Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN ANALISIS SPASIAL PENYAKIT TROPIS

MATA KULIAH
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TROPIS

“INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)”

Oleh
KELOMPOK II

Amalia Juwita Hasri 2010912220032


Novita Agustina 2010912220002
Pradiptha Hulanda Saputra 2010912210036
Siti Assyifa 2010912220024
Tarisa Aulia 2010912120011

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

Mei, 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini. Laporan
ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Epidemiologi Penyakit Tropis
yang diampu oleh Bapak Dian Rosadi, SKM, MPH selaku dosen pengajar kami
yang memberikan kami kesempatan untuk mempelajari dan menganalisis suatu
penyakit dari perspektif epidemiologi dan analisis spasial. Dalam laporan ini,
kami melakukan analisis spasial terhadap penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut (ISPA) menggunakan aplikasi Quantum SIG (Sistem Informasi Geografis)
dengan tujuan untuk memahami pola sebaran spasial penyakit dan
mengidentifikasi faktor risiko yang memengaruhi penyebaran ISPA. Kami juga
menggunakan literatur ilmiah dan sumber informasi terkini untuk mendukung
analisis kami.
Kami berharap bahwa laporan ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa laporan ini memiliki
keterbatasan dan terdapat ruang untuk perbaikan lebih lanjut. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan laporan ini.

Banjarbaru, 31 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ........................................................................... 2
BAB II ANALISIS SPASIAL PENYAKIT ...................................................... 4
A. Hasil Lay Out ................................................................................. 4
B. Pembahasan ................................................................................... 5
BAB III PENUTUP............................................................................................. 8
A. Kesimpulan .................................................................................... 8
B. Saran .............................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 9
LAMPIRAN ...................................................................................................... 10

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Peta Persebaran Kasus ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas
Martapura 1 Tahun 2023.................... .......................................................... 4

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran
1. Peta Kasus ISPA
2. Data Titik Kasus ISPA
3. Data Titik Kontrol ISPA
4. Titik Puskesmas Martapura
5. Referensi

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) didefinisikan sebagai penyakit
saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan
dari manusia. Faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA baik secara langsung
maupun tidak langsung. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA dibagi
menjadi dua kelompok besar yaitu faktor instrinsik meliputi umur, jenis kelamin,
pemberian ASI,status gizi, berat badan lahir rendah, status imunisasi, dan
pemberian makanan yang terlalu dini. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi
umur ibu, pengetahuan ibu, faktor pedidikan ibu, kepadatan hunian, kondisi
fisik rumah, ventilasi rumah, sosial ekonomi, dan pekerjaan (1).
Menurut World Health Organization (WHO) insiden ISPA di negara seperti
Amerika, Afrika dan negara di benua Asia pada tahun 2016 diperkirakan terjadi
kematian di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada
golongan usia balita, tanda dan gejala ISPA seperti batuk, kesulitan bernafas, sakit
tenggorokan, pilek, dan demam. ISPA merupakan penyakit yang banyak terjadi
di negara berkembang serta menjadi salah satu penyebab kunjungan pasien
ke Puskesmas (40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%). Prevalensi ISPA di
Indonesia periode tahun 2018 tercatat sebanyak 56,51%. Pada Provinsi
Kalimantan Selatan menurut data dari Riset Kesehatan Dasar berdasarkan hasil
prevalensi penyakit ISPA pada balita ditemukan sebannyak 3,33%. Dinas
Kesehatan Banjar mencatat kasus ISPA sepanjang 2018 sebanyak 25.513 kasus
(1,2).
Penggunaan analisis spasial dalam mengkaji kejadian ISPA berdasarkan
tempat dapat memberikan informasi yang lebih detail dan komprehensif.
Diantaranya untuk mengetahui kecenderungan letak dan sebaran masalah
kesehatan sehingga dapat mendeteksi area dengan risiko ISPA tinggi. Informasi
yang diberikan juga dapat menjelaskan faktor spasial yang berperan dalam

1
2

kejadian penyakit dan peta endemisitas penyakit yang dapat mempengaruhi


luasnya penularan ke wilayah lainnya.

B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
distribusi/penyebaran spasial temporal kejadian ISPA di Wilayah Kerja
Puskesmas Martapura 1.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini, antara lain:
a. Untuk mengetahui distribusi spasial terhadap pola dan luas penyebaran
penyakit ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura 1
b. Untuk mengetahui tren penyakit ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura
1
c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian ISPA terhadap faktor risiko
sanitasi lingkungan, kondisi geografis, dan jumlah fasilitas kesehatan di
Wilayah Kerja Puskesmas Martapura 1.

C. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Menjelaskan pola spasial ISPA
Penelitian analisis spasial dapat membantu mengindentifikasi pola
spasial dari kejadian ISPA yang berguna untuk memahami dampak
sanitasi lingkungan, kondisi geografis, dan jumlah fasilitas kesehatan
terhadap kejadian ISPA.
b. Memperluas pengetahuan berkaitan dengan ISPA
Penelitian analisis spasial dapat membantu mengembangkan teori
baru atau konformasi terhadap teori yang sudah ada terkait sebab dan
pengaruh sanitasi lingkungan, kondisi geografis, dan jumlah fasilitas
kesehatan terhadap kejadian ISPA.
3

c. Meningkatkan efesiensi pengambilan keputusan


Dengan adanya pemetaan pola spasial kejadian ISPA, pengambilan
keputusan dan alokasi sumber daya kesehatan dapat disepakati secara
lebih efisien dan proporsional terhadap wilayah tertentu.
2. Manfaat Praktis
a. Membantu mengurangi insiden penyakit
Penelitian analisis spasial dapat membantu mencegah dan
mengurangi insiden suatu penyakit di area tertentu dengan memberikan
saran-saran atau tindakan preventif maupun kuratif yang spesifik.
b. Mengidentifikasi wilayah penyakit potensial
Dengan adanya analisis spasial, suatu wilayah yang potensial
menjadi area terjangkitnya suatu penyakit dapat diidentifikasi.
c. Meningkatkan efektifitas kebijakan kesehatan
Berdasarkan hasil penelitian analisis spasial, informasi yang tepat
dan terstruktur membantu pemerintah dan stakeholder terkait dalam
mengambil keputusan terkait arah kebijakan kesehatan yang berbasis
wilayah terjangkitnya penyakit.
BAB II
ANALISIS SPASIAL PENYAKIT

A. Hasil Lay Out

Gambar 2.1. Peta Persebaran Kasus ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura
1 Tahun 2023
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan bantuan aplikasi
SatScan dan QGIS terdapat keterangan diantaranya simbol titik kasus, titik
kontrol, titik UPT Puskesmas Martapura 1, Puskesmas sekitar, serta daerah
Martapura. Simbol kasus menjelaskan persebaran kasus ISPA yang ada di daerah
Martapura. Persebarannya cenderung terpisah-pisah. Pada beberapa persebaran
kasus ISPA jika dilihat dari peta di atas menunjukkan bahwa jarak antara kasus
dengan fasilitas kesehatan terdekat lumayan jauh. Namun, ada beberapa kasus
ISPA yang masih berada dekat dengan Puskesmas UPT Martapura 1. Dilihat dari
peta, kasus yang ditemukan dekat dengan Puskesmas UPT Martapura 1 cenderung
berkelompok. Hal ini juga terjadi pada kontrol ISPA, yang mana jika dilihat dari
peta, persebaran kontrolnya dekat dengan fasilitas kesehatan disekitarnya, namun

4
5

tidak terlalu mengelompok. Dilihat dari banyaknya persebaran fasilitas kesehatan,


kasus ISPA cenderung berjarak jauh dari fasilitas kesehatan terdekat. Hal ini
berbeda dengan kontrol ISPA, yang mana masih terdapat beberapa fasilitas
kesehatan yang berada didekat kontrol ISPA. Tingginya sebaran kasus ISPA di
wilayah kerja Martapura 1 juga dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko lainnya.
1. Kasus ISPA
Berdasarkan peta kasus tersebut, diketahui terdapat 31 titik kasus TB Paru.
Titik kasus terbanyak berada di daerah Bincau (5 Kasus), Sungai Paring (5
Kasus), Cempaka (4 Kasus), Sungai Sipai (4 Kasus) dan sisanya tersebar di
daerah Kelurahan Jawa, Cindai Alus, Tanjung Rema Darat, Keraton, Murung
Keraton, Sekumpul dan Bincau Muara
2. Kontrol ISPA
Untuk kontrol, berdasarkan peta kasus tersebut, diketahui terdapat 31 titik
control. Titik kontrol terbanyak berada di daerah Sungai Paring (7 Kasus), Bincau
(5 Kasus), Cindai Alus (5 Kasus) dan sisanya tersebar di daerah Bincau Muara,
Guntung Paikat, Kelurahan Jawa, Loktabat Utara, Mentaos, Sekumpul, Sungai
Sipai, Sungai Ulin dan Tanjung Rema Darat.

B. Pembahasan
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit yang umum yang
terjadi pada masyarakat. ISPA dapat disebabkan oleh lebih dari 300 jenis bakteri,
virus, dan riketsia. Bakteri merupakan penyebab utama infeksi saluran pernapasan
bawah, dengan Streptococcus pneumoniae sebagai penyebab paling umum
pneumonia bakteri di berbagai negara. Namun, sebagian besar infeksi saluran
pernapasan akut disebabkan oleh virus atau campuran infeksi virus-bakteri.
Bakteri yang dapat menyebabkan ISPA antara lain dari genus Streptokokus,
Stafilokokus, Hemofilus, Bordetela, Corinebakterium, dan
Pneumokokus,sedangkan virus yang dapat menyebabkan ISPA antara lain
dari golongan Pikornavirus, Herpesvirus, Miksovirus, Adenovirus,dan
Mikoplasma. ISPA dapat mengakibatkan berbagai spektrum penyakit, mulai dari
6

tanpa gejala hingga penyakit yang parah dan berpotensi mematikan, tergantung
pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu (3–5).
ISPA merupakan penyakit menular yang tergolong ke dalam Air Borne
Disease. Penularannya dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar bibit
penyakit dan masuk kedalam tubuh melalui saluran pernafasan. Penularan melalui
udara terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda
terkontaminasi. Namun, pada kenyataannya sebagian besar penularan melalui
udara dapat juga menular melalui kontak langsung dengan penderita yang
mengidap penyakit ISPA. Beberapa penyakit yang termasuk dalam ISPA adalah
Pneumonia, Influenza, dan Pernafasan Syncytial Virus (RSV) (3).
Kelompok yang paling berisiko terhadap ISPA adalah balita. Data
menunjukkan bahwa sekitar 20-40% pasien yang dirawat di rumah sakit pada
kelompok usia anak-anak disebabkan oleh ISPA. Pada anak balita, terdapat sekitar
1,6 juta kematian per tahun akibat pneumonia yang merupakan komplikasi dari
ISPA. Tingkat kematian juga tinggi pada bayi, anak-anak, dan orang dewasa
lanjut, terutama di negara-negara dengan pendapatan rendah dan menengah. ISPA
biasa menyerang anak usia di bawah usia lima tahun (balita), akan tetapi juga bisa
menyerang kelompok usia produktif (15 - 64 tahun). karena, pada saat usia
produktif mereka terpapar dengan berbagai faktor risiko yang ada di lingkungan
kerja. Beberapa faktor risiko tersebut antara lain yaitu paparan zat kimia dan
polutan udara, bekerja dalam lingkungan yang kurang higienis, berinteraksi
dengan orang yang terinfeksi. Selain itu, pada usia produktif sistem kekebalan
tubuh seseorang juga mungkin telah menurun akibat berbagai faktor, seperti pola
makan yang tidak sehat, kurangnya olahraga, dan kebiasaan merokok (3,4).
Menurut WHO, insidensi, distribusi, dan akibat dari penyakit infeksi
pernapasan akut bervariasi berdasarkan beberapa faktor, termasuk (4):
1. Kondisi lingkungan, seperti pencemar udara, kepadatan rumah tangga,
kelembapan, kebersihan, musim dan suhu;
2. Ketersediaan dan efektivitas perawatan medis dan langkah-langkah
pencegahan dan pengendalian infeksi (ppi) untuk menahan penyebaran,
seperti vaksin, akses ke fasilitas pelayanan kesehatan, dan kapasitas isolasi;
7

3. Faktor individu, seperti usia, jenis kelamin, merokok, kemampuan faktor


individu untuk menularkan infeksi, status imun, status gizi, infeksi
sebelumnya atau bersamaan dengan patogen lain, dan kondisi medis yang
mendasarinya;
4. Karakteristik patogen, seperti mode penularan, transmisibilitas, faktor
virulensi (mis. Gen penyandi toksin) dan beban mikrobial (ukuran inoculum).
Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor
lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku (1,4):
1. Faktor lingkungan meliputi: pencemaran udara dalam rumah, ventilasi rumah,
dan kepadatan hunian.
2. Faktor individu: umur anak (6-12 bulan/pada usia balita), berat badan lahir,
status gizi, vitamin-A, pemberian ASI ekslusif dan status imunisasi
3. Faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada
bayi atau peran aktif keluarga/masyarakat dalam menangani penyakit ISPA
Pada anak, faktor sosiodemografi juga turut menjadi faktor risiko kejadian
ISPA, yaitu mencakup jenis kelamin anak, usia anak, status pendidikan ibu,
status pekerjaan ibu, umur ibu, tingkat kekayaan keluarga, jumlah
anggota keluarga, jumlah anak, dan jarak kelahiran antar anak (4). Pada
pekerja berisiko, gangguan saluran pernapasan terjadi secara bertahap atas proses
akumulasi paparan yang masuk kedalam paru. Selain dari paparan lingkungan
gangguan pada saluran pernapasan dapat juga dipengaruhi dari karakteristik
individu sendiri. Karakteristik individu yang mempengaruhi terjadinya gangguan
saluran pernapasan meliputi umur, jenis kelamin, riwayat pekerja menderita
penyakit paru, lama pajanan, kebiasaan merokok, masa kerja, tingkat pendidikan
pekerja dan penggunaan alat pelindung diri berupa masker (3).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis secara spasial temporal yang dilakukan pada kasus TB
di wilayah kerja Puskesmas Martapura 1, persebarannya cenderung terpisah-pisah.
Dilihat dari banyaknya persebaran fasilitas kesehatan, kasus ISPA cenderung
berjarak jauh dari fasilitas kesehatan terdekat. Hal ini berbeda dengan kontrol
ISPA, yang mana masih terdapat beberapa fasilitas kesehatan yang berada didekat
kontrol ISPA. Tingginya sebaran kasus ISPA di wilayah kerja Martapura 1 juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko lainnya. Dilihat dari peta, kasus yang
ditemukan dekat dengan Puskesmas UPT Martapura 1 cenderung berkelompok.
Hal ini juga terjadi pada kontrol ISPA, yang mana jika dilihat dari peta,
persebaran kontrolnya dekat dengan fasilitas kesehatan disekitarnya, namun tidak
terlalu mengelompok. Penyakit ISPA bervariasi berdasarkan beberapa faktor
seperti kondisi lingkungan; Ketersediaan dan efektivitas perawatan medis dan
langkah-langkah pencegahan dan pengendalian infeksi (ppi) untuk menahan
penyebaran, Faktor individu; dan Karakteristik patogen

B. Saran
Puskesmas dan masyarakat setempat diharapkan bisa bekerja sama untuk
mencegah dan menanggulangi kejadian ISPA agar kasus persebaran ISPA dapat
menurun. Kegiatan skrining dan surveilans perlu dilaksanakan lebih baik lagi agar
kasus yang belum ditemukan dan belum tercatat dapat segera diatasi karena
penanggulangan tuberkulosis tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga
perlu adanya dukungan dan keterlibatan semua elemen masyarakat sebagai bentuk
pemberdayaan dan kerja sama dengan masyarakat.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Miswarti, Awaliah NS, Saied M, Atikah N, Nabila M. Determinasi Yang


Berhubungan Dengan Ispa Pada Balita Di Fktp Sanggamara Kodim 0101 /
Bs Kesdam Im Banda Aceh Tahun 2021. 2022;1(7):791–807.
2. Darsono VP, Novalia Widya N, Suwarni. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Binuang. J Din Kesehat
[Internet]. 2018;9(1):616–29. Tersedia pada:
https://ojs.dinamikakesehatan.unism.ac.id/index.php/dksm/article/view/309
3. Zolanda A, Raharjo M, Setiani O, Lingkungan MK, Diponegoro U, Tengah
J, et al. Faktor risiko kejadian infeksi saluran pernafasan. 2021;17(1):73–
80.
4. WHO 2020. Pusat Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut Berat.
World Heal Organ. 2020;100.
5. Fuadi MF, Setiani O, Darundiati YH. Pajanan Partikulat Debu Kapur dan
Faktor Risiko Pekerja dengan Kejadian ISPA: Sebuah Literature Review. J
Kesehat Lingkung. 2021;11(1):8–15.

9
LAMPIRAN

Lampiran 1. Peta Kasus ISPA

Lampiran 2. Data Titik Kasus ISPA

10
11

Lampiran 3. Data Titik Kontrol ISPA

Lampiran 4. Titik Puskesmas Martapura 1


12

Lampiran 5. Referensi
Jurnal Kesehatan Lingkungan
Vol.11, No.1, April 2021, pp. 8 – 15
ISSN 2615-188X(Online), ISSN 2089 – 0451(Print)
DOI: 10.47718/jkl.v10i2.1167
Journal homepage: https://ejurnal.poltekkes-manado.ac.id/index.php/jkl

Pajanan Partikulat Debu Kapur dan Faktor Risiko Pekerja dengan


Kejadian ISPA: Sebuah Literature Review

Exposure of Particulate Lime Dust and Worker Risk Factors


with the Incidence of ARI: A Literature Review
Mirza Fathan Fuadi, Onny Setiani dan Yusniar Hanani Darundiati
Magister Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro
E-mail: Mirzaff@gmail.com

ABSTRACT/ABSTRAK

Limestone mining is an industry that produces pollutants in the air. The pollutants
produced from the lime mining industry are dust and gas particles. The resulting lime dust can harm
the health of workers. ARI is a respiratory disease that attacks lime mining workers. ARI does not
only occur due to exposure to lime dust, there are several risk factors for workers that can cause
ARDs. This study aims to determine the exposure to lime dust and the risk factors for workers with
the incidence of ARI. This research was conducted using the literature review method with a sample
size of 16 journals. The results showed that 80% of the variables studied were significant or had a
relationship with the incidence of ARI. From the review of the article, it is known that there is a
period of work, use of PPE, age, history of disease and smoking habits. The most dominant risk
factors that have a significant relationship with the incidence of ARI are the working period variable
and the use of PPE.

Keywords: Lime mine, Lime dust, ARI.

Tambang kapur merupakan salah satu industri yang menghasilkan polutan di udara.
Polutan yang dihasilkan dari industri tambang kapur adalah partikel debu dan gas. Debu
kapur yang dihasilkan dapat mengganggu kesehatan pekerjanya. ISPA adalah salah satu
penyakit gangguan saluran pernapasan yang menyerang pekerja tambang kapur. ISPA
tidak hanya terjadi akibat pajanan debu kapur, terdapat beberapa faktor risiko pekerja yang
dapat menyebabkan terjadinya ISPA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pajanan
debu kapur dan faktor risiko pekerja dengan kejadian ISPA. Penelitian ini dilakukan
menggunakan metode literature review dengan besar sampel sebanyak 16 jurnal. Hasil
menunjukkan variabel yang bermakna atau memiliki hubungan dengan kejadian ISPA
diperoleh sekitar 80% dari beberapa variabel yang di teliti. Dari tinjauan artikel diketahui
ada masa kerja, penggunaan alat pelindung diri (masker), usia, riwayat penyakit dan
kebiasaan merokok. Faktor risiko yang paling dominan memiliki hubungan yang
bermakna dengan kejadian ISPA adalah variabel masa kerja dan variabel penggunaan alat
pelindung diri (masker).

