Anda di halaman 1dari 21

FARMAKODINAMIK

1. Penggolongan Obat Kelas I

a. Obat Kelas Ia
 Disopyramide https://idnmedis.com/disopyramide
1. Indikasi :
- Untuk mengobati pasien dengan penyakit Aritmia
supraventrikular dan ventrikel

2. Kontra Indikasi :
- Syok kardiogenik, blok jantung derajat 2 atau 3 yang sudah ada
sebelumnya tanpa alat pacu jantung, blok cabang berkas terkait
dg blok AV derajat 1, perpanjangan QT kongenital, sindrom sakit
sinus berat.
- Penggunaan bersama dg TCA, antidepresan tetrasiklik, antibiotik
makrolida, dan obat lain yang dapat meningkatkan risiko torsade
de pointes.
- Gangguan ginjal (CrCl ≤40 mL / menit) (modifikasi-rilis).

3. Interaksi Obat :
- Efek perpanjangan QT yang ditingkatkan dengan penghambat
fosfodiesterase tipe 5.
- Peningkatan kadar serum jika digunakan bersamaan dengan
penghambat enzim CYP3A4 (misalnya antijamur azol).
- Penurunan kadar serum dengan penginduksi enzim CYP3A4
(misalnya rifampisin, fenitoin).
- Dapat menyebabkan penghambatan kompetitif metabolisme
dengan PI HIV (misalnya ritonavir, indinavir, saquinavir),
siklosporin, warfarin, dan teofilin.
- Dapat menyebabkan hipokalemia atau meningkatkan efek
proaritmia bila digunakan bersama diuretik, amfoterisin B,
glukokortikoid dan mineralo-kortikoid, pencahar.
- Mempotensiasi efek seperti atropin bila digunakan dengan
atropin dan agen antikolinergik lainnya (misalnya
fenotiazin).Penggunaan Klinis :
- Dengan dilakukan pemeriksaan EKG, yaitu memberikan
gikosida jantung, diuretic, vasopressor dan simpatomimetik
(misalnya isoproterenol, dopain).
- Berpotensi Fatal:Dapat mempotensiasi torsades de pointes bila
digunakan dengan TCA, antidepresan tetrasiklik, antibiotik
makrolida (misalnya klaritromisin, eritromisin), astemizol,
sisaprida, pentamidin, pimozida, terfenadin, tioridazin.
4. Penggunaan Klinis : Penggunaan klinis disopyramide adalah
dengan dilakukan pemeriksaan EKG, yaitu memberikan gikosida
jantung, diuretic, vasopressor dan simpatomimetik (misalnya
isoproterenol, dopain).
5. Efek Samping :
- Pusing ringan atau kleyengan
- Sakit kepala
- Penglihatan kabur
- Mulut kering
- Ruam, gatal-gatal
- Nyeri otot atau nyeri
- Kesulitan buang air kecil
 Quinidine https://www.alomedika.com/obat/antiaritmia/quinidine/efek-
samping-dan-interaksi-obat
1. Indikasi :
- Indikasi quinidine (kinidin) yaitu sebagai obat anti aritmia dan
obat anti malaria. Quinidine juga dapat digunakan untuk
menangani PBA
2. Kontra Indikasi :
- Salah satu kontraindikasi dari quinidine adalah riwayat alergi
terhadap quinidine, ataupun memiliki riwayat trombositopenia
imun atau pernah mengalami purpura trombositopenik selama
terapi dengan quinidine atau kina sebelumnya.
- Ketiadaan alat pacu jantung artifisial yang berfungsi, juga
membuat quinidine dikontraindikasikan pada pasien dengan
gangguan irama jantung apapun, termasuk pasien yang
mengalami complete atrioventricular block. Quinidine juga
dikontraindikasikan pada pasien dengan miastenia gravis,
karena agen antikolinergik sering berdampak buruk untuk
pasien ini.
3. Interaksi Obat :
- Penggunaan quinidine bersama dengan jeruk bali atau minuman
beralkohol dapat meningkatkan risiko terjadinya efek samping
quinidine, seperti pusing.
- Jika digunakan bersama rokok atau minuman berkafein dapat
menurunkan efektivitas quinidine.
- Penurunan efektivitas quinidine, jika digunakan bersama
phenobarbital, phenytoin, propranolol, ditiazem, rifampicin,
nifedipine, dan verapamil.
- Peningkatan risiko terjadinya efek samping quinidine jika
digunakan bersama cimetidine, amiodarone, ketoconazole,
warfarin.
4. Penggunaan Klinis :
- Penggunaan klinis quinidine dilakukan dengan pemeriksaan
kelistrikan jantung. Monitor tanda vital, kadar glukosa darah,
dan EKG pasien. Jika terjadi aritmia pada EKG, kurangi laju
pemberian infus quinidine. Pemeriksaan yang harus dilakukan
terkait penggunaan obat, monitoring dalam penggunaan jangka
panjang, dan sebagainya.
5. Efek Samping : mual, muntah, diare, esophagitis, nyeri perut,
gangguan pernapasan, gatal, kemerahan, purpura
trombositopenia., hepatitis, telinga berdenging, pingsan,
vertigo, dema, rReaksi anafilaksis, pusing, delirium.
6. Efek Toksik : Nekrolisis epidermal toksik, gangguan
kelistrikan jantung berupa torsade de pointes.

