sumber-sumber
tertulis seperti dokumen, laporan tahunan, peraturan perundang-undangan,
dan sumber tertulis lainnya yang terkait.
3. Focus Group Discussion (FGD)
Focus Group Discussion (FGD) adalah teknik pengumpulan data yang
dilakukan pada penelitian kualitatif dengan yang bertujuan untuk
menganalisis dan menggali makna sebuah tema menurut pemahaman sebuah
kelompok. Teknik ini menjelaskan dan mendiskrisikan tentang suatu tema
yang memberikan suatu makna dari suatu kalompok berdasarkan hasil diskusi
yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan
29

untuk menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti terhadap


fokus masalah yang sedang diteliti.
3.5 Desain Penelitan
Desain penelitian atau rancangan penelitian merupakan fondasi awal
peneliti untuk merencanakan atau merancang penelitian. Sugiono, menguraikan
bahwa desain penelitian merupakan kerangka atau perincian prosedur kerja yang
akan dilakukan pada penelitian, sehingga diharapakan dapat memberikan
gambaran dan arah mana yang akan dilakukan dalam melaksanakan penelitian,
serta memberikan gambaran jika penelitian itu telah jadi atau selesai penelitian
tersebut diberlakukan. Sehingga untuk menghasilkan penelitian yang intepretatif
maka harus merancang desain penelitian yang baik.
3.6 Tahap-tahap Penelitian
1. Tahap Eksploratif Umum
Pada tahap ini peneliti lebih cenderung melakukan pengenalan
terhadap objek penelitian, mencari informan, serta membangun kepercayaan
informan. Setelah identifikasi kelompok, pengenalan lingkungan lokasi
penelitian, dan pengembangan hubungan personal terselesaikan, peneliti
akan mempelajari perkembangan kondisi masyarakat terkait. Baik melalui
dokumen-dokumen resmi dari instansi kepolisian dan pemerintahan
setempat maupun melalui pengumpulan data awal melalui wawancara
dengan informan. Kemudian tahap ini akan dilanjutkan dengan
pengembangan model interpretasi terhadap kondisi sosial faktual dalam
rangka mengidentifikasi kontradiksi-kontradiksi fundamental yang terjadi.
2. Tahap Observasi Terfokus
Pada tahap ini peneliti sudah memperoleh gambaran yang agak
terperinci tentang masalah-masalah keamanan yang ada dilokasi penelitian,
sehingga peneliti bisa lebih memfokuskan perhatian pada persoalan
kompetensi anggota, serta tanggapan masyarakat terhadap kompetensi
anggota yang dimiliki saat ini.
3. Tahap Analisis
30

Demi memperoleh kesimpulan yang tepat serta menghasilkan


rekomendasi yang bermanfaat, penulis akan melakukan analisis terhadap
semua data yang telah diperoleh dengan menggunakan metode analisis
deskriptif dan eksploratif melalui penerapan teori yang telah dijabarkan
sebelumnya.

3.7 Teknik Analisa Data


Teknik analisa data dalam penelitian ini dilakukan secara induktif. Data
yang dikumpulkan oleh peneliti akan diklasifikasikan sesuai dengan kategori atau
atribut tertentu yang disesuaikan dengan kerangka konsep pemikiran atau teori
yang digunakan sebagai upaya untuk menemukan pola atas realitas dan segala hal
yang dikaji. Pada tahap pengumpulan dan analisa data ini peneliti sangatlah
berperan besar dalam proses dan pemaknaan yang berdasarkan pemikiran logis
atas berbagai data yang dimiliki.
3.8 Instrumen Peneltian
Dalam penelitian kualitatif, interaksi dan keterlibatan peneliti dengan
realitas yang diamatinya sangatlah penting dalam mempengaruhi penelitan yang
dilakukannya. Sehingga dalam hal ini, peneliti merupakan instrumen utama
penelitian.

