DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6
Syaharani Maulia Direja 2100001129
Azzahra Bunga Sheilawati 2100001138
Rajendra Jabbarul Afif S. 2100001139
Devia Eka Salsabilla 2100001142
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2022
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahiim
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
berkah dan karunia-Nya, atas ridho-Nya sehingga kami dapat menyusun Makalah ini untuk
memenuhi salah satu tugas Bimbingan Kelompok. Kami mengucapkan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini, terutama
kepada Allah SWT, kepada orang tua, dan kepada Ibu Dian Ari Widyastuti, M.pd selaku
dosen Pengampu mata kuliah Bimbingan Kelompok.
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan waktu dan
kemampuan yang kami miliki. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, mohon kepada
para pembaca atau bapak/ibu dosen untuk memberikan saran dan kritik yang membangun
demi perbaikan dan kesempurnaan makalah selanjutnya kurang lebihnya kami ucapkan
mohon maaf. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembacanya, Aamiin.
Kelompok 6
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5
A. Hakikat Role Playing Dalam Layanan Bimbingan Kelompok.......................................5
B. Macam-macam Role Playing Psikodrama......................................................................5
C. Langkah-langkah Pelaksanaan Role Playing Psikodrama..............................................5
D. Simulasi Role Playing Psikodrama.................................................................................5
BAB III PENUTUP....................................................................................................................6
A. KESIMPULAN...............................................................................................................6
B. SARAN...........................................................................................................................6
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asal kata metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos artinya cara atau jalan
yang ditempuh. Sehubung dengan upaya ilmiah, maka metode berpegaruh pada masalah
bagaimana cara kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu agar saling
bersangkutan. Fungsi metode menjadi alat untuk menggapai tujuan, atau bagaimana cara
melakukan dalam membuat sesuatu. Agar pendidik mampu berproses belajar mengajar
pada siswa demi tercapai sesuai tujuan. Adanya metode pembelajaran maka proses belajar
akan berjalan menyenangkan tidak membuat para siswa bosan dan juga siswa mampu
menangkap ilmu dari seorang pendidik dengan mudah. Dengan demikian, metode yang
dipakai untuk mengajar salah satunya yaitu role play.
Role playing merupakan kegiatan pembelajaran yang dirancang untuk tercapai tujuan
pendidikan secara spesifik. Menurut Wikipedia (2012) bahwa role playing merupakan
permainan yang dimainkan oleh para pemain dalam memainkan peran nya sebagai tokoh
khayalan dan berkolaborasi untuk menjalin sebuah cerita bersama.
Kelebihan memakai metode bermain peran yaitu pembelajaran yang diberikan
berkesan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Selain itu juga menjadi pengalaman
yang menyenangkan terhadap pengetahuan yang melekat pada memori otak. Sehingga
menarik perhatian bagi siswa untuk memungkinkan kelas menjadi dinamis dan antusias.
Kekurangan memakai metode bermain peran yaitu membutuhkan waktu yang relative
panjang dan membutuhkan jumlah siswa yang akan ditunjuk untuk menjadi pemeran.
Tetapi kebanyakan dari siswa yang malu memainkan peran dalam suatu adegan tertentu.
B. Rumusan Masalah
1. Hakikat role playing dalam layanan bimbingan kelompok?
2. Macam-macam role playing psikodrama?
3. Langkah-langkah pelaksanaan role playing psikodrama?
4. Simulasi role playing psikodrama?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat dari role playing dalam layanan bimbingan kelompok.
2. Untuk mengetahui macam-macam dari role playing psikodrama.
3. Untuk mengetahui langka-langkah apa saya dalam pelaksaan role playing
psikodrama.