 Procainamide https://www.sehatq.com/obat/procainamide
1. Indikasi : : Indikasi procainamide adalah sebagai obat aritmia dan kondisi
dimana detak jantung tidak normal.
2. Kontra Indikasi : Penggunaan obat tidak disarankan pada orang-orang
dengan sejumlah kondisi. Pasalnya, hal ini dapat menurunkan efektivitas
obat atau bahkan menimbulkan reaksi-reaksi yang bisa saja
membahayakan tubuh. Kondisi-kondisi yang dimaksud meliputi:
Hipersensitivitas kandungan obat, Gagal jantung, Hipotensi, Myasthenia
gravis, Digoxin toxicity Sementara itu, penggunaan obat harus mendapat
perhatian khusus apabila sedang hamil atau menyusui.
3. Interaksi Obat : Mengonsumsi obat procainamide dengan obat lain secara
bersamaan dapat menyebabkan beberapa interaksi, seperti:
- Dapat meningkatkan efek antihipertensi, antiaritmia lainnya,
antimuskarinik, dan obat penghambat neuromuskular serta
menghilangkan efek parasimpatomimetik obat-obatan tersebut
- Dapat meningkatkan konsentrasi plasma dan toksisitas procainamide
ketika digunakan dengan trimethoprim
- Dapat meningkatkan eliminasi obat bila digunakan dengan alkohol
4. Penggunaan Klinis : Penggunaan klinis yang perlu dilakukan saat
pemberian procainamide adalah dengan melakukan pemeriksaan EKG
karena apabila langsung diberikan procainamide ini dapat menyebabkan
seseorang mengalami pendarahan dan mudah terkena infeksi.
5. Efek Samping : Pingsan, iritasi kulit, gangguan saluran cerna, efek saraf
pusat, kejang, nyeri dada, detak jantung lambat atau cepat, henti jantung,
kelelahan yang tidak biasa, gangguan darah, psikosis gagal jantung.
hipotensi berat, angioedema.

b. Obat Kelas Ib
 Lidokain https://www.alodokter.com/lidocaine
1. Indikasi : Indikasi untuk penggunaan lidocaine meliputi:
- Anestesi topikal, infiltrasi, blok saraf, anestesi mata, epidural dan
intratekal, anestesi regional IV (IVRA)
- Pengobatan aritmia ventrikel yang serius (preparat IV), termasuk
fibrilasi ventrikel (VF) dan takikardia ventrikel (VT) yang terkait
dengan henti jantung
- Lidokain topikal telah terbukti meredakan neuralgia postherpetik
pada beberapa pasien, meskipun tidak ada cukup bukti penelitian
untuk merekomendasikannya sebagai pengobatan lini pertama.
(Khaliq dkk., 2007).
2. Kontra Indikasi : Kontra indikasi penggunaan lidocaine meliputi
- Blok jantung, derajat kedua atau ketiga (tanpa alat pacu jantung)
- Blok sinoatrial berat (tanpa alat pacu jantung)
- Reaksi obat merugikan yang serius terhadap lidokain atau anestesi
lokal amida.
- Pengobatan bersamaan dengan quinidine, flecainide, disopyramide,
procainamide (agen antiaritmia Kelas I)
- Penggunaan sebelumnya dari Amiodarone Hydrochloride
- Irama idioventrikular yang dipercepat.
3. Interaksi Obat :
- Peningkatan kadar lidocaine dalam darah jika digunakan dengan
cimetidine atau propranolol
- Peningkatan risiko terjadinya gangguan jantung jika digunakan
dengan obat golongan beta blocker, misalnya bisoprolol
- Peningkatan efek samping terhadap jantung jika digunakan dengan
phenytoin suntik
- Penurunan efektivitas lidocaine jika digunakan dengan diuretik loop,
acetazolamide, atau thiazide
4. Penggunaan Klinis : Pada pemberian lidocaine untuk aritmia
dimana lidocaine diberikan secara intravena, pengawasan tanda
vital dan elektrokardiogram harus dilakukan. Pemberian lidocaine
dihentikan jika ditemukan tanda-tanda penurunan konduksi
jantung, misalnya pemanjangan PR interval dan pelebaran
gelombang QRS.
5. Efek Samping : mual, muntah, atau konstipasi, pusing, kesemutan,
tremor, sakit kepala, hipotensi, iritasi kulit, kemerahan, atau
bengkak di area suntikan atau di kulit yang diolesi lidocaine
6. Efek Toksik : Kejang, gangguan irama jantung atau henti jantung,
nyeri sendi atau nyeri otot, methemoglobinemia yang ditandai
dengan sianosis, lelah, sesak napas, kulit mudah memar atau
berdarah, hipertermia