3.9 Kriteria Informan


Informan merupakan seorang yang bekerja sama dengan peneliti untuk
menghasilkan sebuah deskripsi kebudayaan. Seorang informan menurut Spradley
adalah orang setempat yang menggunakan bahasa setempat untuk menceritakan
kembali apa yang terjadi, dan menjadi sumber informasi bagi peneliti.
Dengan demikian, informan merupakan orang yang tahu benar mengenai
bahasan. Kriteria informan dalam penelitian ini yaitu:
a. Informan yang mengalami enkulturasi yang relatif sempurna. Informan
haruslah pendukung dan hidup dalam lingkungan lokasi penelitian, mereka
mengerti benar tentang kebudayaannya, berfikir dan bertindak sesuai dengan
konsep kebudayaannya.
b. Terlibat secara menyeluruh. Pada saat penelitian dilakukan.
31

c. Latar belakang informan tidak dikenal oleh peneliti. Ini memungkinkan


peneliti tetap berlaku objektif dan sensitif terhadap objek penelitian.
d. Mempunyai waktu yang cukup. Informan yang dipilih untuk menjadi
penentuan penelitian harus mempunyai waktu yang cukup untuk diteliti dan
tertarik pada fokus yang dibicarakan.
e. Tidak menganalisa. Informan yang baik tidak menganalisa pertanyaan yang
diajukan oleh peneliti.
Berdasarkan kriteria di atas, maka informan dalam penelitian adalah
Ka/Wakapolda Jatim, Ka/Wakapolres Wilkum Polda Jatim, Karo SDM Polda
Jatim, dan Masyarakat Jatim.

3.10 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data


Dalam menjaga ketidakabsahan data dalam penelitian kualitatif yang
mungkin dapat terjadi, maka peneliti menggunakan beberapa teknik
pemeriksaan dalam menjaga keabsahan data yang digunakan dalam penelitian
ini.
a. Informan
Dalam hal peneliti menjaga keabsahan terkait keabsahan data
informan, maka teknik pemeriksaan yang dilakukan yaitu dengan
melakukan pemilihan informan yang benar-benar mengetahui pokok
masalah yang diteliti. Selain itu, peneliti juga melakukan pendekatan
personal kepada informan-informan penelitian agar dapat terciptanya rasa
percaya sehingga informan tidak merasa keberatan akan informasi yang
diberikannya.
b. Sumber Data
Sumber data yang peneliti dapatkan dari lapangan dilakukan
pemeriksaan keabsahannya dengan cara melakukan triangulasi sumber
data melalui melakukan perbandingan (komparatif) dan pemeriksaan
silang (cross check) dengan data atau informan yang peneliti miliki
lainnya.
c. Peer Debriefing
32

Teknik pemeriksaan keabsahan lainnya yaitu dengan melibatkan


orang lain dalam bentuk diskusi analitik untuk dapat melakukan kritik dan
saran terhadap proses dan hasil penelitian yang dilakukan sehingga peneliti
dapat mengetahui kelemahan akan kelemahan-kelemahan data yang
peneliti miliki baik pada saat pengumpulan ataupun analisa data.
33

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, H. (2017). Peranan Manajemen Sumberdaya Manusia Dalam


Organisasi. Jurnal Warta Edisi : 51, Januari, 1-11.
Alexiev, A. S., Volberda, H. W., & Bosch, F. A. (2015). Interorganizational
Collaboration and Firm Innovativeness: Unpacking the Role of the
Organizational Environment. Journal of Business Research, July, 1-11.

Alosani, M. S., & Yusoff, R. (2020). The Effect of Innovation and Strategic
Planning on Enhancing Organizational Performance of Dubai Police.
Innovation & Management, Review Vol. 17 No. 1, 2-24.
Björk, M. (2008). Fighting Cynicism: Some Reflections on Self-Motivation in
Police Work. Police Quarterly, Volume 11 Number 1, March, 88-101.
Braga, A. A., & Weisburd, D. L. (2006). police Innovation and Crime Prevention:
Lessons Learned From Police Research Over the Past 20 Years.
Discussion paper presented at the U.S. National Institute of Justice Police
Research Planning Workshop (November 28 – 29), 1-31.
Darroch, S., & Mazerolle, L. (2012). Intelligence-Led Policing: A Comparative
Analysis of Organizational Factors Influencing Innovation Uptake. Police
Quarterly, 16(1) , 3-37.
Divisi Humas Polri. (2021). Transformasi Menuju Polri yang Presisi. Road Map
Transformasi Divisi Humas Polri.
Eitle, D., D'Alessio, S. J., & Stolzenberg, L. (2014). The Effect of Organizational
and Environmental Factors on Police Misconduct. Police Quarterly, 0(0),
1-24.
Endri. (2010). Peran Human Capital Dalam Meningkatkan Kinerja Perusahaan:
Suatu Tinjauan Teoritis dan Empiris. Jurnal Administrasi Bisnis, Vol.6,
No.2, 179-190.
Filak, V., & Sheldon, K. (2003). Student Psychological Need Satisfaction and
College Teacher-Course Evaluations. Educational Psychology, Volume
23, Issue 3, 235-247.
Gaspary, E., Moura, G. L., & Wegner, D. (2020). How Does the Organisational
Structure Influence a Work Environment for Innovation. Int. J.
Entrepreneurship and Innovation Management, Vol. 24, No.2/3, 132-153.
34