Kata Kunci: Tambang kapur, Debu kapur, ISPA

Copyright © 2021 Jurnal Kesehatan Lingkungan


All right reserved

PENDAHULUAN pabrik dan kedaraan bermotor.1 Pencemaran


Masalah pencemaran udara telah lama menjadi udara juga telah menjadi fenomena yang biasa
penyebab masalah kesehatan, terutama di di beberapa negara khusunya di negara
negara-negara industri yang memiliki banyak berkembang. Hal ini dikarenakan dari industri

8
Jurnal Kesehatan Lingkungan
Vol.11, No.1, April 2021, pp. 8 – 15
ISSN 2615-188X(Online), ISSN 2089 – 0451(Print)
DOI: 10.47718/jkl.v10i2.1167
Journal homepage: https://ejurnal.poltekkes-manado.ac.id/index.php/jkl

yang ada, masih banyak yang kurang riwayat pekerja menderita penyakit paru, lama
memperhatikan mengenai pengendalian pajanan, kebiasaan merokok, masa kerja,
pencemaran udara. Salah satu industri yang tingkat pendidikan pekerja dan penggunaan
menyebakan pencemaran udara adalah industri alat pelindung diri berupa masker.4 Oleh
tambang kapur. Polutan yang dihasilkan dari karena uraian diatas, penulisan literature
industri tambang kapur yaitu partikel debu dan review ini bertujuan untuk mengetahui pajanan
gas-gas hasil. Debu dan gas-gas yang debu kapur dan faktor risiko pekerja dengan
disebabkan oleh proses pengolahan batu kapur kejadian ISPA.
berada di lingkungan kerja, hal ini akan METODE
berakibat tenaga kerja terpapar debu kapur dan Penelitian ini merupakan literature
gas-gas pada konsentrasi maupun ukuran yang review. Literature review adalah metode
berbeda-beda. 2 penelitian yang merupakan ulasan kembali
Kondisi lingkungan kerja akan tentang topik tertentu yang menekankan pada
berpengaruh terhadap kesehatan pekerja. Debu pertanyaan tunggal yang telah dikenali secara
yang terdapat pada lingkungan kerja, akan sistematis, dinilai, dipilih dan disimpulkan
mengganggu produktivitas dan kesehatan. menurut kriteria yang telah ditentukan
Pekerja yang sering terpajan debu berisiko sebelumnya berdasarkan bukti penelitian yang
untuk mengalami keluhan kesehatan, baik berkualitas tinggi yang relevan dengan
berupa penyakit infeksi maupun non infeksi. pertanyaan penelitian.5 Sumber data penelitian
Suatu potensi bahaya di tempat kerja akan ini berasal dari literatur yang diperoleh melalui
masuk dan terakumulasi di dalam tubuh internet berupa hasil penelitian ilmiah dari
dipengaruhi oleh lama paparan, dan beberapa sumber. Pengambilan data dilakukan
kelangsungan paparan. Semakin lama pekerja melalui searching internet dari google scholar
tersebut terpapar oleh pajanan salah satunya dan science direct dengan kata kunci yang
yaitu pajanan partikel debu maka akan dimasukkan yaitu pencemaran udara debu
semakin banyak partikel debu yang kapur, dan determinan kejadian ispa terutama
terakumulasi di dalam tubuh. faktor pekerja.
Dampak pajanan bahan-bahan Populasi dalam penelitian adalah
berbahaya seperti polutan udara ditempat kerja penelitian dengan fokus faktor risiko pekerja
dan lingkungan terhadap kesehatan, akan dengan kejadian ISPA dari tahun 2016 sampai
mengakibatkan berbagai macam gangguan dengan tahun 2020 sebanyak 16 hasil
salah satunya menimbulkan gangguan saluran penelitian yang bersumber dari publikasi
pernapasan (ISPA). Penyakit saluran ilmiah Biology Department, Kedokteran dan
pernapasan merupakan penyakit akibat kerja Parasitologi, Kedokteran dan Kesehatan
pada industri yang sering dijumpai di negara Masyarakat, Kesehatan Lingkungan dan
berkembang, prevalensinya bervariasi antara Kesehatan Masyarakat.
2-20%. ISPA disebabkan oleh lebih dari 300 Pengambilan sampel dalam penelitian
jenis bakteri, virus, dan riketsia. Bakteri yang ini adalah non probability sampling dengan
dapat menyebabkan ISPA antara lain dari tehnik total sampling. Total sampling adalah
genus Streptokokus, Stafilokokus, Hemofilus, tehnik pengambilan sampel dengan jumlah
Bordetela, Corinebakterium, dan sampel sama dengan populasi. Besar sampel
Pneumokokus, sedangkan virus yang dapat penelitian ini adalah 16 jurnal. Kriteria inklusi
menyebabkan ISPA antara lain dari golongan yang digunakan adalah:
Pikornavirus, Herpesvirus, Miksovirus, 1. Penelitian diterbitkan dalam rentang tahun
Adenovirus, dan Mikoplasma.3 2016-2020
Gangguan saluran pernapasan terjadi 2. Memiliki tema penelitian tentang
secara bertahap atas proses akumulasi paparan pencemaran udara debu kapur dan ISPA
yang masuk kedalam paru. Selain dari paparan 3. Memiliki faktor risiko pekerja dengan
lingkungan gangguan pada saluran pernapasan kejadian ISPA yang bernilai signifikan
dapat juga di pengaruhi dari karakteristik Didapatkan data kuantitatif yang selanjutnya
pekerja itu sendiri. Karakteristik pekerja yang dianalisis secara sistematis sehingga
mempengaruhi terjadinya gangguan saluran mendapatkan bahasan dan simpulan yang
pernapasan meliputi umur, jenis kelamin, mewakili isi dari literature review.

9
Jurnal Kesehatan Lingkungan
Vol.11, No.1, April 2021, pp. 8 – 15
ISSN 2615-188X(Online), ISSN 2089 – 0451(Print)
DOI: 10.47718/jkl.v10i2.1167
Journal homepage: https://ejurnal.poltekkes-manado.ac.id/index.php/jkl

Literature Review yang digunakan terhadap kejadian ISPA. Sampel penelitian


berjumlah 16 dengan isi hubungan antara pada jurnal yang digunakan sebagai literature
kadar debu kapur dan faktor risiko pekerja review bersifat nasional sehingga dapat
dengan kejadian infeksi saluran pernapasan merefleksikan permasalahan pencemaran debu
akut (ISPA). Kemudian di klasifikasikan kapur dan faktor risiko pekerja tambang kapur
menjadi 2 klaster, yaitu pencemaran udara di secara menyeluruh terhadap kejadian ISPA
tambang kapur dan faktor risiko pekerja
.
HASIL
Identifikasi dan Sintesis Jurnal
Tabel 1. Tabel Hasil Sintesis Jurnal
No. Penulis Tujuan Desain Sampel Variabel Hasil
1. Leni Untuk mengetahui Cross Tehnik Variabel dalam Hasil penelitian
Widdianti faktor-faktor yang Sectional pengambilan penelitian menunjukkan terdapat
(2018) berhubungan sampel yang diantaranya: lama hubungan yang
dengan kasus digunakan bekerja, umur, signifikan antara variabel
pernafasan adalah total perilaku merokok, lama kerja, umur,
penyakit pada sampling yaitu masa kerja, dan perilaku merokok dan
pekerja tambang populasi yang riwayat penyakit riwayat penyakit dengan
kapur di dijadikan penyakit saluran
Kecamatan sampel pernafasan pada pekerja
Buliide berjumlah 185 tambang kapur di
Kabupaten Kota responden Kecamatan Buliide
Barat Provinsi Kabupaten Kota Barat
Gorontalo Provinsi Gorontalo
2. Vio Febri Untuk mengetahui Case Besar sampel Variabel dalam Hasil penilitian
Ningtyas munculnya Control dalam penelitian menunjukkan terdapa
(2020) penyakit ISPA penelitian diantaranya: usia hubungan yang
dan faktor risiko sebanyak 36 perilaku merokok, signifikan antara varibel
pajanan ISPA responden riwayat penyakit, riwayat penyakit dengan
pada masyarakat yang terdiri jarak lokasi kejadian ISPA
yang tinggal di atas 18 kasus tempat tinggal
lingkungan dan 18 kontrol
penambangan
kapur batu
gamping Puger
3. Lilis Untuk mengetahui Cross Tehnik Variabel dalam Hasil penelitian
Yunipah karakteristik dan Sectional pengambilan penelitian menunjukkan terdapat
(2016) lingkungan yang sampel yang diantaranya: usia, hubungan yang
berhubungan digunakan status gizi, signifikan antara varibel
dengan gangguan adalah random riwayat penyakit, status gizi dan riwayat
fungsi paru pada sampling yaitu dan kadar debu penyakit dengan
masyarakat yang sampel kapur gangguan fungsi paru
terpapar debu berjumlah 54
kapur di Desa responden
Jatilaba
Kabupaten Tegal
4. Yudi Untuk mengetahui Cross Tehnik Variabel dalam Hasil penelitian
Siswanto hubungan antara Sectional pengambilan penelitian menjukkan terdapat
(2016) paparan debu sampel yang diantaranya: masa hubungan yang
dengan derajat digunakan kerja, lama kerja, bermakna antara lama
obstruksi dan adalah random usia, dan status kerja dengan derajat
derajat restriksi sampling yaitu kesehatan. obstruksi dan derajat
pada pekerja sampel restriksi pada pekerja
penambang kapur berjumlah 30 tambang kapur
di Dusun Koro responden
Desa Pongpongan

10
Jurnal Kesehatan Lingkungan
Vol.11, No.1, April 2021, pp. 8 – 15
ISSN 2615-188X(Online), ISSN 2089 – 0451(Print)
DOI: 10.47718/jkl.v10i2.1167
Journal homepage: https://ejurnal.poltekkes-manado.ac.id/index.php/jkl

Kecamatan
Marakurak
Kabupaten Tuban
5. Fahmita A Untuk mengetahui Cross Tehnik Variabel dalam Hasil penelitian
(2019) karakteristik Sectional pengambilan penelitian menunjukkan bahwa
individu pekerja sampel yang diantaranya: usia, kadar debu yang terukur
dengan gangguan digunakan masa kerja, di pembakaran batu
faal paru pada adalah total penggunaan APD, kapur Kecamatan
pekerja sampling yaitu kebiasaan Plumpang Kabupaten
pembakaran batu populasi yang merokok, status Tuban berada di atas
kapur CV. Indah dijadikan gizi dan riwayat NAB (Nilai Ambang
Lestari sampel penyakit. Batas)
Kecamatan berjumlah 18
Plumpang responden
Kabupaten Tuban
6. Aris Untuk mengetahui Cross Tehnik Varibel dalam Hasil penelitian
Widodo hubungan antara Sectional pengambilan penelitian menunjukkan ada
(2017) lamanya bekerja sampel yang diantaranya: masa pengaruh hubungan
sebagai digunakan kerja, lama kerja antara lamanya bekerja
penambang batu adalah total dan riwayat sebagai penambang
kapur dengan sampling penyakit kapur dengan nilai VO2
nilai VO2 Maks di Maks, didapatkan nilai
daerah p=0,036
Gunungkidul
7. Rahayu H, Untuk mengetahui Cross Tehnik Varibel dalam Lama kerja memiliki
Febi hubungan Sectional pengambilan penelitian hubungan (p=0,836,
Kolibu, karakteristik sampel yang diantaranya: p>0,05) dengan kejadian
Ardaisyah individu dengan digunakan umur, lama kerja, penyakit ISPA pada
Tucunan kejadian ISPA adalah total masa kerja, dan pekerja tambang kapur
(2017) pada Pekerja sampling yaitu perilaku merokok
Tambang Kapur populasi yang
dijadikan
sampel
berjumlah 40
responden
8. Jein Frilly Untuk mengetahui Cross Tehnik Varibel dalam Hasil penelitian
Lantong, faktor yang Sectional pengambilan penelitian menunjukkan terdapat
Pitrah berhubungan sampel yang diantaranya: hubungan yang
Asfian, dengan kejadian digunakan umur, jenis bermakna antara varibel
Putra Eka ISPA pada adalah random kelamin, kebiasaan merokok,
Meiyana pekerja sampling yaitu kebiasaan penggunaan APD dan
(2016) 6 penggilingan padi sampel merokok, masa kerja dengan
di Kabupaten berjumlah 48 penggunaan APD, kejadian ISPA
Kaloka Sulawesi responden masa kerja
Tenggara
9. Yudha Eka Untuk Cross Sampel Variabel Hasil dalam penelitian
Putra menganalisis Sectional penelitian 52 penelitian diperoleh hubungan yang
Suwanto hubungan faktor responden diantaranya: masa bermakna antara masa
(2018) fisik lingkungan diambil kerja, kebiasaan kerja (p= 1,000),
dan karakteristik menggunakan merokok, kebiasaan merokok (p=
individu dengan sistem random penggunaan APD, 0,281) dan penggunaan
keluhan sampling jenis kelamin, APD (p= 0,283) dengan
pernapasan suhu, dan kadar keluhan pernapasan pada
udara pekerja

10. Yudha Eka Untuk mengetahui Cross Sampel Variabel Hasil menunjukkan
Putra hubungan Sectional penelitian 80 penelitian bahwa variabel APD dan
(2017) penggunaan kayu responden diantaranya:umur, merokok pekerje

11
Jurnal Kesehatan Lingkungan
Vol.11, No.1, April 2021, pp. 8 – 15
ISSN 2615-188X(Online), ISSN 2089 – 0451(Print)
DOI: 10.47718/jkl.v10i2.1167
Journal homepage: https://ejurnal.poltekkes-manado.ac.id/index.php/jkl

bakar dalam diambil APD, cerobong memilki hubungan


industri menggunakan asap dan merokok dengan kejadian ISPA
pembakaran model
genteng dengan consecutive
kejadian ISPA sampling
11. Muhamad Untuk mengetahui Cross Sampel Variabel Diperoleh hasil terdapat
Yunus, faktor-faktor yang Sectional penelitian 43 penelitian hubungan yang
Widi berhubungan responden diantaranya: bermakna antara usia,
Raharjo, dengan kejadian diambil umur, jenis dan penggunaan APD
dan Agus ISPA di PT.X menggunakan kelamin, masa dengan kejadian ISPA
Fitriangga sistem total kerja, penggunaan pada pekerja PT.X
(2020) sampling APD dan peran
petugas kesehatan
12. Resti Untuk mengetahui Sampel dalam Variabel Diperoleh hasil kadar
Fevria kualitas udara di penelitian penelitian udara TSP dalam
(2016) daerah diantaranya: diantaranya: kadar penelitian melebihi baku
penambangan kadar udara udara ambien mutu kualitas udara
batu kapur Bukit ambien (SO2, (SO2, CO, NO2, berdasarkan PP No. 41
Tui Kota Padang CO, NO2, O3 O3 dan TSP) tahun 1999 tentang
Panjang dan TSP) pengendalian
pencemaran udara
13. Ibnu Sri Untuk mengetahui Cross Sampel Variabel Hasil penelitian
Fuqoha, paparan debu Sectional penelitian 46 penelitian menunjukkan bahwa
Ari kayu dengan responden diantaranya: variabel umur, masa
Suwondo kejadian ISPA diambil status gizi, umur, kerja, dan status
dan Siswi pada pekerja menggunakan masa kerja, lama kesehatan memiliki
Jayanti mebel di Jepara sistem total paparan dan hubungan yang
(2017) sampling penggunaan APD signifikan dengan
kejadian ISPA
14. Billy Untuk mengetahui Cross Sampel Variabel Hasil penelitian
Harnaldo hubungan masa Sectional penelitian 46 penelitian diperoleh variabel masa
Putra, kerja, responden diantaranya: masa kerja (p=0,026) dan
Rifka pengetahuan, diambil kerja, kebiasaan penggunaan masker
Afrani kebiasaan menggunakan merokok, (0,002) memiliki
(2017) merokok dan sistem total penggunaan hubungan yang
penggunaan sampling masker dan signifikan dengan
masker dengan pengetahuan kerjadia ISPA pada
kejadian ISPA pekerja
pada pekerja batu
bata di Kelurahan
Manggis
15. Erka Dewi Untuk mengetahui Cross Jumlah Variabel Tidak terdapat hubungan
Armaeni hubungan anatara Sectional populasi penelitian antara kadar debu kapur
dan karakteristik sebanyak 78 diantaranya: dengan status faal paru
Noeroel responden dan dan sampel umur, jenis dan variabel lama kerja,
Widajati kadar debu penelitian 23 kelamin, lama masa kerja serta
(2016) 7 dengan status faal responden kerja, kebiasaan kebiasaan penggunaan
paru pekerja di diambil penggunaan masker memiliki
CV. SRI MULYA menggunakan masker dan hubungan yang
PUTRA sistem total kebiasaan bermakna dengan status
Kabupaten Tuban sampling olahraga faal paru pada pekerja
16. Ahmad Untuk mengetahui Menggunakan Variabel Diperoleh hasil terdapat
Zaenal sebaran debu model penelitian yaitu beberapa titik yang
Arifin, kapur pada pabrik Gaussian polutan udara terkena dampak polutan
Kresna kapur di daerah Plume yang berada di dari aktivitas pabrik
Oktafianto, Tuban area pabrik kapur kapur
Ridho
Awanda,

12
Jurnal Kesehatan Lingkungan
Vol.11, No.1, April 2021, pp. 8 – 15
ISSN 2615-188X(Online), ISSN 2089 – 0451(Print)
DOI: 10.47718/jkl.v10i2.1167
Journal homepage: https://ejurnal.poltekkes-manado.ac.id/index.php/jkl

dan
Nazilatul
Fatihah
(2019) 8

PEMBAHASAN pernapasan. Salah satu penyakit yang


Partikel debu kapur dengan kejadian disebabkan oleh pajanan debu kapur adalah
Infeksi Saluran Pernapasan Akut Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).11
(ISPA) ISPA sendiri tidak hanya disebabkan oleh
Pertambangan batu kapur merupakan salah pajanan debu kapur saja, terdapat beberapa
satu industri yang mempunyai kadar polutan faktor risiko pekerja yang dapat meningkatkan
pencemar udara sangat berbahaya dan dapat atau menurunkan risiko terjadinya ISPA.
menggangu kesehatan, terutama pada Beberapa faktor risiko pekerja yang dapat
pekerjanya.9 Industri batu kapur telah menyebabkan terjadinya ISPA diperoleh dari
mencemari udara dengan debu dan gas-gas beberapa hasil penelitian antara lain: usia,
hasil pembakaran. Bahan bakar yang masa kerja, lama kerja (lama paparan),
digunakan dalam pembakaran batu kapur penggunaan alat pelindung diri (masker),
dapat berupa kayu bakar, oil sludge, dan riwayat penyakit dan kebiasaan merokok.12
sebagainya. Proses pembakaran yang
menggunakan beragam macam bahan Usia
dinamakan dengan pembakaran biomassa. Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan
Menurut EPA tahun 2016 dari proses bahwa usia pekerja yang semakin bertambah
pembakaran biomassa dapat menghasilkan maka akan semakin banyak alveoli yang rusak
asap, dimana partikel debu yang berada pada dan daya tahan tubuh ikut menurun ditambah
asap akan menghasilkan bermacam polutan dengan menurunnya sistem pernapasan pada
udara, salah satunya yaitu particulate matter. saat usia diatas 30 tahun.13 Oleh karena itu usia
Particulate matter (PM) adalah partikel debu dapat dikatakan merupakan salah satu faktor
yang melayang di udara untuk jangka waktu risiko pada pekerja yang dapat meningkatkan
yang lama. Partikel debu batu kapur dapat kejadian infeksi saluran pernapasan akut
mengganggu kesehatan bila terhirup oleh (ISPA).
manusia, antara lain dapat mengganggu
pernafasan, seperti sesak nafas ataupun Masa Kerja
terjadinya pneumoconiosis. Efek utama debu Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan
kapur terhadap tenaga kerja berupa kelainan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja
paru baik bersifat akut dan kronis, maka semakin banyak dia telah terpapar
terganggunya fungsi fisiologis, iritasi bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan
mata, iritasi sensorik serta penimbunan kerja. Hal ini menunjukkan bahwasanya
bahan berbahaya dalam tubuh. Efek terhadap paparan debu yang ada di lingkungan kerja
saluran pernapasan adalah terjadinya infeksi dan terpapar oleh pekerja dan kosentrasi yang
saluran pernapasan akut (ISPA).10 tinggi serta masa kerja yang semakin lama
maka akan dapat berdampak pada gangguan
Faktor risiko pekerja terhadap kejadian fungsi paru seseorang.14 Oleh karena itu
ISPA pekerja dengan masa kerja lebih lama
Kadar debu kapur yang dihasilkan dari proses memiliki arti bahwa pekerja tersebut lebih
produksi mencemari udara di lingkungan lama terpajan debu dan miliki risiko untuk
kerja. Kemudian kadar debu tersebut dapat terkena ISPA lebih tinggi.
terpapar ke pekerja di tempat kerja melalui
inhalasi (debu masuk melalui pernapasan Lama Kerja
pekerja), debu yang masuk melalui pernapasan Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan
dapat dilawan oleh sistem pertahanan pada bahwa lamanya seseorang bekerja umumnya
pernapasan. Namun dalam kondisi tertentu berkisar 6-8 jam dalam sehari. Apabila waktu
dapat mengakibatkan penyakit pada saluran kerja diperpanjang maka akan menimbulkan