4. Untuk mengetahui bagaimana simulasi role playing psikodrama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Role Playing Dalam Layanan Bimbingan Kelompok
Teknik bermain peran atau role play merupakan salah satu teknik yang dapat
digunakan dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling kelompok. Role play biasanya
dimainkan oleh seseorang yang berperan sebagai dirinya sendiri, orang lain, sejumlah
keadaan atau reaksi-reaksinya sendiri. Kemudian klien/ konseli melalui role playing
menerima umpan balik dari konselor atau dari para anggota kelompok. (Hidayat & Widigdo,
2015)
Nasution (1997) berpendapat bahwa terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai
melalui teknik role playing, yaitu klien dapat menghayati kejadian yang sebenarnya terjadi,
memahami sebab dari suatu kejadian serta akibatnya, membentuk konsep diri yang mandiri,
membina klien dalam kemampuan memcahkan masalah, kritis, analisis, komunikasi, dan
kehidupan sosial. Melalui bermain peran / role playing konseli dapat mempelajari
keterampilan-keterampilan baru, mengeksplorasi berbagai macam perilaku, dan mengamati
bagaimana perilaku-perilaku itu mempengaruhi oranglain (Erfrod, 2017).
Role playing merupakan teknik dimana individu (klien) berperan dalam situasi yang
imajinatif (dan paralel dengan kehidupan nyata) dengan tujuan untuk membantu tercapainya
pemahaman terhadap diri sendiri, meningkatkan keterampilan – keterampilan (termasuk
keterampilan problem solving), menganalisis perilaku, atau menunjukkan pada orang lain
bagaimana perilaku seseorang atau bagaimana seseorang harus berperilaku. (Herlina, 2015)
2. Premis Psikodrama
Psikodrama sejajar dengan psikoanalisis dalam penekanannya pada pembebasan
individu dari kekuatan irasional yang mengikat ke dalam pola-pola perilaku disfungsional
mereka. Penekanan psikodrama difokuskan pada interaksi holistic dari protagonist. Berikut
adalah premis dalam psikodrama yang dikemukakan oleh J. L. Moreno (dalam Corey,
2010:191-197) yaitu kreativitas, eksplorasi spontan, spontanitas, pertemuan, tele, surplus
realitas, katarsis dan wawasan, kenyataan pengujian, dan teori peran.
Kreativitas
Fungsi utama dari proses terapeutik adalah untuk mempromosikan kreativitas
klien dalam mengeksplorasi kehidupan, memperluas diri, dan dalam
menghadapi kehidupan. Psikodrama bertujuan meningkatkan kreativitas
dalam individu, kelompok, dan akhirnya dalam budaya secara keseluruhan.
Psikodrama membutuhkan gagasan bahwa setiap orang memiliki tanggung
jawab untuk menjadi lebih kreatif dan untuk mempromosikan kreativitas
orang lain.
Eksplorasi Spontan
Cara terbaik untuk mempromosikan suatu kreativitas dapat melalui kegiatan
eksplorasi spontan, melakukan pengaktifkan imajinasi dan intuisi. Moreno
membuat spontanitas menjadi salah satu konsep yang paling penting. Moreno
mengembangkan metode tersebut untuk pelatihan spontanitas yang bertujuan
membebaskan orang dari pembatasan script dan tanggapan kaku serta
stereotip.
Spontanitas.
Spontanitas merupakan respon individu yang berisi tingkat ketepatan pada
situasi baru atau tingkat kejujuran pada situasi lama. Tujuan dari spontanitas
adalah membebaskan individu dari skrip-skrip dan stereotip, serta mencapai
perspektif baru terhadap arti kehidupan.
Pertemuan.
Tujuan yang mendasari kedekatan dan keterlibatan yang lebih didukung bila
diajarkan prinsip pertemuan. Sebuah pertemuan terjadi ketika individu
terhubung dengan satu sama lain dalam cara yang berarti dan dapat dipercaya.
Pertemuan ini terjadi dalam konteks here and now, terlepas dari apakah
berlakunya berhubungan dengan peristiwa masa lalu atau ke masa depan.
Tele.