 Mexiletine https://idnmedis.com/mexiletine
1. Indikasi : Indikasi obat untuk pasien yang mengalami Gangguan
Jantung, Aritmia ventrikel, dan Neuropati Diabetik
2. Kontra Indikasi :Kontra Indikasi Mexiletine sebagai beikut :
Hipersensitif.
- Pasien dengan gangguan jantung serius.
- Pasien dengan syok kardiogenik.
- Pasien dengan Blok atrioventrikular tanpa alat pacu jantung.
3. Interaksi Obat :
- Aminoglutethimide: Mengurangi efektivitas Mexiletine.
- Carbamazepine: Mengurangi efektivitas Mexiletine.
- Phenobarbital: Mengurangi efektivitas Mexiletine.
- Rifampicin: Mengurangi efektivitas Mexiletine.
- Inhibitor CYP1A2: Meningkatkan efek Mexiletine.
- Antasida: Mengurangi efek samping Mexiletine pada
saluran pencernaan.
- Natrium Bikarbonat: Meningkatkan efek Mexiletine.
- Acetazolamide: Meningkatkan efek Mexiletine
- Analgesik Opioid: Mengurangi kecepatan penyerapan
Mexiletine.
4. Interaksi makanan :
- Makanan dapat mengurangi kecepatan penyerapan namun
tidak sampai batas penyerapan oral.
- Hindari perubahan pola makan yang mengubah pH urin. Hal
ini dapat meningkatkan atau menurunkan ekskresi
Mexiletine.
5. Penggunaan Klinis : Penggunaan mexiletine dilakukan dengan
pemeriksaan EKG dan pemeriksaan tanda-tanda vital.
6. Efek Samping : Perubahan nafsu makan., pusing., kehilangan koordinasi.,
kesemutan. sakit kepala. penglihatan kabur. kegugupan., kesulitan
berbicara., pembengkakan pada tangan, kaki, pergelangan kaki, atau kaki
bagian bawah, ruam.
7. Efek Serius : Detak jantung tidak teratur. nyeri dada., kelelahan
ekstrim., pendarahan atau memar yang tidak biasa., kekurangan
energi., sakit di bagian kanan atas perut., lulit dan mata menguning.,
gejala serupa flu.
8. Gejala Overdosis : Gejala: Kebingungan, sedasi, koma, kejang, henti
napas, henti sinus, blok AV, asistol, hipotensi, pusing, parestesia,
tremor, ataksia, gangguan saluran pencernaan. Interval QRS dan QT
yang berkepanjangan (overdosis masif).