13
Jurnal Kesehatan Lingkungan
Vol.11, No.1, April 2021, pp. 8 – 15
ISSN 2615-188X(Online), ISSN 2089 – 0451(Print)
DOI: 10.47718/jkl.v10i2.1167
Journal homepage: https://ejurnal.poltekkes-manado.ac.id/index.php/jkl

ketidakefisienan yang tinggi bahkan Riwayat penyakit merupakan faktor yang


menimbulkan penyakit diakibatkan oleh dianggap juga sebagai pencetus timbulnya
lamanya terpajan polutan cukup lama di gangguan pernapasan. Pekerja yang pernah
lingkungan kerja.15 Oleh karena itu variabel mengidap penyakit paru cenderung akan
lama bekerja tidak merupakan faktor risiko mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus
yang secara langsung berhubungan dengan akan terlalu sedikit mengalami pertukaran
gangguan pernapasan, hal ini karena variabel udara. Akibatnya akan menurunkan kadar
lama bekerja tidak dapat berdiri sendiri untuk oksigen dalam darah.19 Banyak ahli
memengaruhi gangguan pernapasan, sehingga berkeyakinan bahwa penyakit emfisema
memerlukan variabel lain untuk bersama-sama kronik, pneumonia, asma bronkiale, dan
memengaruhi gangguan pernapasan.14 sianosis akan memperberat kejadian gangguan
fungsi paru pada pekerja yang terpajan oleh
Penggunaan alat pelindung diri (masker) debu organik dan anorganik.20 Oleh karena itu
Penggunaan alat pelindung diri (masker) dapat dikatakan bahwa riwayat penyakit
adalah salah satu cara untuk meminimalkan pernapasan juga dianggap sebagai faktor risiko
pajanan debu kapur di tempat kerja sehingga timbulnnya atau penyebab yang memperparah
diharapkann dapat menurunkan risiko ISPA gangguan saluran pernapasan atau infeksi
yang diakibatkan oleh pajanan debu. Dengan saluran pernapasan akut (ISPA).
mengenakan masker, diharapkan pekerja Faktor risiko dari masing-masing pekerja
melindungi dari kemungkinan terjadinya tersebut kemudian mempengaruhi terjadinya
gangguan pernapasan akibat terpajan udara ISPA baik meningkatkan atau menurunkan
yang kadar debunya tinggi. Walaupun risiko akibat pajanan debu kapur di tempat
demikian, tidak ada jaminan bahwa dengan kerja.
mengenakan masker, seorang pekerja di
industri akan terhindar dari kemungkinan KESIMPULAN
terjadinya gangguan pernapasan. Dari Berdasarkan hasil telaah dari 16 jurnal
beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa yang telah dilakukan, diperoleh bahwa faktor
pekerja yang bekerja di area dengan kadar risiko pekerja yang paling dominan memiliki
debu tinggi dan tidak menggunakan alat korelasi dan meningkatkan kejadian ISPA
pelindung diri maka dapat dipastikan akan yaitu masa kerja, riwayat penyakit, usia,
terpapar dan berisiko terkena gangguan penggunaan alat pelindung diri (masker) dan
saluran pernapasan. Oleh karena itu dapat kebiasaan merokok.
dikatakan penggunaan alat pelindung diri
(masker) pada pekerja merupakan salah satu DAFTAR PUSTAKA
faktor risiko terjadinya infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA).16 1. Suma’mur P. Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Haji Mas
Kebiasaan Merokok Agung; 2014.
Merokok merupakan salah satu faktor yang 2. Kuswana. Ergonomi dan Kesehatan
bermakna dalam kejadian ISPA. Asap samping Keselamatan Kerja. PT. Remaja
rokok mempunyai efek toksik lebih buruk dari Rosdakarya; 2014.
pada asap utama terutama dalam menimbulkan 3. Febri V. Analisis Gangguan Infeksi
iritasi mukosa saluran napas dan Saluran Pernafasan Akut Dan
meningkatkan kecenderungan untuk Hubungannya Dengan Lokasi
mendapatkan ISPA. Asap utama juga Pertambangan di Gunung Kapur Puger
mengandung radikal bebas yang berperan Kabupaten Jember Sebagai Sumber
dalam kerusakan jaringan.17 Dari hasil Belajar Biologi. J Muhammadiyah
penelitian juga diperoleh bahwa kebiasaan Malang. 2020;
merokok dapat meningkatkan risiko terjadinya 4. Rahayu Simanjuntak NS. Hubungan
ISPA sebanyak 2,2 kali.18 Antara Kadar Debu Batubara Total Dan
Terhirup Serta Karakteristik Individu
Riwayat Penyakit Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada
Pekerja Di Lokasi Coal Yard Pltu X

14
Jurnal Kesehatan Lingkungan
Vol.11, No.1, April 2021, pp. 8 – 15
ISSN 2615-188X(Online), ISSN 2089 – 0451(Print)
DOI: 10.47718/jkl.v10i2.1167
Journal homepage: https://ejurnal.poltekkes-manado.ac.id/index.php/jkl

Jepara. J Kesehat Masy Univ X Jepara. J Kesehat Masy.


Diponegoro. 2013;2(2):18705. 2017;5(1):378–86.
5. Okoli C, Schabram K. Working Papers 14. Akili RH, Kolibu F, Tucunan AC,
on Information Systems A Guide to Lingkungan K, Masyarakat FK,
Conducting a Systematic Literature Ratulangi US. Kejadian Penyakit
Review of Information Systems Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada
Research. Work Pap Inf Syst. Pekerja Tambang Kapur. Kes Mas J
2010;10(2010). Fak Kesehat Masy Univ Ahmad
6. Lantong J, Asfian P, Erawan P. Faktor Daulan. 2017;11(1):41–5.
Yang Berhubungan Dengan Kejadian 15. Yudi S. Hubungan Antara Paparan
Ispa Pada Pekerja Penggilingan Padi Di Debu Dengan Derajat Obstruksi dan
Desa Wononggere Kecamatan Derajat Restriksi Pada Penambang
Polinggona Kabupaten Kolaka Tahun Kapur Tradisional di Dusun Koro Desa
2016. J Ilm Mhs Kesehat Masy Pongpongan Kecamatan Merakurak
Unsyiah. 2017;2(6):184173. Kabupaten Tuban. J Muhammadiyah
7. Armaeni ED, Widajati N. Hubungan Malang Univ. 2016;
Paparan Debu Kapur Dengan Status 16. Putra YE. Kayu Bakar Dalam Industri
Faal Paru Pada Pekerja Gamping. Pembakaran Genteng Diduga Sebagai
Indones J Occup Saf Heal. Penyebab Infeksi Saluran Pernafasan
2017;5(1):61. Akut (Ispa). 2017;2(2):219–23.
8. Arifin AZ. SEBARAN DEBU 17. Fahmita A. Hubungan Paparan PM2,5
JUBUNG PABRIK KAPUR. Faktor Fisik Lingkungan, Karakteristik
2019;01(02):79–82. Individu, Keluhan Pernafasan dan
9. Fevria R. Analisis kualitas udara di Gangguan Faal Paru Pada Pekerja
daerah penambangan batu kapur Tui (Studi di Industri Pembakaran Batu
Kota Padang Panjang. Eksakta. Kapur CV. Indah Lestari Kecamatan
2016;2(5):31–7. Plumpang Kabupaten Tuban). J Univ
10. Leni W. Infeksi Saluran Pernafasan Airlangga Surabaya. 2019;
Akut Pada Pekerja Penambang Kapur. 18. Putra BH, Afriani R. Kajian Hubungan
J Stikes Karya Mitra Husada Kediri. Masa Kerja, Pengetahuan, Kebiasaan
2018; Merokok, Dan Penggunaan Masker
11. Yunus M, Raharjo W, Fitriangga A. Dengan Gejala Penyakit Ispa Pada
Faktor-faktor yang berhubungan Pekerja Pabrik Batu Bata Manggis
dengan kejadian infeksi saluran Gantiang Bukittinggi. Hum Care J.
pernapasan akut ( ISPA ) pada pekerja 2018;2(2):48–54.
PT . X Factors related to acute 19. Yunipah L. Faktor Karakteristik dan
respiratory infection ( ARI ) incidence Lingkungan yang Berhubungan dengan
among workers at PT . X. Kesehatan. Gangguan Fungsi Paru (Studi pada
2020;6(1):21–30. Masyarakat yang Terpapar Debu Batu
12. Suwanto YEP. Analisis Faktor Fisik Kapur di Desa Jatilaba Kabupaten
Lingkungan dan Karakteristik Pekerja Tegal). J Univ Muhammadiyah
dengan Keluhan Pernapasan pada Semarang. 2016;
Pekerja di Industri Panci Aluminium. J 20. Widodo A. Hubungan Antara Lamanya
Kesehat Lingkung. 2018;10(4):409–16. Bekerja Sebagai Penambang Batu
13. Fuqoha I, Suwondo A, Jayanti S. Kapur Dengan Nilai Vo2 Maks di
Hubungan Paparan Debu Kayu Dengan Pertambangan Daerah Gunungkidul. J
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Univ Muhammadiyah Surakarta. 2017;
Akut (Ispa) Pada Pekerja Mebel Di Pt.

15
Jurnal LINK, 17 (1), 2021, 73 - 80

DOI: 10.31983/link.v17i1.6828

http://ejournal.poltekkes-smg.ac.id/ojs/index.php/link

FAKTOR RISIKO KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN


AKUT PADA BALITA DI INDONESIA

Annisa Zolanda*)a ; Mursid Raharjob ; Onny Setianic

a, b, c JurusanMagister Kesehatan Lingkungan; Universitas Diponegoro


Jl. Prof. Sudarto No.13; Tembalang; Semarang; Jawa Tengah

Abstrak
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri
yang biasanya menular sehingga dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar
dari penyakit tanpa gejala sampai kepada penyakit yang parah dan mematikan, tergantung kepada
patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu. Tujuan penelitian ini adalah
memberikan informasi mengenai faktor-faktor risiko kejadian ISPA pada balita berdasarkan kajian
literatur review. Metode penelitian ini adalah literature review dengan menggunakan database sinta
sebagai bahan acuan. Pengkategorian yang dilakukan oleh peneliti yaitu terindeks pada sinta 2-5,
publikasi 10 tahun terakhir, dan mempunyai variabel yang berhubungan dengan faktor-faktor
risiko kejadian ISPA pada balita. Hasil penelitian ini yaitu ditemukan bahwa terdapat faktor
lingkungan yang dominan seperti: suhu, kelembaban, pencahayaan, ventilasi, dan kepadatan
hunian merupakan faktor risiko yang menjadi penyebab kejadian ISPA pada balita. Kesimpulan
dalam penelitian ini adalah terdapat faktor lingkungan, pendidikan ibu, kebiasaan merokok yang
menjadi faktor risiko terhadap kejadian ISPA pada balita yang harus diperbaiki.

Kata kunci: ISPA, Bayi, Faktor Risiko

Abstract
[RISK FACTORS FOR THE INCIDENCE OF ACUTE RESPIRATORY INFECTION IN
CHILDREN UNDER FIVE IN INDONESIA, Literature Review] Acute Respiratory Infection (ARI)
is a disease caused by virus or bacteria that is usually contagious can cause a wide spectrum of
diseases ranging from asymptomatic disease to severe and deadly disease, depending on the
causative pathogen, environmental factors, and host factors. The purpose of this study was to
provide information about the risk factors for the incidence of ARI in children under five based on
literature review. This research method is a literature review using the Sinta database as a reference.
Categorization was carried out by researchers, namely indexed in 2-5 sinta, publication of the last
10 years, and had variables related to risk factors for the incidence of ARI in children under five. The
results of this study are found that there are dominant environmental factors such as: temperature,
humidity, lighting, ventilation, and occupancy density are risk factors that cause the incidence of
ARI in toddlers. The conclusion in this study is that there are environmental factors, maternal
education, smoking habits which are risk factors for the incidence of ARI in toddlers that must be
corrected.

Keywords: ARI, Baby, Risk Factors

1. Pendahuluan lebih dari 190 negara menggantikan Millenium


Development Goals (MDGs) pada akhir tahun 2015.
Tujuan pembangunan berkelanjutan atau
SDGs berisi 17 tujuan yang disepakati dan
biasa dikenal dengan Suistanable Development
berlaku bagi seluruh bangsa tanpa terkecuali.
Goals (SDGs) merupakan capaian target
salah satunya dengan menjamin kehidupan yang
pembangunan yang berhubungan dengan
sehat dan mendorong kesejahteraan bagi semua
pengembangan internasional yang disepakati
orang disegala usia. Untuk mencapai tujuan
*) Correspondence Author (Annisa Zolanda) tersebut, terdapat 13 target yang harus dicapai.
E-mail: annzol1411@gmail.com
Beberapa target tersebut adalah pada tahun 2030

Copyright © 2021, Jurnal LINK, e-ISSN 2461-1077


Jurnal LINK, 17 (1), 2021, 74 - 80

DOI: 10.31983/link.v17i1.6828

mengakhiri epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, Tahun 2018 menunjukan prevalensi penyakit
dan penyakit tropis yang terabaikan, serta ISPA sebesar (4,4%) dengan karakteristik
memerangi hepatitis, penyakit bersumber air, penduduk yang mengalami ISPA tertinggi
dan penyakit menular lainnya. Kemudian, pada terdapat pada rentang usia 1-4 tahun (25,8%).
tahun 2030 secara substansial mengurangi angka Adapun provinsi yang termasuk kedalam lima
kematian dan kesakitan oleh bahan kimia besar ISPA tertinggi adalah Papua, Bengkulu,
berbahaya dan udara, kontaminasi dan polusi air Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan
dan tanah.(Kementerian & Ri, 2015) Kalimantan Tengah.(RI, 2018)
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada tahun 2017 berdasarkan data dari
merupakan penyakit yang sering terjadi pada Laporan Rutin Subdit ISPA Tahun 2017,
masyarakat dan sudah dianggap biasa atau tidak didapatkan insiden (per 1000 balita) di Indonesia
membahayakan. ISPA merupakan penyakit sebesar 20,54%.(Kemenkes RI, 2017) Pada tahun
saluran pernafasan atas atau bawah, disebabkan 2018 Berdasarkan data laporan ruin Subdit ISPA
oleh virus atau bakteri yang biasanya menular Tahun 2018, didapatkan insiden (per 1000 balita)
sehingga dapat menimbulkan berbagai spektrum di Indonesia sebesar 20,06% hampir sama dengan
penyakit yang berkisar dari penyakit tanpa gejala data tahun sebelumnya 20,56%.(Kemenkes RI,
sampai kepada penyakit yang parah dan 2018) Sedangkan pada tahun 2019 angka
mematikan, tergantung kepada patogen kematian akibat pneumonia pada balita sebesar
penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor 0,12%. Angka kematian akibat Pneumonia pada
pejamu. Sekelompok penyakit yang termasuk kelompok bayi lebih tinggi hampir dua kali lipat
kedalam ISPA yaitu, Pneumonia, Influenza, dan dibandingkan pada kelompok anak umur 1 –4
Pernafasan Syncytial Virus (RSV).(Najmah, 2016) tahun.(Kemenkes RI, 2019)
ISPA masih menjadi penyebab utama ISPA merupakan penyakit yang tergolong ke
morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dalam Air Borne Disease. Penularannya dapat
dunia. Angka mortalitas ISPA mencapai 4,25 juta terjadi melalui udara yang telah tercemar bibit
setiap tahun di dunia. Berdasarkan data dari penyakit dan masuk kedalam tubuh melalui
World Health Organization (WHO) tahun 2019 saluran pernafasan. Penularan melalui udara
penyakit infeksi saluran pernapasan bawah terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun
menurunkan usia harapan hidup sebesar 2,09 dengan benda terkontaminasi. Namun, pada
tahun pada penderitanya.(WHO, 2019) kenyataannya sebagian besar penularan melalui
Kelompok yang paling beresiko adalah balita. udara dapat juga menular melalui kontak
Sekitar 20-40% pasien dirumah sakit dikalangan langsung dengan penderita yang mengidap
anak-anak karena ISPA dengan sekitar 1,6 juta penyakit ISPA.(Najmah, 2016)
kematian karena pneumonia sendiri pada anak Secara umum terdapat tiga faktor risiko
balita per tahun. Pada dewasa angka mortalitas terjadinya ISPA, yaitu faktor lingkungan, faktor
pada dewasa (25-59 tahun) mencapai 1,65 individu anak serta faktor perilaku. Faktor
juta.(Najmah, 2016) lingkungan meliputi: pencemaran udara dalam
Penyakit ISPA pada negara berkembang, rumah, ventilasi rumah, dan kepadatan hunian.
merupakan 25% penyumbang kematian pada Faktor individu anak meliputi: umur anak (6-12
anak, terutama pada bayi usia kurang dari dua bulan/pada usia balita), berat badan lahir, status
bulan. Indonesia termasuk kedalam salah satu gizi, vitamin-A dan status imunisasi. Faktor
negara berkembang dengan kasus ISPA perilaku meliputi perilaku pencegahan dan
tertinggi.(Dr.H.Masriadi, S.KM, S.Pd.I, S.Kg, penanggulangan ISPA pada bayi atau peran aktif
M.Kes, 2017) ISPA di Indonesia selalu menempati keluarga/masyarakat dalam menangani penyakit
urutan pertama penyebab kematian pada bayi ISPA.(Depkes RI, 2004)
dan balita. ISPA juga sering menempati daftar 10 Rumah termasuk kedalam salah satu
penyakit terbanyak di rumah sakit dan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia.
puskesmas. ISPA masih menjadi masalah Pertumbuhan penduduk yang tidak diikuti
kesehatan di Indonesia karena dampak yang dengan pertambahan luas tanah cenderung
ditimbulkan sangatlah besar terhadap menimbulkan masalah kepadatan populasi dan
penderitanya, tidak hanya pada bayi dan balita, lingkungan tempat tinggal yang menyebabkan
tetapi juga pada orang dewasa, selain itu ISPA berbagai penyakit serta masalah kesehatan.
juga dapat menjadi pemicu dari penyakit Rumah juga merupakan salah satu bangunan
lainnya.(Najmah, 2016) tempat tinggal yang harus memenuhi kriteria
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional kenyamanan, keamanan dan kesehatan guna

Copyright © 2021, Jurnal LINK, e-ISSN 2461-1077


Jurnal LINK, 17 (1), 2021, 75 - 80

DOI: 10.31983/link.v17i1.6828

mendukung penghuninya agar dapat bekerja karena itu upaya untuk tercapainya tujuan
dengan produktif.(Daryanto, 2015) pemberantasan penyakit ISPA ialah dengan
Konstruksi rumah dan lingkungan yang memperhatikan atau menanggulangi faktor
tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan risiko lingkungan.(Depkes RI, 2004)
faktor risiko sumber penularan berbagai jenis
penyakit. Penyakit infeksi saluran pernapasan
akut (ISPA) erat kaitannya dengan kondisi 2. Metode
perumahan. Sanitasi rumah dan lingkungan erat Metode yang digunakan pada penelitian ini
kaitannya dengan angka kejadian penyakit adalah scoping review dengan memusatkan kajian
menular, terutama ISPA.(Ema, 2015) Bahkan pada spesifik dari berbagai cakupan yang ditemukan
kelompok bayi dan Balita, penyakit-penyakit untuk digabung dan menarik kesimpulan yang
berbasis lingkungan menyumbang lebih dari 80% ringkas.(Sucharew & Macaluso, 2019) Penelitian
dari penyakit yang diderita oleh bayi dan Balita. ini menggunakan sampel jurnal penelitian yang
Keadaan tersebut mengindikasikan masih berada pada database sinta dari Kementerian
rendahnya cakupan dan kualitas intervensi Riset dan Teknologi, dengan kriteria :
kesehatan lingkungan.(Daryanto, 2015) 1. Terindeks pada sinta 2-5
Pencemaran lingkungan seperti asap yang 2. Publikasi dalam 10 tahun terakhir (2015-2020)
berasal dari sarana transportasi dan polusi udara 3. Mempunyai variabel yang berhubungan
dalam rumah merupakan ancaman kesehatan dengan faktor risiko kejadian ISPA pada
terutama ISPA. Perubahan iklim terutama suhu, balita
kelembaban dan curah hujan merupakan beban
ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA, oleh

