1. Deskripsikan kawasan
Pulau Panjang merupakan pulau kecil yang terletak di Teluk Banten, yang secara
administratif, berada di wilayah Kecamatan Bojonegara, Kabupaten Serang, Banten. Pulau
Panjang berada pada koordinat 6° 25’ 18” – 6° 28’ 12” LS dan 106° 22’ 9” – 106° 25’ 36” BT.
Pulau Panjang merupakan pulau yang berpenduduk dengan luas wilayah 820 Ha, memiliki
topografi yang landai, dan ditumbuhi mangrove pada sekeliling pulaunya. Pulau Panjang
sangat dekat dengan wilayah perkotaan terutama wilayah industri di Provinsi Banten. Akses
ke Pulau Panjang cukup mudah, sarana dan prasarana juga sudah cukup lengkap.
Berdasarkan data dari BPS dan BAPPEDA Kab. Serang Tahun 2012, jumlah penduduk
Pulau Panjang sekitar 2800 orang. Mata pencaharian utama penduduk Pulau Panjang yaitu
nelayan, pembudidaya rumput laut, dan pengolah hasil perikanan lainnya seperti pengolahan
ikan asin.
DKP Kabupaten Serang 2002 menyatakan bahwa formasi geologi Pulau Panjang terbentuk
dari batuan kapur karang, pasir dan sedimen yang berasal dari Pulau Jawa dan Laut Jawa.
Tanah di daratan pulau berupa pasir koral yang berasal dari pelapukan koral dengan ketebalan
<1m. Keadaan topografi Pulau Panjang sebagian besar merupakan daratan rendah dengan
tingkat kelerengan 0-15%dan ketinggian 0-2 mdpl. Pola penggunaan lahan secara umum yaitu
perkebunan kelapa, pemukiman, hutan rawa, semak belukar dan lahan kosong. Kondisi
tanahnya tidak teralu subur dan masih banyak terdapat semak belukar merambat di daerah
pedalamannya. Berdasarkan peta sedimen permukaan dasar laut yang dikeluarkan oleh P3GL,
daerah sekitar Pulau Panjang banyak mengandung lanau. Berdasarkan hasil studi di tahun 2015
komponen yang tersebar merata di bagian timur dan barat pulau adalah satuan lanau yang
mempunyai penyebaran dominan yakni menempati lebih dari 50%. Sisanya adalah satuan pasir
lanauan dan satuan lempung pasiran yang tidak lebih dari 50% dari luas wilayah studi (RZWP-
3- K Provinsi Banten 2015).
Pulau Panjang memiliki iklim tropika panas yang di pengaruhi oleh angin monsoon. Data
DKP Kabupaten Serang (2002) menyebutkan bahwa rentang suhu di Pulau Panjang berkisar
antara 21,6oC – 32oC (rata-rata suhu 27oC), kelembapan udara relative 60%, dan curah hujan
tahunan sebesar 1700 mm/ tahun dengan bulan Januari yang merupakan bulan terbasah di
Pulau Panjang. Perairan Pulau Panjang di bagian barat, timur dan selatan yang berbatasan
dengan daratan utama Pulau Jawa memiliki kedalaman yang relatif dangkal yaitu kurang dari
10 meter dan wilayah ini diperuntukan sebagai kawasan budidaya peraian. Sedangkan pada
bagian utara yang 12 berbatasan dengan Laut Jawa memiliki kedalaman perairan yang lebih
bervariasi yaitu lebih dari 12 meter. tipe pasutnya adalah campuran condong harian ganda
dengan nilai tunggang pasut 0.86 m. Berdasarkan Hidro Oseanografi TNI AL, 1996 (Maulana
1997 dalam Sumampau, 2000), kecepatan maksimum arus laut menjelang surut adalah 0,86
knot dengan arah 330° (ke arah Laut Jawa) dan pada saat menjelang pasang adalah 0,60 knot
dengan arah 160° ke arah pantai Teluk Banten. Rata- rata tinggi gelombang di perairan ini
adalah 0,106 – 2,751 meter (Maulana, 1997 dalam Sumampau, 2000).
a. Keanekaragaman Hayati
Pulau Panjang memiliki keanekaragaman jenis Bivalvia (H’) berkisar antara 0.45-
1.59, nilai keseragaman (E) berkisar antara 0.10-0.48, nilai dominansi (C) berkisar antara
0.24-0.78, dan nilai kemiripan jenis berkisar antara 0.18-0.50. Gafrarium divaricatum
memiliki nilai kegemukan (%Obesitas) bervariasi antara 43.60% dan 66.28%, sedangkan
tinggi relatif bervariasi antara 80.66% dan 93.49%. Perna viridis memiliki nilai
kegemukan (%Obesitas) bervariasi antara 19.09% dan 38.67%, sedangkan tinggi relatif
bervariasi antara 38.17% dan 71.60%. Pulau Panjang memiliki kepadatan Bivalvia tertinggi
pada spesies P. viridis yaitu sebanyak 9.9 ind/m2, sedangkan indeks similaritas memiliki
nilai sebesar 0.50. Pulau Panjang memiliki nilai keanekaragaman (H’) yang rendah,
yaitu kurang dari 3.32 yang berarti jumlah spesies yang menempati daerah tersebut tidak
banyak. Sementara itu, Indeks keseragaman Pulau Panjang termasuk sedanghingga rendah.