 Tocainide https://idnmedis.com/tocainide
1. Indikasi : Indikasi untuk mengobati pasien dengan ketidakteraturan
serius dalam pola detak jantung
2. Kontra Indikasi : Hipersensitivitas thd obat tipe amida, blok AV
derajat 2 atau 3 tanpa alat pacu jantung, laktasi.
3. Interaksi Obat :
- Meningkatkan kadar teofilin serum.
- Simetidin, rifampisin, dan penginduksi enzim hati lainnya
menurunkan kadar plasma tocainide.
- Efek samping SSP aditif dengan lignokain
4. Penggunaan Klinis :
5. Efek Samping : Pusing atau pusing, kehilangan selera makan, mual,
penglihatan kabur, kebingungan sakit kepala, legugupan, mati rasa atau
kesemutan pada jari tangan dan kaki, ruam kulit, berkeringat, muntah
6. Gejala Overdosis : Kejang, blok jantung lengkap dan asistol.

c. Obat Kelas Ic
 Flecainide https://idnmedis.com/flecainide
1. Indikasi : Indikasi Obat untuk pasien dengan gangguan irama jantung,
seperti Ventricular Tachycardia, Fibrilasi Atrium, Takikardia
Supraventrikular, Atrial Flutter
2. Kontra Indikasi : Blok AV derajat 2 atau 3 yang sudah ada
sebelumnya tanpa alat pacu jantung, blok cabang berkas kanan terkait
dengan hemiblock kiri tanpa alat pacu jantung, syok kardiogenik, gagal
jantung, riwayat MI, sindrom Brugada yang diketahui.
3. Interaksi Obat :
- Peningkatan insiden aritmia jantung dengan antiaritmia atau
obat aritmogenik lain.
- Efek inotropik negatif aditif dengan antiaritmia Kelas II.
- Peningkatan konsentrasi plasma dengan amiodaron,
simetidin kuinidin, dan ritonavir.
- Dengan hipokalemia dapat menyebabkan diuretik,
kortikosteroid, dan laksatif.
4. Interaksi Makanan : Penyerapan menurun dengan pemberian susu.
5. Penggunaan Klinis : Penggunaan klinis flecainide dapat dilakukan dengan
pemantauan tekanan darah, pemeriksaan EKG.
6. Efek Samping : Serangan jantung, Mual, Sakit kepala, Sulit dalam
bernafas

 Propafenone
1. Indikasi : Indikasi obat untuk pasien yang mengalami gangguan
Aritmia Supraventrikular, Aritmia Ventrikel, Fibrilasi Atrium
2. Kontra Indikasi :
- Penyakit jantung struktural yang signifikan
- Serangan jantung dalam 3 bulan terakhir
- Gagal jantung kongestif yang tidak terkontrol dengan LVEF
di bawah 35%, syok kardiogenik (kecuali jika disebabkan
oleh aritmia)
- Bradikardia dengan gejala berat
- Hipotensi akut
- Sindrom Brugada
- Ketidakseimbangan elektrolit yang ditandai (misalnya
gangguan metabolisme kalium, hipomagnesemia)
- Miastenia gravis
- Gangguan bronkospastik atau penyakit paru obstruktif berat
- Disfungsi sinus node
- Defek konduksi atrium
- Blok atrioventrikular (AV) derajat 2 atau lebih
- Block bundle branch atau blok distal tanpa adanya alat pacu
jantung.
- Penggunaan bersama dengan ritonavir.
3. Interaksi Obat :
- Peningkatan kadar plasma dengan inhibitor CYP2D6,
CYP3A4 dan CYP1A2 (misalnya fluoxetine, paroxetine,
sertraline, quinidine; ketoconazole, cimetidine, eritromisin,
saquinavir, amiodarone, nikotin).
- Peningkatan risiko efek samping lidokain.
- Peningkatan risiko kelainan konduksi dan repolarisasi
dengan amiodarone.
- Dapat menurunkan kadar plasma dengan penginduksi
CYP3A4 (misalnya fenobarbital, rifampisin).
- Peningkatan risiko aritmia bila digunakan dengan obat
antiaritmia/aritmogenik.
- Peningkatan konsentrasi plasma antikoagulan oral (misalnya
warfarin, fenprocoumon), propranolol, metoprolol,
desipramine, ciclosporin, teofilin, digoksin, venlafaxine.
- Penyerapan dapat dikurangi dengan orlistat.
- Berpotensial fatal: meningkatkan konsentrasi plasma dengan
ritonavir.
4. Interaksi Makanan :
- Peningkatan kadar plasma dengan jus grapefruit.
- Dapat meningkatkan kadar plasma dan ketersediaan hayati
dengan makanan (dosis tunggal).
5. Penggunaan Klinis : Penggunaan klinis propafenone adalah dengan
pemeriksaan EKG di Rumah Sakit sebelum pemberian obat.
6. Efek Samping : Nyeri dada, Detak jantung cepat, tidak teratur, atau
lambat, Pusing atau pingsan, Sesak napas, Pembengkakan pada kaki atau
tungkai bawah, Penambahan berat badan
7. Gejala Overdosis :
- Efek miokard: Perpanjangan PQ, pelebaran QRS, penekanan
otomatisasi nodus sinus, blok AV, takikardia ventrikel,
flutter atau fibrilasi, dan hipotensi yang dapat menyebabkan
syok kardiovaskular.
- Efek non-jantung: Sakit kepala, pusing, penglihatan kabur,
tremor, mulut kering, mual, sembelit.
- Dalam kasus yang parah, kejang klonik-tonik, paresthesia,
mengantuk, koma, pernapasan dapat terjadi.

