Anda di halaman 1dari 11

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Vol. 4 No. 1, Juni 2020, hlm. 01-11

PENDIDIKAN HADITS DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DINI


MASA KANAK-KANAK

Muhammad Hambal
abu.hana.tsania@gmail.com

Abstrak
Anak usia dini merupakan masa yang sangat cemerlang dalam proses pembentukan karakter, karena usia dini

merupakan masa dimana anak menyerap banyak ilmu untuk diterapkan di masa depan. Kita melihat karakter anak

bangsa di era sekarang ini, istilah “Anak Jaman Sekarang” sangat dikenal di masyarakat. Diteliti asal usul istilah

tersebut karena perilaku anak zaman sekarang yang jauh dari perilaku anak seharusnya. Memang tidak semua

perilaku anak “Kids Zaman Now” berimplikasi negatif, jika dilihat dari kaca mata seni mereka memiliki nilai kreatifitas

dan mental yang baik. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang objek utamanya

adalah buku-buku atau sumber literatur lainnya. Artinya, data dicari dan ditemukan melalui kajian pustaka dari

buku-buku yang relevan dengan pembahasan. Untuk mengatasi kejadian tersebut peran pendidikan Islam atau

penanaman nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari dapat menjadi salah satu alternatif dalam membentuk

karakter. Pendidikan karakter adalah penjagaan nilai-nilai hakiki dengan pembelajaran dan pendampingan agar

peserta didik sebagai individu mampu memahami, menghayati, dan mengintegrasikan nilai-nilai yang menjadi nilai

inti ke dalam kepribadiannya. Salah satu cabang Islam yang dapat diajarkan adalah Hadits. Tujuan pengajaran

hadits pada anak usia dini adalah untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian dan karakter yang baik. dan

mengintegrasikan nilai-nilai yang menjadi nilai inti ke dalam kepribadian mereka. Salah satu cabang Islam yang

dapat diajarkan adalah Hadits. Tujuan pengajaran hadits pada anak usia dini adalah untuk membentuk dan

mengembangkan kepribadian dan karakter yang baik. dan mengintegrasikan nilai-nilai yang menjadi nilai inti ke

dalam kepribadian mereka. Salah satu cabang Islam yang dapat diajarkan adalah Hadits. Tujuan pengajaran hadits

pada anak usia dini adalah untuk membentuk dan mengembangkan kepribadian dan karakter yang baik.

Kata kunci:Anak Usia Dini, Pembentukan Karakter, Hadits,

A. PENDAHULUAN
Kajian Islam merupakan salah satu bidang ilmu yang sangat penting untuk dipelajari juga diterapkan
dalam kehidupan. Salah satu cabang ilmunya adalah Ilmu Hadits, yaitu ilmu yang mempelajari tentang qoul,
fi'il, dan taqrir Nabi Muhammad semasa hidupnya dan menjadi salah satu pedoman ummat Islam dalam
kehidupan beragama. Sebagai pedoman hidup hadits memiliki nilai yang sangat penting. Dengan
mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam hadits dapat mewujudkan tugas hadits yang menjadi
pedoman dalam kehidupan manusia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
berkaitan dengan Pendidikan Anak Usia Dini tertulis dalam pasal 28 tayat 1 yang berbunyi “Pendidikan
Anak Usia Dini diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun dan bukan
merupakan syarat untuk mengikuti Pendidikan Dasar". Selanjutnya dalam Bab I pasal 1 angka 14
ditegaskan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
untuk mengikuti pendidikan.

1
Vol. 4 No. 1, Juni 2020, hlm. 01-11

Membangun karakter anak harus dimulai sejak dini bahkan sejak dalam kandungan. Di dalam
kandungan, ibu harus mengkonsumsi makanan yang halal dan bergizi serta banyak melakukan
perbuatan yang positif. Pendidikan anak usia dini meliputi, termasuk anak-anak di taman kanak-kanak
atau pra-sekolah. Pada usia ini keinginan anak untuk bermain, melakukan latihan kelompok, bertanya,
meniru, dan mencipta sesuatu yang berbeda. anak juga mengalami kemajuan dalam pemerolehan
bahasa. Pada masa ini anak sudah mulai membangun kemandirian, namun tidak semua anak
mendapatkan pengasuhan dan kasih sayang serta pendidikan yang memadai dari orang tua.

Karakter seorang individu terbentuk sejak ia masih kecil karena pengaruh genetik dan
lingkungan. Proses pembentukan karakter, disadari atau tidak, akan mempengaruhi cara
pandang individu terhadap dirinya dan lingkungannya serta akan tercermin dalam
perilakunya sehari-hari. Seiring dengan perkembangan zaman yang disertai dengan
perkembangan teknologi informasi mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai dan
banyaknya perilaku menyimpang yang terjadi pada anak, maka orang tua dan lembaga
pendidikan serta lingkungan masyarakat perlu memberikan perhatian yang serius dalam
membangun pendidikan karakter anak. Pendidikan karakter anak harus dimulai sejak dalam
kandungan dan sejak usia dini, karena usia dini merupakan usia emas.
Melalui pendidikan karakter tidak hanya dapat menjadikan anak berakhlak mulia, tetapi juga dapat
meningkatkan keberhasilan akademik. Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku
yang membantu individu untuk hidup dan bekerja sama sebagai keluarga, masyarakat, dan negara serta
membantu mereka membuat keputusan yang bertanggung jawab.1
Dalam Islam, pembentukan karakter merupakan masalah mendasar dalam membentuk karakter
yang berakhlak. Pembinaan karakter dibentuk melalui pembinaan akhlak (akhlak mulia); yaitu upaya
transformasi nilai-nilai Al-Qur'an kepada anak yang lebih menekankan pada aspek afektif atau tangible
dari amaliyah seseorang. Selain itu, Islam memandang bahwa jati diri manusia pada hakekatnya adalah
akhlak yang merupakan potret kondisi batin seseorang yang sebenarnya. Oleh karena itu dalam hal ini
Allah (swt), dengan tegas mengatakan bahwa manusia yang mulia adalah manusia yang bertakwa
(tunduk pada segala perintah-Nya). Kemuliaan manusia di sisi-Nya tidak diukur dari tulisan, harta atau
fisik, melainkan kemuliaan yang ada di dalam batin yang memiliki kualitas keimanan dan mampu
memancarnya dalam bentuk sikap, perkataan dan perbuatan.2
Faktanya kita menemukan bahwa perilaku anak-anak zaman sekarang telah terkontaminasi oleh
hal-hal yang tidak layak dilakukan oleh anak-anak seusia mereka. Anak usia dini dipengaruhi oleh media
elektronik yang ternyata lebih sering mereka dapatkan daripada pendidikan moral yang seharusnya
ditanamkan dalam rentang perkembangannya. Telah dikemukakan di atas bahwa dalam Islam juga
telah menekankan pendidikan akhlak pada anak usia dini. Nilai-nilai keislaman yang dapat diterapkan
pada banyak anak banyak terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits.
Artikel ini akan membahas tentang fakta anak jaman sekarang mulai dari faktor yang
menyebabkan hal tersebut terjadi. Kemudian menawarkan metode dalam mendidik anak dengan
menerapkan nilai-nilai Islam, kemudian mengkaji urgensi pendidikan hadits dalam mengatasi
fenomena tersebut.

1Didin Hafiduddin, (2012),Kata Pengantar: Membangun Karakter Melalui Pendidikan Agama,dalam Ulil
Amri Syafri,Pendidikan Karakter Berbasis al-Qur'an,Jakarta: Rajawali Press, hal. vi
2Johnasyah. (2011). Pendidikan Karakter Dalam Islam (Kajian dari Aspek Metodologis). Jurnal Ilmiah

Islam Futura, 86.

2
Vol. 4 No. 1, Juni 2020, hlm. 01-11

B. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, yaitu penelitian yang objek utamanya adalah
buku-buku atau sumber literatur lainnya. Artinya, data dicari dan ditemukan melalui kajian pustaka dari
buku-buku yang relevan dengan pembahasan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian kepustakaan.
Penelitian kualitatif ini menggunakan prosedur kegiatan dan teknik penyajian akhir secara
deskriptif.3
Analisis data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini berupa kata-kata bukan angka-angka yang
disusun dalam tema-tema yang luas. Dalam menganalisis data setelah penulis kumpulkan menggunakan
metode sebagai berikut:
1. Metode induktif, yaitu digunakan apabila ditemukan data yang memiliki unsur-unsur yang sama
kemudian dari situ ditarik kesimpulan umum.
2. Metode deduktif, yang digunakan sebagai pengganti pemahaman umum yang sudah
ditemukan data-data yang dapat memperkuatnya.
3. Metode Deskriptif, yaitu menggambarkan segala sesuatu yang berhubungan dengan
pokok bahasan secara sistematis, faktual dan akurat tentang faktor-faktor sifat dan
hubungan dari dua fenomena yang diselidiki.
Dari sini akhirnya diambil suatu kesimpulan umum yang semula bersumber dari data-data
yang ada tentang objek permasalahan.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1. Membangun karakter
Watak atau budi pekerti adalah fitrah budi yang mempengaruhi segala pikiran, tingkah laku,
tabiat, dan tingkah laku yang dimiliki manusia atau makhluk hidup lainnya. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) Sedangkan pengertian akhlak dalam Islam lebih akrab disebut dengan tabiat,
kepribadian dan watak seseorang yang dapat dilihat dari sikap, cara berbicara dan perbuatan
yang semuanya melekat pada dirinya menjadi sebuah jati diri dan akhlak sehingga sulit bagi
seseorang untuk memanipulasinya.
Menurut Moh. Abdul Aziz Kully, akhlak adalah fitrah jiwa yang telah dilatih dengan sangat
kuat sehingga memudahkan orang yang melakukan suatu perbuatan tanpa berpikir dan
merenungkannya kembali. Menurut Ibnu Maskawaih, akhlak adalah “khuluk (akhlak adalah
keadaan jiwa yang mendorong (mengajak) melakukan perbuatan tanpa dipikirkan dan
dipertimbangkan terlebih dahulu. Menurut Ibnu Qayyim, akhlak adalah perangai atau tabi’at yang
bersifat seperti sifat kejiwaan dan budi pekerti yang dimiliki oleh semua manusia, sedangkan
menurut al-Ghazali, akhlak adalah sifat atau bentuk keadaan yang tertanam dalam jiwa, dari
mana lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah dan mudah tanpa perlu dipikirkan dan
dipertimbangkan kembali.
Sifat muslim adalah sifat, tabiat dan kepribadian, tingkah laku seseorang
berdasarkan konsep ideal muslim yang telah dijelaskan dalam al-Qur'an.
Dengan kata lain, ciri-ciri muslim ideal adalah ciri-ciri al-qur an yang bersumber
dari dogma al-qur an. Dengan karakter Alquran, seorang muslim diharapkan
menjadi hamba (abid) yang menjalankan perintah Allah sesuai dengan
petunjuk-Nya.

3Lexy J Moleong, (2014),Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda Karya, hal. 6.

3
Vol. 4 No. 1, Juni 2020, hlm. 01-11

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa karakter adalah karakter dalam bahasa
bahasa sehari-hari. Dengan demikian, jika dikaitkan dengan pengertian pendidikan karakter atau
akhlak, maka pendidikan ini merupakan upaya untuk secara terus menerus melatih,
membudayakan, membimbing dan melibatkan peserta didik dalam hal nilai-nilai yang dianggap
baik menurut agama, adat istiadat atau konsep ilmu pengetahuan lainnya. akhlak yang baik dari
berbagai sumber muatan nilai.4
Anak yang berada di usia prasekolah berada pada masa sensitif, mudah menerima
rangsangan dari lingkungan. Menurut Hainstok dalam Sujiono pada masa ini anak mulai
peka untuk menerima berbagai rangsangan dan upaya pendidikan dari lingkungan baik
disengaja maupun tidak. Pada masa ini juga terjadi pematangan fungsi fisik dan psikis
sehingga anak siap merespon dan mengaktualisasikan tahapan perkembangan dalam
tingkah lakunya sehari-hari.
Wiyani mengungkapkan prinsip tumbuh kembang anak meliputi; a) anak berkembang
secara holistik, b) perkembangan berlangsung secara teratur, c) perkembangan anak
berlangsung pada berbagai tingkatan di dalam dan di antara anak, d) perkembangan baru
didasarkan pada perkembangan sebelumnya dan e) perkembangan memiliki efek kumulatif.5
Rangsangan yang berasal dari luar mempengaruhi pembentukan karakter pada anak, karena
pada dasarnya anak menggunakan beberapa cara dalam mempelajari keterampilan motorik yaitu: a.
Coba-coba b. Imitasi (meniru) c. praktek
Dalam Islam, pentingnya pendidikan karakter dapat dilihat dari penekanan pada pendidikan
akhlak yang secara teoritis berpedoman pada al-Qur’an dan secara praktis mengacu pada
kepribadian Nabi Muhammad. Profil beliau tidak diragukan lagi bagi setiap muslim, bahwa beliau
adalah panutan (teladan) sepanjang zaman. Teladannya telah diakui oleh Al-Qur'an yang
mengatakan; “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti”. (Surat al-Qalam [68]: 4) 23
Dalam sebuah hadits Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya aku diutus ke muka bumi ini untuk
menyempurnakan akhlak manusia.” (HR. Ahmad).
Tingginya karakter masyarakat suatu bangsa akan membawanya pada peradaban dan kemajuan
serta perdamaian. Jika sifat/moral masyarakatnya rendah maka suatu bangsa tidak mampu
mengembangkan dirinya menuju kemajuan dan peradaban yang baik dan bermartabat. Bahkan
ketiadaan karakter dan rusaknya karakter individu dalam masyarakat berpotensi menyebabkan
kehancuran suatu bangsa. Dalam Al-Qur'an banyak diceritakan, karena kemerosotan moral suatu
bangsa dihancurkan oleh Allah. Salah satunya adalah kisah Nabi Nuh yang tenggelam. Maka pujangga
Arab Syauqy menggubah sebuah kata indah yang berkaitan dengan akhlak: “Sesungguhnya kemuliaan
suatu umat (bangsa) terletak pada akhlaknya sedangkan mereka memiliki akhlak yang utama, jika
mereka kehilangan akhlaknya, maka umat (bangsa) itu akan jatuh. "6

2. Pendidikan Hadits
Dalam kata mutiara terkenal dalam Islam disebutkan : “Belajarlah, sesungguhnya manusia tidak
dilahirkan dalam keadaan ilmiah”, betapa pentingnya pendidikan telah dibuktikan dengan modal

4Johnasyah. (2011). Pendidikan Karakter Dalam Islam (Kajian dari Aspek Metodologis). Jurnal Ilmiah
Islam Futura, 91.
5Dharma Kesuma, 2017,Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktek di Sekolah,Bandung: Remaja

Rosdakarya, hal. 2-4


6Johnasyah. (2011). Pendidikan Karakter Dalam Islam (Kajian dari Aspek Metodologis). Jurnal Ilmiah

Islam Futura, 94.

4
Vol. 4 No. 1, Juni 2020, hlm. 01-11

yang telah diberikan kepada manusia berupa akal untuk berpikir membuatnya berbeda dengan
makhluk lainnya. John Dewey memiliki pandangan bahwa pendidikan adalah salah satu
kebutuhan hidup, fungsi sosial, sebagai pedoman dan sebagai sarana pertumbuhan.7Pendidikan
memegang peranan yang sangat besar sebagai pedoman, dengan hasil refleksi pendidikan dalam
etika, perilaku, dan sifat dasar setiap individu untuk menghadapi kehidupan sosial.
Umat Islam memiliki dua pedoman dalam menjalani kehidupan, yaitu Al-Qur'an
dan As-Sunnah (Hadits). Hadits yang merupakan perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi
Muhammad SAW, dengan dijadikan sebagai pedoman hidup, hadits ini mengandung
banyak aturan dalam kehidupan bermasyarakat, oleh karena itu perlu kajian dan
pendidikan yang mendalam tentang hadits untuk refleksi dalam menjalani dunia. Lebih
khusus lagi dalam konteks kajian hadits, meskipun sama-sama mengandung dimensi
ketuhanan karena mengandung unsur wahyu Tuhan, namun disadari bahwa hadits
memang berbeda dengan Al-Qur'an. Jika ditimbang antara kedua sumber ajaran Islam
tersebut, nuansa kemanusiaan dalam hadits Nabi lebih terasa dibandingkan dengan Al-
Qur'an. Jika dicermati dari sumbernya misalnya, Al-Qur'an adalah murni Tuhan' s wahyu
secara total melalui malaikat Jibril tanpa campur tangan Nabi sedikit pun, sedangkan
hadits sebagian bersumber dari wahyu Allah atau ijtihad pribadi di bawah tuntunan
wahyu dan sebagian lagi berdasarkan kemanusiaan Nabi seperti pendapat al-Dihlawī.
Hal ini mungkin menjadi alasan kuat integrasi ilmu-ilmu sosial dan hadits Nabi lebih
diutamakan daripada Al-Qur'an, tanpa mengurangi urgensi Al-Qur'an sebagai sumber
pertama, karena hadits terasa lebih kental aspek-aspeknya. kemanusiaan.8
Hadits memiliki keragaman pembahasan, sedangkan Hadits yang dimaksud dalam
pembahasan ini lebih condong ke hadis-hadis yang dapat membentuk karakter anak menjadi
baik, hadis-hadis yang mudah dipahami anak-anak. Sebagai contoh hadis terkandung nilai-nilai
tentang tata cara berperilaku, bersosialisasi dengan baik, beretika dan akidah dasar.
Berikut hadits mengenai kewajiban orang tua mendidik anak sejak dini:

sebuah. Hadits tentang mengajarkan anak sholat


Pendidikan anak usia dini terkait shalat diriwayatkan oleh Amar bin Syu'aib dari bapaknya dari
kakeknya radiyallahuanhu beliau bersabda: Rasulullah shalallahu alayhi wassalam Bersabda:
"Perintahkan anak-anakmu shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka karena
meninggalkan shalat ketika mereka berumur sepuluh tahun. , dan memisahkan tempat tidur mereka
(laki-laki dan perempuan)". [SDM. Abu Daud (no. 495) dalam kitab shalat, Ahmad (II/180, 187) dengan
sanad hasan]
b. Hadits tentang mendidik anak perempuan

Hadits mendidik anak perempuan diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahuanha, dia berkata, Ada
seorang wanita yang datang menemui saya dengan 2 anak perempuannya. Dia memohon padaku, tapi
aku tidak punya apa-apa selain kencan. Lalu aku memberikan kencan padanya. Wanita itu menerima
kurma itu dan membaginya menjadi dua untuk diberikan kepada kedua anaknya, sedangkan dia sendiri
tidak memakannya. Kemudian wanita itu bangun dan pergi dengan anaknya. Setelah itu Nabi
shalallahualaihi wasallam datang dan aku menceritakan kejadian itu, Nabi

7Ali, N. (2008). Kependidikan Islam dalam Perspektif Hadis Nabi. Jurnal Penelitian Agama, 117
8Afwadzi, B. (2016). Membangun Integrasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Hadis Nabi. Jurnal Hidup Hadis, 107

5
Vol. 4 No. 1, Juni 2020, hlm. 01-11

Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang diuji dengan anak perempuan, kemudian dia
berbuat baik kepada mereka, maka anak perempuan itu akan menjadi penghalang dari siksa api neraka (HR
Muslim 2629)
Dari Anas bin Malik, nabi bersabda: “Barangsiapa mengasuh dua anak perempuan
sampai dewasa, maka ia akan ikut bersamaku di hari kiamat” (Anas bin Malik berkata:
Nabi menyatukan jari-jarinya). (HR Muslim 2631)
c. Hadist Larangan Membohongi Anak Saat Bermain Game
Dalam mendidik anak menurut islam orang tua dilarang berbohong meskipun bermain game.
Seperti dalam sebuah hadits: “Sesungguhnya dusta itu tidak patut dilakukan dengan serius atau main-
main. Dan juga seorang ayah yang berjanji kepada anaknya maka janji itu tidak ditepati” (HR. Al Hakim)