Semakin kecil nilai keseragaman mengindikasikan adanya dominansi yang
menyebabkan penyebaran jenis tidak merata. Spesies yang mendominasi adalah P.
viridis. Adanya dominansi menunjukkan kondisi lingkungan di wilayah tersebut sangat
menguntungkan dalam mendukung pertumbuhan populasi (P. viridis).
Jenis mangrove yang paling banyak ditemukan di pulau Panjang adalah Rhizophora
apiculata, hal ini terlihat melalui jumlah tegakan vegetasi mangrove yaitu sebanyak 363
tegakan pohon merupakan jenis Rhizophora apiculate dari 434 total tegakan pohon mangrove.
Berdasarkan data,ekosistem mangrove di Pulau Panjang memiliki indeks nilai penting sebesar
7.96-230%. Adapun kerapatan totalnya adalah sebesar 22.778 individu/ha.
Jenis lamun yang ditemukan di Pulau Panjang yaitu Enhalus acoroides dan Thalassia
hemprichii dengan nilai tutupan di Pulau Panjang yaitu 11,55–12,5%. Kondisi ekosistem
padang lamun di Pulau Panjang masuk dalam kategori rusak yaitu nilai penutupan lamun ≤
29,9%.
b. Kealamiahan
Nilai kealamiah suatu area dari ancaman ekosistem baik secara alami dan buatan, ataupun
campur tangan manusia dalam membantu kelestarian. Luas area dapat diperoleh dari
pengukuran citra satelit. Luas Keseluruhan Pulau Panjang adalah 8,2 km2 yang terdiri dari
ekosistem mangrove sebesar 267.660 m2, 1.108.370 m2 karang hidup, 151.350 m2 karang
mati, dan ekosistem lamun seluas 111.970 m2(Sumber: Database KP, 2012)
Am = 0,02 km2
An = 1,37 km2
Am
Or = (1 − ( )) ∗ 100%
An
0,02
Or = (1 − ( )) ∗ 100%
1,37
Or = %90
Kealamiahan dari Pulau Panjang termasuk dalam kategori alami.
c. Keterwakilan
Pulau Panjang memiliki ekosistem Lamun, terumbu karang, dan mangrove alami.
Ekosistem lamun juga ditemukan pada Pulau di sekitarnya seperti Pulau Tunda, dan tertinggi
di Pulau Kalih. Ekosistem terumbu karang ditemukan di Pulau Tunda dengan tutupan mencapai
62% dan Pulau Pamujangan Kecil (Subhan et al. 2016). Dari ketiga ekosistem tersebut
merupakan ekosistem alami. Dengan perhitungan keterwakilan termasuk dalam kategori
terwakili
3
Pr = ( ) ∗ 100% = 100%
3
d. Keunikan
Berdasarkan hasil penelitian (Citra Satrya et al, 2012), 5 dari 12 jenis lamun di Inonesia
ada di Pulau Panjang, Teluk Banten. Teluk Banten sendiri, memiliki kekayaan sumber daya
hayati dan non-hayati yang beragam. Sumber daya hayati seperti, ekosistem mangrove,
ekosistem lamun, ekosistem terumbu karang, komunitas burung migrasi (cagar alam Pulau
Dua), mamalia laut (duyung dan pesut), ikan karang dan biota laut lainnya. Karena masih
terdapat di beberapa daerah dalam satu wilayah biogeografi yang sama maka termasuk kategori
cukup unik dan memiliki nilai 2.
e. Daerah ruaya
Pulau Panjang merupakan jalur ruaya bagi ikan sidat.Hal ini karena lokasinya yang
termasuk dalam wilayah Teluk Banten. Ikan sidat kemudian menuju sungai sungai di daerah
Banten. Siklus hidup sidat sangat kompleks, salah satu tahapan yang menarik adalah
perpindahan antara leptocephalus yang hidup di laut menjadi glass eel yang beruaya/bermigrasi
memasuki perairan tawar (Davey & Jellyman, 2005). Pulau ini juga menjadi tempat ruaya bagi
mamalia laut seperti duyung yang hidup di lamun, begitupula dengan pesut yang seringkali
ditemukan nelayan. Pulau Panjang memiliki kategori daerah ruaya termasuk memiliki nilai 3
karena cukup banyak jenis ikan atau mamalia yang beruaya.