2. Penggolongan Obat Kelas II

 Acebutolol
1. Indikasi :
- Acebutolol hidroklorida digunakan untuk mengobati
hipertensi pada orang dewasa. Obat ini dapat digunakan
secara tunggal atau dalam kombinasi dengan obat
antihipertensi lain, terutama diuretic
- Acebutolol juga digunakan untuk mengobati aritmia jantung
baik ventrikel maupun atrial. Bisa diguankan untuk infark
miokard akut pada pasien berisiko tinggi
2. Kontra Indikasi : Pemberian Acebutolol dikontraindikasikan pada
kondisi-kondisi berikut ini:
- Jangan digunakan untuk penderita yang mengalami reaksi
hipersensitivitas terhadap acebutolol atau obat golongan beta blocker
lainnya
- Tidak boleh digunakan untuk penderita hipotensi (tekanan darah
rendah), brakikardia persisten berat, blok AV dari derajat 2 dan 3,
syok kardiogenik, gagal jantung yang tidak terkendali (overt cardiac
failure), sindrom sinus, asidosis metabolik, penyakit peredaran darah
perifer berat, feokromositoma yang tidak diobati
- Obat-obat golongan beta blocker sebaiknya tidak diberikan kepada
pasien dengan riwayat asma atau bronkospasme
- Karena memiliki sifat intrinsic sympathomimetic activity (ISA),
sebaiknya tidak digunakan untuk angina baik stabil atau tidak stabil.
3. Interaksi Obat :
- Menimbulkan efek adiktif dengan reserpine
- Bersifat antagonis dengan efek stimulasi β-adrenergik dari agen
simpatomimetik
- Menimbulkan efek adiktif negatif pada konduksi nodus SA atau AV
dengan glikosida kardiak, bloker channel Ca nondihidropiridin
- Pengaruh hipotensif menurun dengan NSAID
- Acebutolol dan alkohol berpotensi menimbulkan efek adiktif dalam
menurunkan tekanan darah
- Penggunaan bersamaan dengan multivitamin yang mengandung mineral
dapat menurunkan pengaruh obat. Sebaiknya pemakaian tidak bersamaan,
setidaknya berselang 2 jam.
- Beta bloker berpotensi mengubah sifat serum lipid; meningkatkan serum
kolesterol VLDL dan LDL serta trigliserida, menurunkan kolestrol HDL.
4. Penggunaan Klinis : Penggunaan klinis acebutolol adalah dapat dilakukan
dengan pemantauan tekanan darah, pemeriksaan EKG, atau pemeriksaan
tanda-tanda vital.
5. Efek Samping : Sakit kepala atau pusing, Mual, sakit perut, diare, atau
sembelit, Lelah yang tidak biasa, Nyeri otot, Insomnia
6.

 Propranolol
1. Indikasi: Propranolol hanya diindikasikan untuk hipertensi disertai
gagal jantung kongestif atau riwayat infark miokard akut dengan dosis
inisial 40-80 mg, 2 kali sehari per oral.
2. Kontra indikasi: Pemberian Propranolol dikontraindikasikan pada
kondisi-kondisi berikut ini:
• Penderita asma bronkial dan penyakit paru obstruktif menahun
yang lain
• Penderita asidosis metabolik (diabetes militus)
• Penderita dengan payah jantung termasuk payah jantung
terkompensasi dan yang cadangan kapasitas jantung kecil
• Kardiogenik syok
• Bila ada “atrio-ventricular (A-V) blok” derajat 2 dan 3
3. Interaksi obat: nteraksi obat Propranolol antara lain:
• Aluminium hidrosida gel mengurangi absorpsi Propranolol
didalam usus
• Etanol memperlambat absorpsi Propranolol
• Fenitoin, fenobarbital dan rifampulin mempercepat klirens
Propranolol
• Bila diberikan bersama klorpromazin akan menaikkan kadar kedua
obat tersebut didalam plasma
• Klirens antipirin, lidokain dan teofilin akan berkurang bila
diberikan bersama dengan Propranolol
• Simetidin akan mengurangi metabolisme Propranolol di dalam
hati, memperlambat eliminasi dan meningkatkan kadar di dalam plasma.
4. Penggunaan klinis: Penggunaan klinis pemberian propranolol yang
harus dilakukan adalah monitor EKG, denyut jantung, tekanan darah, dan
tanda penyakit jantung iskemik. Pada pasien dengan hipertensi,
pemeriksaan laboratorium umumnya ditemukan peningkatan serum
transaminase, alkalin fosfatase, dan kalium. Pada gagal jantung,
penggunaan propranolol berhubungan dengan peningkatan BUN (blood
urea nitrogen).
5. Efek samping: Efek samping Propranolol yang mungkin terjadi
adalah:
• Kardiovascular: bradikardia, gagal jantung kongestif, blokade A-V,
hipotensi, tangan terasa dingin, trombositopenia, purpura, insufisiensi
arterial
• Susunan saraf pusat: rasa kapsul ai, lemah dan lesu (paling sering),
depresi mental/insomnia, sakit kepala, gangguan visual, halusinasi
• Gastrointesnial: mual, muntah, mulas, epigastric distress, diare,
konstipasi ischemic colitis, flatulen
• Pernafasan: bronkospasme
• Hematologik: diskarasia darah (trombositopenia, agranulositosis)
 Esmolol
1. Indikasi : Indikasi propranolol adalah untuk hipertensi, angina,
aritmia, infark miokard, dan migraine.
2. Kontra Indikasi : Kontra indikasi esmolol adalah untuk asidosis
metabolic, sinus bradikardia, syok kardiogenik, gagal jantung.
3. Interaksi Obat :
• Dapat meningkatkan kadar serum digoxin.
• Meninmbulkan efek adiktif jika menggunakan penipisan
katekolamin, seperti reserpin.
• Dapat meningkatkan kadar serum dengan penggunaan morfin atau
warfarin.
• Dapat mengurangi efek hipotensi dengan penggunaan NSAID
(obat yang digunakan untuk mengurangi peradangan).
4. Penggunaan klinis: Penggunaan klinis esmolol dilakukan dengan
memeriksa tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut jantung) dapat terus
dimonitor dan situasi darurat dapat segera ditangani.
5. Efek samping: Mual, penglihatan kabur, merasa pusing saat berpindah
dari tidur menjadi duduk ataupun sebaliknya, keringat menjadi bertambah
banyak.

 Atenolol
1. Indikasi :
2. Kontra Indikasi :
3. Interaksi Obat :
4. Penggunaan Klinis :
5. Efek Samping :

3. Penggolongan Obat Kelas III

 Amiodarone

1. Indikasi: Indikasi utama amiodarone adalah aritmia ventrikel pada pasien

dewasa, misalnya pada pulseless ventricular tachycardia atau fibrilasi ventrikel

yang tidak responsif dengan kompresi jantung. Aritmia ventrikular yang dapat

ditangani dengan pemberian amiodarone adalah pulseless ventricular

tachycardia atau fibrilasi ventrikel yang tidak responsif, ventricular

tachycardia stabil monomorfik, ventricular tachycardia polimorfik dengan

interval QT normal, dan pencegahan aritmia ventrikel.


2. Kontra indikasi: Kontraindikasi amiodarone di antaranya adalah blok SA dan

sinus bradikardia. Peringatan untuk menggunakan amiodarone hanya pada

aritmia yang mengancam jiwa karena risiko efek sampingnya yang cukup

fatal.

3. Interaksi obat: da beberapa efek interaksi antarobat yang mungkin terjadi jika

amiodarone digunakan dengan obat-obatan tertentu, di antaranya:

 Meningkatan risiko terjadinya gangguan irama jantung yang

berbahaya, seperti pemanjangan interval QT, jika digunakan dengan

furosemide, adenosin, amitriptyline, amphotericin B, amoxapine,

astemizole, klorokuin, obat antipsikotik, litium, asam trikloroasetat,

halofantrine, atau terfenadine

 Meningkatkan risiko terjadinya sunburn jika digunakan dengan asam

aminolevulinik

 Menurunkan kadar amiodarone dan menurunkan efektivitasnya jika

digunakan dengan carbamazepine atau dexamethasone

 Meningkatkan kadar ciclosporin, clonazepam, digoxin, phenytoin,

procainamide, simvastatin, colchicine, atau warfarin di dalam darah

 Meningkatkan risiko terjadinya bradikardia jika digunakan dengan

obat penghambat beta, antiaritmia lain, atau antagonis kalsium

4. Penggunaan klinis: Penggunaan klinis pada konsumsi amiodarone sebagian

direkomendasikan untuk dikerjakan secara rutin, dan ada juga yang hanya

dikerjakan bila ada keluhan. Pemeriksaan juga sebaiknya telah dikerjakan

sebelum inisiasi terapi agar diketahui nilai baseline. Pengawasan klinis ini

bertujuan untuk memantau risiko efek samping amiodarone dan penyesuaian

dosis obat. Penyesuaian dosis juga harus mempertimbangkan respon terapi.


5. Efek samping: Mual, konstipasi, pusing, nafsu makan hilang, gemetar atau

lelah yang tidak biasa, demam, hipotensi (tekanan darah rendah), penglihatan

kabur, gangguan pencernaan.

 Dofetilide

1. Indikasi: Indikasi dofetilide adalah untuk mengobati beberapa jenis gangguan

detak jantung tidak teratur yang serius (mungkin fatal seperti atrial

fibrillation/flutter). Obat ini digunakan untuk mengembalikan irama jantung

yang normal dan mempertahankan detak jantung yang teratur.

2. Kontra indikasi: Kontra indikasi dofetilide adalah adanya Sindrom QT

kongenital atau didapat, baseline QT atau interval QTc> 440 milidetik (> 500

milidetik pada pasien dengan kelainan konduksi ventrikel). Gangguan ginjal

berat (CrCl <20 mL / menit). Penggunaan verapamil, inhibitor sistem

transportasi kation dan hydrochlorothiazide secara bersamaan.

3. Interaksi obat: Ada beberapa kondisi jika dofetilide digunakan secara

bersamaan dengan obat lain yaitu:

 Peningkatan konsentrasi plasma bila digunakan bersama obat yang

disekresikan oleh transpor kationik tubulus ginjal (misalnya amilorida,

metformin, triamteren).

 Peningkatan risiko toksisitas bila digunakan bersama agen

pemanjangan QT (misalnya antiaritmia kelas I / III, bepridil, cisapride,

fenotiazin, TCA, fluoroquinolon tertentu dan makrolida oral).

 Peningkatan risiko torsade de pointes jika digunakan bersama

hidroklorotiazid (tanpa triamterene), verapamil, dan penghambat


transpor kation ginjal (misalnya simetidin, dolutegravir, trimetoprim,

ketokonazol, proklorperazin, megestrol).

4. Penggunaan klinis: Penggunaan klinis obat harus sesuai dengan dosis yang

diberikan. Penggunaan obat yang tidak sesuai dapat menurunkan efektivitas

obat bahkan berujung pada reaksi tubuh yang bisa saja mengbahayakan

nyawa.

5. Efek samping: Sakit kepala, kepala pusing, nyeri dada, infeksi saluran

pernapasan, maag, mual, insomnia, diare, ruam, nyeri punggung.

4. Penggolongan Obat Kelas IV

 Verapamil

1. Indikasi: Indikasi verapamil adalah obat untuk mencegah serangan jantung

pada penderita yang sebelumnya pernah terkena serangan jantung. Verapamil

dapat digunakan pada aritmia supraventricular, hipertensi, angina pektoris dan

profilaksis sekunder infark miokard akut.

2. Kontra indikasi: Kontra indikasi verapamil adalah Syok kardiogenik, hipotensi

(tekanan sistolik <90 mmHg), bradikardia nyata, gagal jantung tanpa

kompensasi, blok AV derajat 2 atau 3 (kecuali alat pacu jantung dipasang),

sindrom sakit-sinus, disfungsi ventrikel berat, atrial flutter atau atrial

fibrillation dan aksesori saluran bypass (misalnya sindrom Wolff-Parkinson-

White, Lown-Ganong-Levine).

3. Interaksi obat:

 Dapat meningkatkan kadar plasma dengan penghambat CYP3A4

(misalnya eritromisin, ritonavir), simetidin.