3. Hasil dan Pembahasan

Tabel 1. Karakteristik Dan Variabel Jurnal

Penulis Metode Sampel Variabel Hasil


Gita Nurina Jenis penelitian Jumlah sampel Kepadatan hunian Diketahui ada hubungan antara
Ramadhaniyanti, adalah yang dipakai kamar tidur balita, luas ventilasi rumah (p-value =
Budiyono, Explanatory yaitu sebanyak luas ventilasi 0,041, RP= 0,995, CI= 0,565-
Nurjazuli.(Nurja Research yang 64 sampel. rumah, 1,753).dan Kebiasaan merokok
zuli & Budiyono, didalamnya Teknik kelembaban udara anggota keluarga di dalam rumah
2015) menjelaskan pengambilan kamar tidur balita, (p-value = 0,014, RP= 4,219, CI=
hubungan kausal sampel yang kebiasaan anggota 1,120-15,886) . Variabel yang tidak
antar variabel digunakan keluarga merokok memiliki hubungan yang
penelitian. dalam penelitian di dalam rumah, signifikan adalah kepadatan
ini adalah kebiasaan penduduk kamar tidur (p-value =
Systematic menggunakan 1.000, RP= 0,995, CI= 0,565-1,753).
Random obat nyamuk Kelembaban udara kamar tidur (p-
Sampling bakar, dan value = 0,586, RP= 0,586, CI = 0,645-
kebiasaan 3,518), adanya kebiasaan
keberadaan balita mengambil anak di dapur saat
di dapur saat memasak (p-value = 0,924,
sedang memasak. RP=0,908, CI= 0,524-1,573). dan
kebiasaan. penggunaan obat
nyamuk bakar (p-value = 0,885,
RP= 1,143, CI= 0,636-2,053).
Fauziah El Syani, Jenis penelitian ini Jumlah sampel Jenis bahan bakar, Statistik Analisis menunjukkan
Budiyono, adalah sebanyak 98 suhu, bahwa ada hubungan antara
Mursid observasional responden ibu kelembaban, kelembaban (p <0,001, RP = 7,59
Raharjo.(Syani & dengan desain balita yang kepadatan dan CI 95% (2,867 – 20,135),
Raharjo, 2016) cross sectional. dihitung dengan hunian, kepadatan hunian (p = 0,005, RP =
rumus besar kepadatan 3,203 dan CI 95% (1,399 – 7,333)),
sampel untuk penduduk, kepadatan penduduk (p = 0,038,
data proporsi kepadatan rumah, RP = 15 dan CI 95% (1,225 –
sesuai dengan tingkat 183,630), dan tingkat pendapatan
studi cross pendidikan ibu, (p = 0,003, RP = 3,636 dan CI 95%
sectional dimana dan tingkat (1,529 – 8,649) dengan kejadian
teknik pendapatan. pneumonia pada balita.
pengamnilan

Copyright © 2021, Jurnal LINK, e-ISSN 2461-1077


Jurnal LINK, 17 (1), 2021, 76 - 80

DOI: 10.31983/link.v17i1.6828

Penulis Metode Sampel Variabel Hasil


sampel dengan
proporsional
random
sampling.
Fenti Dewi Penelitian ini Dari 3.130 Faktor lingkungan Hasil penelitian menunjukkan
Pertiwi.(Pertiwi menggunakan populasi didapat yang diteliti bahwa terdapat hubungan antara
& Farihah, 2017) metode kuantitatif 45 sampel dalam penelitian faktor lingkungan: yaitu
dengan rancangan penelitian. ini meliputi: pencahayaan kamar tidur (p =
studi cross kepadatan 0,148, OR=3,016, CI 85%=0,864),
sectional hunian, yang kelembaban kamar tidur (p = 0,142,
dibagi menjadi OR=2,597,CI 85%=0,769), dan suhu
kepadatan hunian kamar tidur (p = 0,148, OR=3,016,
kamar tidur dan CI 85%=0864) dengan terjadinya
kepadatan hunian ISPA pada balita.
rumah, jenis
lantai, ventilasi,
pencahayaan,
kelembaban, suhu
dan jenis dinding
yang masing-
masing tergolong
atas ruang
keluarga dan
kamar tidur.
Wiwik Desain penelitian Sampel diambil Jenis kelamin, Hasil penelitian tersebut dapat
Setyaningsih, adalah Analitik secara Purposive Kepadatan disimpulkan bahwa faktor-faktor
Dodiet Aditya Observasional dengan jumlah penghuni rumah, risiko yang terbukti secara
Setyawan, Ari dengan 80 responden. Paparan asap signifikan berhubungan dengan
Sarwanto.(Wiwik pendekatan Case rokok, Jarak kejadian penyakit ISPA pada anak
Setyaningsih, Control rumah dengan di kecamatan Sragen adalah
Dodiet Aditya menggunakan jalan raya Kepadatan Penghuni Rumah (OR
Setyawan, 2016) pemodelan Sistem = 0.075, 95% CI = 0.019 – 0.293,
Informasi dengan nilai p = 0.000); dan Jarak
Geografis (SIG). Tempat Tinggal yang Dekat
dengan Jalan Raya yaitu dalam
Radius ≤ 250 Meter (OR = 0.334,
95% CI = 0.118 – 0.949, dengan nilai
p = 0.040). Sedangkan faktor risiko
yang terbukti paling dominan
berhubungan kejadian penyakit
ISPA pada anak di kecamatan
Sragen adalah jarak tempat tinggal
dengan jalan raya dalam radius ≤
250 meter dengan OR = 0.334, 95%
CI = 0.118 – 0.949, dengan nilai p =
0.040.
Irma Rahayu, Jenis penelitian Sampel sebanyak Kepadatan Hasil Penelitian menunjukkan
Nani Yuniar, bersifat 84 responden hunian, Luas bahwa ada hubungan antara
Andi Faizal observasional dengan ventilasi, Jenis kepadatan hunian (p value =
Fachlevy.(Irma analitik dengan menggunakan dinding, Langit- 0,007, ), Luas Ventilasi (p value =
Rahayu., Nani pendekatan cross teknik simple langit rumah, 0,013 < α), jenis dinding (p value =
yuniar., 2017) sectional study random Paparan asap 0,015 < α), langit-langit rumah (p
sampling. rokok, Pemberian value = 0,005 < α), paparan asap
ASI ekslusif, rokok (p value = 0,019 < α),
Status imunisasi pemberian ASI Ekslusif (p value =
0,005 < α) dan status imunisasi (p
value = 0,019 < α) dengan kejadian
ISPA pada balita di Puskesmas
Soropia Kabupaten Konawe tahun
2017.
Adhasari Penelitian ini Sampel Kepadatan hunian Hasil penelitian menunjukkan
Agungnisa.(Agu merupakan penelitian kamar, Luas kepadatan hunian kamar balita
ngnisa, 2019) penelitian sebesar 60 balita, ventilasi, Suhu (p=0,004) berpengaruh terhadap
observasional, diambil secara udara, kejadian ISPA pada balita,
dengan desain simple random Kelembapan, sedangkan luas ventilasi (p=0,239),
cross sectional. sampling Pencahayaan suhu udara (p=0,750), kelembapan
(p=0,720), dan pencahayaan
(p=0,612) tidak berpengaruh

Copyright © 2021, Jurnal LINK, e-ISSN 2461-1077


Jurnal LINK, 17 (1), 2021, 77 - 80

DOI: 10.31983/link.v17i1.6828

Penulis Metode Sampel Variabel Hasil


terhadap kejadian ISPA pada
balita.
Suci Wulandhani, Metode analisis Penelitian ini faktor lingkungan Hasil penelitian menunjukkan
A. Bida data yang menggunakan fisik : Kepadatan bahwa ada hubungan yang
Purnamasari. digunakan adalah teknik simple hunian, Ventilasi, bermakna antara kepadatan
(Wulandhani & dengan menduga random Jenis lantai, hunian (OR=2.030, RR=0.635, 95%
Purnamasari, parameter dari sampling dengan Dinding rumah, CI : 0.673-6.128), ventilasi
2019) data mengenai sample Jarak rumah, (OR=0.814, RR=1.138, 95% CI :
penyakit ISPA uji berjumlah 59 Kebiasaan 0.280-2.369), jenis lantai (OR=0.768,
statistik cross tab orang membersihkan RR=1.173, 95% CI : 0.155-3.802),
dengan tingkat rumah jenis dinding (OR=5.294, RR=0.324,
kepercayaan 95%, 95% CI :1.499-18.695) jarak antara
a=5% rumah dengan jalan raya
(OR=1.167, RR=0.909, 95% CI :
0.351-3.881) dan kebiasaan
membersihkan debu dalam rumah
(OR=1.228, RR=0.879, 95% CI :
0.422-3.572) dengan kejadian ISPA.
Aulia Noviyanti Penelitian ini Jumlah sampel Kepadatan hunian Pada variable kepadatan hunian
Noor, Hansen. adalah jenis sebanyak 97 kamar, Suhu kamar didapatkan nilai P Value=
(Noor, 2020) penelitian responden 0.11 yang dapat dinyatakan bahwa
kuantitatif dengan (Kelompok ada hubungan antara kepadatan
desain Case Kasus) 97 hunian kamar dengan kejadian
Control. Analisis responden ISPA pada balita, serta dengan
data dalam (Kelompok nilai OR= 0.016.
penelitian ini Kontrol). Teknik Pada analisis yang telah dilakukan
menggunakan dari di variable suhu dengan uji
Koefisien pengambilan Koefisien Kontingensi C
Kontingensi C sampel dalam didapatkan hasil bahwa tidak
penelitian ini terdapat atau tidak ada hubungan
menggunakan antara variable suhu dengan
Teknik kejadian ISPA pada balita, dengan
Accidental nilai P Value= 0.11 dan OR=0.273.
Sampling
Rahmi Garmini, Jenis penelitian Populasi Variabel terukur Period Prevalence kejadian ISPA
Rachmadhi analitik, desain penelitian adalah adalah kondisi pada balita sebesar 59,6%. Variabel
Purwana.(Garmi penelitian cross anak balita udara dalam penggunaan obat anti nyamuk (p
ni & Purwana, sectional. berumur 12-59 rumah, value=0,021 OR=0,034, CI
2020) bulan yang karakteristik 95%=1,226-7,316), perokok dalam
bertempat balita, dan rumah (p value=0,047 OR=2,556,
tinggal di kejadian ISPA CI 95%=1,097-5,956), ventilasi (p
Kelurahan pada balita. value=0,002 OR=4,650, CI
Sukajaya dan 95%=1,814-11,918), status gizi (p
sampel value=0,008 OR=3,522, CI
berjumlah 94 95%=1,460-8,493) dan status
orang. imunisasi (p value=0,032
OR=2,832, CI 95%=1,179-6,801)
secara statistik menunjukkan
hubungan yang bermakna
terhadap kejadian ISPA pada
balita, sedangkan variabel kadar
SO2 dalam rumah (p value=0,138
OR=0,285, CI 95%=0,054-1,495) dan
umur balita (p value=0,904
OR=0,869, CI 95%=0,380-1,988)
secara statistik tidak menunjukkan
hubungan yang bermakna
terhadap kejadian ISPA pada
balita. Hasil analisis multivariat
diperoleh bahwa variabel ventilasi
rumah merupakan variabel yang
paling dominan berhubungan
dengan kejadian ISPA pada balita.
Agisna Nur Penelitian Sampel sebanyak PM10, Suhu, Hasil penelitian menunjukan
Fidya, Budi menggunakan 184 siswa kelas 4 kelembaban, bahwa variabel yang berhubungan
Hartono. (Nur desain studi dan 5 sekolah pencahayaan, dengan kejadian ISPA pada siswa
Fidya & Hartono, crosssectional. dasar yang ventilasi dan SD/MI yaitu PM10
2020) berada di tiga kepadatan hunian (p=0,0001;OR=3,862), pencahayaan

Copyright © 2021, Jurnal LINK, e-ISSN 2461-1077


Jurnal LINK, 17 (1), 2021, 78 - 80

DOI: 10.31983/link.v17i1.6828

Penulis Metode Sampel Variabel Hasil


sekolah terpilih. ruang kelas, serta (p=0,006;OR=3,111), dan
status gizi siswa. kepadatan hunian kelas
(p=0,002;OR=2,952). Setelah
dikontrol dengan variabel
konfonding, didapatkan bahwa
siswa yang berada dalam ruang
kelas dengan konsentrasi PM10 di
atas median dan kepadatan hunian
yang tidak memenuhi syarat
berisiko 4,5 kali untuk mengalami
kejadian ISPA dibandingkan
dengan siswa yang berada di
ruang kelas dengan konsentrasi di
bawah median dan kepadatan
hunian yang memenuhi syarat.

Suhu Pencahayaan
Permenkes RI 1077/2011 tentang Pedoman PERMENKES No. 1077/ MENKES/ PER/
Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah V/ 2011 tentang pedoman penyehatan udara di
menyebutkan bahwa suhu yang diperkenankan dalam ruang rumah persyaratan pencahayaan di
di dalam sebuah rumah adalah 18ºC - 30ºC. Suhu dalam rumah minimal 60 lux. Rumah yang sehat
udara merupakan salah satu indikator yang memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang
menentukan kualitas udara di dalam rumah, dan tidak terlalu banyak. Kurangnya cahaya yang
kualitas udara yang kurang baik dapat memicu masuk ke dalam rumah menyebabkan kurang
timbulnya berbagai macam penyakit yang nyaman, dan juga dapat menjadi media atau
berhubungan dengan pernapasan, seperti tempat yang baik untuk hidup dan
ISPA.(Menteri Kesehatan RI, 2011) berkembangnya bibit penyakit.(Menteri
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Kesehatan RI, 2011)
oleh Gita Nurina Ramadhaniyanti, Budiyono, Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
Nurjazuli (2015) menunjukkan bahwa terdapat oleh Agisna Nur Fidya, Budi Hartono (2020),
ada hubungan antara luas ventilasi rumah (p- didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan
value = 0,041) dengan kejadian ISPA pada antara pencahayaan (p=0,006; OR=3,111) dengan
balita.(Menteri Kesehatan RI, 2011) kejadian ISPA pada balita.
Ventilasi
Kelembaban Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999
Kelembaban sangat erat hubungannya tentang persyaratan rumah tinggal luas
dengan ventilasi. Apabila ventilasi kurang baik penghawaan atau ventilasi alami yang permanen
maka akan mengakibatkan meningkatnya minimal 10% dari luas lantai.(Kementerian
kelembaban yang disebabkan oleh penguapan Kesehatan RI, 1999) Ventilasi alami rumah
cairan tubuh dan uap pernapasan. Rumah yang berfungsi sebagai tempat terjadinya sirkulasi
tidak memiliki kelembaban udara yang pergantian udara dari dalam rumah ke luar
memenuhi syarat kesehatan (40 % –70 %) akan rumah yang cukup, sehingga akan menjaga
membawa pengaruh terhadap penghuninya. keseimbangan kadar oksigen yang diperlukan
Rumah yang lembab merupakan media yang baik oleh penghuni rumah. Sehingga udara didalam
bagi pertumbuhan mikroorganisme antara lain rumah selalu terjaga kesegaran dan
bakteri, spiroket, ricketsia dan virus. kebersihannya.(Notoatmodjo S, 2014)
Mikroorganisme tersebut dapat masuk kedalam Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
tubuh melalui udara sehingga dapat oleh Suci Wulandhani (2019), A. Bida
menyebabkan penyakit infeksi, khususnya Purnamasari menunjukkan bahwa ada hubungan
penyakit infeksi saluran pernapasan (ISPA). yang bermakna antara ventilasi (OR=0.814,
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan RR=1.138, 95% CI: 0.280-2.369), terhadap kejadian
oleh Fenti Dewi Pertiwi (2017) terdapat hubungan ISPA pada balita.
antara kelembaban kamar tidur (p = 0,142) Kepadatan Hunian
terhadap kejadian ISPA pada balita. Berdasarkan Kepmenkes No. 829/
Menkes/ SK/ VII/ 1999 tentang persyaratan

Copyright © 2021, Jurnal LINK, e-ISSN 2461-1077


Jurnal LINK, 17 (1), 2021, 79 - 80

DOI: 10.31983/link.v17i1.6828

rumah tinggal dimana luas kamar tidur minimal PERSADA.


8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan oleh lebih
Ema, M. (2015). Analisis Faktor Risiko Kejadian
dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur,
ISPA di tinjau dari status rumah di wilayah
kecuali anak dibawah umur 5 tahun. Hal ini akan
kerja Puskesas Kota wilayah Utara Kota
menyebabkan kurangnya konsumsi O2 bagi
Kediri.
penghuni kamar, dan apabila salah satu anggota
keluarga terkena penyakit infeksi akan mudah Garmini, R., & Purwana, R. (2020). Polusi Udara
menular kepada anggota keluarga yang Dalam Rumah Terhadap Infeksi Saluran
lain.(Kementerian Kesehatan RI, 1999) Pernafasan Akut pada Balita di TPA
Berdasarkan penelitian yang telah Sukawinatan Palembang. Jurnal Kesehatan
dilakukan oleh Irma Rahayu, Nani Yuniar, Andi Lingkungan Indonesia, 19(1), 1.
Faizal Fachlevy (2017), menunjukkan bahwa ada https://doi.org/10.14710/jkli.19.1.1-6
hubungan antara kepadatan hunian (p value =
Irma Rahayu., Nani yuniar., A. F. F. (2017). Faktor
0,007 < α) dengan kejadian penyakit ISPA pada
yang Berhubungan dengan Kejadian
balita.
Penyakit ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Soropia Kabupaten Konawe
4. Simpulan dan Saran tahun 2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Hasil dalam penelitian ini didapatkan bahwa Kesehatan, 3(3), 1–12.
terdapat beberapa faktor risiko yang
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Profil Kesehatan
berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita.
Indonesia 2017 (Vol. 1227).
Faktor lingkungan, pendidikan ibu, kebiasaan
https://doi.org/10.1002/qj
merokok juga mempengaruhi terjadinya ISPA
pada balita. Faktor lingkungan yang dominan Kementerian Kesehatan RI. (2018). Profil Kesehatan
pada penelitian ini yaitu: suhu, kelembaban, Indonesia 2018 [Indonesia Health Profile 2018].
pencahayaan, ventilasi, dan kepadatan hunian Retrieved from
Diharapkan agar faktor lingkungan harus http://www.depkes.go.id/resources/dow
memenuhi syarat-syarat kesehatan yang nload/pusdatin/profil-kesehatan-
bertujuan untuk mencegah datangnya penyakit, indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-
khususnya ISPA pada balita. Kesehatan-Indonesia-2018.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Profil Kesehatan
5. Ucapan Terima Kasih Indonesia Tahun 2019. Kementrian Kesehatan
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Repoblik Indonesia (Vol. 42).
keluarga yang selalu mendoakan dan
Kementerian Kesehatan RI. (1999). Syarat
mendukung saya sehingga artikel literature review
Kesehatan Perumahan
ini terselesaikan dengan baik. Peneliti juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen Kementerian Kesehatan RI. (2015). Kesehatan
pembimbing yang selalu gigih membimbing Dalam Kerangka Sustainable Development
dalam kemajuan dari artikel ini. Goals (SDGs), (97).
Menteri Kesehatan RI. (2011). Permenkes No.
6. Daftar Pustaka 1077/MENKES/PER/V/2011 tentang
Agungnisa, A. (2019). Physical Sanitation of the Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang
House that Influence the Incidence of ARI in Rumah
Children under Five in Kalianget Timur Najmah. (2016). Epidemiologi Penyakit Menular. (T.
Village. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 11(1), 1. Ismail, Ed.) (1st ed.). Jakarta: CV.Trans Info
https://doi.org/10.20473/jkl.v11i1.2019.1-9 Media.
Daryanto, M. (2015). Pengelolaan Kesehatan Noor, A. N. (2020). Hubungan Lingkungan Fisik
Lingkungan. Yogyakarta: Gava Medika. dan Status Gizi dengan Kejadian ISPA Pada
Depkes RI. (2004). Pedoman Pemberantasan Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Penyakit ISPA Untuk Penanggulangan Sidomulyo Kota Samarinda. Borneo Student
Pneumonia Pada Balita. Research, 1(3), 146–151.
Masriadi. . (2017). Epidemiologi Penyakit Menular Notoatmodjo S. (2014). Kesehatan Masyarakat: Ilmu
(II). Depok: PT. RAJAGRAFINDO Dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Copyright © 2021, Jurnal LINK, e-ISSN 2461-1077


Jurnal LINK, 17 (1), 2021, 80 - 80

DOI: 10.31983/link.v17i1.6828

Nur Fidya, A., & Hartono, B. (2020). PM10 Dalam Faktor Risiko Lingkungan Terhadap
Udara Ruang Kelas dengan Kejadian ISPA Kejadian Penyakit Pneumonia Balita
Pada Siswa SD/MI di Wilayah Kerja Dengan Pendekatan Analisis Spasial Di
Puskesmas Cilebut, Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Semarang Utara. Jurnal
Kabupaten Bogor, 1(2), 65–74. Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 3(3), 732–
744.
Nurjazuli, Ramadhaniyanti G. N., & Budiyono.
(2015). Perilaku Yang Berhubungan Dengan WHO. (2019). Monitoring Health For The SDGs.
Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut Swiss.
( Ispa ) Pada Balita Di Kelurahan Kuningan.
Wiwik Setyaningsih, Dodiet Aditya Setyawan, A.
Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 3(1).
S. (2016). Studi Epidemiologi Dengan
Pertiwi, F. D., & Farihah, N. (2017). Hubungan Pendekatan Analisis Spasial Terhadap
Lingkungan Dengan Kejadian Infeksi Faktor-Faktor Risiko Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Pada Balita Saluran Pernapasan Akut (Ispa) Pada Anak
Di Wilayah Kerja Uptd Puskesmas Semplak Di Kecamatan Sragen, 01, 44–50. Retrieved
Tahun 2016. Hearty, 5(2). from http://jurnal.poltekkes-
https://doi.org/10.32832/hearty.v5i2.1056 solo.ac.id/index.php/JKG/article/downlo
ad/355/317
Kementerian Kesehatan RI. (2018). Hasil Utama
Riskesdas 2018. Wulandhani, S., & Purnamasari, A. B. (2019).
Analisis Faktor Risiko Kejadian Infeksi
Sucharew, H., & Macaluso, M. (2019). Methods
Saluran Pernapasan Akut ditinjau dari
for research evidence synthesis: The scoping
Lingkungan Fisik. Sainsmat : Jurnal Ilmiah
review approach. Journal of Hospital Medicine,
Ilmu Pengetahuan Alam, 8(2), 70.
14(7), 416–418.
https://doi.org/10.35580/sainsmat8210721
https://doi.org/10.12788/jhm.3248
2019
Syani, F. El, & Raharjo, M. (2016). Hubungan

Copyright © 2021, Jurnal LINK, e-ISSN 2461-1077


Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 1 Juli 2018 Darsono et al Faktor-faktor yang berhubungan..