Dalam hadits lain dikatakan: “Barangsiapa berkata kepada seorang anak” datanglah “ambillah ini – tetapi dia tidak
memberikannya, maka sesungguhnya perbuatan itu termasuk dusta” (HR. Ahmad)
d. Mendidik anak dengan kasih sayang
Hukuman terhadap anak diperbolehkan, bahkan ayah atau ibu boleh memukulnya dalam kondisi tertentu.
Namun orang tua tidak boleh lupa untuk memberikan kasih sayang kepadanya.
Hadits mendidik anak dengan kasih sayang diriwayatkan oleh Aisyah radiyallahuanha, dia berkata:
Seorang Arab badui datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata, "Apakah kamu
mencium anak laki-laki?, kami tidak mencium mereka". Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Aku tidak bisa berbuat apa-apa jika Allah menarik rahmat dari hatimu (HR Al-Bukhari no
5998 dan Muslim no 2317)
Hadits lainnya diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: “Nabi Shallallahu wa sallam mencium
Al-Hasan bin Ali, dan di sisi Nabi ada Al-Aqro bin Haabis At-Tamimiy yang sedang duduk.
Maka Al-Aqro’ berkata , "Saya memiliki 10 anak, tidak ada satupun yang pernah dicium"
Kemudian Nabi shallallahu alaihi wasallampun memandang Al-Aqro lalu Nabi bersabda,
"Barang siapa yang tidak diberkahi atau disayangi maka dia tidak diberkahi" (HR Al Bukhari
no 5997 dan Muslim no 2318)
e. Hadits tentang mendidik anak sejak dini
Nabi sallallahu alayhi wasallam pada zamannya pernah mendidik atau menasihati seorang anak
ketika hendak makan. Dari Umar bin Abi Salamah, nabi berkata: "Wahai anak-anak, sebutlah nama
Allah, dan makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang ada di hadapanmu." (HR.
Bukhari no. 5376, Muslim no. 2022)
Itu adalah tradisi Nabi Muhammad. yang membahas pendidikan anak
usia dini.

3. Anak-Anak Zaman Sekarang

Istilah yang marak akhir-akhir ini “Kids Age Now”, diteliti berasal dari fenomena perilaku
anak-anak zaman sekarang yang sangat tidak wajar tetapi dianggap lazim oleh mereka. Dari
segi bahasa 'Kids' dan 'Now' adalah kata yang berasal dari bahasa Inggris, Kids berarti anak-
anak dan Now adalah sekarang. Ada yang janggal karena ditemukan di antara kedua istilah
tersebut dalam kata bahasa Inggris “Age” yang berasal dari bahasa Indonesia.
Kata ini semakin sering digunakan, bahkan di headline sebuah portal berita, salah satunya seperti
"Kelakuan anak jaman sekarang yang cabul" atau juga di postingan media yang menampilkan anak
kecil pacaran dengan caption "Anak Jaman Sekarang".

6
Vol. 4 No. 1, Juni 2020, hlm. 01-11

Memang tidak hanya berdampak negatif, Kids Zaman Now juga memiliki
dampak positif seperti anak mahir menggunakan teknologi atau dengan
kata lain bukan teknologi dan teknologi. Namun, dampaknya akan berubah
jika penggunaannya tidak dipilah-pilah untuk sesuatu yang bersifat
mendidik. Kalau dipikir-pikir bagaimana anak jaman sekarang bisa seperti
itu, menurut saya semua itu bisa terjadi karena perkembangan teknologi
yang sangat pesat, mulai dari media yang menyajikan tayangan yang tidak
cocok untuk anak-anak dan tidak mendidik. Inilah mengapa abad 21 disebut
sebagai era komunikasi massa, menurut Dennis MCQuall adalah media yang
mampu menjangkau massa dalam jumlah besar dan luas yang bersifat
publik. (Rustam). Namun, tidak hanya faktor-faktor ini yang
mempengaruhinya,9
Sosialisasi sangat penting, karena manusia adalah makhluk sosial. Dengan maraknya media
massa dan kecanggihan teknologi saat ini berdampak pada minimnya sosialisasi yang terjadi
antar individu. Berbeda dengan tahun 2000-an ketika permainan tradisional sangat marak di
kalangan anak-anak, permainan tradisional berperan sebagai jembatan yang baik dalam
hubungan sosial antar individu, sedangkan saat ini sosialisasi masih sedikit diterapkan pada anak-
anak. Penggunaan gadget yang berlebihan dapat menimbulkan efek psikologis pada anak.

4. Aktualisasi Pendidikan Hadis dalam Kehidupan Sehari-hari


Tentu masyarakat Islam dalam kehidupannya harus berpedoman pada Al-Qur'an dan
Hadits, namun banyak fakta yang tidak sesuai dengan apa yang seharusnya diamalkan dan
diamalkan. Kajian Living Hadits dapat menjadi solusi bagi masyarakat dalam meningkatkan
ilmu agama.10
Prof. Zakiah Daradjat dalam bukunya “Jiwa Agama” berpendapat bahwa
perkembangan agama pada anak sangat ditentukan oleh pendidikan dan pengalaman
yang dilaluinya, terutama pada masa pertumbuhan pertama (masa kanak-kanak) yaitu
usia 0-12 tahun.
Dalam Sosiologi diketahui bahwa media (Agen) Sosialisasi yang paling besar
pengaruhnya terhadap pembentukan karakter setiap individu adalah sebagai berikut: 1.
Keluarga; 2. Lingkungan; 3. Sekolah; 4. Media Massa; 5. Teman Game
Dalam aktualisasi pendidikan hadis dapat melalui media sosialisasi tersebut di atas,
karena merekalah yang paling besar pengaruhnya dalam pembentukan karakter
individu.
sebuah. Keluarga

Keluarga harus menjadi faktor utama dalam pembentukan karakter setiap anak, karena keluarga
merupakan media pertama yang memiliki banyak waktu dengan setiap individu. Anak itu dibimbing
bagaimana dia mengenal Penciptanya sehingga dia hanya akan mengabdi kepada Pencipta Allah SWT.
Demikian pula dengan pengajaran perilaku dan karakter anak diperoleh dari sikap keseharian orang
tua ketika berinteraksi dengannya.11Orang tua dapat mengajar mereka

9Samani,Muhlas dan Hariyanto 2018,Pendidikan Karakter: Konsep dan Model,Bandung: Remaja


Rosdakarya, hal. 2
10Suryadilaga, MA (2013). Hadis Hidup dalam Tradisi Sekaar Makam. Ar Risalah, 164
11Fitriningsih. (2016). Urgensi Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Aqidah. Musawa, 68

7
Vol. 4 No. 1, Juni 2020, hlm. 01-11

anak untuk berperilaku baik dengan menjelaskan nilai-nilai dalam tradisi, atau memberikan
contoh penerapannya berdasarkan kisah Nabi kuno.
Nasih Ulwan menyampaikan bahwa orang tua sebagai guru pertama dan utama bagi seorang anak
harus mampu menanamkan hal-hal mendasar pada diri anak. Setidaknya ada tiga hal mendasar yang harus
ditanamkan oleh orang tua ke dalam jiwa dan kepribadian anak, yaitu:
1) Aqidah atau pendidikan iman berupa penanaman kepercayaan kepada Tuhan, malaikat, kitab-kitab,
rasul, qadha dan qadar, serta hal-hal lain yang berkaitan dengan iman.
2) Ikatan kerohanian atau pendidikan kerohanian, salah satunya mendidik anak dengan ibadah.
Rasulullah bersabda: Perintahkan anak-anakmu shalat pada usia 7 tahun. Kalahkan pada usia
10 tahun jika dia enggan melakukannya. Dan pisahkan tempat tidur anak laki-laki dari tempat
tidur anak perempuan” (HR Abu Dawud)
3) Pendidikan spiritual lainnya berupa mengajarkan anak mengaji,
mendekatkan anak dengan tempat ibadah, mengajari anak berzikir,
membiasakan anak sholat dan puasa sunnah.
4) Ikatan pikir berupa pengikatan anak sejak usia dini hingga dewasa dengan kaidah-kaidah
Islam yang tidak memisahkan agama dan negara, dengan ajaran Alquran sebagai
pedoman hidup, dengan ilmu-ilmu syariah sebagai metode dan hukum. , dengan sejarah
Islam sebagai semangat dan keteladanan, serta dengan metode dakwah Islam sebagai
titik tolak.
5) Ikatan sosial atau pendidikan sosial berupa menanamkan landasan kejiwaan yang
luhur, menjaga hak-hak orang lain, terikat erat dengan tata krama sosial masyarakat,
serta kontrol dan kritik sosial.
6) Ikatan olahraga berupa pendidikan kesehatan.12
b. Sekolah
Guru mengemban amanah besar dalam tugasnya sebagai pendidik anak. Untuk itu
sebagai seorang guru harus memiliki kompetensi di antara kompetensi tersebut meliputi
kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional, sosial, dan kepemimpinan. Pertimbangan
tersebut dimaksudkan agar upaya pendidikan tidak jatuh ke tangan orang yang bukan
ahlinya, yang dapat mengakibatkan pengelolaan pendidikan menjadi amburadul.
Kompetensi kepribadian merupakan kompetensi yang paling utama, karena kompetensi
kepribadian guru bermuara pada internal pribadi guru.
Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi
mahasiswa dan masyarakat. Ungkapan klasik mengatakan bahwa semuanya tergantung
pada setiap orang. Maksud dari ungkapan tersebut, bahwa ilmu yang dimiliki seseorang
bisa saja buruk jika kepribadiannya buruk, tetapi jika kepribadiannya baik, maka ilmu
yang dimilikinya akan baik pula. Oleh karena itu keempat kompetensi tersebut di atas
yang harus diutamakan adalah kompetensi kepribadian karena pada dasarnya akan
bersumber dan bergantung pada kepribadian guru itu sendiri dalam melaksanakan
proses pembelajaran dan berinteraksi dengan siswa akan sangat ditentukan oleh
karakteristik kepribadian guru yang bersangkutan. Memiliki kepribadian yang sehat dan
utuh, dengan ciri-ciri yang dapat dilihat sebagai titik tolak seseorang untuk menjadi
seorang guru yang berhasil. Suharsimi Arikunto,

12Abdullah Nashih Ulwan, 2015,tarbiyatul aulad fil islam (pendidikan anak dalam islam),Solo: Insan
Kamil, hal. 208-270

8
Vol. 4 No. 1, Juni 2020, hlm. 01-11

kemampuan guru untuk memiliki sikap atau kepribadian yang ditampilkan dalam perilaku yang
baik dan terpuji, sehingga dapat menimbulkan rasa percaya diri dan dapat menjadi teladan bagi
orang lain, khususnya bagi siswa. (Harmika, 2014)13
Di lingkungan sekolah terlihat jelas bahwa anak-anak muda dididik tentang tradisi jika
sekolahnya berlandaskan Islam, maka Negara dituntut untuk menyediakan tenaga pendidik
yang handal. Mereka yang berkepribadian islami yang luhur, memiliki jiwa ketaqwaan yang
tinggi dan memahami falsafah pendidikan generasi serta cara-cara yang harus dilakukan,
karena mereka adalah panutan bagi anak didiknya. (Fitriningsih, 2016, hlm. 65)
Pengajaran tentang keteladanan Nabi Muhammad dapat diterapkan di sekolah dalam
bentuk peraturan atau kode etik, seperti larangan minum atau hal lainnya.
c. Media massa
Negara bertanggung jawab untuk mengatur suguhan yang ditampilkan di media
elektronik dan juga mengatur dan mengawasi publikasi semua media cetak. (Fitriningsih,
2016, hlm. 65) Media hendaknya menyajikan sajian atau ragam acara televisi yang lebih
mendidik dan bermanfaat bagi pengembangan nilai bagi setiap individu.
Bukan hanya media yang harus dikritisi, tetapi juga orang dewasa yang membiarkan anaknya
menikmati berbagai tayangan televisi yang kurang pantas jika ditonton oleh anak-anak. Peran orang
dewasa dalam mengawasi dan menayangkan tayangan anak-anak sangat berpengaruh.

5. Urgensi Pendidikan Hadits Untuk Pembentukan Karakter Anak Usia Dini


Tantangan pendidikan di era modern semakin berat, karena permasalahan di
masyarakat semakin kompleks. Kompleksitas masalah ini tentunya perlu disikapi
dengan bijak. Artinya, pendidikan memiliki andil yang signifikan dalam melakukan
transformasi sosial.
Pendidikan karakter adalah pengamanan nilai-nilai hakiki dengan pembelajaran dan
pendampingan agar peserta didik sebagai individu mampu memahami, menghayati, dan
mengintegrasikan nilai-nilai yang menjadi nilai inti ke dalam kepribadiannya.
Peletakan dasar perkembangan pemikiran dan kepribadian anak sangat ditentukan
oleh proses pembelajaran yang diberikan oleh orang tua sejak anak berusia prasekolah 0
sampai 6 tahun. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menempati posisi yang sangat strategis
dalam penyiapan Sumber Daya Manusia masa depan. Selain perkembangan intelektual yang
terjadi sangat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan seorang anak, berbagai penelitian
juga menyimpulkan bahwa pembentukan karakter manusia juga terjadi pada fase usia dini
(Modul Pendidikan Anak Usia Dini Non Formal, 2008).
Anak usia dini merupakan masa emas dimana perkembangan fisik, motorik, intelektual,
emosional, linguistik dan sosial berlangsung sangat cepat. Bahkan perkembangan
intelektual anak berlangsung sebelum anak berusia 4 tahun. Sehingga peningkatan kualitas
anak usia dini perlu dilakukan semaksimal mungkin, mengingat optimalisasi kualitas
manusia harus memiliki landasan yang kuat sejak awal kehidupan. (Fitriningsih, 2016, hlm.
55-56)
Pendidikan karakter merupakan cara agar seseorang paham, paham, dan bertindak
sesuai dengan etika dan norma yang berlaku. Konsep pendidikan karakter adalah

13Harmika.
(2014). Urgensi Kompetensi keperawatan Guru Pendidikan Agama Islam dalam
menampilkan Pendidikan Karakter di MTs Mursyidul Awwam Cenrana. Makassar.

9
Vol. 4 No. 1, Juni 2020, hlm. 01-11

pada hakikatnya pendidikan tentang nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya
sendiri dan bertujuan untuk mengembangkan kepribadian anak atau siswa ke arah
yang lebih baik. Pendidikan karakter secara rinci memiliki lima tujuan. Pertama,
mengembangkan potensi hati atau nurani peserta didik yang memiliki nilai-nilai
karakter bangsa. Kedua, mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik
yang terpuji dan sejalan dengan tradisi budaya religi bangsa. Ketiga, menanamkan
jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab. Keempat, mengembangkan kemampuan
peserta didik agar menjadi manusia yang mandiri, kreatif, dan berwawasan
kebangsaan. Kelima, mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur,
Pendidikan karakter memiliki tiga fungsi utama yaitu; Pertama, fungsi pembentukan
dan pengembangan potensi. Pendidikan karakter berfungsi untuk membentuk dan
mengembangkan potensi peserta didik agar berpikir dengan baik dan berjiwa baik. Kedua,
fungsi perbaikan dan penguatan. Pendidikan karakter berfungsi meningkatkan dan
memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk
berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam mengembangkan potensi warga negara dan
pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera. Ketiga, fungsi
filter. Pendidikan karakter berfungsi untuk memisahkan budaya bangsa itu sendiri dan
menyaring budaya bangsa yang bermartabat.
Dengan menanamkan dan mengajarkan pendidikan hadits pada anak usia dini di masa emas
ketika banyak ilmu yang diserap, maka tidak menutup kemungkinan pengetahuan dan
pemahaman agama anak akan bertambah. Jika yang diajarkan adalah pendidikan agama seperti
aqidah, maka pemahaman yang benar tentang aqidah tersebut dapat menjadi sumber dasar
perilaku karakter setiap anak.
Berbanding terbalik jika di usia dini orang tua tidak sadar dan sangat yakin akan
pengaruh semua pendidikan dan pengajaran di masa emas ini. Pendidikan adalah suatu
proses pembentukan kemampuan dasar dasar, baik yang menyangkut daya pikir
maupun daya emosi yang diarahkan pada fitrah manusia dan sesamanya. Untuk itu
pendidikan perlu diarahkan pada kesadaran beragama, ketaatan kepada Allah SWT.
14