g. Ikan dilindungi
Biota Laut dilindungi di Pulau Panjang adalah Kima, Penyu, Kerang Susu Bundar, dan
Lumba-lumba (LPSPL Banten). Perlindungan Penyu sendiri diatur dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomer 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Dengan
ini, maka Pulau Panjang memiliki nilai 3 karena memiliki lebih dari satu ikan dan biota laut
lain yang dilindungi.
l. Keunikan budaya
Dalam kesehariannya, masyarakat Pulau Panjang menggunakan Bahasa Sunda-Banten,
Sunda, Bugis, dan Batak. Hal ini karena masyarakatnya yang berasal dari luar daeerah atau
pendatang. Tidak terdapat atraksi budaya yang rutin di pulau ini, namun ada kegiatan ziarah
karena ada salah satu makam bangsawan Kesultanan Banten yaitu Sultan Maulana Mahmud
Zakaria. Pulau Panjang memiliki nilai 2 dari aspek keunikan budaya karena memang terdapat
atraksi budaya, namun bukan rutinitas masyarakat setempat.
n. Daerah pengasuhan
Pulau Panjang memiliki ekosistem lamun, terumbu karang, dan mangrove. Ekosistem
lamun, terumbu karang dan mangrove merupakan daerah pengasuhan bagi ikan – ikan kecil.
Dalam aspek ini Pulau Panjang memiliki nilai 3 karena terdapat 3 daerah nursery ground.
q. Lingkup Kawasan
Pulau Panjang merupakan bagian dari pulau pulau kecil atau bukan bagian dari daratan
utama.
3. Menurut anda termasuk jenis konservasi apa kawasan tersebut dan berikan
alasannya
Jawab:
Berdasarkan analisis yang saya lakukan menurut saya kawasan ini efektif bila dijadikan
sebagai taman nasional. Hal ini karena mempertimbangkan Pulau Panjang memiliki nilai
alamiah yang khas pada skala nasional, regional, maupun global. Pulau Panjang memiliki
luasan yang besar untuk menampung pengunjung tanpa merubah keaslian kawasan. Kondisi
lingkungan di sekitarnya juga mendukung upaya pengembangan pariwisata alam perairan,
perikanan berkelanjutan, penangkapan ikan tradisional, dan pembudidayaan ikan yang ramah
lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Soejarwo PA, Fitriyanny WP. 2016. Pengelolaan Budidaya Rumput Laut Berkelanjutan Untuk
Masyarakat Pesisir Pulau Panjang Serang, Banten. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi. 6(2) : 123-
134.
Harjuna RA, Riniatsih I, Suryono CA. 2020. Kondisi Padang Lamun di Pulau Panjang dan Pulau
Lima, Banten. Journal of Tropical Marine Science. 3(2):89-93.
Saputra A, Permana DD, Cahyo FD, Arif, Wijonarko EA. 2021. Transplantasi Terumbu Karang
Acropora Spp, untuk Rehabilitasi Terumbu Karang di Pulau Panjang, Teluk Banten. Jurnal
Kelautan dan Perikanan Terapan. 4 (2) : 105-115.
Ardelia, V., Vitner, Y., & Boer, M. 2016. Biologi Reproduksi Ikan Tongkol Euthynnus Affinis Di
Perairan Selat Sunda. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan Tropis, 8 (2), 689-700,.
Ernaningsih, D., Simbolon, D., Wiyono, E. S., & Purbayanto, A. 2013. Komoditi Unggulan
Perikanan Tangkap Di Teluk Banten ( Leading Commodity Of Capture Fisheries In Banten Bay.
Buletin PSP, 20(2), 181–192.
Al Ghiffary, G. A. A. D., Rahardjo, M. F., Zahid, A., Simanjuntak, C. P. H., Asriansyah, A., &
Aditriawan, R. M. 2018. Komposisi Dan Luas Relung Makanan Ikan Belanak Chelon Subviridis
(Valenciennes, 1836) Dan Moolgarda Engeli (Bleeker, 1858) Di Teluk Pabean, Kabupaten
Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Jurnal Iktiologi Indonesia, 18(1), 41.
Https://Doi.Org/10.32491/Jii.V18i1.373
*PENENTUAN JENIS KAWASAN KONSERVASI DAPAT DILAKUKAN
DENGAN BANTUAN FILE BRIKUT ipb.link/excel-kawasan-konservasi.
Cukup edit bagian kolom berwarna hitam dengan bobot nilai per kriteria
yang kalian dapat melalui studi literatur.
PEMBAGIAN KAWASAN