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di


Puskesmas Binuang
KABUPATEN TAPIN

Putri Vidiasari Darsono1*, Novalia Widya N.1,Suwarni1


1STIKES Sari Mulia Banjarmasin

*Korespondensi Penulis, Telp: 082367867883, E-Mail : putrividiasari@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: ISPA merupakan penyebab kesakitan dan kematian dari seluruh penyakit pada
anak berusia dibawah 5 tahun. Beberapa faktor risiko kesakitan hingga kematian pada balita
diantaranya status gizi, status imunisasi dan jenis kelamin
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di
Puskesmas Binuang.
Metode: Penelitian menggunakan Survey Analitik dengan pendekatan case control. Populasi adalah
balita yang berobat di Puskesmas Binuang sebanyak 443 balita. Teknik pengambilan sampel dengan
Systematik Random Sampling, sampel terdiri dari 144 kasus ISPA dan kontrol 144 balita. Data
dianalisis menggunakan uji Chi-Square dengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil: Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA (nilai p = 0,544 > 0,05) pada
balita, tidak ada hubungan antara kelengkapan status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita
(nilai p = 0,607 > 0,05). Ada hubungan jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada balita (p = 0,034
< 0,05), nilai OR=1,655 (95% CI: (1,038 – 2,637) artinya laki-laki berpeluang 1,655 kali untuk
menderita ISPA dibanding perempuan.
Simpulan: Status gizi dan imunisasi tidak memiliki hubungan dengan kejadian risiko penyakit
ISPA dibandingkan faktor jenis kelamin. Perlu upaya bagi keluarga terutama yang mempunyai
balita laki-laki dengan aktifitas diluar rumah yang tinggi untuk memberikan makanan dengan
asupan nutrisi yang seimbang dan juga menjaga kebersihan diri dengan baik agar terhindar dari
penyakit infeksi khususnya penyakit ISPA.

Kata Kunci: Balita, ISPA, Jenis Kelamin, Puskemas, Status Gizi, Status Imunisasi.

616
Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 1 Juli 2018 Darsono et al Faktor-faktor yang berhubungan..

Factors Related With Responsibility of Acute Respiratory Infection (ARI) on


Toddler Puskesmas Binuang Kabupaten Tapin

Putri Vidiasari Darsono1*, Novalia Widya N.1,Suwarni1,


1STIKES Sari Mulia Banjarmasin

*Korespondensi Penulis, Telp: 082367867883, E-Mail : putrividiasarI@gmail.com

ABSTRACT

Background: Acute Respiratory Infection (ARI) was a cause of morbidity and mortality in children
and 50% of all illnesses in Toddler. Population were all treated at Puskesmas Binuang from June to
August 2017 as many as 443 Toddler. Data were analysed using Chi-Square test with 95%
confidence level. In 2014 there were 1,034 cases, in 2015 increased to 1,322 cases, and 2016
increased again to 1,756. During the last three years of the 10 most diseases in Puskesmas Binuang
ARI was ranked first. The aim research for now that factors which are correlated to occurrences of
ARI on Toddler. The sample consisted of 144 cases of ARI and control of 144 on Toddler.
Method: Survey research using analytic approaches case control. The population is all the toddlers
who seek treatment at Puskesmas Binuang June-August 2017 as many as 443 Toddler. Data were
analysed using Chi-Square test with 95% confidence Interval.
Result: There was no correlation between nutritional status (p value = 0.544> 0,05) the
completeness of immunization status p value = 0,607 > 0,05 with ARI occurrence in baby and there
was relation between and there was sex with correlation p value = 0,034 < 0,05 between the
incidence of ARI in Toddler. OR (Odds Ratio) = 1,655 (95% CI: (1,038 - 2,637) male were 1.655
times more likely to suffer from ARI than female.
Conclusion: Nutrition status and immunisation has not a relationship with the risk of ARI disease
compared to factor sex. There needs to be a solution to the community to provide good nutrition to
their children and provide counselling behaviour of family have children under five for prevention
of the occurrence of infectious diseases, especially ARI.

Keywords: Toddler, ARI, Immunisation Status, Nutrition Status, Sex.

617
Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 1 Juli 2018 Darsono et al Faktor-faktor yang berhubungan..

PENDAHULUAN menyerang saluran pernafasan. Secara

Status kesehatan anak merupakan salah anatomis, ISPA dibagi dalam dua bagian

satu indikator kesejahteraan bangsa, sehingga yaitu ISPA Atas dan ISPA Bawah. ISPA

masalah kesehatan anak merupakan masalah Atas yang perlu diwaspadai adalah radang

kesehatan masyarakat dan menjadi salah satu saluran tenggorokan atau pharingitis dan

masalah nasional, indikator keberhasilan radang telinga tengah atau otitis. ISPA

program kesehatan anak yang mengacu pada Bawah yang berbahaya adalah pneumonia

Millenium Development Goals (MDGs) (Maryunani, A. 2010).

(Kemenkes RI, 2014). Insiden ISPA di negara berkembang

Menurut Survey Demografi Kesehatan adalah 2-10 kali lebih banyak daripada

(SDKI) tahun 2012 angka kematian balita negara maju. Perbedaan tersebut

masih mencapai 40/1.000 KH, angka berhubungan dengan etiologi dan faktor

kematian bayi 32/1.000 KH dan angka risiko. Di negara berkembang, ISPA dapat

kematian neonatal 19/1000 KH. Angka ini menyebabkan 10-25% kematian dan

hanya turun 4 poin untuk kematian balita dan bertanggungjawab terhadap 1/3-1/2 kematian

2 poin bayi jika dibandingkan dengan angka pada balita. Di Indonesia, ISPA merupakan

5 tahun sebelumnya, sedangkan angka salah satu penyebab utama kunjungan pasien

kematian neonatal tidak mengalami ke sarana kesehatan yaitu 40-60% dari

penurunan. seluruh kunjungan ke puskesmas dan 15-30%

Angka kematian bayi dan balita dari seluruh kunjungan rawat jalan dan rawat

Indonesia adalah tertinggi di negara ASEAN. inap Rumah Sakit (Maryunani A., 2010).

Penyebab angka kesakitan dan kematian anak Angka kesakitan (prevalensi) penyakit

terbanyak saat ini masih diakibatkan oleh pada balita berdasarkan Riskesdas 2007

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). terbanyak adalah diare (55,5%), ISPA

Istilah ISPA diperkenalkan pada tahun 1984, (42,5%), campak (3,4%) dan tifoid (1,6%).

merupakan kelompok penyakit yang Prevalensi penyakit tersebut harus selalu

618
Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 1 Juli 2018 Darsono et al Faktor-faktor yang berhubungan..

diamati guna melakukan intervensi kesehatan Tahun 2016 jumlah kasus ISPA pada balita di

masyarakat yang sesuai untuk menurunkan Kalimantan Selatan sebesar 13.033 kasus

kejadian di masyarakat (Kemenkes RI, (94,78%) tertinggi dari lima provinsi yang ada

2014). di Kalimantan (Kemenkes, 2016).

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Berdasarkan data surveilans terpadu

merupakan penyebab kesakitan dan kematian penyakit berbasis Puskesmas Dinas

pada anak dan 50% dari seluruh penyakit Kesehatan Kab. Tapin, program

pada anak berusia dibawah 5 tahun. Tercatat pemberantasan ISPA diprioritaskan

rata-rata balita di Indonesia mengalami batuk penanggulangan pada balita. Indikator untuk

pilek setidaknya enam hingga delapan kali menilai keberhasilan program ini adalah

per-tahunnya. Dari data WHO didapatkan penemuan penderita pneumonia (ISPA berat),

bahwa angka kejadian ISPA pada balita di karena hal ini sangat terkait dengan

Indonesia cukup tinggi, yakni 10-20% per penanggulangan polusi, pencegahan berat

tahun (Maryunani A., 2010). badan lahir rendah dan pemberian vitamin A.

Berdasarkan SDKI 2012 Provinsi Upaya yang terbukti efektif untuk mencegah

Kalimantan Selatan merupakan provinsi pneumonia adalah imunisasi. ISPA

dengan Angka Kematian Balita (AKABA) merupakan penyakit yang paling mudah

tertinggi di Pulau Kalimantan yaitu 44 per penularannya terutama daerah yang padat

1000 kelahiran hidup. Menurut estimasi penduduknya. Tahun 2012 ditemukan 189

Badan Pusat Statistik (BPS), Kalimantan kasus, tahun 2013 meningkat menjadi 235

Selatan masih diatas rata-rata nasional hingga kasus dan pada tahun 2014 meningkat lagi

tahun 2020-2025, yaitu 21 per 1000 bayi lahir menjadi 406 dan penderita paling banyak

hidup. ISPA merupakan penyakit infeksi ditemukan di Kecamatan Binuang (Dinkes

yang menjadi penyebab utama kematian balita Tapin 2016).

di Indonesia dengan lebih dari 50 ribu balita Menurut data profil Puskesmas Binuang

meninggal per tahun akibat penyakit tersebut. angka kejadian ISPA adalah yang paling

619
Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 1 Juli 2018 Darsono et al Faktor-faktor yang berhubungan..

sering diderita oleh balita di Puskesmas kaitan antara penderita yang mendapatkan

Binuang. Tahun 2014 terdapat 1.034 kasus imunisasi tidak lengkap dan lengkap, dan

ISPA, tahun 2015 meningkat menjadi 1.322 bermakna secara statistik. Ketidakpatuhan

kasus ISPA dan 2016 meningkat lagi menjadi imunisasi berhubungan dengan peningkatan

1.756. Selama tiga tahun terakhir dari 10 penderita ISPA.

penyakit terbanyak di Puskesmas Binuang Berdasarkan kejadian di atas, maka

angka kejadian ISPA menduduki peringkat perlu dilakukan penelitian faktor-faktor yang

pertama. Berdasarkan data pada buku register berhubungan dengan kejadian ISPA pada

kunjungan di poli MTBS Puskesmas Binuang Balita di Puskesmas Binuang.

pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2017

angka kejadian ISPA pada umur 1 - 4 tahun BAHAN DAN METODE

yaitu kunjungan 474 balita sakit di Poli Metode penelitian Survey Analitik

MTBS Puskesmas Binuang. dengan pendekatan Case control yaitu suatu

Beberapa faktor risiko kesakitan hingga penelitian (survey) analitik yang menyangkut,

kematian pada balita penderita ISPA. bagaimana faktor risiko dipelajari dengan

Diantaranya faktor berat bayi lahir rendah, menggunakan pendekatan “retrospective”.

status gizi, status imunisasi, kepadatan tempat Dengan kata lain, efek (penyakit atau status

tinggal dan linkungan fisik (Maryunani, kesehatan) diidentifikasi pada saat ini,

2010). kemudian faktor risiko diidentifikasi adanya

Keadaan gizi sangat berpengaruh pada atau terjadinya pada waktu yang lalu

daya tahan tubuh (status nutrisi dan (Notoatmodjo, S. 2010).

imunisasi). Anak yang gizinya kurang atau Populasi dalam penelitian ini adalah

buruk (badannya kurus) akan lebih mudah semua balita yang berobat pada bulan Juni s/d

terjangkit penyakit menular atau penyakit Agustus 2017 di Puskesmas Binuang

infeksi, salah satunya penyakit ISPA. Sama sebanyak 443 balita. Penelitian ini

halnya dengan imunisasi menunjukkan ada menggunakan rancangan case control

620
Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 1 Juli 2018 Darsono et al Faktor-faktor yang berhubungan..

sebagaimana dalam pengambilan sampel HASIL

dibagi dalam 2 kelompok yaitu sampel kasus 1. Analisis Univariat

dan sampel control. Sampel kasus adalah a. Status Gizi

semua balita yang didiagnosa ISPA pada Tabel 1. Distribusi Frekuens Berdasarkan
Status Gizi Balita di Puskesmas
Binuang
bulan Juni s/d Agustus 2017 yaitu 225 balita.
Kasus Kontrol Total
Sampel yang digunakan sebagai kontrol Status Gizi
n (%) n (%) N (%)
Berisiko 52 36,1 57 39,6 109 37,8
adalah semua balita yang tidak didiagnosa Tidak Berisiko 92 63,9 87 60,4 179 62,2
Jumlah 144 100 144 100 288 100
ISPA yang datang berobat ke Puskesmas Sumber: Data Sekunder, 2017

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa


Binuang. Jumlah sampel kontrol adalah
sebagian besar balita yang kasus termasuk
sebanyak 144 balita. Variabel penelitian ini
kategori gizi tidak berisiko 92 (63,9%) dan
adalah ISPA pada balita sebagai variabel
kontrol 87 (60,4%) balita dibanding dengan
dependent (terikat). Variabel independent
balita kategori berisiko 52 (36,1%).
atau bebas dalam penelitian ini adalah status
b. Status Imunisasi
gizi, status imunisasi dan jenis kelamin.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Penelitian ini menggunakan teknik Status Imunisasi Balita di
Puskesmas Binuang.
analisis data Univariat. Analisis ini hanya
Status Kasus Kontrol Total
menghasilkan distribusi frekuensi dan Imunisasi n (%) n (%) N (%)
Lengkap 137 95,1 135 93,8 272 94,4
Tidak Lengkap 7 4,9 9 6,2 16 5,6
persentase dari setiap variabel dan analisis Jumlah 144 100 144 100 288 100
Sumber: Data Sekunder, 2017
bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel
Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan
yang diduga berhubungan atau berkorelasi.
bahwa sebagian besar status imunisasi yang
Analisis hubungan dalam penelitian ini
lengkap yaitu sebesar 137 (95,1%) balita dan
menggunakan uji statistik Chi-Square dengan
kontrol sebesar 135 (93,8%). Hal ini
menggunakan tingkat kepercayaan sebesar
dibandingkan balita status imunisasi yang
95% sehingga diketahui nilai alpa nilai
tidak lengkap hanya 7 (4,9%) kasus.
kemaknaan (α) = 0,05.

621
Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 1 Juli 2018 Darsono et al Faktor-faktor yang berhubungan..

c. Jenis Kelamin Sumber: Data Sekunder, 2017

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Tabel 5 menunjukkan bahwa proporsi


Kelamin Balita di Puskesmas
Binuang balita dengan status gizi berisiko lebih sedikit
.
Kasus Kontrol Total pada kelompok kasus yakni 36,1%
Jenis Kelamin
n (%) n (%) N (%)
Laki-laki 84 58,3 66 45,8 150 52,1
dibandingkan pada kelompok kontrol 39,6%,
Perempuan 60 41,7 78 54,2 138 47,9
Jumlah 144 100 144 100 288 100
Sumber: Data Sekunder, 2017 sedangkan proporsi balita dengan status gizi

Berdasarkan Tabel 3 memperlihatkan tidak berisiko lebih banyak pada kelompok

bahwa sebagian besar jumlah balita sebagai kasus yakni 63,9% dibandingkan kelompok

subyek penelitian adalah jenis kelamin laki- kontrol 60,4,%.

laki yaitu sebesar 84 (58,3%) dan balita Hasil uji Chi Square didapatkan nilai p

perempuan 60 (41,7%). = 0,544 > 0,05 berarti tidak ada hubungan

d. ISPA pada Balita antara status gizi dengan kejadian ISPA pada

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan ISPA balita. Nilai OR = 0,863 (95% CI: 0,536 –
pada Balita di Puskesmas Binuang.
1,389) rentan interval kepercayaan (CI)
Frekuensi %
ISPA (Kasus) 144 50
Tidak ISPA (Kontrol) 144 50
mencakup angka 1 berarti status gizi bukan
Jumlah 288 100
Sumber: Data Sekunder, 2017 merupakan faktor risiko kejadian ISPA.

Berdasarkan Tabel 4 Distribusi frekuensi b. Hubungan Status Imunisasi dengan


Kejadian ISPA pada Balita di
kejadian ISPA pada balita didapat 144 (50%) Puskesmas Binuang.

sedangkan tidak ISPA sebanyak 144 (50%). Tabel 6. Hubungan Status Imunisasi
dengan Kejadian ISPA pada
Balita di Puskesmas Binuang.
2. Analisis Bivariat
Status Kasus Kontrol Total
a. Hubungan Status Gizi dengan Imunisasi n (%) n (%) N (%)
Kejadian ISPA pada Balita di Lengkap 137 95,1 135 93,8 272 94,4
Puskesmas Binuang. Tidak Lengkap 7 4,9 9 6,2 16 5,6
Jumlah 144 100 144 100 288 100
Tabel 5. Hubungan Status Gizi dengan p = 0,607 ; OR = 1,305 ; 95% CI (0,472 – 3,604)
Kejadian ISPA pada Balita di Sumber: Data Sekunder, 2017
Puskesmas Binuang.
Tabel 6 menunjukkan bahwa proporsi
Kasus Kontrol Total
Status Gizi
n (%) n (%) N (%)
balita dengan status imunisasi lengkap lebih
Berisiko 52 36,1 57 39,6 109 37,8
Tidak Berisiko 92 63,9 87 60,4 179 62,2
Jumlah 144 100 144 100 288 100 banyak pada kelompok kasus yakni 137
p = 0,544 ; OR = 0,863 ; 95% CI (0,536 – 1,389)

622
Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 1 Juli 2018 Darsono et al Faktor-faktor yang berhubungan..

(95,1%) balita dibandingkan pada kelompok kontrol yakni 54,2% dibandingkan kelompok

kontrol 135 (93,8%), sedangkan proporsi kasus 41,7%.

balita dengan status Imunisasi tidak lengkap Hasil uji Chi Square didapatkan nilai p =

lebih banyak pada kelompok kontrol yakni 0,034 < 0,05 berarti ada hubungan antara jenis

6,2% dibandingkan kelompok kasus 4,9%. kelamin dengan kejadian ISPA pada balita.