 Dapat menurunkan kadar plasma dengan penginduksi CYP3A4

(misalnya rifampisin), fenobarbital, sulfinpyrazone.

 Peningkatan risiko perdarahan dengan aspirin.

 Dapat meningkatkan efek bradikardik dan hipotensi dengan

telitromisin.

 Peningkatan efek pemblokiran AV dengan klonidin.

 Dapat meningkatkan kadar plasma glikosida jantung (misalnya

digoksin, digitoksin), penyekat β (misalnya propranolol, metoprolol),

penyekat α (misalnya terazosin, prazosin), imunosupresan (misalnya

sirolimus, siklosporin, tacrolimus, everolimus), agen penurun lipid

(misalnya lovastatin, simvastatin, atorvastatin), colchicines, quinidine,

carbamazepine, imipramine, glibenclamide, doxorubicin, midazolam,

buspirone, almotriptan, theophylline.

 Dapat meningkatkan efek hipotensi dengan diuretik, antihipertensi,

vasodilator.

4. Penggunaan klinis: Pengawasan klinis yang perlu dilakukan secara periodik

pada konsumsi verapamil adalah :

 Tekanan darah. Karena efek antihipertensi verapamil, waspadai adanya

hipotensi.

 Irama dan frekuensi nadi. Karena verapamil dapat menurunkan denyut

jantung, waspadai adanya bradiaritmia

 Frekuensi napas dipantau terutama pada pasien dengan gangguan

transmisi neuromuscular

 Adanya perdarahan, misalnya pada konsumsi verapamil dengan aspirin

bersamaan
 Laboratorium fungsi hati seperti SGOT/SGPT dan alkaline

phosphatase, karena verapamil dimetabolisme di hepar

 Elektrokardiogram. Pantau irama, heart rate, dan interval PR, terutama

pada pasien gangguan hati atau ginjal karena gangguan metabolisme

dan klirens verapamil dapat menyebabkan overdosis yang ditandai

dengan pemanjangan interval PR. Verapamil juga memiliki sifat

proaritmia, sehingga jika diberikan secara intravena dalam

penatalaksanaan aritmia, tetap harus dimonitor dengan EKG secara

kontinyu.

5. Efek samping: Konstipasi (kondisi sulit buang air besar). Mual, muntah,

pusing, sakit kepala, hipotensi, bengkak pada kaki, sesak napas, cepat lelah,

kulit kemerahan.

 Diltiazem

Indikasi: Indikasi diltiazem untuk penatalaksanaan hipertensi, angina pektoris,

dan aritmia. Penyesuaian dosis perlu dilakukan pada penderita gangguan hepar

berdasarkan respons klinis.

2. Kontra indikasi: Kontraindikasi diltiazem di antaranya pada sick sinus

syndrome tanpa penggunaan alat pacu jantung dan pada infark miokard

akut. Penderita yang hipersensitif terhadap diltiazem. Wanita hamil,

wanita yang diduga usia subur.

3. Interaksi obat:

 Dengan preparat digoxin : dapatmenaikkan tingkat plasma digoxin.


 Dengan obat penghambat beta : dapat terjadi bradikardia, sinus berat,

hipotensi, gagal jantung kongestif dan meningkatkan resiko

penghambat AV.

 Obat antihipertensi; dapat meningkatkan efek obat antihipertensi.

 Carbamazepine : dapat menaikkan tingkat plasma carba maze pine

yang, menyebabkan timbulnya gejala-gejala toksik oieh

carbamazepine.

 Anestetik : dapat terjadi potensiasi penurunan kontraktilitas,

konduktifitas dan otomatisitas jantung seperti dilatasi vaskuler

4. Penggunaan klinis: Penggunaan klinis diltiazem dapat dilakukan meliputi

pemantauan tekanan darah, laju denyut jantung, EKG, serta pemeriksaan

laboratorium terkait fungsi hepar dan ginjal serta kadar gula darah. Pemantauan

fungsi hepar dan ginjal dilakukan terutama pada pasien dengan riwayat gangguan

fungsi kedua organ tersebut.

5. Efek samping: Kadang-kadang menaikkan tingkat GOT, GPT dan fosfatase

alkalin. Hipersensitif yaitu erupsi, eritema multiforme (dalam kasus demikian

pengobatan harus dihentikan).

Anda mungkin juga menyukai