Gharama, A. N., Khalifa, G. S., & Al-Shibami, A. H. (2020). UAE Police


Administrative Employee Innovative Behavior: The Integration of
Knowledge Sharing and Leadership. International Journal of
Psychosocial Rehabilitation, Vol. 24, Issue 03, 1930-1948.
Gillet, N., Huart, I., Colombat, P., & Fouquereau, E. (2013). Perceived
Organizational Support, Motivation, and Engagement Among Police
Officers. Professional Psychology: Research and Practice, Vol. 44, No. 1,
46-55.
Guay, F., Ratelle, C., & Chanal, J. (2008). Optimal Learning in Optimal Contexts:
The Role of Self-Determination in Education. Canadian Psychology, Vol.
49, No. 33, 232-240.
Hanantoko, D. A., & Nugraheni, R. (2017). Analisis Pengaruh Motivasi Kerja,
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan (Studi
Pada Karyawan Bagian Penjualan di PT. Perindustrian Bapak Djenggot
Bergas, Semarang). Diponegoro Journal of Management, Volume 6,
Nomor 4, 1-8.
Kusumah, E. T., & Suharnomo. (2015). Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan
Kompensasi Terhadap Kinerja dengan Motivasi sebagai Variabel
Intervening (Studi pada Karyawan PT. Temprina Media Grafika
Semarang). Diponegoro Journal of Management, Volume 4, Nomor 3, 1-
15.
Lum, C., Koper, C. S., & Willis, J. (2017). Understanding the Limits of
Technology’s Impact on Police Effectiveness. Police Quarterly, Vol.
20(2), 135-163.
Morabito, M. S. (2008). The Adoption of Police Innovation: The Role of the
Political Environment. Policing: An International Journal of Police
Strategies & Management, Vol. 31 No. 3, 466-484.
Niemiec, C. P., & Ryan, R. M. (2009). Autonomy, Competence, and Relatedness
in the Classroom: Applying Self-Determination Theory to Eductaional
Practice. Theroy and Research in Education, Vol. 7 (2), 133-144.
Osterman, K. (2000). Students' Need for Belonging in the School Community.
Review of Educational Research Fall, Vol. 70, No.3, 323-367.
Rogers, E. M. (1995). Diffusion Of Innovations Third Edition. New York: The
Free Press.
35

Rus, C. L., Vonaú, G., & Băban, A. (2012). An Analysis of Environmental


Changes, Resources and Performance: an Internal Police Organization
Perspective. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 33, 727 – 731.
Samson, G. N., Waiganjo, M., & Koima, J. (2015). Effect of Workplace
Environment on the Performance of Commercial Banks Employees in
Nakuru Town. International Journal of Managerial Studies and Research,
Volume 3, Issue 12, 76-89.
Shahzadi, I., Javed, A., Pirzada, S. S., Nasreen, S., & Khanam, F. (2014). Impact
of Employee Motivation on Employee Performance. European Journal of
Business and Management, Vol.6, No.23, 159-167.
Susan, W. M., Gakure, R. .., Kiraithe, E. K., & Waititu, A. (2012). Influence of
Motivation on Performance in the Public Security Sector with a Focus to
the Police Force in Nairobi, Kenya. International Journal of Business and
Social Science, Vol. 3 No. 23; December, 195-204.
Vallerand, R. J. (2000). Deci and Ryan's Self-Determination Theory: A View
from the Hierarchical Model of Intrinsic and Extrinsic Motivation.
Psychological Inquiry, Vol. 11, No. 4, 312-318.
Wijaya, H. (2018). Model Proses Inovasi Rogers dalam Organisasi. Sekolah
Tinggi Filsafat Jaffray Makassar, June, 1-21.
Yuwono, I. d. (2005). Psikologi Industri dan Organisasi. Surabaya. Surabaya:
Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Zuana, C., Swasto, B., & Susilo, H. (2014). Pengaruh Pelatihan Kerja dan
Lingkungan Kerja Karyawan Terhadap Prestasi Kerja Karyawan. Jurnal
Administrasi Bisnis (JAB), Vol. 7, No.1 Januari, 1-9.

Anda mungkin juga menyukai