Hasil uji Chi Square didapatkan nilai p = Nilai OR = 1,655 (95% CI: 1,038 – 2,637)

0,607 > 0,05 berarti tidak ada hubungan rentang interval kepercayaan (CI) tidak

antara status imunisasi dengan kejadian ISPA mencakup angka 1 berarti jenis kelamin laki-

pada balita. Nilai OR = 1,305 (95% CI: laki mempunyai peluang 1,655 kali

0,472-3,604) rentan interval kepercayaan (CI) mengalami faktor risiko kejadian ISPA

mencakup angka 1 berarti status imunisasi dibanding dengan jenis kelamin perempuan.

bukan merupakan faktor risiko kejadian


PEMBAHASAN
ISPA.
1. Status Gizi
c. Hubungan Jenis Kelamin dengan
Kejadian ISPA pada Balita di Berdasarkan distribusi frekuensi status
Puskesmas Binuang.
gizi balita di Puskesmas Binuang, penelitian
Tabel 8. Hubungan Jenis Kelamin
dengan Kejadian ISPA pada ini menunjukkan bahwa sebagian besar balita
Balita di Puskesmas
Binuang. yang kasus dan kontrol termasuk kategori gizi
Kasus Kontrol Total
Jenis Kelamin
n (%) n (%) N (%) tidak berisiko dibanding dengan balita
Laki-laki 84 58,3 66 45,8 150 52,1
Perempuan 60 41,7 78 54,2 138 47,9 kategori berisiko. Status gizi akan
Jumlah 144 100 144 100 288 100
p = 0,034 ; OR = 1,655 ; 95% CI (1,038 – 2,637) meningkatkan kerentanan dan beratnya
Sumber: Data Sekunder, 2017

Tabel 8 menunjukkan bahwa balita infeksi suatu penyakit dan kekurangan zat gizi

dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak akan cenderung menurunkan daya tahan balita

pada kelompok kasus yakni 58,3% terhadap serangan penyakit.

dibandingkan laki-laki pada kelompok kontrol Menurut Moehji (2000) Kebutuhan zat

45,8%, sedangkan proporsi balita dengan gizi setiap orang berbeda-beda. Hal ini

jenis perempuan lebih banyak pada kelompok berbagai faktor antara lain umur, jenis

623
Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 1 Juli 2018 Darsono et al Faktor-faktor yang berhubungan..

kelamin dan macam pekerjaan. Masukan zat berhubungan dengan peningkatan penderita

gizi yang berasal dari makanan setiap hari penyakit dan imunisasi yang lengkap dapat

harus dapat memenuhi kebutuhan tubuh memberikan peranan yang cukup berarti

karena konsumsi makanan berpengaruh mencegah kejadian penyakit.

terhadap status gizi seseorang. Status gizi

yang baik terjadi bila tubuh memperoleh 3. Jenis Kelamin

asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat Distribusi frekuensi berdasarkan jenis

digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan kelamin balita di Puskesmas Binuang.

fisik, perkembangan otak dan kecerdasan, Penelitian ini menunjukkan bahwa balita

produktivitas kerja serta daya tahan tubuh dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak

terhadap infeksi secara optimal. pada kelompok kasus dibandingkan laki-laki

pada kelompok kontrol, sedangkan proporsi

2. Status Imunisasi balita dengan jenis perempuan lebih banyak

Berdasarkan distribusi frekuensi status pada kelompok kontrol dibandingkan

imunisasi balita. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok kasus. Selama masa anak-anak,

status imunisasi yang lengkap sebagian besar laki-laki dan perempuan mempunyai

terdapat pada kelompok kasus dan kontrol, kebutuhan energi dan gizi yang hampir sama.

hal ini dibandingkan balita status imunisasi Kebutuhan gizi untuk usia 10 tahun pertama

tidak lengkap jumlahnya lebih kecil. adalah sama, sehingga diasumsikan

Kelengkapan imunisasi pada balita bertujuan kerentanan terhadap masalah gizi dan

agar dapat meningkatkan kekebalan secara konsekuensi kesehatannya akan sama pula.

aktif terhadap suatu penyakit. Faktor Anak perempuan mempunyai keuntungan

keberhasilan imunisasi dipengaruhi oleh biologis dan pada lingkungan yang optimal

status imun balita, genetik, kualitas dan mempunyai keuntungan yang diperkirakan

kuantitas vaksin. Menurut Kemenkes RI. sebesar 0,15-1 kali lebih di atas anak laki-laki

(2014) bahwa ketidakpatuhan imunisasi

624
Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 1 Juli 2018 Darsono et al Faktor-faktor yang berhubungan..

dalam hal tingkat kematian (Suhandayani, anak dipengaruhi oleh umur, keadaan fisik,

2006). kondisi kesehatan, fisiologis pencernaannya,

4. Hubungan antara Status Gizi terhadap tersedianya makanan dan aktifitas dari anak
Kejadian ISPA pada Balita di
Puskesmas Binuang. itu sendiri. Balita dengan gizi yang kurang

Hasil penelitian yang dilaksanakan di akan lebih mudah terserang ISPA

Puskesmas Binuang menunjukkan bahwa dibandingkan balita dengan gizi normal

status gizi dari kategori berisiko dan tidak karena faktor daya tahan tubuh yang kurang.

berisiko. Hal ini memperlihatkan bahwa Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan

sebagian besar balita termasuk kategori gizi balita tidak mempunyai nafsu makan dan

baik atau tidak berisiko yakni 63,9% mengakibatkan kekurangan gizi, keadaan gizi

dibanding dengan balita 36,1% yang berisiko. kurang, balita lebih mudah terserang ISPA

Hasil uji Chi Square didapatkan nilai p berat dengan serangan lebih lama (Rahajoe,

= 0,544 > 0,05 berarti tidak ada hubungan dkk., 2012).

antara status gizi dengan kejadian ISPA pada Kejadian ISPA dapat disebabkan karena

balita. Nilai OR = 0,863 (95% CI: 0,536- daya tahan tubuh lemah, dan keadaan gizi

1,389) rentan interval kepercayaan (CI) buruk/kurang merupakan faktor risiko yang

mencakup angka 1 berarti status gizi bukan penting untuk terjadinya ISPA. Balita dengan

merupakan faktor risiko kejadian ISPA. status gizi lebih/gemuk mempunyai daya

Penelitian ini sejalan yang dilaporkan tahan tubuh yang lebih baik dari balita dengan

Suhandayani, I. (2006) bahwa kejadian ISPA status gizi kurang maupun status gizi buruk.

pada balita di Puskesmas Pati Kabupaten Pati Penelitian ini tidak sejalan dengan yang

nilai p = 0,78 > 0,05, hal ini menunjukkan dilakukan Astuti, dkk., di Ngemplak Boyolali

bahwa tidak ada hubungan antara status gizi tahun 2012, yakni terdapat hubungan yang

dengan kejadian ISPA pada balita. signifikan antara status gizi balita dengan

Masukan zat-zat gizi yang diperoleh kejadian ISPA, kemudian penelitian dari

pada tahap pertumbuhan dan perkembangan Sukmawati dan Sri Dara Ayu (2010) di

625
Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 1 Juli 2018 Darsono et al Faktor-faktor yang berhubungan..

wilayah kerja Puskesmas Tunikamaseang 5. Hubungan antara Status Imunisasi


terhadap Kejadian ISPA pada Balita
Kabupaten Maros Sulawesi Selatan juga di Puskesmas Binuang.

menunjukkan kejadian ISPA berulang yang Program imunisasi sudah ada sejak tahun

lebih banyak pada balita dengan status gizi 1994 dengan tujuan meningkatkan kekebalan

kurang dengan p = 0,03, hal ini karena status balita secara aktif terhadap suatu penyakit.

gizi yang kurang menyebabkan ketahanan Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada

tubuh menurun dan virulensi patogen lebih hubungan antara status imunisasi dengan

kuat, sehingga akan menyebabkan kejadian ISPA pada balita karena nilai p =

keseimbangan terganggu dan akan terjadi 0,607 > 0,05. Balita dengan status imunisasi

infeksi. Salah satu determinan dalam lengkap menderita ISPA memiliki persentase

mempertahankan keseimbangan tersebut lebih besar 93,1% dibandingkan pada

adalah status gizi yang baik. kelompok kontrol 89,6%. balita dengan

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai status Imunisasi tidak lengkap lebih banyak

akibat interaksi antara asupan energi dan pada kelompok kontrol yakni 10,4%

protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dibandingkan kelompok kasus 6,9%.

dengan keadaan kesehatan tubuh. Status gizi Nilai OR = 1,305 (95% CI: 0,472-3,604)

merupakan ekspresi dari keseimbangan zat rentang interval kepercayaan (CI) mencakup

gizi dengan kebutuhan tubuh, yang angka 1 berarti status imunisasi bukan

diwujudkan dalam bentuk variabel tertentu, merupakan faktor risiko kejadian ISPA.

ketidakseimbangan (kelebihan atau Hasil penelitian ini didukung oleh

kekurangan) antara zat gizi dengan Ranantha, R, dkk., (2012) bahwa tidak ada

kebutuhan tubuh akan menyebabkan hubungan antara kelengkapan imunisasi

kelainan patologi bagi tubuh manusia. dengan kejadian ISPA pada balita di Desa

Keadaan demikian disebut malnutrition (gizi Gandong (p = 0,610).

salah atau kelainan gizi) (Fidiantoro dan Imunisasi sangat berguna dalam

Setiadi, 2013) menentukan ketahanan tubuh bayi terhadap

626
Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 1 Juli 2018 Darsono et al Faktor-faktor yang berhubungan..

gangguan penyakit (Depkes RI. 2004). (2010) melakukan penelitian di Puskesmas

Imunisasi merupakan suatu program yang Jamanis Tasikmalaya bahwa ada hubungan

dengan sengaja memasukkan antigen lemah antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA

agar merangsang antibodi keluar sehingga balita (p value = 0,000).

tubuh dapat resistensi terhadap penyakit Umumnya tidak ada perbedaan insiden

tertentu. Pemberian imunisasi dasar antara ISPA akibat virus atau bakteri pada laki-laki

lain Hepatitis B, BCG, DPT combo/Ventabio, dan perempuan, tetapi ada yang

Polio dan campak. mengemukakan bahwa terdapat sedikit

6. Hubungan antara Jenis Kelamin perbedaan, yaitu insiden lebih tinggi pada
terhadap Kejadian ISPA pada Balita
di Puskesmas Binuang. anak laki-laki. Pada dekade yang lalu, hasil

Hasil analisis menunjukkan bahwa balita penelitian menunjukkan bahwa proporsi balita

dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak berdasarkan jenis kelamin terdapat perbedaan

pada kelompok kasus yakni 58,3% antara laki-laki dan perempuan yaitu 59%

dibandingkan laki-laki pada kelompok kontrol pada balita laki-laki dan 41% pada balita

45,8%, sedangkan proporsi balita dengan perempuan, penelitian tersebut menyatakan

jenis kelamin perempuan lebih banyak pada bahwa, ISPA lebih sering terjadi pada balita

kelompok kontrol yakni 54,2% dibandingkan laki-laki dibandingkan pada balita perempuan

kelompok kasus 41,7%. (Maryunani, 2010).

Hasil uji Chi Square didapatkan nilai p Hasil penelitian ini didukung oleh

= 0,034 < 0,05 berarti ada hubungan antara Ranantha, (2014) menunjukkan 70% ISPA

jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada terjadi pada balita laki-laki. Balita dengan

balita. Nilai OR = 1,655 (95% CI: 1,038- jenis kelamin laki-laki 1,5 kali lebih sering

2,637) rentan interval kepercayaan (CI) tidak menderita penyakit ISPA dibandingkan pada

mencakup angka 1 berarti jenis kelamin balita perempuan, sedangkan pada penelitian

merupakan faktor risiko kejadian ISPA. ini lebih disebabkan karena anak laki-laki

Penelian ini sejalan oleh Sulistyoningsih lebih banyak berada di luar rumah

627
Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 1 Juli 2018 Darsono et al Faktor-faktor yang berhubungan..

dibandingkan anak perempuan. Sesuai ISPA nilai p = 0,607 > 0,05. Ada hubungan

dengan keadaan balita di wilayah Puskesmas antara jenis kelamin dengan kejadian ISPA

Binuang, terutama balita laki-laki dengan nilai p = 0,034 < 0,05, OR = 1,655 berarti

aktifitas diluar rumah yang tinggi diharapkan laki-laki mempunyai peluang 1,655 kali untuk

pada keluarga agar selalu memberikan asupan menderita ISPA dibanding perempuan.

makanan dengan nutrisi yang seimbang dan

makan yang teratur serta menjaga kebersihan DAFTAR PUSTAKA

diri dengan baik. Athanasia Budi Astuti, 2012. Hubungan


antara Status Gizi Balita dengan
Kejadian Ispa. Jurnal Terpadu Ilmu
Kesehatan, Jilid 1, Mei 2012, hlm. 132
SIMPULAN

Balita pada kelompok kasus, Ayu D, S. 2008. Pengaruh Program


Pendampingan Gizi Terhadap Pola
memperlihatkan bahwa sebagian besar balita Asuh, Kejadian Infeksi dan Status
Gizi Balita Kurang Energi Protein.
termasuk kategori gizi tidak berisiko 92 Universitas Diponegoro. Tesis.
(63,9%) dibanding dengan 52 balita (36,1%)

yang berisiko. Balita dengan status imunisasi


Depkes RI.. 2009. Sistem Kesehatan
Nasional. Departemen Kesehatan
lengkap menderita ISPA memiliki persentase
Republik Indonesia. Jakarta.
lebih besar yaitu sebesar 137 (95,1%) balita.

Hal ini dibandingkan balita status imunisasi Fidiantoro dan Setiadi. 2013. Model
Penentuan Status Gizi Balita di
yang tidak lengkap hanya 7 (4,9%) kasus. Puskesmas Yogyakarta: Universitas
Akmad Dahlan.
Balita dengan jenis kelamin sebagian besar

jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 84 Kemenkes RI. 2010. Anak dengan Gizi Baik
Menjadi Aset dan Investasi Bangsa di
(58,3%) dan balita perempuan 60 (41,7%). Masa Depan. www.depkes.go.id.
Jakarta: Kementerian Kesehatan
Tidak ada hubungan antara status gizi Republik Indonesia.

dengan kejadian ISPA pada balita nilai p =


----------. 2014. Surveilans Kesehatan Anak
0,544 > 0,05. Tidak ada hubungan antara Seri Balita. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
kelengkapan status imunisasi dengan kejadian

628
Dinamika Kesehatan, Vol 9 No. 1 Juli 2018 Darsono et al Faktor-faktor yang berhubungan..

---------- 2016. Buku Kesehatan Ibu dan


Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Maryunani, A. 2010. Ilmu Kesehatan Anak


dalam Kebidanan. Jakarta: Trans Info
Media.

Moehji, S. 2003. Faktor-faktor yang


Berhubungan dengan ISPA di
Puskesmas,

Notoatmodjo, S. 2002. Metodologi


Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.

Profil Puskesmas Binuang. 2016. Laporan


Akhir Tahun. Kecamatan Binuang
Kabupaten Tapin.

Rahajoe N., Supriyatno B., dan Setyanto Budi


D. 2012. Buku Ajar: Respirologi
Anak, cetakan ketiga. Ikatan Dokter
Anak Indonesia.

Sukmawati dan Ayu, Sri Dara. 2010.


Hubungan Status Gizi, Berat Badan
Lahir, Imunisasi Dengan Kejadian
Ispa Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Tunikamaseang
Kecamatan Bontoa Kabupaten Maros.
Media Gizi Pangan. Volume X. (2).

Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia


(SDKI-2012). 2013. Penyakit Anak
dan Pengobatan. Kerjasama antara
BKKBN, BPS, Kemenkes dan
USAID. Jakarta: M. DHS ICF
International.

629
Vol. 1 No. 7 Juli 2022
p-ISSN: 2828-1284 e-ISSN: 2810-062x

DETERMINASI YANG BERHUBUNGAN DENGAN ISPA PADA BALITA DI FKTP


SANGGAMARA KODIM 0101/BS KESDAM IM BANDA ACEH TAHUN 2021
Miswarti1, Nadhifah Salsabila Awaliah2 Muhammad Saied3 Nila Atikah4 Maulina Nabila5
Universitas Muhammadiyah Aceh 1, Universitas Gunung Jati Cirebon2 politeknik TEDC Bandung3
Institut Agama Islam Bunga Bangsa Cirebon4 Institute Pendidikan dan Bahasa Invada5
miswartistudent@gmail.com1, nadhifahsalsabilaawaliah@gmail.com2,
muhammadsaied18@gmail.com3, nilaat990@gmail.com4, nabilamaulina01@gmail.com5

Received: 14-07-2022 Accepted: 26-07-2022 Published: 28-07-2022


Abstract
Keywords: First Level Health Facility (FKTP) Sanggamara KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar
Toddlers, Muda Banda Aceh City is located in the Kuta Alam District, Banda Aceh City,
Determinants, occupying the 4th highest position in cases of Acute Respiratory Infection (ARI) out
Health of 9 sub-districts in Banda Aceh City. Of the 10 outpatient diseases, FKTP
Facilities, ARI Sanggamara KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda, ARI took the first place with
127 cases compared to 9 other diseases. The purpose of this study was to analyze
the determinants associated with ARI in Toddlers at the First Level Health Facility
(FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS Kesdam Iskandar Muda Banda Aceh City. The
method used in this research is descriptive analysis with Cross Sectional Design. The
results of this study are the age of toddlers with P-Value: 0.001, gender of toddlers
with P-Value: 0.008 personal hygiene with P-Value: 0.001, mother's occupation
with P-Value: 0.034, Mother's knowledge with P-Value: 0.032, Ventilation room
with P-Value 0.001, humidity of room with P-Value: 0.000, Occupancy density with
P-Value 0.001, and use of pesticides with P-Value: 0.021, mother's education with
P-Value: 0.113, type of house floor with P-Value: 0.149, type of house wall with P-
Value 0.105 and cooking fuel with P-Value: 0.520

Abstrak
Kata kunci: Pendahuluan: Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara KODIM
Balita, 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota Banda Aceh terletak di wilayah Kecamatan
Determinan, Kuta Alam Kota Banda Aceh, menempati posisi ke 4 tertinggi kasus Infeksi Saluran
Faskes, ISPA Pernafasan Akut (ISPA) dari 9 Kecamatan yang ada di Kota Banda Aceh. Dari 10
penyakit penyakit rawat jalan FKTP Sanggamara KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar
Muda tersebut penyakit ISPA menempati posisi pertama sebanyak 127 kasus
dibandingkan 9 penyakit lainnya. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis determinan yang berhubungan dengan ISPA pada Balita di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS Kesdam Iskandar
Muda Kota Banda Aceh. Metode: Adapun metode yang digunakan penelitian
adalah analisis deskriptif dengan Desain Cross Sectional. Hasil: Hasil Penelitian ini
adalah umur balita dengan P-Value: 0,001, jenis kelamin balita dengan P-Value:
0,008 personal hygiene dengan P-Value: 0,001, pekerjaan ibu dengan P-Value:
0,034, pengetahuan Ibu dengan P-Value: 0,032, Ventilasi kamar dengan P-Value
0,001, kelembaban kamar dengan P-Value: 0,000, Kepadatan Hunian dengan P-
Value 0,001, dan pemakaian pestisida dengan P-Value: 0,021, pendidikan ibu
dengan P-Value: 0,113, jenis lantai rumah dengan P-Value: 0,149, jenis dinding
rumah dengan P-Value 0,105 dan bahan bakar masak dengan P-Value: 0,520.
Corresponding Author: Miswarti
E-mail: Universitas Muhammadiyah Aceh

Website: https://jii.rivierapublishing.id/index.php/jii 791


DOI: 10.36418/jii.v1i7.212
Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

PENDAHULUAN
Menurut World Health Organization (WHO) (2013) menyebutkan bahwa Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) didefinisikan sebagai penyakit saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh
agen infeksius yang ditularkan dari manusia. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
(2014) menyebutkan bahwa ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan
atau lebih dari aliran pernafasan mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah)
termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga, telinga tengah dan pleura (Kemenkes RI, 2014).
Faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya ISPA dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor instrinsik
meliputi umur, jenis kelamin, pemberian ASI, status gizi, berat badan lahir rendah, status imunisasi,
dan pemberian makanan yang terlalu dini (Depkes RI, 2008). Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi
umur ibu, pengetahuan ibu, faktor pedidikan ibu, kepadatan hunian, kondisi fisik rumah, ventilasi
rumah, sosial ekonomi, dan pekerjaan (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Selanjutnya menurut WHO (2015) menegaskan bahwa ISPA adalah penyakit yang ditularkan
melalui udara. Berdasarkan hal tersebut, balita yang memiliki area ventilasi rumah yang tidak
memenuhi syarat kesehatan akan berisiko terkena ISPA. Untuk menghindari risiko tersebut, orang tua
balita yang area ventilasi rumahnya tidak memenuhi syarat kesehatan perlu menambah area ventilasi
rumahnya (WHO, 2015). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian (Juniartha, Hadi, & Notes,
2014)menunjukkan bahwa jika luas ventilasi rumah berkaitan dengan kejadian ISPA pada anak balita.
Pertukaran udara di kamar balita dengan area yang berventilasi baik akan terjaga dengan baik
(Juniartha et al., 2014)
Selain dari ventilasi rumah, kepadatan hunian juga berpengaruh terdapat kejadian ISPA, hal ini
dikuatkan oleh hasil penelitian Ningrum (2015) yang menyatakan bahwa kepadatan hunian akan
mempengaruhi balita yang mengalami ISPA, karena kepadatan hunian yang tinggi akan meningkatkan
suhu dan kelembaban ruangan akibat panas yang dikeluarkan dari pernafasan penghuni. Kelembaban
yang tinggi akan menjadi media yang mendukung penyebaran kuman penyebab ISPA dan
mempercepat penyebaran ISPA (Ningrum, 2015). Selanjutnya menurut penelitian Ningrum (2015),
menyebutkan bahwa karena pernafasan penghuni mengeluarkan panas, kepadatan penghuni yang
tinggi akan meningkatkan suhu dan kelembaban ruangan.
Menurut WHO (2013) kasus ISPA di seluruh dunia sebanyak 18,8 miliar dan kematian sebanyak
4 juta orang per tahun. Kasus ISPA di Indonesia pada tahun 2015 menempati urutan pertama sebanyak
25.000 jiwa se-Asia Tenggara pada tahun 2015 (WHO, 2016). ISPA merupakan penyakit yang banyak
terjadi di negara berkembang serta menjadi salah satu penyebab kunjungan pasien ke Puskesmas
(40%-60%) dan rumah sakit (15%-30%) (Kemenkes RI, 2018).
Gambar 1. 1 Prevalensi ISPA Pada Balita di Indonesia dan Provinsi Aceh
Indonesia Provinsi Aceh
65,27
70 56,51
60 51,19
50
40
30
20 10,7 9,91 12,59
10
0
2016 2017 2018
Sumber: Profil Kesehatan Indonesia, 2018.
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa untuk tingkat prevalensi ISPA atau Infeksi
Saluran Pernafasan Akut pada balita di Indonesia yang terdapat pada periode tahun 2016 tercatat
sebanyak 65,27%, kemudian data tersebut terjadi penurunan prevalensi pada periode tahun 2017

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 792


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

tercatat sebanyak 51,19%, Kemudian, tetapi terjadi kenaikan atau pertambahan pada periode tahun
2018 tercatat menjadi sebanyak 56,51% (Kemenkes RI, 2018). Demikian juga terjadi pada Provinsi
Aceh, pada tahun 2016 prevalensi ISPA pada balita sebanyak 10,7%, terjadi penurunan sedikit pada
tahun 2017 menjadi 9,91%, dan terjadi kenaikan pada tahun 2018 menjadi 12,59% (Kemenkes RI,
2018).
Tabel 1. 1 Kasus ISPA Pada Balita Per Kecamatan Kota Banda Aceh
Decrease/Increa
Kecamat Tahun
No. se
an
2016 2017 2018 2016-2018
1 Meuraxa 3,263 4,262 3,915 652
2 Jaya 2,202 2,547 2,866 664
Baru
3 Banda 407 450 437 30
Raya
4 Lueng 1,537 1,284 945 (592)
Bata
5 Baiturra 3,486 4,094 4,232 746
hman
6 Kuta Raja 1,109 708 633 (476)
7 Kuta 2,292 2,371 2,697 405
Alam
8 Syiah 3,479 2,09 2,275 (1,204)
Kuala
9 Ulee 710 794 593 (117)
Kareng
Jumlah 18485 18602 18593 108
Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, 2018
Berdasarkan Tabel 1.1 di atas dapat dilihat bahwa ada 5 Kecamatan yang mengalami kenaikan
kasus ISPA dari 2016 s/d 2018 di seluruh kecamatan di Kota Banda Aceh. Kasus yang tertinggi di
Kecamatan Baiturrahman sebanyak 746 kasus, disusul Kecamatan Jaya Baru sebanyak 664 kasus dan
selanjutnya Kecamatan Meuraxa sebanyak 652, kemudian Kecamatan Kuta Alam dan terakhir
Kecamatan Banda Raya sebanyak 30 kasus.
Gambar 1. 2 Grafik Persentase ISPA 5 Kecamatan di Kota Banda Aceh
40 30,15%
19,98% 21,40% 17,67%
20 7,37%
0
Meuraxa Jaya Baru Banda Raya Baiturrahman Kuta Alam

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, 2021

Berdasarkan Gambar 1.2 di atas dapat dilihat bahwa pada kurun waktu 2016 s/d 2018,
Kecamatan Jaya Baru mengalami persentase kenaikan tertinggi ISPA sebanyak 30,15%, selanjutnya
Kecamatan Baiturrahman sebanyak 21,40% dan Kecamatan Meuraxa sebanyak 19,98%. Kecamatan
Kuta alam menempati posisi ke-4 persentase tertinggi sebanyak 17,67% dan terakhir Kecamatan
Banda Raya sebanyak 7,37%. (Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, 2018). Lokasi penelitian adalah
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota
Banda Aceh terletak di wilayah Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh, berdasarkan data di atas,
menempati posisi ke 4 tertinggi dari 9 Kecamatan yang ada di Kota Banda Aceh.
Tabel 1. 2
Rekapitulasi 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJPT)

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 793


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara KODIM 0101/BS


KESDAM Iskandar Muda, Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh,
Bulan Oktober 2020
Kode
No Nama Penyakit Jumlah
Diagnosa
1 J06.9 Acute Upper Respiratory Infection 127
2 K03.2 Erosion Of Teeth 42
3 L20.8 Other Atopic Dermatitis 36
4 K02.8 Other Dental Caries 26
5 M00 Pyogenic Arthritis 21
6 K30 Dyspepsia 17
7 H60 Otitis Externa 15
8 H10 Conjuctivitis 13
9 E11 Non Insulin Dependent Diabetes Melitus 11
10 K05.0 Acute Gingivitis 11
Jumlah 319
Sumber: FKTP Sanggamara KODIM 0101/BS KESDAM Kota Banda Aceh, 2020
Berdasarkan Tabel 1.2 di atas dapat dilihat dari 10 penyakit penyakit rawat jalan FKTP
Sanggamara KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda, penyakit ISPA menempati posisi pertama
sebanyak 127 kasus dibandingkan 9 penyakit lainnya berdasarkan data Bulan Oktober 2020.
Fasilitas kesehatan FKTP Sanggamara KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota Banda Aceh
adalah salah satu fasilitas kesehatan yang ada di Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Berdasarkan
hasil pengambilan data awal, peneliti menemukan bahwa penyakit ISPA adalah penyakit yang
terbanyak berdasarkan diagnosa kunjungan pasien di Bulan Oktober 2020. Selain itu, secara observasi
saat pengambilan data awal peneliti melihat banyak pasien balita dan lansia yang menunggu giliran
untuk berobat pada fasilitas kesehatan tersebut dengan kondisi kesehatan yang kurang baik seperti
batuk, pilek, dan demam. Selanjutnya, peneliti juga mewawancarai pasien ibu yang membawa
anaknya berobat pada FKTP Sanggamara KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota Banda Aceh,
dari 10 orang yang diwawancarai 7 di antaranya balita mengalami ISPA.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif dengan Desain Cross Sectional,
keduanya diukur pada saat yang bersamaan yaitu di masa sekarang. Jadi penelitian ini lebih
merupakan potret pada suatu waktu dari yang diamati. Variabel bebas dan terikat diteliti pada saat
yang bersamaan saat penelitian dilakukan, yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan dengan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di FKTP
Sanggamara KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota Banda Aceh Tahun 2021.
Teknik pengambilan sampel menggunakan probably sampling dengan simple random
sampling yaitu pengambilan sampel secara acak dari populasi karena populasi dianggap homogen.
Sesuai dengan pendapat ahli, Sugiyono (2017) menyebutkan bahwa Teknik simple random sampling
adalah teknik yang sederhana karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara
acak tanpa melihat dan memperhatikan kesamaan atau starata yang ada dalam populasi. Cara ini
digunakan apabila anggota populasi dianggap homogen.
Alasan menggunakan teknik ini karena yang menjadi populasi dalam penelitian ini hanya
pasien rawat jalan yang berasal dari Kota Banda Aceh yang terbagi ke dalam 9 Kecamatan. Kecamatan
dapat terwakili, maka sampel diambil dari masing-masing kecamatan dengan proporsi sama. Prosedur
pengambilan sampel adalah dengan cara undian. Alasan menggunakan undian adalah bagi peneliti
cukup sederhana dan memungkinkan ketidakadilan dapat dihindari (Wardani & Poniali, 2021).
Data penelitian adalah suatu fakta (kenyataan-kenyataan) atau informasi yang didapatkan
dari hasil pengukuran sesuatu, bisa dalam bentuk angka-angka atau kata-kata, yang akan digunakan
sebagai bahan analisis sebuah penelitian. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder.

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 794


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

Penelitian dilakukan dengan wawancara secara langsung dengan menggunakan kuesioner yang
disediakan. Berhubung kondisi Pandemi Covid-19 saat ini, peneliti wawancara langsung dengan
mengikuti protokol kesehatan pencegahan Covid-19.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Responden yang dijadikan sampel pada penelitian ini adalah ibu dengan balita di wilayah kerja
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota
Banda Aceh sebanyak 177 responden. Berdasarkan pengolahan data hasil observasi serta wawancara
dengan responden, peneliti mendapatkan bahwa terdapat ibu yang memiliki anak yang berumur di
bawah 2 tahun sebanyak 35 orang, yang berumur 2-3 tahun sebanyak 49 orang dan yang berumur 3-
5 tahun sebanyak 93 orang. Selanjutnya, dari 177 responden terdapat sebanyak 107 orang anak
berjenis kelamin laki-laki dan 70 anak berjenis kelamin perempuan. Kemudian, dari 177 responden
didapatkan Ibu dengan pendidikan rendah (SD-SMP) sebanyak 15 orang, berpendidikan menengah
(SMA) sebanyak 84 orang dan berpendidikan tinggi (S1/S2) sebanyak 68 orang. Selain itu, peneliti juga
menemukan bahwa ibu yang bekerja sebanyak 100 orang dan tidak bekerja sebanyak 77 orang.
A. Analisis Univariat Variabel Penelitian
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi dan besar persentase dari masing-masing variabel
penelitian yaitu variabel dependen (terikat) yaitu ISPA pada balita dan variabel independent
(bebas) yaitu umur balita, jenis kelamin balita, personal hygiene, pendidikan ibu, pekerjaan ibu,
pengetahuan ibu, ventilasi kamar, kelembaban kamar, kepadatan hunian, jenis lantai rumah, jenis
dinding rumah, bahan bakar masak dan pemakaian pestisida pada responden di wilayah kerja
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) SANGGAMARA KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar
Muda Kota Banda Aceh.
B. ISPA Pada Balita
Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan ISPA pada balita terdiri dari kategori ISPA,
jumlah dan persentase ISPA pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara KODIM
0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota Banda Aceh, dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 5. 1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan ISPA Pada Balita di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS Kesdam
Iskandar Muda Kota Banda Aceh.
Responden
No ISPA Pada Balita
f %
1 ISPA 92 52
2 Tidak ISPA 85 48
Jumlah 177 100

Sumber : Data Primer, 2022.


Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan ISPA
pada balita dari 177 responden terdapat balita yang terkena ISPA sebanyak 92 anak (52%),
sedangkan balita yang tidak terkena ISPA sebanyak 85 anak (48%).
C. Umur
Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan umur merupakan matrik yang terdiri
dari kategori umur, jumlah dan persentase umur pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP)
Sanggamara KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota Banda Aceh, dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 5. 2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan umur di Fasilitas
KesehatanTingkat Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS
Kesdam IskandarMuda Kota Banda Aceh.

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 795


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

Responden
No Umur
f %
1 Baduta (Bawah dua tahun) 35 19,8
2 Batita (Bawah tiga tahun) 49 27,7
3 Balita (Bawah lima tahun) 93 52,5
Jumlah 177 100
Sumber : Data Primer, 2022.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan umur
dari 177 responden terdapat anak dengan umur di bawah dua tahun (baduta) sebanyak 25 orang
(19,8%), anak dengan umur di bawah tiga tahun (batita) sebanyak 49 orang (27,7%) dan anak
dengan kategori di bawah lima tahun (balita) sebanyak 93 orang (52,5%).
D. Jenis Kelamin
Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin merupakan matrik yang
terdiri dari kategori jenis kelamin, jumlah dan persentase jenis kelamin pada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota Banda Aceh,
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. 3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS
Kesdam Iskandar Muda Kota Banda Aceh..
Responden
No Jenis Kelamin
f %
1 Laki-Laki 107 60,5
2 Perempuan 70 39,5
Jumlah 177 100
Sumber : Data Primer, 2022.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis
kelamin dari 177 responden terdapat anak berjenis kelamin laki-laki sebanyak 107 orang (60,5%),
anak berjenis kelamin perempuan sebanyak 70 orang (39,5%).
E. Personal hygiene
Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan Personal hygiene merupakan matrik yang
terdiri dari kategori Personal hygiene, jumlah dan persentase Personal hygiene pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) SANGGAMARA KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota
Banda Aceh, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. 4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Personal hygiene di Fasilitas
KesehatanTingkat Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS
Kesdam Iskandar Muda Kota Banda Aceh..
Responden
No Personal hygiene
f %
1 Tidak Baik 84 47,5
2 Baik 93 52,5
Jumlah 177 100
Sumber : Data Primer, 2022.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan personal
hygiene dari 177 responden terdapat personal hygiene yang tidak baik sebanyak 84 orang (47,5%),
dan personal hygiene yang baik sebanyak 93 orang (52,5%).
F. Pengetahuan Ibu
Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan Pengetahuan Ibu merupakan matrik yang
terdiri dari kategori Pengetahuan Ibu, jumlah dan persentase Pengetahuan Ibu pada Fasilitas

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 796


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) SANGGAMARA KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota
Banda Aceh, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. 5
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS
Kesdam Iskandar Muda Kota Banda Aceh.
Responden
No Pengetahuan Ibu
f %
1 Tidak baik 96 54,2
2 Baik 81 45,8
Jumlah 177 100
Sumber : Data Primer, 2022.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan
Pengetahuan Ibu dari 177 responden didapatkan bahwa Ibu yang pengetahuan tidak baik
sebanyak 96 orang (54,2%), dan ibu yang pengetahuannya baik sebanyak 81 orang (45,8%).
G. Ventilasi
Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan Ventilasi merupakan matrik yang terdiri
dari kategori ventilasi, jumlah dan persentase Ventilasi pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) SANGGAMARA KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota Banda Aceh, dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. 6
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Ventilasi di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS
Kesdam Iskandar Muda Kota Banda Aceh..
Responden
No Ventilasi
f %
1 Tidak Memenuhi Syarat 87 49,2
2 Memenuhi Syarat 90 50,8
Jumlah 177 100
Sumber : Data Primer, 2022.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan
Ventilasi dari 177 responden didapatkan responden yang memiliki kamar dengan ventilasi tidak
memenuhi syarat kesehatan sebanyak 87 orang (49,2%), dan responden yang memiliki kamar
dengan ventilasi memenuhi syarat kesehatan sebanyak 90 orang (50,8%).
H. Kelembaban
Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan Kelembaban merupakan matrik yang
terdiri dari kategori Kelembaban, jumlah dan persentase Kelembaban pada Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) SANGGAMARA KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota Banda Aceh,
dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. 7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelembaban di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS
Kesdam Iskandar Muda Kota Banda Aceh..
Responden
No Kelembaban
f %
1 Tidak Memenuhi Syarat 65 36,7
2 Memenuhi Syarat 112 63,3
Jumlah 177 100
Sumber : Data Primer, 2022.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan
Kelembaban dari 177 responden didapatkan responden yang memiliki kamar dengan kelembaban

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 797


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

tidak memenuhi syarat kesehatan sebanyak 65 orang (36,7%), dan responden yang memiliki
kamar dengan kelembaban memenuhi syarat kesehatan sebanyak 112 orang (63,3%).
I. Kepadatan Hunian
Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan Kepadatan hunian merupakan matrik
yang terdiri dari kategori Kepadatan hunian, jumlah dan persentase Kepadatan hunian pada
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) SANGGAMARA KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar
Muda Kota Banda Aceh, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. 8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kepadatan hunian di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) SANGGAMARA KODIM 0101/BS
KESDAM Iskandar Muda Kota Banda Aceh.
Responden
No Kepadatan hunian
f %
1 Tidak Memenuhi Syarat 71 40,1
2 Memenuhi Syarat 106 59,9
Jumlah 177 100
Sumber : Data Primer, 2022.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan
Kepadatan hunian dari 177 responden didapatkan kamar yang kepadatan huniannya tidak
memenuhi syarat kesehatan sebanyak 71 orang (40,1%), dan kamar yang kepadatan huniannya
memenuhi syarat kesehatan sebanyak 106 orang (59,9%).
J. Jenis Lantai Rumah
Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan Jenis lantai rumah merupakan matrik yang
terdiri dari kategori Jenis lantai rumah, jumlah dan persentase Jenis lantai rumah pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) SANGGAMARA KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota
Banda Aceh, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. 9
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis lantai rumah di Fasilitas KesehatanTingkat
Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS
Kesdam Iskandar Muda Kota Banda Aceh..
Responden
No Jenis lantai rumah
f %
1 Tanah 9 5,1
2 Semen 58 32,8
3 Keramik 110 62,1
Jumlah 177 100
Sumber : Data Primer, 2022.
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan Jenis
lantai rumah dari 177 responden didapatkan responden yang memiliki lantai rumah terbuat dari tanah
sebanyak 9 responden (5,1%), responden yang memiliki lantai rumah terbuat dari semen sebanyak 58
responden (32,8%), dan responden yang memiliki lantai rumah terbuat dari keramik sebanyak 110
responden (62,1%).
K. Jenis Dinding Rumah
Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan Jenis dinding rumah merupakan matrik yang
terdiri dari kategori Jenis dinding rumah, jumlah dan persentase Jenis dinding rumah pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) SANGGAMARA KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota
Banda Aceh, dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. 10
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis dinding rumah di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 798


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

Kesdam Iskandar Muda Kota Banda Aceh..


Responden
No Jenis dinding rumah
f %
1 Kayu 20 11,3
2 Beton 91 51,4
3 Keramik 66 37,3
Jumlah 177 100
Sumber : Data Primer, 2022.
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa distribusi frekuensi dari responden
yang dihitung berdasarkan Jenis dinding rumah responden dari 177 responden secara keseluruhan,
maka didapatkan bahwa responden yang memiliki dinding rumah terbuat dari kayu sebanyak 20
responden (11,3%), responden yang memiliki dinding rumah terbuat dari beton sebanyak 91
responden (51,4%), dan responden yang memiliki dinding rumah terbuat dari keramik sebanyak 66
responden (37,3%).
L. Pemakaian Pestisida
Tabel distribusi frekuensi responden berdasarkan pemakaian pestisida adalah merupakan
matrik yang terdiri dari kategori dari variabel pemakaian pestisida, dan jumlah serta persentase dari
pemakaian pestisida pada rumah tangga yang terdapat pada wilayah kerja Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) SANGGAMARA KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota Banda Aceh, dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5. 11
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemakaian pestisida di Fasilitas
KesehatanTingkat Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS\
Kesdam Iskandar Muda Kota Banda Aceh..
Responden
No Pemakaian pestisida
f %
1 Tidak Baik 95 53,7
2 Baik 82 46,3
Jumlah 177 100

Sumber : Data Primer, 2022.


Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui distribusi frekuensi responden berdasarkan
Pemakaian pestisida dari 177 responden didapatkan responden yang memakai pestisida dengan tidak
baik sebanyak 95 responden (53,7%), dan responden yang memakai pestisida dengan baik sebanyak
82 responden (46,3%).

Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan bermakna antara umur dengan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS Kesdam Iskandar Muda Kota Banda Aceh dengan nilai P-Value
sebesar 0,001. Hasil uji bivarat yang telah dilakukan pada penelitian ini, dapat dilihat bahwa balita
dengan kategori umur di bawah dua tahun lebih banyak yang tidak terkena penyakit ISPA (25
responden) dibandingkan dengan yang terkena ISPA (10 responden). Sedangkan anak yang berumur
di bawah tiga tahun lebih banyak yang terkena ISPA (34 responden) dibandingkan dengan yang tidak
terkena ISPA (15 responden). Demikian juga dengan anak yang berumur di bawah lima tahun lebih
banyak yang terkena ISPA (48 responden) dibandingkan dengan yang tidak terkena ISPA (45
responden).
Hasil observasi peneliti saat melakukan penelitian, peneliti menemukan bahwa ibu lebih
memberikan perhatian khusus untuk anak-anak yang berusia di bawah dua tahun. Hal ini lebih
disebabkan kategori umur tersebut merupakan usia anak yang masih perlu perawatan dan
pengawasan secara intens, sehingga ketergantungan dengan ibu sangat mutlak diperlukan,

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 799


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

dibandingkan umur anak di atas dua tahun. Anak pada usia di bawah usia 2 tahun imunitasnya belum
sempurna, sehingga semakin rendah umur anak, maka semakin rentan anak tersebut terkena penyakit
ISPA. Hal ini bukan saja berlaku pada penyakit ISPA saja, bahkan berlaku dibeberapa penyakit lain.
Selain itu, asupan gizi pada balita juga mempengaruhi terserang ISPA karena dengan gizi yang kurang
daya tahan tubuh juga akan kurang.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa umur
memiliki pengaruh terhadap keterjangkitan anak terhadap penyakit ISPA. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan umur dan jenis kelamin
terhadap kejadian ISPA pada bayi dengan nilai P = 0,047 dan OR = 1,389. Oleh karena itu, setiap orang
tua yang memiliki anak yang berisiko terkena ISPA seperti usia 2-3 tahun dan harus lebih
memperhatikan kegiatan mereka, baik dari segi permainan, aktivitas sehari-hari maupun pola
makannya (Sari & Ardianti, 2017).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan bermakna antara jenis kelamin
balita dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS Kesdam Iskandar Muda Kota Banda Aceh dengan
nilai P-Value sebesar 0,008. Berdasarkan hasil uji bivarat yang telah dilakukan pada penelitian ini,
dapat dilihat bahwa balita berkenis kelamin laki-laki lenih banyak yang terkena ISPA (60 responden)
dibandingkan dengan yang tidak terkena penyakit ISPA. Kemudian, balita yang berjenis kelamin
perempuan lebih banyak yang tidak terkena penyakit ISPA (45 responden) dibandingkan dengan yang
terkena ISPA (25 responden).
Hasil observasi peneliti saat melakukan penelitian, peneliti menemukan bahwa umumnya balita
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak aktifitas bermain dibandingkan dengan balita berjenis kelamin
perempuan. Balita berjenis kelamin laki-laki lebih aktif bermain dan lebih banyak berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya. Selain itu, ibu balita juga umumnya lebih banyak fokus dalam menjaga balita
berjenis kelamin perempuan, hal ini kemungkinan disebabkan ibu menganggap bahwa perempuan
lebih lemah, sehingga perlu pengawasan dan penanganan yang ekstra.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka peneliti dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa jenis
kelamin dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Balita di Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/BS Kesdam Iskandar Muda Kota Banda Aceh. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelian yang menunjukkan sebagian besar (57,7%) berjenis kelamin
perempuan dan sebagian besar (53,8%) memiliki kebiasaan jajan yang kurang baik dan hampir
sebagian (46,2%) jarang terjadinya ISPA dengan nilai ρ= 0,020 yang bermakna bahwa ada hubungan
jenis kelamin dengan terjadinya ISPA di TK Dharma Wanita Persatuan Sidoklumpuk Sidoarjo. Balilta
yang jenis kelamin kelamin perempuan yang paling sering mengkonsumsi makanan dengan warna
yang mencolok, penampilan yang menarik, rasa manis dan gurih yang ada di sekitar sekolah maka akan
terjadi ISPA (Putri, 2016).
Selanjutnya hasil penelitian lain juga menjelaskan bahwa: The results of statistical tests show
the value of ρ = 0,635 (ρ >α > 0,05) for nutritional status and ρ = 0,432 (ρ >α > 0,05) for gender. In
conclusion, there is no relationship between between nutritional status and gender with the incidence
of ARI in toddlers in the work area of the Martapura 1 Public Health Center, Banjar Regency in 2020,
hal ini bermakna bahwa hasil uji statistik menunjukkan nilai = 0,635 (ρ >α > 0,05) untuk status gizi dan
= 0,432 (ρ >α > 0,05) untuk jenis kelamin. Kesimpulannya, tidak ada hubungan antara status gizi dan
jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Martapura 1 Kabupaten
Banjar tahun 2020 (Sari et al, 2021).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai determinan yang berhubungan dengan penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara
Kodim 0101/Bs Kesdam Iskandar Muda Kota Banda Aceh Tahun 2021, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut: Ada hubungan antara umur balita dengan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
pada balita di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 800


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

Iskandar Muda Kota Banda Aceh dengan nilai P-Value sebesar 0,001 (< 0,05). Ada hubungan antara
jenis kelamin balita dengan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam Iskandar Muda Kota Banda
Aceh, dengan nilai P-Value sebesar 0,008 (< 0,05). Ada hubungan antara personal hygiene dengan
penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(FKTP) Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam Iskandar Muda Kota Banda Aceh dengan nilai P-Value
sebesar 0,001 (< 0,05). Tidak ada hubungan antara pendidikan ibu dengan penyakit Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Sanggamara Kodim
0101/Bs Kesdam Iskandar Muda Kota Banda Aceh dengan nilai P-Value sebesar 0,113(>0,05).