D. KESIMPULAN
Maraknya Kids Zaman Now dan hilangnya karakter anak di kehidupan sekarang
membuat orang dewasa khawatir dengan perkembangan anak di masa depan. Masalah ini
dapat diatasi dengan melihat faktor penyebab Kids Jaman Sekarang, kemudian mengganti
faktor tersebut dengan hal yang lebih baik.
Dalam Islam, pembentukan karakter merupakan masalah mendasar dalam
membentuk karakter yang berakhlak. Pembinaan karakter dibentuk melalui pembinaan
akhlak (akhlak mulia); yaitu upaya transformasi nilai-nilai Al-Qur'an kepada anak yang lebih
menekankan pada aspek afektif atau tangible dari amaliyah seseorang.
Pendidikan hadis dibutuhkan untuk menggantikan posisi media yang terkadang membawa hal
negatif dalam pembentukan karakter anak. Pendidikan hadis ini dengan cita-cita agar anak dapat
menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat dan meninggalkan pengaruh buruk zaman sekarang

14Fitriningsih. (2016). Urgensi Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Aqidah. Musawa, 61

10
Vol. 4 No. 1, Juni 2020, hlm. 01-11

media teknologi. Dapat menggunakan konsep balutan media dengan menyisipkan nilai-nilai
Islami dalam setiap ragam acara.
Dengan menanamkan dan mengajarkan pendidikan hadits pada anak usia dini di masa
emas ketika banyak ilmu yang diserap, maka tidak menutup kemungkinan pengetahuan dan
pemahaman agama anak akan bertambah. Jika yang diajarkan adalah pendidikan agama seperti
aqidah, maka pemahaman yang benar tentang aqidah tersebut dapat menjadi sumber dasar
perilaku karakter setiap anak. Bibit yang baik bagi setiap anak akan berdampak pada kepribadian
bangsa. Tingginya karakter masyarakat suatu bangsa akan membawanya pada peradaban dan
kemajuan serta perdamaian. Jika sifat/moral masyarakatnya rendah maka suatu bangsa tidak
mampu mengembangkan dirinya menuju kemajuan dan peradaban yang baik dan bermartabat.
Bahkan ketiadaan karakter dan rusaknya karakter individu dalam masyarakat berpotensi
menyebabkan kehancuran suatu bangsa.
Untuk mengukur keberhasilan pendidikan karakter adalah dengan melihat sejauh mana perbuatan
dan perbuatan seseorang dapat melahirkan dan membawa manfaat bagi dirinya sendiri dan juga bagi orang
lain. Sebagaimana hadits Nabi SAW “Sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling berakhlak dan
bermanfaat bagi orang lain”. Ketika seseorang mampu mendatangkan kemaslahatan berarti ia telah memiliki
karakter muslim yang ideal sesuai dengan tuntutan Islam. Golongan yang memiliki potensi besar untuk bisa
menebar kebaikan dan manfaat bagi sesama adalah mereka yang beriman dan bertaqwa.

REFERENSI :
Afwadzi, B. (2016). Membangun Integrasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Hadis Nabi. Jurnal
Hadis Hidup.
Ali, N. (2008). Kependidikan Islam dalam Perspektif Hadis Nabi. JurnalPenelitian
Agama.
Fitriningsih. (2016). Urgensi Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Aqidah. Musawa.
Hafiduddin, Didin (2012),Kata Pengantar: Membangun Karakter Melalui Pendidikan
Agama,dalam Ulil Amri Syafri,Pendidikan Karakter Berbasis al-Qur'an,
Jakarta: Rajawali Press.
Harmika. (2014). Urgensi Kompetensi SDM Guru Pendidikan Agama Islam
dalam menghadirkan Pendidikan Karakter di MTs Mursyidul Awwam
Cenrana. Makassar.
Johnasyah. (2011). Pendidikan Karakter Dalam Islam (Kajian dari Aspek
Metodologi). Jurnal Ilmiah Islam Futura.
Kesuma, Dharma 2017,Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktek di Sekolah,
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J, (2014),Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosda
Karya.
Samani, Muhlas dan Hariyanto 2018,Pendidikan Karakter: Konsep dan Model,
Bandung: Remaja Rosdakarya
Suryadilaga, MA (2013). Hadis Hidup dalam Tradisi Sekaar Makam. Ar Risalah.
Ulwan, Abdullah Nasih, 2015,tarbiyatul aulad fil islam (pendidikan anak dalam
Islam),Solo: Insan Kamil.

11

Anda mungkin juga menyukai