Tele merupakan faktor terapeutik terkait dengan perubahan yang
mempromosikan penyembuhan melalui perasaan empati timbal balik. Tingkat
tele positif dalam kelompok berhubungan secara timbal balik dengan
kekompakannya. Ketika hubungan ini positif dan timbal balik, orang yang
terlibat cenderung lebih akurat empatik dengan satu sama lain. Ketika tele
adalah negatif, akan cenderung memperparah atau menimbulkan
kesalahpahaman.
Surplus Realitas.
Surplus realitas atau konsep kenyataan merupakan tindakan yang dilakukan
oleh para anggota untuk saling tanya jawab mengenai persoalan yang
diungkap dalam psikodrama. Surplus realitas ini juga dapat digunakan untuk
memutar ulang peristiwa malang atau bahkan traumatis sehingga individu
mengalami akhir yang lebih berdaya atau memuaskan.
Kenyataan Pengujian.
Kelompok psikodrama menawarkan kesempatan untuk mengetahui
bagaimana orang lain merasakan dan apa hasil perilaku tertentu. Kelompok
ini seperti laboratorium yang menawarkan suasana yang relatif aman untuk
pengujian realitas, atau mencoba perilaku yang secara tidak umum dapat
diterima menurut sosial dalam situasi "kehidupan nyata".
Teori Peran.
Dalam psikodrama para anggota diberi kebebasan untuk mencoba berbagai
peran, sehingga mendapatkan fokus yang lebih tajam pada bagian-bagian dari
diri mereka sendiri bahwa mereka ingin menampilkan kepada orang lain.
Bermain peran juga memungkinkan peserta untuk mendapatkan kontak
dengan bagian-bagian dari diri mereka sendiri yang tidak mereka sadari.
Mereka dapat mengenali dan mengeksplorasi cara menanggapi orang lain dan
keluar dari berperilaku dalam pola yang kaku, menciptakan dimensi baru dari
diri mereka sendiri.
3. Unsur-unsur Psikodrama
Menurut Corey (2010:197-200), terdapat peran dari masing-masing unsur, yaitu:
Director.
Director harus membangun tiga bidang keterampilannya, yaitu: (a)
pengetahuan tentang metode, prinsip-prinsip, teknik-teknik; (b) pemahaman
teori kepribadian dan hubungannya dengan pengembangan filosopi hidup; (c)
kematangan dan perkembangan perilakunya sendiri. Selain itu, pengalaman
kerja kelompok dan pengalaman kepemimpinan akan menambahkan
keandalan pemimpin/ director; dan (d) ilmu pengetahuan yang luas tentang
hidup dan hakikat manusia, seperti dalam pokok psikologi umum, proses
kelompok, psikologi humanistic, teori komunikasi, dan komunikasi
nonverbal.
Protagonis
Tokoh protagonis adalah orang yang menjadi fokus dari psikodrama (orang
yang menghadirkan masalah untuk dibahas). Peran protagonis diasumsikan
secara sukarela meskipun mungkin disarankan oleh pemimpin kelompok atau
oleh anggota kelompok. Secara umum, penting bahwa anggota merasa bebas
untuk menolak ditempatkan pada peran protagonis. Tokoh protagonis
memilih masalah atau pembahasan yang akan dieksplorasi. Protagonis dapat
melakukan negosiasi dengan director, untuk memilih adegan dari masa lalu,
masa depan, atau alternatif lainnya. Apapun adegannya, adegan itu dimainkan
seolah-olah terjadi di tempat kejadian sebenarnya dan di waktu sekarang.
Actor.
Pemain pendukung adalah mereka yang termasuk dalam kelompok selain
protagonis dan director, yang mengambil peran dalam psikodrama, biasanya
dengan menggambarkan peran orang lain yang signifikan dalam kehidupan
protagonis. Pemain pendukung memiliki empat fungsi tambahan, yaitu:
memainkan persepsi yang dimiliki oleh protagonis setidaknya di bagian awal,
untuk menyelidiki interaksi antara protagonis dan peran mereka sendiri,
menafsirkan interaksi dan hubungan, serta untuk bertindak sebagai panduan
terapi dalam membantu protagonis mengembangkan hubungan baik.