BIBLIOGRAFI

Juniartha, Sang Ketut, Hadi, H. M. Choirul, & Notes, N. (2014). Hubungan antara luas dan posisi
ventilasi rumah dengan kejadian ISPA penghuni rumah di wilayah Puskesmas Bangli Utara tahun
2012. Jurnal Kesehatan Lingkungan, 4(2), 169–174.

Wardani, Nila Restu, & Poniali, Akhmad. (2021). Prestasi Belar: Ditinjau Dari Pendidikan Karakter Dan
Motivasi Belajar Siswa. Jurnal Penelitian Dan Pendidikan IPS, 15(1), 76–79.

Adha, Mustika Aulia., Gambaran Kondisi Fisik Dan Sanitasi Dasar Rumah Dalam Upaya Penyehatan
Rumah Di Kelurahan Batang Arau Kecamatan Padang Selatan Tahun 2015, Karya Tulis Ilmiah,
Juni 2015.

Akyuwen., Hubungan Kondisi Fisik Rumah Terhadap Kejadian PenyakitTuberkulosis Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Piru Kecamatan Seram BaratKabupaten Seram Bagian Barat, Skripsi Sarjana,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Sulawesi Selatan, 2012.

Andriani, M., & Defita, A. P. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibuterhadap Kejadian ISPA Pada Balita
Di Wilayah Kerja Puskesmas Tigo Baleh Bukittinggi Tahun 2014. 'AFIYAH, 2(1), 2015.

Arikunto, Suharsimi., Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, PT Rineka Cipta: Jakarta; 2010.

Asriati, A., Z. Zamrud., D. F. Kalenggo. Analisis Faktor Risiko Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut
pada Anak Balita. Modul a Vol 1[2], 2012.

Asyari, M., Hubungan Sanitasi Fisik Rumah dan Perilaku Hidup Sehat Penghuni dengan Kejadian ISPA
di Asrama Polisi Detasemen Gegana Satbrimob Polda Jatim. Skripsi. Surabaya: Universitas
Airlangga; 2014.

Ayustawati, Mengenali Keluhan Balita, Yogyakarta: Deepublish; 2013.

AZ, W. K. S., & Audia, M. Hubungan Jenis Lantai, Jenis Dinding, Dan Jenis Atap Rumah Dengan Kejadian
Ispa Di Desa Mekar Jaya Kecamatan Bayung Lincir. Scientia Journal, 10(2), 34-39, 2021.

Basri KS., Erniatin S., Hubungan Pengetahuan dan Sikap Kesehatan Kerja dengan Penyakit Akibat Kerja
Pada Pekerja Batu Bata. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Agustus 2015; 1 (2): 1-6, 2015.

Catiyas E., Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kecamatan
Gembong Kabupaten Kebumen Jawa Tengah Tahun 2012. [Skripsi Ilmiah]. Jakarta: Universitas
Indonesia; 2012.

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 801


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

Chandra E., Pengaruh Faktor Iklim, Kepadatam Penduduk dan Angka BebasJentik (ABJ) Terhadap
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Jambi. Jurnal Pembangunan
Berkelanjutan.eISSN: 2622-2310 (e); 2622-2302 (p),Volume 1. no (1), 2019.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, 2018.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pnemonia Pada Balita. Jakarta, 2008.

Dewi, N. S., Irawan, D. W. P., & Indraswati, D. Faktor Risiko Kejadian ISPA pada Balita di Desa Balerejo
Kecamatan Balerejo Kabupaten Madiun Tahun 2015. GEMA LINGKUNGAN KESEHATAN, 14(3),
2016.

Ernyasih, E., Fajrini, F., & Latifah A, N.Analisis Hubungan Iklim (Curah Hujan, Kelembaban, Suhu Udara
dan Kecepatan Angin) dengan Kasus ISPA di DKI Jakarta Tahun 2011–2015. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat, 7(3), 167-173, 2018.

Faisal., Macam-macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya, Jakarta: Kanisius; 2012.

Febrianti, A. Pengetahuan, Sikap Dan Pendidikan Ibu Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas
7 Ulu Kota Palembang. Jurnal Kesehatan Saelmakers Perdana (JKSP), 3(1), 133-139, 2020.

Fibrila, F. Hubungan usia anak, jenis kelamin dan berat badan lahir anak dengan kejadian ISPA. Jurnal
Kesehatan Metro Sai Wawai, 8(2), 8-13, 2016.

FKTP Sanggamara KODIM 0101/BS KESDAM Iskandar Muda Kota Banda Aceh, Rekapitulasi 10 Besar
Penyakit Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJPT). 2020.

Hadinegoro, S.R.S., Buku Saku Imunisasi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2015.

Haryani., Zurriyatun Thoyibah,, Zuhratul Hajri., Sri Hardiani., Lingkungan Fisik Rumah Pada Balita
Penderita ISPA, Jurnal Ilmiah Stikes YARSI Mataram (JISYM) Vol 10 No 2, Month Juli 2020P-ISSN
: 1978-8940, 2020.

Haryani., Zurriyatun Thoyibah., Zuhratul Hajri., Sri Hardiani., Lingkungan Fisik Rumah Pada Balita
Penderita ISPA, Jurnal Ilmiah Stikes YARSI Mataram (JISYM)Vol 10 No 2, Month Juli 2020P-ISSN
: 1978, 2020.

Herawati, C., & Sriwaty, H. Analisis Perilaku Merokok, Penggunaan Anti Nyamuk Bakar Dan
Penggunaan Bahan Bakar Memasak Dengan Kejadian Ispa Pada Balita. Jurnal Kesehatan, 9(1),
34-38, 2018.

Ibrahim, A., Joseph, W. B., & Malonda, N. S. Hubungan antara Kondisi Fisik Rumah dan Kepadatan
Hunian dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita di Kelurahan Sindulang 1 Kecamatan Tuminting
Kota Manado. KESMAS, 7(3). 2018.

Ibrahim, H., Analisis Pelaksanaan Kewaspadaan Standar Terhadap Penyakit Infeksi Nosokomial.
Makassar : Alaudin University Press; 2013.
Iqbal, M. Hubungan Pengetahuan, Kebiasaan Menggunakan Obat Nyamuk Bakar, Dan Merokok
Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas Kuin Raya Banjarmasin Tahun 2020 (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Kalimantan MAB), 2020.

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 802


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

Irianto., Ilmu Kesehatan Masyarakat,Bandung: Alfabeta, 2012.

Irmawati., Bayi dan Balita Sehat & Cerdas, Jakarta: Media Komputindo; 2015.

Istifaiyah., Amanatul Agus Aan Adriansyah., Dwi Handayani., Hubungan Ventilasi Dengan Kejadian
Penyakit ISPA pada Santri Di Pondok Pesantren Amanatul Ummah Surabaya, Departement of
Public Health Sciences, Faculty of Health, University of Nahdlatul Ulama Surabaya, East Java,
Indonesia, Jurnal Ikesma Volume 15 Nomor 2 September 2019.

Juniartha, S.K., H. M. C. Hadi., N. Notes., Hubungan antara Luas dan Posisi Ventilasi Rumah dengan
Kejadian ISPA Penghuni Rumah di Wilayah Puskesmas Bangli Utara Tahun 2012. Jurnal
Kesehatan Lingkungan Vol 4[2]:169-174, 2014.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran


Pernapasan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2014.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta: 2016.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta: 2018.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Provinsi Aceh, Jakarta: 2016.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Provinsi Aceh, Jakarta: 2017.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Provinsi Aceh, Jakarta: 2018.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit. Pedoman Penanggulangan Penyakit Infeksi Saluran
Pernapasan Akut. Jakarta, 2011.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut, Direktorat Jendral
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2012.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit. (2011).
Pedoman Penaggulangan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta: Kemenkes RI;
2011.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Informasi tentang ISPA pada Balita. Jakarta: Pusat
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat, 2011.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita, Jakarta. 2012.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta: 2017.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 829/MENKES/SK.VII.1999 Tentang Persyaratan Kesehatan


Rumah.

Khaidirmuhaj., Pengertian ISPA dan Pneumonia, 2012.

Kozier, Berman., Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses & Praktik Volume 2. EGC :
Jakarta. 2010.

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 803


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

Lestari, D. A., & Adisasmita, A. C.Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) sebagai Determinan Terjadinya ISPA
pada Balita Analisis SDKI Tahun 2017. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia, 5(1), 2021.

Lindawaty., Partikulat (PM10) Udara Rumah Tinggal Mempengaruhi Kejadian ISPA Pada Balita
(Penelitian Di Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan Tahun 2009-2010). Tesis
Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Depok, 2010.

Maryunani, Anik., Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan, Jakarta: Trans Info Media 2010.

Medhyna, V. Hubungan Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian Ispa Pada Bayi. Maternal Child
Health Care, 1(2), 85-88, 2019.

Munaya, E. F., Faktor Risiko Infeksi Saluran Pernapasan Akut Nonpneumonia pada Balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Magersari, Kota Magelang. Jurnal Respirologi Indonesia. Vol. 35 No. 1 Januari
2015, 2015.

Murti, T., Faktor Risiko Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo. [Skripsi
Ilmiah]. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta; 2016.

Ningrum, E., Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Jenis lantai rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai Pinang. Jurnal Publikasi Kesehatan Masyarakat IndonesiaVol
2[2]:72-76, 2015.

Notoatmodjo., Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta; 2010.

Notoatmodjo., Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta; 2013.

Nugraheni., Kesehatan Masyarakat dalam Determinan Sosial Budaya, Yogyakarta: Deepublish; 2018.

NURDIYANTO, I. Hubungan Personal Hygiene Dan Penggunaan Apd Dengan Keluhan Ispa Pada Pekerja
Tambang Batu Pasir Di Daerah Morbatoh Kecamatan Banyuates Sampang, 2019.

Nurhayati, N., & Vera, V. Hubungan Antara Kondisi Fisik Rumah Dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Atas (ISPA) Di Wilayah Puskesmas Curug Kabupaten Tangerang. In Prosiding
Seminar Nasional Pakar (pp. 1-12), 2019.

Nurrizqi, M. A., Wardani, H. E., & Gayatri, R. W. Hubungan riwayat penyakit, APD, pendidikan, dan
umur dengan keluhan ISPA pada pekerja di kawasan industri mebel Kelurahan Bukir Kecamatan
Gadingrejo Kota Pasuruan. Sport Science and Health, 1(1), 39-50, 2019.

Nursalam., Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktek Keperawatan Profesional. Edisi 4.


Jakarta: Salemba Medika; 2014.

Pangaribuan, S. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas
Remu Kota Sorong. Journal Global Health Science, 2(1), 2017.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077/MENKES/ PER/V/2011. Tentang


Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah.

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 804


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang


Persyaratan Kesehatan Rumah.

Pramudiyani, N., G. N. Prameswari., Hubungan antara Sanitasi Rumah dan Perilaku dengan Kejadian
Pneumonia Balita. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(2), 71-78, 2011.

Putri, M. D. A., & Adriyani, R. (2018). Hubungan usia balita dan sanitasi fisik rumah dengan kejadian
ISPA di Desa Tumapel Kabupaten Mojokerto tahun 2017. The Indonesian Journal of Public
Health, 13(1), 95-106, 2018.

PUTRI, R. A. Analisis Jenis Kelamin dan Kebiasaan Jajan Dengan Kejadian Ispa Pada Anak di TK Dharma
Wanita Persatuan Unit Sidoklumpuk Sidoarjo. Jurnal Ilmiah Kesehatan (The Journal of Health
Sciences), 9(1), 39-42, 2016.

Rahayu, Yuyu Sri., Kejadian Ispa Pada Balita Ditinjau Dari Pengetahuan Ibu, Karakteristik Balita,
Sumber Pencemar Dalam Ruang Dan Lingkungan Fisik Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas DTP
Cibeber Kabupaten Lebak Propinsi Banten Tahun 2011, skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Program Sarjana Kesehatan Masyarakat Depok , 2011.

Rahmadani, N. Hubungan Perilaku Penghuni Tentang Personal Hygiene, Sanitasi Dasar Dan Kondisi
Fisik Dengan Keluhan Kesehatan Di Beberapa Rumah Kos Kelurahan Maccini Makassar Tahun
2017. Jurnal Mitrasehat, 11(1), 45-57, 2021.

Retno., Survei Cepat Gambaran Kondisi Fisik Rumah Kaitannya dengan Kejadian Infeksi
SaluranPernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Kebumen 2 Kabupaten
Kebumen. Vol.III/No.02/ Oktober 2014, 2014.

Ristanti, Ferra Felisia., Pengaruh Kondisi Sanitasi Rumah Terhadap Kejadian ISPA di Kecamatan Wiyung
Kota Surabaya, 2014.

Safrizal, S. Hubungan ventilasi, lantai, dinding, dan atap dengan kejadian ispa pada balita di blang
muko. In Prosiding Seminar Nasional IKAKESMADA “Peran Tenaga Kesehatan dalam
Pelaksanaan SDGs” (pp. 41-48). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan,
2017.

Safrizal, S., Hubungan Ventilasi, Lantai, Dinding dan Atap dengan Kejadian ISPA pada Balita di Blang
Muko. In Prosiding Seminar Nasional IKAKESMADA “Peran Tenaga Kesehatan dalam
Pelaksanaan SDGs". Yogyakarta: Universitas Achmad Dahlan; 2017.

Sari, E. F., Yuniarti, Y., & Hipni, R. Hubungan Antara Status Gizi Dan Jenis Kelamin Dengan Kejadian Ispa
Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Martapura 1 Kabupaten Banjar Tahun 2020. Jurnal
Kebidanan Bestari, 5(2), 74-85, 2021.

Sari, N. I., & Ardianti, A. Hubungan Umur dan Jenis Kelamin Terhadap Kejadian Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita di Puskesmas Tembilahan Hulu. An-Nadaa: Jurnal Kesehatan
Masyarakat, 4(1), 26-30, 2017.

SETIYONO, B. Hubungan Asupan Seng Dan Status Gizi Dengan Kejadian Ispa Pada Anak Usia 1-5 Tahun
Di Uptd Puskesmas Dtp Pagaden Kabupaten Subang, 2019.
Sofia, S. Faktor Risiko Lingkungan dengan Kejadian ISPA pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Ingin
Jaya Kabupaten Aceh Besar. AcTion: Aceh Nutrition Journal, 2(1), 43-50, 2017.

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 805


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

Sudirman, S., Muzayyana, M., Saleh, S. N. H., & Akbar, H. Hubungan Ventilasi Rumah dan Jenis Bahan
Bakar Memasak dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Juntinyuat.
MPPKI (Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia): The Indonesian Journal of Health
Promotion, 3(3), 187-191, 2020.
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif: Untuk penelitian yang bersifat: eksploratif, enterpretif,
interaktif, dan konstruktif. Bandung: Alfabeta, 2017.

Sujarweni, V. W., Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Gava Media; 2014.

Suryani, I., Edison, E., & Nazar, J. Hubungan Lingkungan Fisik dan Tindakan Penduduk dengan Kejadian
ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), 2015.

Takoes, M. J., Kandou G. D., Kawatu P. A. T., Hubungan antara Kondisi Fisik Rumah dan Tingkat
Pendapatan Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Balita di Desa Marinsouw dan Pulisan
Kabupaten Minahasa Utara. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi
Manado. Juli 2017 : 1-10, 2017.

Tasirah., T. Nuraeni., Kondisi Fisik Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita di Indramayu. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 1(3), 31-37, 2015.

Triandriani, V., & Hansen, H. (2019). Hubungan Lingkungan Fisik dengan Kejadian Ispa pada Balita di
Wilayah Kerja PUSKESMAS Sidomulyo Kota Samarinda. Borneo Student Research (BSR), 1(1),
146-151, 2019.

Trisnawati., dan Khasanah., Analisis Faktor Intrinsik dan Ekstrinsik yang Berpengaruh Terhadap Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita Tahun 2013.

Umrahwati., Faktor-factor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA Berulang pada Balita di
Puskesmas Watampone. Makasar: STIKES Nani Hasanuddin Makassar; 2013.

WHO, Pedoman Interim WHO: Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Yang Cenderung Menjadi Epidemi Dan Pandemi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Trust
Indonesia, Penerjemah), Geneva: WHO; 2015.

WHO, Pneumoniais The Leading Cause of Death in Children. Geneva: United Nations Children's
Fund/World Health Organization. 2016.

WHO, Pocket Book Of Hospital Care For Children: Guidelines For The Management of Common
Childhood Illness. Second edi. Geneva, Switzerland: WHO; 2013.

WHO, UNICEF. Global Action Plan for Prevention and Control of Pneumonia (GAPP) Technical
Consensus Statement. Geneva: WHO and UNICEF; 2013.

WHO., Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Tahun 2007.
Wulaningsih, I., & Hastuti, W. (2018). Hubungan pengetahuan orang tua tentang ISPA dengan kejadian
ISPA pada balita di desa dawungsari kecamatan pegandon kabupaten kendal. Jurnal Smart
Keperawatan, 5(1), 90-101, 2018.

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 806


Miswarti
Determinasi yang Berhubungan dengan Ispa pada Balita di FKTP Sanggamara Kodim 0101/Bs Kesdam
Im Banda Aceh Tahun 2021

Yudarmawan, I. N., Pengaruh Faktor-Faktor Sanitasi Rumah Terhadap .Kejadian Penyakit ISPA Pada
Anak Balita ( Study Dilakukan Pada Masyarakat di Desa Dangin Puri Kangin Kecamatan
Denpasar Tahun 2012), Skripsi, Denpasar: Poltekkes Denpasar; 2012.

Yuliana, E., Analisis Pengetahuan Siswa Tentang Makanan yang Sehat dan Bergizi Terhadap Pemilihan
Jajanan di Sekolah. 2017.

Zairinayati., Dwi Hartika Putri., Hubungan Jenis lantai rumah Dan Luas Ventilasi Dengan Kejadian Ispa
Pada Rumah Susun Palembang, Indonesian Juournal For Health Sciences.Vol 4, No 2, 2020

Jurnal Impresi Indonesia (JII) Vol. 1 No. 7 Juli 2022 807

Anda mungkin juga menyukai