Audience.
Penonton merupakan anggota kelompok yang tidak termasuk dalam
protagonis dan pemain pendukung. Ketika para anggota menyaksikan
pengungkapan diri orang lain, mereka berfungsi secara psikologis sebagai
semacam "cermin" eksternal. Hal ini memberikan orang yang berperan
sebagai protagonis pengalaman untuk mengetahui bahwa orang lain berbagi
dalam memandang dunia dari sudut pandangnya. Penonton juga berfungsi
dalam proses improvisasi yang sedang berlangsung sebagai sumber orang-
orang yang akan menjadi sukarelawan atau dipilih untuk memasuki scene
sebagai organisasi pelengkap, atau sebagai orang yang akan berbagi dengan
protagonis dalam permainan drama pada kesempatan mendatang.
Stage.
Panggung adalah area di mana kegiatan psikodrama berlangsung. Ini
merupakan perpanjangan dari ruang hidup protagonis, dan karena itu harus
cukup besar untuk memungkinkan gerakan protagonis, pemeran pendukung,
dan director. Panggung pada umumnya kosong, tetapi akan sangat membantu
jika tersedia sebagai alat peraga seperti beberapa kursi, meja, berbagai
potongan kain berwarna untuk kostum dan penggunaan lainnya. Alat peraga
dapat digunakan untuk mengintensifkan fungsi dramatis.
Di dalam simulasi role playing akan terjadi proses yang menyenangkan bagi klien. di
mana dalam melakukan role playing, klien berperan dalam situasi yang imajinatif dan
pengahayatan dengan berperan sebagai tokoh hidup atau benda mati dan melakukan sebuah
drama yang menjelaskan peristiwa sebelumnya yang di dalamnya terkandung ekspresi,
emosi, ataupun perasaan yang belum bisa diungkap secara terang-terangan oleh klien.
psikodrama ini bertujuan untuk tercapainya pemahamanan akan diri sendiri, meningkatkan
kemampuan termasuk kemampuan problem solving, menganalisis perilaku, dsb
Psikodrama dapat digunakan mengeksplorasi kejiwaan seseorang melalui drama.
Dalam video simulasi diatas menceritakan tentang rasa kurang percaya diri klien berbicara di
depan umum. Dalam drama di atas diceritakan tentang siswa yang melakukan pembelajaran
dengan seorang guru. Namun sebelum melakukan pembelajaran guru tersebut menyuruh
siswa-siswa tersebut untuk memperkenalkan diri. Dari beberapa siswa terdapat siswa yang
memperkenalkan dirinya dengan sangat percaya diri, namun sebagian dari siswa yang lain
memperkenalkan diri mereka dengan tidak percaya diri. Sehingga siswa-siswa yang kurang
percaya diri tersebut di arahkan untuk menemui seorang konselor. Konselor mengarahkan
untuk melakukan psikodrama untuk membangun rasa percaya diri mereka. Konselor meminta
mereka untuk maju satu-satu ke depan kelas dan memerankan diri menjadi seorang guru.
Sehingga rasa percaya diri siswa mulai terbentuk melalui psikodrama tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Basri, H. (2017). Penerapan model pembelajaran role playing untuk meningkatkan hasil
belajar Bahasa Indonesia siswa Kelas V SDN 032 Kualu Kecamatan
Tambang. Jurnal PAJAR (Pendidikan dan Pengajaran), 1(1), 38-53.
Herlina, U. (2015). Teknik Role Playing dalam Konseling Kelompok. SoSIAL HORIZON:
Jurnal Pendidikan Sosial, 2(1), 94–107.
Hidayat, K., & Widigdo, R. J. (2015). Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing
untuk Mengurangi Kecemasan Siswa SMK menghadapi Wawancara Kerja. Jurnal
Bimbingan Dan Konseling, 5(1), 26–30.
Pratama, Y. S. (2018). Pengembangan Model Bimbingan Kelompok Teknik Psikodrama Dan
Sosiodrama Untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosional.