Anda di halaman 1dari 113

BUKU SAKU

KETERAMPILAN DASAR KEPERAWATAN (KDK) KD II

DOSEN PEMBIMBING: Istianah, Ners, M. Kep.

DISUSUN OLEH

Nama : Faridsyah Zikri Aditya

Kelas : A1

NIM : 047STYC21

Mata Kuliah : Keterampilan Dasar keperawatan

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGAM STUDI PENDIDIKANNERS TAHAP AKADEMIK

TAHUN AJARAN 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT. yang mana atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya penulis dapat menyusun buku saku yang
berjudul “KETERAMPILAN DASAR KEPERAWATAN (KDK) KD II” untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah KETERAMPILAN DASAR KEPERAWATAN.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari hambatan yang


penulis hadapi, namun penulis menyadari kelancaran dalam penyusunan
makalah ini tidak lain berkat dorongan, bantuan, dan bimbingan semua
pihak, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada.
1. Ibu Istianah, S.Kep.,Ners., M.Kepselaku dosen mata kuliah KDK.
2. Orang tua yang senantiasa mendukung terselesaikannya makalah ini
3. Rekan kelompok yang telah bekerjasama dalam penyusunan makalah ini
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih
banyak kekurangan, mengingat akan keterbatasan kemampuan yang dimiliki
oleh penulis. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk
kesempurnaan penyusunan makalah yang akan datang.

Penyusun

Faridsyah Zikri Aditya

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. iii
BAB I........................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG......................................................................................................... 1
B. TUJUAN PENYUSUNAN MAKALAH............................................................................ 3
BAB II......................................................................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................................. 4
A.PENGKAJIAN DAN ANAMNESA.................................................................................... 4
B. PEMERIKSAAN FISIK.................................................................................................. 16
C. PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL..................................................................45
1. TEKANAN DARAH............................................................................................... 45
2. NADI........................................................................................................................ 49
3. PERNAFASAN........................................................................................................ 53
4. SUHU....................................................................................................................... 55
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS/PENUNJANG.............................................................61
E. PENGENDALIAN INFEKSI........................................................................................... 83
BAB III................................................................................................................................... 108
PENUTUP............................................................................................................................. 108
A. KESIMPULAN.............................................................................................................. 108
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 110

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keperawatan di Indonesia saat ini masih dalam suatu proses
profesionalisasi yaitu terjadinya suatu perubahan dan perkembangan
karakteristik sesuai tuntutan secara global dan lokal/otonomi. Untuk
mewujudkannya maka perawat Indonesia harus mampu memberikan asuhan
keperawatan secara professional kepada klien dan berpartisipasi aktif dalam
pembangunan bangsa dan negara (Nursalam, 2001).

Keperawatan adalah ilmu dan kiat yang berkenaan dengan masalah-


masalah fisik, psikologi, sosiologis, budaya dan spiritual dari individu. Ilmu
keperawatan didasarkan atas kerangka teori yang luas, kiatnya tergantung
pada ketrampilan merawat dan kemampuan perawat secara individual.
Pentingnya perawat dalam sistem perawatan kesehatan telah dikenal dalam
banyak hal yang positip, dan profesi keperawatan itu sendiri sedang
menyatakan kebutuhan untuk para praktisinya agar menjadi profesional dan
bertanggung jawab (Doengoes, Moorhouse, Geissler, 1998).

Pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat


kesehatan, mencegah penyakit, penyembuhan, pemulihan serta
pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan
kesehatan utama untuk memungkinkan setiap penduduk mencapai
kemampuan hidup sehat dan produktif 1 2 yang dilakukan sesuai wewenang,
tanggung jawab dan etika profesi keperawatan (Gaffar, 1999).

1
Perawat perlu menggunakan langkah-langkah dalam melakukan proses
perawatan. Langkah-langkah proses perawatan tersebut meliputi
pengumpulan data, pengidentifikasian masalah atau kebutuhan, penetapan
tujuan, pengidentifikasian hasil dan pemilihan intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil serta tujuan yang diharapkan, dengan menentukan
keberhasilan penyelesaian masalah. Pada elemen-elemen tersebut saling
berhubungan, kesemuanya membentuk siklus yang kontinyu tentang
pemikiran dan tindakan melalui kontak dengan pasien dengan sistem
perawatan kesehatan (Doengoes, Moorhouse, Geissler, 1998). Hal ini
merupakan inti kegiatan praktek keperawatan dalam asuhan yang diberikan
perawat kepada klien yang sehat maupun yang sakit.

Pencatatan data klien yang lengkap dan akurat akan memberikan


kemudahan bagi perawat dalam membantu menyelesaikan masalah klien.
Selain itu untuk mengetahui sejauh mana masalah klien dapat teratasi dan
seberapa jauh masalah baru dapat diidentifikasi dan dimonitor melalui
catatan yang akurat. Hal ini akan membantu meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan. Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh
mana peran dan fungsi perawat dalam membentuk asuhan keperawatan
kepada klien. Dengan demikian akan dapat diambil kesimpulan tingkat
keberhasilan pemberian asuhan keperawatan yang diberikan guna
pembinaan dan pengembangan lebih lanjut (Nursalam, 2001).

2
B. TUJUAN PENYUSUNAN MAKALAH
 Untuk mengetahui suhu tubuh pasien
 Untuk mengetahui denyut nadi pasien
 Untuk mengetahui tekanan darah pasien
 Untuk mengetahui pernafasan pasien
 Untuk mengetahui bagaimana teknik pemeriksaan fisik
 Untuk mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan dari
pemeriksaan fisik head to toe
 Untuk menjelaskan tentang pencatatan dan pelaporan pengkajian
keperawatan
 Untuk menjelaskan teknik pengumpulan data
 Untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan pasien untuk
menegakkan diagnosa keperawatan
 Untuk mengetahui tentang patient safety (keselamatan pasien)

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.PENGKAJIAN DAN ANAMNESA


Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawat yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar
dapat mengidentifikasi mengenali masalah-masalah kebutuhan kesehatan
dan keperawatan klien baik fisik, mental sosial, dan lingkungan. Pengkajian
adalah usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan
dari klien meliputi usaha pengumpulan data tentang status kesehatan
seorang klien secara sistematis,menyeluruh,akurat,singkat dan
berkesinambungan( Muttagin, Arrif 2010:2).

Anamnesa merupakan salah satu bagian penting dalam menentukan


diagnosa dan terapi pasien. Keberhasilan dalam penggalian informasi pasien
memiliki peranan sebesar 75% untuk menentukan ketepatan dalam
diagnosis, anamnesa dilakukan untuk mengetahui identitas, keluhan, riwayat
penyakit sekarang, terdahulu, riwayat penyakit keluarga, serta riwayat
pengobatan.

Ada dua jenis anamnesa yang umum dilakukan, yaitu :

 Autoanamnesis, yaitu anamnesis yang dilakukan langsung


terhadap pasiennya.
 Alloananmnesis atau Heteroanamnesis, yaitu anamnesis yang
mendapatkan informasi dari orang lain.

4
1.Data Dasar dan Data Fokus

Pengkajian data dasar pada proses keperawatan merupakan


kegiatan yang komprehensif dan menghasilkan kumpulan data
mengenai status kesehatan klien, kemampuan klien untuk mengelola
kesehatan dan perawatan terhadap dirinya sendiri, serta hasil
konsultasi medis (trapis) atau profesi kesehatan lainnya (Tailor, Lillis
dan Lemone,1996).

Data focus keperawatan merupakan data tentang perubahan


atau respons klien kesehatan dan masalah kesehatannya serta
mencakup data-data yang berhubungan dengan keperawatan yang
akan dilakukan pada klien.

2.Fokus Pengkajian Keperawatan

Pengkajian focus keperawatan merupakan pemilihan data spesifik


yang ditentukan oleh perawat, klien, dan keluarga berdasarkan
keadaan klien. Penyususan pengkajian keperawatan tidak sama dengan
pengkajian medis, meskipun kadang-kadang hasil pengkajian
keperawatan dapt mendukung identifikasi diagnosis medis. Sebagai
contoh, kemampuan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
sehingga pengkajiannya adalah pada respons klien yang saat ini terjadi
maupun beresiko akan terjadi terhadap masalahmasalah aktivitas
hariannya. (lyer et al., 1996)

5
3. Tipe Data

Tipe data pada pengkajian keperawatan dapat dibedakan menjadi dua,


yaitu subjektif dan data objektif.

a.Data Subjektif

Data subjektif adalah data yang didapatkan dariklien sebagai


suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Data tersebut
tidak dapat di tentukan oleh perawat secatra independen tetapi
melalui suatu interaksi atau komunikasi. Data subjektif diperoleh dari
riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, perasaan dan ide
tentang status kesehatannya. Data yang diperoleh dari sumber
lainnya, seperti dari keluarga, konsultan dan profesi kesehatan
lainnya juga dapat dikategorikan sebagai data sbjektif jika didasarkan
pada pendapat klien ( Iyer et al. 1996)

b.Data objektif

Data objektif adalah data yang dapat di observasi dan diukur oleh
perawat ( Ieyer et al 1996). Data ini diperoleh melalui kepekaan
perawat (Senses) selama melakukan pemeriksaan fisik 2S ( Sight,
smell), dan HT (Hearing, Touch/Taste). Yang termasuk data objektif
adalah frekuensi pernapasan, tekanan darah, adanya edema dan berat
badan ( Lyer et al. 1996).
Fokus pengumpulan data meliputi :

 Riwayat status kesehatan sebelumnya dan saat ini

 Respon terhadap terapi medis dan intervensi keperawatan

 Resiko untuk masalah potensial

6
4. Karesteristik Data

Data yang dikumpulkan untuk menunjang diagnosis


keperawatan harus mempunyai karakteristis yang lengkap, akurat,
dan relefan.
a. Lengkap
Seluruh data sangat diperlukan untuk mengidentifikasikan
masalah keperawatan klien. Oleh karena itu, data yang
terkumpul harus lengkap agar dapat membantu perawat untuk
mengatasi masalah klien.

b. Akurat dan Nyata

Pada proses pengumpulan data perawat mungkin saja


melakukan kesalahan dalam menafsirkan data. Untuk
mencegah hal itu terjadi, perawat harus berpikir akurat (tepat)
dan menampilkan data-data yang nyata untuk membuktikan
kebenaran data dari apa yang telah didengar, dilihat, diamati,
dan diukur serta memfalidasi semua data yang meragukan.
b. Relevan

Pendokumentasian data yang komprehensif harus


mengumpulkan banyak data sehingga akan mengambil waktu
yang diperlukan perawat untuk mengidentifikasi data-data
tersebut. Kondisi ini dapat diantisispasi dengan melakukan
pendokumentasian data fokus yang relevan dan sesuai dengan
masalah klien pada situasi khusus sehingga akan didapatkan
data yang komperhensif namun cukup singkat dan jelas.

7
5. Sumber Data

Data-data yang dikumpulkan dapat diperoleh tidak hanya


dari klien tetapi dari orang terdekat (keluarga) klien, catatan
klien, riwayat penyakit terdahulu, konsultasi dengan trapis,
hasil pemeriksaan diagnostik, catatan medis, dan sumber
kepustakaan. Penjelasan dari sumber-sumber data tersebut
adalah sebagai berikut :

a. Sumber Data Primer

Data yang dikumpulkan dari klien yang dapat memberikan


informasi yng lengkap tentang masalah kesehatan dan
keperawatan yang dihadapi klien.Sumber data primer
adalah datadata yang dikumpulkan dari klien, yang dapat
memberikan informasi yang lengap tentang masalah
kesehatan dan keperawatan yang dihadapinya. Contoh data
yang didapat dari hasil wawancara langsung dengan klien.

b. Sumber Data Sekunder

Data yang dikumpulkan dari orang terdekat klien


(keluarga),orangtua,saudara/pihak lain yang dekat dengan
klien.Sumber data sekunder adalah data-data yang
diumpulkan dari orang terdekat klien (keluarga), seperti
orang tua, saudara, atau pihak lain yang mengerti dan dekat
dengan klien.

8
1. Klien

Klien adalah sumber data yang utama (primer) dan


perawat dapat menggali informasi yang sebenarnya
mengenai masalah kesehatan klien. Jika klien mengetahui
bahwa informasi yang disampaikannya akan membantu
memecahkan masalahnya sendiri maka klien akan dengan
mudah memberikan informasi.
2. Orang terdekat

Pada klien yang mengalami gangguan dalam


berkomunikasi ataupun kesadaran yang menurun data
dapat diperoleh dari orang tua, suami/istri, anak, atau
teman klien. Pada klien yang masih anak-anak, data dapat
diperoleh dari ibu atau orang yang menjaga anak selama
dirumah sakit.
3. Catatan Klien

Catatan klien ditulis oleh anggota tim kesehatan dan


dapat dipergunakan sebagai sumber data dalam riwayat
keperawatan. Untuk menghindari pengulangan yang tidak
perlu maka sebelum mengadakan interaksi kepada klien,
perawat hendaknya membaca catatan klien terlebih
dahulu.
4.Riwayat penyakit

Pemeriksaan fisik (physical examination) dan catatan


perkembangan merupakan riwayat penyakit yang
diperoleh dari terapis. Data yang diperoleh merupakan
data fokus pada identifikasi patologis yang bertujuan
untuk menetukan rencana intervensi medis.

9
5.Konsultasi

Kadang-kadang terapis memerlukan konsultasi dengan


tim kesehatan spesialis, khususnya dalam mentukan
diagnosis medis atau dalam merencanakan dan
melakukan tindakan medis. Informasi tersebut dapat
diambil guna membantu menegakkan diagnosis medis.
6.Hasil Pemeriksaan Diagnostik

Hasil pemeriksaan laboraturium dan tes diagnostik dapat


digunakan perawat sebagai data objektif yang disesuikan
dengan masalah kesehatan klien. Hasil pemeriksaan
diagnostik dapat membantu terapis untuk mentapkan
diagnosis medis dan membantu perawat untuk
mengevaluasi keberhasilan asuhan keperawatan.
7.Catatan Medis dan Anggota Tim Kesehatan Lainnya

Anggota timkesehatan lain juga merupakan personel yang


berhubungan dengan klien. Mereka memberikan
intervensi, mengevaluasi dan mendokumentasikan
hasilnya pada status klien sesuai dengan spesialisnya
masing-masing. Catatan kesehatan yang terdahulu dapat
dipergunakan sebagai sumber data yang mendukung
rencana asuhan keperawatan.
8. Perawat Lain

Jika klien adalah rujukan dari pelayanan kesehatan lain,


maka perawat harus meminta data-data klien sebelumnya
kepada perawat yang dulu merawatnya. Hal ini
dimaksudkan untuk kesinambungan dari asuhan
keperawatan yang telah diberikan.

10
9. Kepustakaan

Untuk memperoleh data hasil klien yang komprehensif,


perawat dapat membaca literature yang berhubungan
dengan masalah klien. Membaca literature sangat
membantu perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan yang benar dan tepat.

6. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada tahap pengkajian dapat dilakukan


dengan menggunkan tiga metode, yaitu komunikasi, observasi dan
pemeriksaan fisik. Metode tersebut sangat bermanfaat bagi
perawat dalam melakukan pendekatan kepada klien pada tahap
pengumpulan data, perumusan diagnosis keperawatan, dan
perencanaan secara rasional dan sistematik. Penjelasan mengenai
metode-metode tersebut adalah sebagai berikut :

7. Komunikasi

Interaksi perawat dengan klien harus berdasarkan komunikasi.


Komunikasi yang dilakukan perawat dengan kliennya merupakan
komunikasi terapeutik. Komunikasi terapiutik merupakan suatu
teknik yang mengajak klien dan keluarga untuk bertukar pikiran
dan perasaan. Teknik tersebut mencakup keterampilan secara
verbal maupun nonverbal, empati, danrasa kepedulian yang tinggi.

Wawancara merupakan suatu metode komunikasi yang


direncanakan dan meliputi Tanya jawab antara perawat dengan
klien yang berhubungan dengan masalah kesehatan klien.

11
Komunikasi dalam keperawatan merupakan suatu proses yang
kompleks dan memerlukan kemampuan (skill) berkomunikasi dan
berinteraksi. Hal ini berbeda dengan wawancara yang dilakukan
profesi kesehatan lain, dimana komunikasi keperawatan
difokuskan pada identifikasi respons klien yang dapat diatasi
melalui asuhan keperawatan.
Komunikasi dalam keperawatan digunakan untuk memperoleh
riwayat keperawatan. Riwayat keperawatan merupakan data yang
khusus dan harus didokumentasikan, sehingga rencana asuhan
keperawatan dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan klien.

8. Tahapan Komunikasi

Komunikasi dalam keperawatan yang dilakukan dengan


wawancara untuk memperoleh data harus terdiri dari empat
tahapan, sebagai berikut :
a. Persiapan
Sebelum berkomunikasi dengan klien, perawat harus
melakukan persiapan salah satunya dengan membaca status
(rekam medis) klien. Perawat diharapkan tidak mempunyai
prasangka buruk terhadap klien karena akan mengganggu
hubungan saling percaya yang terjalin antara perawat dank lien.
Jika klien belum untuk berkomunikasi, maka perawat tidak boleh
memaksa dan harus menunggu sampai klien siap untuk bn
erkomunikasi. Hal ini penting dilakukan karena klien
mempunyai hak dan wewenang untuk dirawat atau tidak
(Stunton dan Whyburn, 1993).

12
b.Perkenalan (pembukaan)

Pada tahap ini, mulai terjalin hubungan yang terapeutik antara


perawat dengan klien. Perawat professional dengan perilaku
yang baik akan membantu terciptanya lingkungan yang nyaman.
Hal yang sangat penting dalam proses perkenalan (pembukaan)
adalah pendekatan yang dilakukan oleh perawat, yaitu dengan
memberikan penghargaan yang positif terhadap klien. Langkah
pertama pada tahap perkenalan adalah memperkenalkan diri
(nama dan peran), memberitahu tujuan wawancara dan factor-
faktor yang menjadi pokok pembicaraan, serta waktun yang akan
diperlukan (Stunton dan whyburn, 1993).

c. Kerja (isi)

Pada tahap ini, perawat memfokuskan arah pembicaraan pada


masalah kesehatan yang ingin dikaji. Data yang diperoleh
didapatkan dari keluhan-keluhan dan sekaligus data mengenai
riwayat penyakit sebelumnya, riwayat keluarga, agama, dan
budaya. wawancara dapat dilakukan dimana saja seperti di
rumah sakit, klinik, dan atau di rumah klien pada saat melakukan
perawatan di rumah ( nursing home).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi adalah
sebagai berikut :
1. Memfokuskan wawancara pada klien. Perawat harus
menunjukkan rasa ingin tahu dan rasa ingin terlibat dengan
memanggil nama klien,melakukan kontak mata, dan
menghindari perdebatan dengan klien.
2. Mendengarkan klien dengan penuh perhatian dan
menggunakan tektik komunikasi refleksi dan penjelasan agar
klien dapat mengerti dan memahami apa yang disampaikan
oleh perawat.

13
3. Menanyakan masalah yang paling dirasakan klien dengan
menggunakan kata yang mudah dimengerti oleh klien. Jika
klien tidak mampu untuk terus berkomunikasim perawat
dapat mengakhiri wawancara dan membuat kontrak waktu
untuk pertemuan selanjutnya.
4. Menggunakan pertanyaan tertutup (closed-ended questions)
untuk memperoleh data yang spesifik dan menggunakan
pertanyaan terbuka (open-ended questions) untuk
memperoleh data yang memerlukan penjelasan atau uraian
dari klien. Pertanyaan-pertanyaan tersebut sangat
bermanfaat dalam memvalidasi atau mengklarifikasi data
yang kurang jelas.
5. Menggunakan teknik komunikasi diam jika diperlukan.
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan perasaannya tanpa harus terpotong oleh
pertanyaan perawat yang terus-menerus.
6. Menggunakan teknik komunikasi sentuhan. Teknik ini
diperlukan jika situasi dan kondisi memungkinkan serta
bertujuan memberikan dorongan spiritual, merasa
diperhatikan, dan mempunyai teman.

d.Terminasi

Tahap akhir dari wawancara adalah terminasi (penutupan).


Pada tahap ini perawat memberitahukan klien bahwa
wawancara akan segera berakhir. Oleh karena itu, klien harus
diberitahukan sejak tahap perkenalan tentang tujuan dan waktu
yang diperlukan untuk wawancara sehingga diharapkan pada
tahap terminasi ini perawat dan lien mampu menilai
keberhasilan .

14
9. Observasi

Metode pengumpulan data yang kedua adalah observasi.


Observasi merupakan kegiatan mengamati perilaku dan keadaan
klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan klien.
Observasi memerlukan keterampilan disiplin dan praktik klinik
sebagai bagian dari tugas perawat.
Kegiatan observasi meliputi 2S-HFT yaitu :

 Shight : kelainan fisik, perdarahan, terbakar, menangis, dan


seterusnya

 Smell : alcohol, darah, feses, obat-obatan, urine, dan seterusnya

 Hearing : tekanan darah, batuk, menangis, ekspresi nyeri,


denyut, dan ritme jantung
 Felling : perasaan yang dirasakan oleh klien

 Taste : hal yang dirasakan oleh indra pengecapan

15
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses dari seorang
ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit.
Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Rekam medis dan
pemeriksaan fisik akan membantu dalam penegakkan diagnosis dan
perencanaan perawatan pasien.
Pemeriksaan fisik merupakan peninjauan dari ujung rambut sampai
ujung kaki pada setiap system tubuh yang memberikan informasi objektif
tentang klien dan memungkinkan perawat untuk membuat penilaian klinis.
Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang diterima
klien dan penetuan respon terhadap terapi tersebut.(Potter dan Perry,
2005).
Pemeriksaan fisik dalah pemeriksaan tubuh klien secara keseluruhan
atau hanya bagian tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data
yang sistematif dan komprehensif, memastikan/membuktikan hasil
anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan
yang tepat bagi klien. ( Dewi Sartika, 2010).
Biasanya, pemeriksaan fisik dilakukan secara sistematis, mulai dari
bagian kepala dan berakhir pada anggota gerak. Setelah pemeriksaan organ
utama diperiksa dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, beberapa
tes khusus mungkin diperlukan seperti test neurologi.
Dengan petunjuk yang didapat selama pemeriksaan riwayat dan fisik,
ahli medis dapat menyususn sebuah diagnosis diferensial,yakni sebuah
daftar penyebab yang mungkin menyebabkan gejala tersebut. Beberapa tes
akan dilakukan untuk meyakinkan penyebab tersebut.

16
Sebuah pemeriksaan yang lengkap akan terdiri diri penilaian kondisi
pasien secara umum dan sistem organ yang spesifik. Dalam prakteknya,
tanda vital atau pemeriksaan suhu, denyut dan tekanan darah selalu
dilakukan pertama kali.
Adapun teknik-teknik pemeriksaan fisik yang digunakan adalah:

1. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera
penglihatan, pendengaran dan penciuman. Inspeksi umum
dilakukan saat pertama kali bertemu pasien. Suatu gambaran atau
kesan umum mengenai keadaan kesehatan yang di bentuk.
Pemeriksaan kemudian maju ke suatu inspeksi local yang berfokus
pada suatu system tunggal atau bagian dan biasanya mengguankan
alat khusus seperto optalomoskop, otoskop, speculum dan lain-
lain.

2. Palpasi

Palpasi adalah pemeriksaan dengan menggunakan indera


peraba dengan meletakkan tangan pada bagian tubuh yang dapat
di jangkau tangan. Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997).
Palpasi adalah teknik pemeriksaan yang menggunakan indera
peraba ; tangan dan jari-jari, untuk mendeterminasi ciri2 jaringan
atau organ seperti: temperatur, keelastisan, bentuk, ukuran,
kelembaban dan penonjolan.(Dewi Sartika,2010).
Tehnik palpasi pada pemeriksaan fisik terdiri dari:

17
a. Palpasi ringan ( superficial ) berguna untuk mengetahui
adanya ketegangan otot, nyeri tekan abdomen, dan
beberapa organ dan masa superficial. Dengan posisi tangan
dan lengan bawah horizontal, dengan menggunakan
telapak ujung jari-jari secara bersama-sama, lakukanlah
gerakan yang lembut dan ringan.
b. Palpasi dalam dilakukan untuk menggambarkan massa
intra-abdomen serta adanya organomegali (pembesaran
organ yang tidak normal).

3. Perkusi

Perkusi adalah pemeriksaan yang meliputi pengetukan


permukaan tubuh unutk menghasilkan bunyi yang akan
membantu dalam membantu penentuan densitas, lokasi, dan
posisi struktur di bawahnya.(Laura A.Talbot dan Mary Meyers,
1997).
Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian
permukaan tubuh tertentu untuk membandingkan dengan bagian
tubuh lainnya (kiri/kanan) dengan menghasilkan suara, yang
bertujuan untuk mengidentifikasi batas/ lokasi dan konsistensi
jaringan. Dewi Sartika, 2010).

4. Auskultasi

18
Auskultasi adalah tindakan mendengarkan bunyi yang
ditimbulkan oleh bermacam-macam organ dan jaringan tubuh.
(Laura A.Talbot dan Mary Meyers, 1997).
Auskultasi Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan
cara mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh. Biasanya
menggunakan alat yang disebut dengan stetoskop. Hal-hal yang
didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan bising usus.
(Dewi Sartika, 2010).
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, ada prinsip-prinsip yang
harus di perhatikan, yaitu sebagai berikut :
a. Kontrol infeksi
Meliputi mencuci tangan, memasang sarung tangan
steril, memasang masker, dan membantu klien mengenakan
baju periksa jika ada.
b. Kontrol lingkungan
Yaitu memastikan ruangan dalam keadaan nyaman,
hangat, dan cukup penerangan untuk melakukan pemeriksaan
fisik baik bagi klien maupun bagi pemeriksa itu sendiri.

1.Tujuan Pemeriksaan Fisik

19
Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan
bertujuan:
1. Untuk mengumpulkan data dasar tentang kesehatan klien.
2. Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang
diperoleh dalam riwayat keperawatan.
3. Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa
keperawatan.
4. Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status
kesehatan klien dan penatalaksanaan.
5. Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan.

2.Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan dalam Pemeriksaan Fisik

1. Selalu meminta keadaan atau izin pada klien untuk setiap


pemeriksaan fisik.
2. Jagalah privasi klien.
3. Pemeriksaan harus seksama dan sistematis.
4. Jelaskan apa yang akan dilakukan sebelum pemeriksaan
(tujuan,kegunaan, cara dan bagian yang diperiksa).
5. Ajarkan klien bekerjasama dalam pemeriksaan.

3.Manfaat Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi


perawat sendiri, maupun bagi profesi kesehatan lain,
diantaranya:
1. Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan
diagnose keperawatan.
2. Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3. Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4. Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

4.Indikasi

20
Mutlak dilakukan pada setiap klien, terutama pada:

 Klien yang baru masuk ke tempat pelayanan kesehatan untuk di


rawat.
 Secara rutin pada klien yang sedang di rawat.
 Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien

5.Prosedur pemeriksaan fisik


Persiapan

1. Alat
Meteran, Timbangan BB, Penlight, Steteskop,
Tensimeter/spighnomanometer, Thermometer, Arloji/stopwatch,
Refleks Hammer, Otoskop, Handschoon bersih ( jika perlu), tissue,
buku catatan perawat.
Alat diletakkan di dekat tempat tidur klien yang akan di
periksa.

2. Lingkungan
Pastikan ruangan dalam keadaan nyaman, hangat, dan cukup
penerangan. Misalnya menutup pintu/jendala atau skerem untuk
menjaga privacy klien.

3. Klien (fisik dan fisiologis)


Bantu klien mengenakan baju periksa jika ada dan anjurkan
klien untuk rileks.

a. Prosedur Pemeriksaan

21
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur
3. Lakukan pemeriksaan dengan berdiri di sebelah kanan klien
dan pasang handschoen bila di perlukan
4. Pemeriksaan umum meliputi : penampilan umum, status
mental dan nutrisi.

Posisi klien : duduk/berbaring

Cara : inspeksi

 Kesadaran, tingkah laku, ekspresi wajah, mood. (Normal :


Kesadaran penuh, Ekspresi sesuai, tidak ada menahan nyeri/
sulit bernafas)
 Tanda-tanda stress/ kecemasan (Normal) Relaks, tidak ada
tanda-tanda cemas/takut)
 Jenis kelamin
 Usia dan Gender
 Tahapan perkembangan
 TB, BB ( Normal : BMI dalam batas normal)
 Kebersihan Personal (Normal : Bersih dan tidak bau)
 Cara berpakaian (Normal : Benar/ tidak terbalik)
 Postur dan cara berjalan
 Bentuk dan ukuran tubuh
 Cara bicara. (Relaks, lancar, tidak gugup)
 Evaluasi dengan membandingkan dengan keadaan normal.
 Dokumentasikan hasil pemeriksaan

b. Pengukuran Tanda Vital

22
Posisi klien : duduk/ berbaring

1. Suhu tubuh (Normal : 36,5-37,50c)


2. Tekanan darah (Normal : 120/80 mmHg)
3. Nadi
a) Frekuensi = Normal : 60-100x/menit Takikardia: >100
Bradikardia: <60
b) Keteraturan= Normal : teratur
c) Kekuatan= 0: Tidak ada denyutan 1:denyutan kurang
teraba ,2: Denyutan mudah teraba, tak mudah lenyap, 3:
denyutan kuat dan mudah teraba.
4. Pernafasan
a) Frekuensi: Normal= 15-20x /menit; >20: Takipnea<15
bradipnea
b) Keteraturan= Normal : teratur
c) Kedalaman: dalam/dangkal
d) Penggunaan otot bantu pernafasan: Normal : tidak ada.

Setelah diadakan pemeriksaan tanda-tanda vital evaluasi hasil


yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat.

c. Pemeriksaan Kulit dan Kuku

Tujuan :

1. Mengetahui kondisi kulit dan kuku


2. Mengetahui perubahan oksigenasi, sirkulasi, kerusakan
jaringan setempat, dan hidrasi.

Persiapan

23
1. Posisi klien: duduk/ berbaring
2. Pencahayaan yang cukup/lampu
3. Sarung tangan (utuk lesi basah dan berair)

Prosedur Pelaksanaan

a) Pemeriksaan kulit
Inspeksi : kebersihan, warna, pigmentasi,lesi/perlukaan, bentuk,
ukuran, permukaan
Normal: kulit tidak ada ikterik/pucat/sianosis.
Palpasi : kelembapan, suhu permukaan kulit, tekstur, ketebalan,
turgor kulit, dan edema.
Normal: lembab, turgor baik/elastic, tidak ada edema.
Setelah diadakan pemeriksaan kulit dan kuku evaluasi
hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan
normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

b. Pemeriksaan kuku
Inspeksi : kebersihan, bentuk, dan warna kuku
Normal: bersih, bentuk normal tidak ada tanda-tanda jari tabuh
(clubbing finger), tidak ikterik/sianosis.
Palpasi : ketebalan kuku dan capillary refile pengisian kapiler
Normal: aliran darah kuku akan kembali < 3 detik.
Setelah diadakan pemeriksaan kuku evaluasi hasil yang
di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

c. Pemeriksaan kepala, wajah, mata, telinga, hidung, mulut dan


leher

24
Posisi klien : duduk , untuk pemeriksaan wajah sampai dengan
leher perawat berhadapan dengan klien.

1) Pemeriksaan kepala

 Tujuan :
 Mengetahui bentuk dan fungsi kepala
 Mengetahui kelainan yang terdapat di kepala
 Persiapan alat
 Lampu
 Sarung tangan (jika di duga terdapat lesi atau luka)
 Prosedur Pelaksanaan
- Inspeksi : ukuran lingkar kepala, bentuk, kesimetrisan,
adanya lesi atau tidak, kebersihan rambut dan kulit
kepala, warna, rambut, jumlah dan distribusi rambut.
- Normal: simetris, bersih, tidak ada lesi, tidak
menunjukkan tanda-tanda kekurangan gizi(rambut
jagung dan kering).
- Palpasi : adanya pembengkakan/penonjolan, dan
tekstur rambut.· Normal: tidak ada penonjolan
/pembengkakan, rambut lebat dan kuat/tidak rapuh.

2) Pemeriksaan wajah

25
- Inspeksi : warna kulit, pigmentasi, bentuk, dan
kesimetrisan.
- Normal: warna sama dengan bagian tubuh lain, tidak
pucat/ikterik, simetris.
- Palpasi : nyeri tekan dahi, dan edema, pipi, dan rahang
- Normal: tidak ada nyeri tekan dan edema.

Setelah diadakan pemeriksaan wajah evaluasi hasil yang


di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

3) Pemeriksaan mata

Tujuan :
a) Mengetahui bentuk dan fungsi mata
b) Mengetahui adanya kelainan pada mata.

Persiapan alat :

26
a) Senter Kecil
b) Surat kabar atau majalah
c) Kartu Snellen
d) Penutup Mata
e) Sarung tangan

Prosedur Pelaksanaan

- Inspeksi: bentuk, kesimestrisan, alis mata, bulu mata,


kelopak mata, kesimestrisan, bola mata, warna konjunctiva
dan sclera (anemis/ikterik), penggunaan kacamata / lensa
kontak, dan respon terhadap cahaya.
- Normal: simetris mata kika, simetris bola mata kika, warna
konjungtiva pink, dan sclera berwarna putih.
- Tes Ketajaman Penglihatan
Ketajaman penglihatan seseorang mungkin berbeda
dengan orang lain. Tajam penglihatan tersebut merupakan
derajat persepsi deteil dan kontour beda. Visus tersebut
dibagi dua yaitu:
 Visus sentralis.
Visus sentralis ini dibagi dua yaitu visus sentralis
jauh dan visus sentralis dekat.
- Visus centralis jauh merupakan ketajaman penglihatan
untuk melihat benda benda yang letaknya jauh. Pada
keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi. (EM.
Sutrisna, dkk, hal 21).
- Visus centralis dekat yang merupakan ketajaman
penglihatan untuk melihat benda benda dekat misalnya
membaca, menulis dan lain lain.

 Visus perifer
Pada visus ini menggambarkan luasnya medan

27
penglihatan dan diperiksa dengan perimeter. Fungsi
dari visus perifer adalah untuk mengenal tempat suatu
benda terhadap sekitarnya dan pertahanan tubuh
dengan reaksi menghindar jika ada bahaya dari
samping. Dalam klinis visus sentralis jauh tersebut
diukur dengan menggunakan grafik huruf Snellen yang
dilihat pada jarak 20 feet atau sekitar 6 meter.
4) Pemeriksaan telinga

Tujuan :
Mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang
telinga, dan fungsi pendengaran.
Persiapan Alat :

a) Arloji berjarum detik


b) Garpu tala
c) Speculum telinga
d) Lampu kepala

Prosedur Pelaksanaan :

28
- Inspeksi : bentuk dan ukuran telinga, kesimetrisan,
integritas, posisi telinga, warna, liang telinga
(cerumen/tanda-tanda infeksi), alat bantu dengar.
- Normal: bentuk dan posisi simetris kika, integritas kulit
bagus, warna sama dengan kulit lain, tidak ada tanda-tanda
infeksi, dan alat bantu dengar.
- Palpasi : nyeri tekan aurikuler, mastoid, dan tragus
- Normal: tidak ada nyeri tekan.

Setelah diadakan pemeriksaan telinga evaluasi hasil yang di


dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

Pemeriksaaan Telinga Dengan Menggunakan Garpu Tala

a. Pemeriksaan Rinne

 Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke


telapak atau buku jari tangan yang berlawanan.
 Letakkan pada prosesus mastoideus klien.
 Angkat garpu tala dan dengan cepat tempatkan di
depan lubang telinga klien 1-2 cm dengan posisi
garpu tala parallel terhadap lubang telinga luar
klien.
 Instruksikan klien untuk member tahu apakah ia
masih mendengarkan suara atau tidak.
 Catat hasil pemeriksaan pendengaran tersebut.
b. Pemeriksaan Webber

29
 Pegang garpu tala pada tangkainya dan pukulkan ke
telapak atau buku jari yang berlawanan.
 Letakkan tangkai garpu tala di tengah puncak kepala
 Tanyakan pada klien apakah bunyi terdengar sama
jelas pada kedua telinga atau lebih jelas pada salah
satu telinga.
 Catat hasil pemeriksaan dengan pendengaran tsb

c. Pemeriksaan schwabach

 Dokter akan meletakkan pangkalnya di ujung


kepala pasien.
 Ujung tangkai garpu tala akan ditekankan ke
prosesus mastoideus salah satu telinga pasien.
 Pasien akan di instruksikan untuk mendengar.
 Setelah itu, dokter akan segera memindahkan
garpu tala ke telinga
orangyangpendengarannyanormal dan
membandingkan dengungan yang didengar.

d. Pemeriksan hidung dan sinus

30
Tujuan :
a) Mengetahui bentuk dan fungsi hidung
b) Menentukan kesimetrisan struktur dan adanya inflamasi
atau infeksi

Persiapan Alat :

a) Spekulum hidung
b) Senter kecil
c) Lampu penerang
d) Sarung tangan (jika perlu)

Prosedur Pelaksanaan :

- Inspeksi : hidung eksternal (bentuk, ukuran, warna,


kesimetrisan), rongga, hidung ( lesi, sekret, sumbatan,
pendarahan), hidung internal (kemerahan, lesi, tanda2
infeksi).
- Normal: simetris kika, warna sama dengan warna kulit lain,
tidak ada lesi, tidak ada sumbatan, perdarahan dan tanda-
tanda infeksi.
- Palpasi dan Perkusi frontalis dan, maksilaris (bengkak,
nyeri, dan septum deviasi).
- Normal: tidak ada bengkak dan nyeri tekan.

Setelah diadakan pemeriksaan hidung dan sinus evaluasi


hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan

31
normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

e. Pemeriksaan mulut dan bibir

Tujuan :
Mengetahui bentuk kelainan mulut.
Persiapan Alat :

a) Senter kecil
b) Sudip lidah
c) Sarung tangan bersih
d) Kasa

Prosedur Pelaksanaan :

- Inspeksi dan palpasi struktur luar : warna mukosa mulut


dan bibir, tekstur , lesi, dan stomatitis.
- Normal: warna mukosa mulut dan bibir pink, lembab, tidak
ada lesi dan stomatitis.
- Inspeksi dan palpasi strukur dalam : gigi
lengkap/penggunaan gigi palsu, perdarahan/ radang gusi,
kesimetrisan, warna, posisi lidah, dan keadaan langit2.
- Normal: gigi lengkap, tidak ada tanda-tanda gigi berlobang
atau kerusakan gigi, tidak ada perdarahan atau radang gusi,
lidah simetris, warna pink, langit2 utuh dan tidak ada tanda
infeksi.

Gigi lengkap pada orang dewasa berjumlah 36 buah, yang


terdiri dari 16 buah di rahang atas dan 16 buah di rahang

32
bawah. Pada anak-anak gigi sudah mulai tumbuh pada usia
enam bulan. Gigi pertama tumbuh dinamakan gigi susu di ikuti
tumbuhnya gigi lain yang disebut gigi sulung. Akhirnya pada
usia enam tahun hingga empat belas tahun, gigi tersebut mulai
tanggal dan dig anti gigi tetap.

Setelah diadakan pemeriksaan mulut dan bibir evaluasi


hasil yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan
normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat
tersebut.

f. Pemeriksaan leher

Tujuan :
a) Menentukan struktur integritas leher
b) Mengetahui bentuk leher serta organ yang berkaitan
c) Memeriksa system limfatik

Persiapan Alat :

- Stetoskop

Prosedur Pelaksanaan :

-Inspeksi leher: warna integritas, bentuk simetris.


-Normal: warna sama dengan kulit lain, integritas kulit baik,
bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjer gondok.
-Inspeksi dan auskultasi arteri karotis: lokasi pulsasi.
-Normal: arteri karotis terdengar.
-Inspeksi dan palpasi kelenjer tiroid (nodus/difus,
pembesaran,batas,konsistensi, nyeri, gerakan/perlengketan pada
kulit), kelenjer limfe, kelenjer parotis Normal: tidak Auskultasi :
bising pembuluh darah.

33
Setelah diadakan pemeriksaan leher evaluasi hasil yang di
dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

d. Pemeriksaan dada( dada dan punggung)

Posisi klien: berdiri, duduk dan berbaring


Cara/prosedur:
a) System pernafasan
Tujuan :
 Mengetahui bentuk, kesimetrisas, ekspansi, keadaan kulit,
dan dinding dada.
 Mengetahui frekuensi, sifat, irama pernafasan,
 Mengetahui adanya nyeri tekan, masa, peradangan, traktil
premitus.

Persiapan alat :

a) Stetoskop
b) Penggaris centimeter
c) Pensil penada

34
Prosedur pelaksanaan :

- Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas


(frekuensi, irama,dan upaya pernafasan/penggunaan otot-
otot bantu pernafasan), warna kulit, lesi, edema,
pembengkakan/ penonjolan.
- Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada
tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan
warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada
pembengkakan/penonjolan/edema.
- Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri,
tractile fremitus.

(perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk


mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil
melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada
punggung pasien.)

- Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri


tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris,
taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
- Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan
bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang
sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi).
- Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih
daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian
udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng
deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan hilang>>redup.
- Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru.
(dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru
kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea)

35
- Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial,
tracheal.

Setelah diadakan pemeriksaan dada evaluasi hasil yang di


dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

b) System kardiovaskuler
Tujuan :
 Mengetahui ketifdak normalan denyut jantung
 Mengetahui ukuran dan bentuk jantug secara kasar
 Mengetahui bunyi jantung normal dan abnormal
 Mendeteksi gangguan kardiovaskuler

Persiapan alat :

 Stetoskop
 Senter kecil

Prosedur pelaksanaan :

- Inspeksi : Muka bibir, konjungtiva, vena jugularis, arteri


karotis
- Palpasi: denyutan
- Normal untuk inspeksi dan palpasi: denyutan aorta teraba.
- Perkusi: ukuran, bentuk, dan batas jantung (lakukan dari
arah samping ke tengah dada, dan dari atas ke bawah
sampai bunyi redup).
- Normal: batas jantung: tidak lebih dari 4,7,10 cm ke arah
kiri dari garis mid sterna, pada RIC 4,5,dan 8.
- Auskultasi: bunyi jantung, arteri karotis. (gunakan bagian
diafragma dan bell dari stetoskop untuk mendengarkan
bunyi jantung.

36
Setelah diadakan pemeriksaan system kardiovaskuler
evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

c. Dada dan aksila

Tujuan :
a) Mengetahui adanya masa atau ketidak teraturan dalam
jaringan payudara
b) Mendeteksi awal adanya kanker payudara.

Persiapan alat :

a) Sarung tangan sekali pakai (jika diperlukan)

Prosedur pelaksanaan :

- Inspeksi payudara: Integritas kulit


- Palpasi payudara: Bentuk, simetris, ukuran, aerola, putting, dan
penyebaran vena
- Inspeksi dan palpasi aksila: nyeri, perbesaran nodus limfe,
konsistensi.

Setelah diadakan pemeriksaan dadadan aksila evaluasi hasil


yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

37
e. Pemeriksaan Abdomen (Perut)

Posisi klien: Berbaring


Tujuan :
a) Mengetahui bentuk dan gerakan-gerakan perut
b) Mendengarkan suara peristaltic usus
c) Meneliti tempat nyeri tekan, organ-organ dalam rongga perut
benjolan dalam perut.

Persiapan :

Posisi klien: Berbaring

a) Stetoskop
b) Penggaris kecil
c) Pensil gambar
d) Bantal kecil
e) Pita pengukur

Prosedur pelaksanaan :

- Inspeksi : kuadran dan simetris, contour, warna kulit, lesi, scar,


ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran vena, kelainan umbilicus,
dan gerakan dinding perut.
- Normal: simetris kika, warna dengan warna kulit lain, tidak
ikterik tidak terdapat ostomy, distensi, tonjolan, pelebaran
vena, kelainan umbilicus.
- Auskultasi : suara peristaltik (bising usus) di semua kuadran
(bagian diafragma dari stetoskop) dan suara pembuluh darah
dan friction rub :aorta, a.renalis, a. illiaka (bagian bell).

38
- Normal: suara peristaltic terdengar setiap 5-20x/dtk,
terdengar denyutan arteri renalis, arteri iliaka dan aorta.
- Perkusi semua kuadran : mulai dari kuadran kanan atas
bergerak searah jarum jam, perhatikan jika klien merasa nyeri
dan bagaiman kualitas bunyinya.
- Perkusi hepar: Batas
- Perkusi Limfa: ukuran dan batas.
- Perkusi ginjal: nyeri
- Normal: timpani, bila hepar dan limfa membesar=redup dan
apabila banyak cairan = hipertimpani
- Palpasi semua kuadran (hepar, limfa, ginjal kiri dan kanan):
massa, karakteristik organ, adanya asistes, nyeri irregular,
lokasi, dan nyeri.dengan cara perawat menghangatkan tangan
terlebih dahulu
- Normal: tidak teraba penonjolan tidak ada nyeri tekan, tidak
ada massa dan penumpukan cairan.

Setelah diadakan pemeriksaan abdomen evaluasi hasil yang di


dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

h. Pemeriksaan ekstermitas atas (bahu, siku, tangan)

Tujuan :
a) Memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian
b) Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan
pada bagian-bagian tertentu.

39
Alat :

a) Meteran

Prosedur pelaksanaan :

Posisi klien: Berdiri. Duduk

- Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan,


Integritas ROM ( fleksi 180, ekstensi 45, abduksi 180,
internal royasi 90, eksternal rotasi 90, abduksi horizontal
45, abduksi horizontal 135) kekuatan dan tonus otot
Kekuatan otot dinilai dari derajat kekuatan:
 5: normal seluruh gerakan dapat dilakukan dengan
tahanan maksimal.
 4 : dapat melawan gaya berat dan melawan tahanan
ringan dan sedang dari pemeriksa.
 3 : dapat melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat
melawan tahanan dari pemeriksa.
 2 : otot hanya dapat bergerak bila gaya berat
dihilangkan.
 1 : kontraksi otot minimal dapat terasa pada otot
bersangkutan tanpa mengakibatkan gerakan
 O : tidak ada kontraksi otot sama sekali. Paralisis total
- Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan
otot penuh.
- Palpasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis.
- Normal: teraba jelas
- Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
- Normal: reflek bisep dan trisep positif.

40
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil
yang di dapat dengan membandikan dengan keadaan normal, dan
dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

i. Pemeriksaan ekstermitas bawah (panggul, lutut, pergelangan kaki dan


telapak kaki)

- Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan,


integritas kulit, posisi dan letak, ROM, kekuatan dan tonus otot
- Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan
otot penuh
- Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
- Normal: teraba jelas
- Tes reflex :tendon patella dan archilles.
f. Pemeriksaan genitalia (alat genital, anus, rectum)
Posisi Klien : Pria berdiri dan wanita litotomy.
Tujuan:
a) Melihat dan mengetahui organ-organ yang termasuk dalam
genetalia.
b) Mengetahui adanya abnormalitas pada genetalia, misalnya
varises, edema, tumor/ benjolan, infeksi, luka atau iritasi,
pengeluaran cairan atau darah.
c) Melakukan perawatan genetalia.
d) Mengetahui kemajuan proses persalinan pada ibu hamil atau
persalinan.

41
Alat :

a) Lampu yang dapat diatur pencahayaannya


b) Sarung tangan
Pemeriksaan rectum :
Tujuan :
a) Mengetahui kondisi anus dan rectum
b) Menentukan adanya masa atau bentuk tidak teratur dari
dinding rektal
c) Mengetahui intregritas spingter anal eksternal
d) Memeriksa kangker rectal dll

Alat :

a) Sarung tangan sekali pakai


b) Zat pelumas
c) Penetangan untuk pemeriksaan

Prosedur Pelaksanaan :

a) Wanita:
- Inspeksi genitalia eksternal: mukosa kulit, integritas kulit,
contour simetris, edema, pengeluaran.
- Normal: bersih, mukosa lembab, integritas kulit baik,
semetris tidak ada edema dan tanda-tanda infeksi
(pengeluaran pus /bau).
- Inspeksi vagina dan servik : integritas kulit, massa,
pengeluaran
- Palpasi vagina, uterus dan ovarium: letak ukuran,
konsistensi dan, massa.
- Pemeriksaan anus dan rectum: feses, nyeri, massa edema,
haemoroid, fistula ani pengeluaran dan perdarahan.
- Normal: tidak ada nyeri, tidak terdapat edema / hemoroid/
polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.

42
Setelah diadakan pemeriksaan di adakan pemeriksaan
genitalia evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil
pemeriksaan yang didapat tersebut.

b) Pria :
- Inspeksi dan palpasi penis: Integritas kulit, massa dan
pengeluaran
- Normal: integritas kulit baik, tidak ada masa atau
pembengkakan, tidak ada pengeluaran pus atau darah
- Inspeksi dan palpassi skrotum: integritas kulit, ukuran dan
bentuk, turunan testes dan mobilitas, massa, nyeri dan
tonjolan
- Pemeriksaan anus dan rectum : feses, nyeri, massa, edema,
hemoroid, fistula ani, pengeluaran dan perdarahan.
- Normal: tidak ada nyeri , tidak terdapat edema /
hemoroid/ polip/ tanda-tanda infeksi dan pendarahan.
- Setelah diadakan pemeriksaan dadadan genitalia wanita
evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan dengan
keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan
yang didapat tersebut.

A. Evaluasi
Perawat bertanggung jawab untuk asuhan keperawatan
yang mereka berikan dengan mengevaluasi hasil intervensi
keperawatan. Keterampilan pengkajian fisik meningkatkan
evaluasi tindakan keperawatan melalui pemantauan hasil asuhan
fisiologis dan perilaku. Keterampilan pengkajian fisik yang sama
di gunakan untuk mengkaji kondisi dapat di gunakan sebagai
tindakan evaluasi setelah asuhan diberikan.

43
Perawat membuat pengukuran yang akurat, terperinci,
dan objektif melalui pengkajian fisik. Pengukuran tersebut
menentukan tercapainya atau tidak hasil asuhan yang di
harapkan. Perawat tidak bergantung sepenuhnya pada intuisi
ketika pengkajian fisik dapat digunakan untuk mengevaluasi
keefektifan asuhan.
B. Dokumentasi
Perawat dapat memilih untuk mencatat hasil dari
pengkajian fisik pada pemeriksaan atau pada akhir pemeriksaan.
Sebagian besar institusi memiliki format khusus yang
mempermudah pencatatan data pemeriksaan. Perawat meninjau
semua hasil sebelum membantu klien berpakaian, untuk berjaga-
jaga seandainya perlu memeriksa kembali informasi atau
mendapatkan data tambahan.

44
C. PEMERIKSAAN TANDA-TANDA VITAL
Tanda – tanda vital merupakan cara yang cepat dan efisien
dalam memantau kondisi klien atau mengidentifikasi masalah
dan mengevaluasi respons terhadap intervensi yang diberikan.
Penggunaan tanda – tanda vital memberikan data dasar untuk
mengetahui respons terhadap stress fisiologi/psikologi, respons
terapi medis dan keperawatan. Hal ini sangatlah penting
sehingga disebut tanda – tanda vital.
Waktu untuk mengukur tanda – tanda vital:
 Saatklienpertama kali masukkefasilitas
 Saatmemeriksaklien pada kunjunganrumah
 Di rumahsakit/fasilitaskesehatandenganjadwalrutinsesuai program
 Sebelum dan sesudahprosedurbedahatau diagnostic invasif
 Sebelum, saat, dan setelah transfuse darah
 Saatkeadaanumumklienberubah
 Sebelum, saat, dan sesudahpemberianobat.
 Sebelum dan sesudahintervensikeperawatan yang
mempengaruhitanda – tanda vital
 Saatklienmendapatgejalafisik yang non spesifik
 Menggigiladalahrespontubuhterhadapperbedaansuhudalamtubuh.
Jenis – Jenis Tanda – Tanda Vital
1. TEKANAN DARAH
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dindin
garteri. Darah mengalir karena adanya perubahan tekanan, dimana
terjadi perpindahan dari area bertekanan tinggi ke area bertekanan
rendah. Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkonstraksi dan
disebut tekanan sistolik. Tekanan darah sistemik atau arterial.

45
a. Pemeriksaan tekanan darah
1) Alat yang digunakan
a) Tensi meter
b) Stetoskop
c) Buku catatan
2) Pelaksanaan
a) Menjelaskan tindakan yang akan dilakukan
b) Mendekatkan alat ke samping klien
c) Mencuci tangan dan memakai sarung tangan
d) Mengatur posisi klien
e) Membuka pakaian yang menutupi lengan atas
f) Membalutkan kantong tensi meter pada lengan atas kira –
kira 3 cm di atas fosa cubiti, dengan tinta karet di sebelah
luar lengan, balutkan tapi jangan terlalu kencang.
g) Memakai stetoskop
h) Meraba detik arteri brakialis dengan ujung tengah dan jari
telunjuk.
i) Meletakkanpiringanstetoskopdiatasarteribrakialis.
j) Mengunciskrupbalonkaret
k) Memompakanudarakedalamkantongdengancaramemijatba
lonberulang – ulang, air raksadidalam pipa naik,
dipompaterussampaidenyutarteritidakterdengarlagi
l) Membukasekrupbalondenganmenurunkantekanandengan
perlahan – lahan
b. Masalah Yang Harus Dikaji Pada Tekanan Darah
Hipertensi
Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yaitu tekanan
diastolic mencapai 140 mmHg atau lebih, terapi tekanan diastolic
kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolic masih dalam kisaran
normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut sejalan

46
dengan bertambahnya usia, hamper setiap orang mengalami
kenaikan tekanan darah. Tekanan diastolic terus meningkat
sampai usia 80 kemudian berkurang perlahan – lahan bahkan
menurun drastis. Hipertensi ini juga disebabkan oleh berbagai
masalah kebutuhan nutrisi, seperti penyebab dari adanya obesitas
serta asupan kalsium, natrium dan gaya hidup.
Penatalaksanaan hipertensi juga dapat menganjurkan pasien
untuk memakai obat anti hipertensi dan turunkan jumlah
dosisnya yang disediakan dengan langkah -langkah :
1) Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan (indek masa
tubuh lebih dari 27 kg)
2) Meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30/35 menit/hari)
3) Mengurangi asupan natrium (< 100 mmol Na/2,4 gr Na/ 6gr
Nacl/hari)
4) Mempertahankan asupan kalsium yang adekuat (90
mmHg/hari)
5) Berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak jenuh dan
kolesterol dalam makanan.

1) Integritas ego
a) Gejala :riwayat perubahan kepribadian ansietas, depresi, atau
marah kronik.
b) anda :gelisah, penyempitan kontinu pertahanan, gerak tangan,
sempit, peningkatan pola bicara.
2) Eliminasi
a) Gejala :gangguan ginjal saat ini/yang lalu seperti infeksi atau
riwayat penyakit masa lalu

47
3) Makanan dan cairan
a) Gejala :makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan
tinggi garam, lemak, kolesterol, keju, telur, gula merah.
b) Tanda :berat badan normal atau obeisitas, adanya edema,
konghesti vena. DVJ/Distensi Vena Jugularis
4) Nyeri
a) Gejala : angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung
(nyeri hilang timbul pada tungkai).
5) Pernafasan
a) Gejala :dispnea yang berkaitan dengan aktivitas atau kerja
takipnea, ortopnea, dispneanontural, potoksismol, batuk tanpa
seputum, riwayat merokok.
b) Tanda :bunyi nafas tambahan, di stress respiorasi atau
penggunaan otot aksesoris pernafasan sianosis.
6) Keamanan
a) Gejala :gangguan koordinasi atau cara berjalan, episode perestasia,
unilateral, transen, hipotensi postural.
7) Penyuluhan
a) Gejala: faktor – factor resiko keluarga: hipertensi arteroskalerosis,
penyakit jantung, DM, penyakit cerebros vaskuler ginjal.

48
c. Batasan normal tekanan darah
Umur Tekanan sistolik/diastolik (mmHg)
1 bulan 86/54
6 bulan 90/60
1 tahun 96/65
2 tahun 99/65
4 tahun 99/65
6 tahun 100/60
8 tahun 105/60
10 tahun 110/60
12 tahun 115/60
14 tahun 118/60
16 tahun 120/65

2. NADI
Nadi adalah gerakan atau aliran darah pada pembuluh darah
arteri yang dihasilkan oleh kontraksi dari ventrikel kiri jantung.
Denyut nadi adalah rangsangan kontraksi jantung yang dimulai dari
NODES SINOURI atau NODUS SINOS ATRIAL yang merupakan bagian
atas serambi kanan jantung. Salah satu indicator kesehatan jantung
adalah terjadinya peningkatan denyut nadi pada saat beristirahat.
Pemeriksaan nadi sangat penting dilakukan agar petugas kesehatan
yang melakukan pemeriksaan nadi dapat mengetahui keadaan nadi
(frekuensi irama dan kuat lemah nadi ). Mengukur denyut nadi yang
terasa pada pembuluh darah arteri yang disebabkan oleh gelombang
darah yang mengalir di dalamnya sewaktu jantung memompa darah
ke dalam aorta atau arteri.

49
Tujuan pemeriksaan nadi adalah :
 Untuk mengetahui kerja jantung
 Untuk menegetahui jumlah denyut jantung yang terasa pada
pembuluh darah.
 Untuk menentukan denyut nadi normal atau tidak.
Kecepatan denyut jantung bereaksi terdapat rangsangan yang
di timbulkan oleh system saraf simpatis dan saraf parasimpatis,
beberapa hal yang mempengaruhi jumlah denyut: emosi, nyeri,
aktivitas, dan obat-obatan. Kecepatan denyut nadi bertambah bila
tekanan darah turun karena jantung berusaha meningkatkan
keluarnya darah.
a. Pemeriksaan nadi
1) Alat yang digunakan
a) Alat penghitung denyut nadi
b) Jam tangan / arloji
c) Bukucatatan
2) Pelaksanaan
a) Menjelaskantindakan yang akandilakukan
b) Mempersiapkanalat yang dibutuhkan
c) Membawaalatkedekatpasien
d) Mengaturposisipasien
e) Meraba / menghitung denyut nadi pada tempat-tempat
denyut nadi( temporalis, karotis, apikal, brakialis, radialis,
femoralis, poplitea, tibialis posterior, dorsalis pedis), sesuai
keadaan umum pasien .
f) Menghitung dengan ujung jari kedua, ketiga, empat dan
tekan dengan lembut
g) Mengetahui atau melaksanakan hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menghitung denyut jantung

50
h) Jika denyut teratur hitung selama 30 detik dan kalikan
hasilnya dengan 2. Apabila denyut tidak teratur dan pada
paien yang baru dilakukan pemeriksaan hitung selama 1
menit penuh.
i) Mencuci tangan
j) Mencatat hasil.

b. Masalah Yang Harus Dikaji Pada Pemeriksaan Nadi


Kecepatan Nadi (Pulse Rate)
Pulse Rate (jumlah denyutan perifer yang dirasakan selama 1
menit) à dihitung dengan menekan arteri perifer dengan
menggunakan ujung jari
1) Tachycardia: nadi>100 -150 x/mntà jantun gover work à
oksigenasi sel tidak  adequat
2) Palpitasi: perasaan berdebar-debar, sering menyertai
tachycardi
3) Bradycardia :denyut nadi< 60 x/mntà kejadian lebih sedikit
dibandingkan tachycardia
Denyut Nadi  sangat fluktuatif dan meningkat dengan :
1) exercise,
2) illness,
3) Injury
4) emotions.

51
c. batasan normal nadi
Usia Denyut nadi (x/permenit)
Balita 120-160
Anak 90 – 140
Prasekolah 80 – 110
Sekolah 75 – 100
Remaja 60 – 90
Dewasa 60-100

52
3. PERNAFASAN
Pernafasan atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara
dari luar yang mengandung O2 (oksigen) kedalam tubuh, serta
menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2
(karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh.
Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut
ekspirasi. Secara normal orang dewasa bernafas kira – kira 16 – 20
x/menit, sementara bayi dan anak kecil lebih cepat dari pada orang
dewasa. Naiknya kecepatan bernafas disebut polypnea. Jika suhu
badan naik kecepatan bernafas bertambah, karena tubuh berusaha
melepaskan diri dari kelebihan panas. Pemeriksaan pernafasan
merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai proses
pengambilan oksigen dan pengeluaran karbondioksida. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk menilai frekuensi, irama, kedalaman dan tipe atau
pola pernafasan.
Faktor – faktor yang mempengaruhi pola pernafasan:
1) Faktor fisiologis
a) Menurunnya kemampuan meningkatkan O2 seperti pada
anemia
b) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti
obstruksi saluran pernafasan bagian atas.
c) Hivopolemia sehingga tekanan darah menurun yang
mengakibatkan terganggunya O2
d) Kondisi yang mempengaruhipergerakandinding dada
seperti pada kehamilan, obeisitas, penyakitkronis, seperti
TBC paru.

53
2) Faktor perkembangan
a) Anak usia sekolah dan remaja, resiko infeksi saluran
pernafasan dan merokok
b) Dewasa, muda dan pertengahan, diet yang tidak sehat,
kurang aktivitas, stress yang mengakibatkan penyakit
jantung dan paru.
c) Dewasa tua adanya proses penuaan yang mengakibatkan
kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas menurun
3) Faktorperilaku
a) Nutrisi
b) Exercise: akan meningkatkan kebutuhan oksigen
c) Merokok: nikotin menyebabkan fase konstruksi pembuluh
darah perifer dan koroner.
d) Kecemasan
4) Faktorlingkungan
a) Tempat kerja
b) Suhu lingkungan
c) Ketinggian dari permukaan air laut
Faktor yang meningkatkan frekuensi pernafasan:
1) Olahraga
2) Stress
3) Peningkatan suhu lingkungan
4) Penurunan konsentrasi oksigen pada darah yang tinggi

54
Batasan Normal Pernafasan

Usia Frekuensi (x/menit)


Balita 30 – 60
Anak 30 – 50
Prasekolah 25 – 32
Sekolah 20 – 30
Remaja 16 – 19
Dewasa 12 – 20

4. SUHU
Pemeriksaan suhu merupakan salah satu pemeriksaan yang
digunakan untuk menilai kondisi metabolism dalam tubuh ,dimana
tubuh menghasilkan panas secara kimiawi melalui metabolism darah.
Suhu tubuh perludi jaga keseimbangannya, yaitu antara jumlah panas
yang hilang dengan jumlah panas yang diproduksi. Proses pengaturan
suhu terletak pada hypothalamus dalam sistem saraf pusat. Bagian
depan hypothalamus dapat mengatur pembuangan panas dan bagian
hypothalamus belakang mengatur upaya penyimpanan panas.

a. Pemeriksaansuhu

DimulutAtau Oral
1) Alat yang digunakan :
a) Thermometer oral
b) Botol berisi larutan sabun
c) Botol larutan desinfektan
Botol berisi air bersih didalamnya, di alasi dengan kain

d) Potongan tertutup pada tempatnya


e) Bengkok
f) Alat tulis

55
g) Buku catatan
2) Pelaksaan :
a) Mencucitangan
b) Menjelaskantindakan yang akandilakukan
c) Mengaturposisipasien (duduk/tidur)
d) Thermometer diperiksaapakah air
raksasudahturunjikabelumayun – ayundenganhati –
hatisampai air raksapenuh pada titikangkaterendah
(dibawah 35˚c).
e) Anjurkanpasienuntukmembukamulut, letakkanreservoin
thermometer
dibawahlidahkemudiananjurkanpasienuntukmenutupmu
lut.
f) Tunggu 10 menit, keluarkan thermometer dan
keringkandengansilstep 1 kali dengantekanan yang
mantabdariataskereservoindenganputaran.
g) Baca hasilnyadenganmeletakkan thermometer horizontal
setinggimataputar – putardiantaranyajarisampaibatas air
raksajelas.
h) Catathasil di bukucatatan

Diketiak/ aksila
1) Alat yang digunanakan :
a) Thermometer aksila
b) botolberisilarutansabun
c) botolberisilarutandesinfektan
d) botolberisi air bersihdidalamnya, dialasidengankainkasa
e) potongantertutup pada tempatnya
f) menempatkan thermometer ketengahketiak,
turunkanlengan dan silangkanlengan di bawahklien.

56
g) Biarkan thermometer di tempattersebut
- Termomter air raksa 5 – 10 menit
- Thermometer digital sampaisinyalterdengar
h) Keluarkan thermometer denganhati – hati
i) Lap thermometer
memakaitisudengangerakanmemutardariarahataske
reservoir, buangtisu di bengkok.
j) Baca air raksaataudigitalnya
k) Membantuklienmerapikanbajunya
l) Menurunkantingkat air raksaataumengembalikan
thermometer digital keskalaawal
m) Mengembalikan thermometer pada tempatnya
n) Melepassarungtangan dan mencucitangan
o) Mencatathasil

DianusAtau Rectal
1) alat yang digunakan:
a) Thermometer rektal
b) Botolberisilarutansabun
c) Botolberisilarutandesinfektan
d) Botolberisi air bersihdidalamnyadialasidengankainkasa
e) Potongantertutup pada tempatnya
f) Bengkok
g) Alat tulis
h) Bukucatatan

57
2) Pelaksanaan :
a) Menjelaskan pada kliententangtindakan yang
akandilakukan
b) Mendekatkanalatkesampingklien
c) Mencucitangan dan memakaisarungtangan
d) Memasangtirai
e) Membukapakaianbawah
f) Mengaturposisisklien
g) Dewasa : SIM atau miring dan kaki
sebelahatastekukkearahperut
h) Bayi atauanak :tengkurapatauterlentang
i) Melumasiujung thermometer dengan Vaseline
j) Membuka anus
denganmenaikkanbokongatasdengantangankiri (untuk
orang dewasa)
k) Minta klienmenariknafasdalam dan memasukkan
thermometer secaraperlahankedalam anus sekitar 3,5 cm
pada orang dewasa. Dan pada bayi 1,2 – 2,5 cm
l) Pegang thermometer di tempatnyaselama 2 – 3 menit
(orang dewasa) dan 5 menit (untuk orang laki – laki)
m) Keluarkan thermometer denganhati – hati
n) Lap thermometer memakaitisudengangerakanmemutar
dan buangtisukebengkok
o) Baca air raksa dan digitalnya
p) Merapikanpasien
q) Membersihkan thermometer air raksa
r) Menurunakntingkat air raksaataumengembalikan
thermometer digital keskalaawal.
s) Mengembalikan thermometer pada tempatnya.

58
t) Melepassarungtangan
a. Masalah yang harusdikaji pada pemeriksaansuhu
1) Demam
Demam biasa terjadi disebabkan karena mekanisme
pengeluaran panas tidak mampu untuk memertahankan
kecepatan pengeluaran kelebihan produksi panas sehingga
mengakibatkan suhu dalam tubuh menjadi tidak normal.
Demam merupakan mekanisme pertahanan yang
penting. Peningkatan ringan suhu sampai 39°C
meningkatkan sistem imun tubuh. Demam juga meruapakan
bentuk pertarungan akibat infeksi karena virus menstimulasi
interferon (substansi yang bersifatmelawan virus).
2) Hipertermia
Hipertermia adalah peningkatan suhu tubuh
sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan
produksi panas.
Hipertermia malignan adalah kondisi bawaan dimana
tidak dapat mengontrol produksi panas yang terjadi ketika
orang yang rentan menggunakan obat-obatan anastetik
tertentu.
3) Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus
terhadap dingin memengaruhi kemampuan tubuh untuk
memproduksi panas sehingga akan mengakibatakan
hipotermia. Hipotermia diklasifikasikan  melalui pengukuran
suhu inti:
  Ringan: 33°-36°.
  Sedang: 30°-33°.
  Berat: 27°-30°.

59
  Sangatberat: <30°.
4) KelelahanAkibatPanas
Kelelahan akibat panas terjadi akibat kehilangan cairan
dan elektrolit secara berlebihan. Disebabkan oleh lingkungan
yang terlalu panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan
adalah hal yang umum selama kelelahan akibat panas.
5) Heat Stroke
Lingkungan dengan suhu tinggi dapat memengaruhi
mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebu theat
stroke. Penderita heat stroke tidak berkeringat karena
kehilangan elektrolit sangat berat dan mal fungsi
hipotalamus. Heat stroke dengan suhu yang lebih besar dari
40,5°C mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari
semua organ tubuh.
b. Batasan normal pemeriksaansuhu
Usia Suhu
(DerajatCelcius
)
3 bulan 37,5
1 tahun 37,7
3 tahun 37,2
5 tahun 37,0
7 tahun 36,8
9 tahun 36,7
13 tahun 36,6

60
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSIS/PENUNJANG
Pemeriksaan Diagnostik/penunjang merupakan bagian dari pemeriksaan
medis yang dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis penyakit tertentu.
Pemeriksaan ini umumnya dilakukan setelah pemeriksaan fisik dan
penelusuran riwayat keluhan atau riwayat penyakit pada pasien.

Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan diagnostik adalah


pemeriksaan yang dilakukan dokter untuk menentukan diagnosis
penyakit pada pasien serta tingkat keparahannya.

Pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan saat pasien berkonsultasi


ke dokter karena adanya keluhan atau gejala tertentu, atau saat pasien
menjalani pemeriksaan kesehatan rutin (medicalcheck-up).

Pemeriksaan Diagnostik/penunjang merupakan bagian dari pemeriksaan


medis yang dilakukan oleh dokter untuk mendiagnosis penyakit tertentu.
Pemeriksaan ini umumnya dilakukan setelah pemeriksaan fisik dan
penelusuran riwayat keluhan atau riwayat penyakit pada pasien.

Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan diagnostik adalah


pemeriksaan yang dilakukan dokter untuk menentukan diagnosis
penyakit pada pasien serta tingkat keparahannya.

Pemeriksaan penunjang biasanya dilakukan saat pasien


berkonsultasi ke dokter karena adanya keluhan atau gejala tertentu,
atau saat pasien menjalani pemeriksaan kesehatan rutin
(medicalcheck-up).

61
Selain untuk mendiagnosis penyakit, pemeriksaan penunjang juga
dilakukan untuk menentukan langkah penanganan yang tepat serta
memantau keberhasilan terapi pada pasien.

A. Jenis Pemeriksaan Penunjang/Diagnostik

Ada sangat banyak jenis pemeriksaan penunjang yang dapat


dilakukan oleh dokter. Namun, ada beberapa jenis pemeriksaan
penunjang yang sering dilakukan, antara lain:

1. Pemerikaan darah

Pemeriksaan darah adalah jenis pemeriksaan penunjang yang paling


umum dilakukan. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil
sampel darah pasien untuk kemudian dianalisis di laboratorium.

Pemeriksaan darah biasanya dilakukan untuk mendeteksi penyakit


atau kondisi medis tertentu, seperti anemia dan infeksi. Melalui
pemeriksaan penunjang ini, dokter dapat memantau beberapa
komponen darah dan fungsi organ, meliputi:

 Sel darah, seperti sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit
atau keping darah
 Plasma darah
 Zat kimia darah, seperti gula darah atau glukosa, kolesterol, asam
urat, zat besi, dan elektrolit
 Analisis gas darah
 Fungsi organ tertentu, seperti ginjal, hati, pankreas, empedu, dan
kelenjar tiroid
 Tumor marker

62
Sebelum melakukan pemeriksaan darah, tanyakan dulu kepada
dokter mengenai persiapan apa yang harus dilakukan, tindakan
sebelum melakukan pemeriksaan darah adalah berpuasa, banyak

minum,kenali vena pemalu, dan memar setelah pengambilan


darah.Hal yang perlu dipersiapkan saat pemeriksaan darah yaitu alat
diantaranya sebagai berikut:

a) Lanset darah atau jarum khusus


b) Kapas Alkohol
c) Kapas kering
d) Alat pengukur Hb atau kaca objek atau botol pemeriksaan,
tergantung macam pemeriksaan
e) Bengkok
f) Hand scoon
g) Perlak dan pengalas

2. Pemeriksaan urine

Pemeriksaan urine adalah jenis pemeriksaan penunjang yang sering


kali dilakukan untuk mengetahui kondisi kesehatan, fungsi ginjal,
serta apakah seseorang mengonsumsi obat-obatan tertentu. Selain itu,
pemeriksaan urine juga biasanya dilakukan pada ibu hamil untuk
memastikan kehamilan atau untuk mendeteksi preeklamsia.

63
Pemeriksaan urine dapat dilakukan sebagai bagian
dari medical check-up rutin atau ketika dokter mencurigai adanya
penyakit tertentu, seperti penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, atau
batu ginjal.

3. Pemeriksaan Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan penunjang ini sering digunakan untuk memantau


kerja jantung, khususnya irama detak jantung dan aliran listrik
jantung. EKG juga dapat dilakukan untuk mendeteksi kelainan
jantung, seperti aritmia, serangan jantung, pembengkakan jantung,
kelainan pada katup jantung, dan penyakit jantung koroner.

pemeriksaan EKG bisa dilakukan di tempat praktik dokter, IGD rumah


sakit,atau diruang perawatan pasien, seperti di ICU atau di bangsal
rawat inap. Saat menjalani EKG, pasien akan diminta untuk berbaring
dan melepaskan baju, serta perhiasan yang dikenakan, selanjutnya
dokter akan memasang elektroda di bagian dada, lengan, dan tungkai
pasien. Ketika pemeriksaan berlangsung. Pasien disarankan untuk
tidak banyak bergerak atau berbicara karena dapat mengganggu hasil
pemeriksaan

64
Hal yang harus dipersiapkan sebelum melakukan pemeriksaan urin
yaitu persiapan alat berikut yang harus dipersiapkan yaitu:

a. Mesin EKG yang lengkap


b. Kabel untuk sumber listrik
c. Kabel untuk bumi (ground)
d. Kabel elektroda ekstremitas dan dada
e. Plat elektroda ekstremitas beserta karet pengikat
f. Balon penghisap elektroda dada

65
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan tindakan EKG
yaitu:

a. Beri tahu dokter jika anda menggunakan alat pacu jantung


b. Beri tahu dokter tentang obat-obatan dan suplemen, termasuk
suplemen herba, yang sedang anda konsumsi karena obat tersebut
bisa memengaruhi hasil EKG
c. Bila terdapat bulu di dada, sebaiknya dicukur terlebih dahulu agar
elektroda tidak sulit menempel ditubuhd.
d. Hindari pemakaian losion, minyak,atau bedak pada tubuh,
terutama dibagian dada
e. Hindari minum air dingin atau olahraga sebelum menjalani EKG
karena dapat memengaruhi tes

4. Foto Rontgen

Foto Rontgen merupakan jenis pemeriksaan penunjang yang


menggunakan radiasi sinar-X atau sinar Rontgen untuk menggambarkan
kondisi berbagai organ dan jaringan tubuh. Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan untuk mendeteksi:

 Kelainan tulang dan sendi, termasuk patah tulang, radang sendi, dan
pergeseran sendi (dislokasi)
 Kelainan gigi
 Sumbatan saluran napas atau saluran cerna
 Batu saluran kemih
 Infeksi, seperti pneumonia, tuberkulosis, dan usus buntu

66
Pada kasus tertentu, dokter mungkin akan memberikan zat kontras
kepada pasien melalui suntikan atau per oral (diminum), agar hasil foto
Rontgen lebih jelas. Meski demikian, zat kontras ini kadang bisa
menimbulkan beberapa efek samping, seperti reaksi alergi, pusing, mual,

lidah terasa pahit, hingga gangguan ginjal.

Berdasarkan jenis persiapan pemeriksaan terbagi atas :

a. Radiografi konvesional, pasien dapat langsung di foto


b. Radiogravi konvensional dengan persiapan

5. Ultrasonkgrafi (USG)

USG adalah pemeriksaan penunjang yang menggunakan gelombang suara


untuk menghasilkan gambar organ dan jaringan di dalam tubuh.
Pemeriksaan penunjang ini sering dilakukan untuk mendeteksi kelainan
di organ dalam tubuh, seperti tumor, batu, atau infeksi pada ginjal,
pankreas, hati, dan empedu. Tak hanya itu, USG juga umum dilakukan
sebagai bagian dari pemeriksaan kehamilan untuk memantau kondisi
janin serta untuk memandu dokter saat melakukan tindakan biopsi.

67
Sebelum pemeriksaan USG dilakukan, dokter mungkin akan meminta
pasien untuk berpuasa serta minum air putih dan menahan buang air
kecil untuk sementara waktu.

Pemeriksaan USG biasanya menggunakan sebuah alat


bernama transducer yang ditempelkan pada kulit untuk memancarkan
gelombang suara dengan frekuensi tinggi. Namun, terdapat beberapa
teknik USG yang perlu memasukkan transducer ke dalam tubuh. Teknik

ini membutuhkan transducer khusus.

68
6.Computed tomography scan (CT Scan)

CT scan adalah pemeriksaan penunjang yang memanfaatkan sinar


Rontgen dengan mesin khusus untuk menciptakan gambar jaringan dan
organ di dalam tubuh. Gambar yang dihasilkan oleh CT scan akan terlihat
lebih jelas daripada foto Rontgen biasa. Pemeriksaan CT scan biasanya
berlangsung sekitar 20–60 menit.

7. Magnetic resonance imaging (MRI)

69
MRI sepintas mirip dengan CT scan, tetapi pemeriksaan penunjang ini
tidak memanfaatkan sinar Rontgen atau radiasi, melainkan gelombang

magnet dan gelombang radio berkekuatan tinggi untuk menggambarkan


kondisi organ dan jaringan di dalam tubuh. Prosedur MRI biasanya
berlangsung selama 15–90 menit. Pemeriksaan MRI dapat dilakukan
untuk memeriksa hampir seluruh bagian tubuh, termasuk otak dan
sistem saraf, tulang dan sendi, payudara, jantung dan pembuluh darah,
serta organ dalam lainnya, seperti hati, rahim, dan kelenjar prostat. Sama
seperti CT scan dan foto Rontgen, dokter juga terkadang akan
menggunakan zat kontras untuk meningkatkan kualitas gambar yang
dihasilkan pada pemeriksaan MRI.

Sebelum melakukan pemeriksaan MRI, ada beberapa persiapan yang


penting dilakukan oleh pasien, yakni:

 Melepaskan benda logam yang menempel pada tubuh. Pasien


umumnya akan diberikan pakaian khusus selama pemeriksaan.

70
 Tidak membawa ponsel dan benda elektronik lainnya saat
dilakukan MRI

8.fluoroskopi

Fluoroskopi adalah metode pemeriksaan radiologis yang memanfaatkan


sinar Rontgen untuk menghasilkan serangkaian gambar menyerupai
video. Pemeriksaan penunjang ini umumnya dikombinasikan dengan zat
kontras, agar gambar yang dihasilkan lebih jelas.Fluorokospi biasanya
digunakan untuk mendeteksi kelainan tertentu di dalam tubuh, seperti
kerusakan atau gangguan pada tulang, jantung, pembuluh darah, dan
sistem pencernaan. Fluoroskopi juga bisa dilakukan untuk membantu
dokter ketika melakukan kateterisasi jantung atau pemasangan ring
jantung.

9. Endoskopi

71
Endoskopi bertujuan untuk memeriksa organ dalam tubuh dengan
endoskop, yaitu alat berbentuk selang kecil yang elastis dan dilengkapi
kamera di ujungnya. Alat ini terhubung dengan monitor atau layar TV,
sehingga dokter dapat melihat kondisi organ dalam tubuh.

Pemeriksaan endoskopi biasanya dilakukan untuk memantau kondisi


saluran cerna dan mendiagnosis penyakit tertentu, seperti gastritis atau
peradangan pada lambung, tukak lambung, GERD, kesulitan

menelan, perdarahan saluran pencernaan, serta kanker lambung.

10. audiometri

Audiometri bertujuan mengetahui adanya gangguan pendengaran


sehingga diketahui antara lain: jenis ketulian (tuli kondusif atau tuli
sensoneural) dan derajat ketulian (gangguan dengar)menggunakan alat yang
dinamakan audiometri

11. Panoramic Radiology

72
Panoramic Radiology merupakan adalah salah satu fasilitas penunjang
yang di sediakan untuk mendapatkan gambar gigi secara keseluruhan
dari berbagai sudut dengan radiasi yang sangat kecil.

12. Radiologi

Untuk mendiagnosa kelainan pada organ tubuh seperti paru – paru ,


retak pada tulang.(Foto Thorak, BNO-IVP, HSG )

hal apa saja yang mesti dilakukan sebelum menjalani pemeriksaan


ini?

73
berikut beberapa persiapan yang akan disarankan dokter:

1. Puasa

2. Menahan Berkemih

3. Konsumsi Obat

4. Melepas Aksesoris

5. Pakaian Khusus

Kita akan diminta untuk mengenakan pakaian khusus yang telah


disediakan sebelum memasuki ruangan.

13. Spirometri

Untuk mengukur volume dan kapasitas paru – paru seseorang, dan


biasanya dilakukan pada karyawan yang lingkungan kerjanya terpapar/
terpajan debu secara ekstrim.

Ada berbagai persiapan yang harus dilakukan sebelum menjalani


pemeriksaan spirometri. Antara lain:

1. Jangan Merokok

74
Perokok aktif menjadi salah satu golongan yang dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan ini. Sebab, risiko penyakit paru-paru menjadi lebih besar pada
orang yang merokok. Saat akan menjalani tes ini, pastikan untuk tidak merokok,
setidaknya selama satu hari sebelum pemeriksaan spirometri.

2. Batasi Alkohol

Agar hasil pemeriksaan sempurna dan kondisi paru-paru bisa dipantau dengan
menyeluruh, hindari mengonsumsi minuman beralkohol sebelum melakukan
pemeriksaan ini. Sama seperti rokok, sebaiknya konsumsi minuman beralkohol
dihentikan beberapa hari sebelum menjalani tes spirometri.

3. Makan Secukupnya

Kamu juga tidak disarankan makan berlebihan sebelum menjalani tes ini. Sebab,
hal itu hanya akan menyebabkan gangguan pada pernapasan dan menyulitkan
jalannya pemeriksaan.

4. Pakaian yang Sesuai

Hindari mengenakan pakaian yang terlalu ketat saat akan menjalani


pemeriksaan spirometri. Ini bertujuan untuk menghindari gangguan pernapasan
dan membuat kamu bisa bernapas dengan lebih mudah. Sebab, kamu akan
diminta bernapas sebanyak beberapa kali selama pemeriksaan ini berlangsung.

5. Perhatikan Aktivitas Fisik

Karena pemeriksaan ini bertujuan untuk memantau kondisi paru, maka


sebaiknya hindari melakukan aktivitas terlalu berat atau berolahraga

75
sebelum menjalani spirometri. Hal itu bertujuan agar selama
pemeriksaan, paru-paru berada pada kondisi normal dan hasil yang
ditunjukkan pun bersifat akurat.

14. Treadmill

Untuk mengetahui kemampuan maksimal kerja jantung saat


melakukan aktifitas , sehingga dideteksi antara lain : Resiko Penyakit
Jantung Koroner ( PJK )Berat atau tidaknya PJK seseorang, Dosis aktivitas

/ olahraga bagi penderita PJK.

B. Tahap-tahap Pemeriksaan penunjang

Tahap-tahap pemeriksaan penunjang meliputi:

76
1. Persiapan alat

Dalam mempersiapkan alat yang akan digunakan selalu diperhatikan


instruksi dokter sehingga tidak salah persiapan dan berkesan profesional
dalam bekerja.

2. Persiapan pasien

Dalam mempersiapkan pasien yang perlu diperhatikan yaitu puasa,


obatyang diminum pasien saat menjalani pengobatan, Waktu
Pengambilan dan Posisi pengambilan sampel.

C. Alat-alat yang Digunakan untuk Melakukan Pengkajian


Penunjang
1. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Digunakan untuk mendiagnosa bagian struktur tubuh


manusia dengan
gelombang electromagnetic, yang tidak memberi efek radiasi
seperti sinar X. Alat ini sangat berguna untuk pemeriksaan
saraf, jaringan otot, jantung dan pembuluh darah dan tumor.
Semakin besar teslanya atau kekuatan magnetiknya semakin
baik kualitas gambarnya.

2. Lightspeed MSCT (MultiSlice Computer Tomography)

77
Lightspeed MSCT (MultiSlice Computer Tomography)
Scanner adalah alat diagnosa yang menggunakan sinar X untuk
memberikan
gambar 3 dimensi organ dalam tubuh. Kelebihan alat ini
memiliki sistem yang membantu mengurangi dosis sinar X
pada pasien sampai dengan 30%

3. Angiograph
Alat Angiografi ini digunakan sebagai alat diagnosa dan
pengobatan. Alat inimenggunakan sinar X untuk melihat
bagian dalam pembuluh darah yang tersumbat dan dengan
bantuan alat lainnya untuk tindakan balonisasi atau
pemasangan penyangga pembuluh darah/stent.

4. Mobile Fluorostar C-Arm


Adalah alat penting yang diggunakan dokter dalam kamar
operasi atau
tindakan medis.

5. Roentgen
alat rontgen merupakan suatu metode diagnostik dengan
menggunakan gelombang elektromagnetik berupa Sinar-X.

6. Mammografi

Alat Mammografi digunakan untuk mendiagnosa kanker


payudara padawanita, alat ini menggunakan sinar X untuk
menciptakan gambarnya yang dapat membedakan sel sehat
dan sel ganas/kanker.

7. Roentgen Paronamic

78
panoramik adalah pemeriksaan rontgen gigi dua dimensi
(2-D) yang menangkap seluruh mulut dalam satu gambar
tunggal, termasuk gigi, rahang atas dan bawah, sinus, struktur
dan jaringan di sekitarnya. Rahang adalah struktur
melengkung yang mirip dengan tapal kuda.

8. UltraSonoGraphy (USG)
Rumah sakit menyediakan USG 2-D, 3-D and 4-D. USG
digunakan untukmemeriksa organ bagian dalam dengan
gelombang suara. Pemeriksaan kehamilan, medical chek up
dan keadaan organ bagian dalam,dsb.

9. ElectroKardioGrafi (EKG)
Pemeriksaan untuk mengetahui fungsi jantung dan
mengecek kesehatanjantungnya.

10. EEG (ElectroEncephaloGrafi)


Pemeriksaan untuk mengetahui gelombang listrik dalam
otak 11. EMG (ElectroMyoGrafi) Pemeriksaan Aktivitas listrik
pada otot disaat istirahat dan bergerak. 12. Audiometri Alat
deteksi fungsi pendengaran dengan beberapa level intensitas
gelombang suara.

D. Fungsi dan Tujuan Pemeriksaan Penunjang


Fungsi dalam pemeriksaan penunjang, yaitu:

1. Skrining atau uji saring adanya penyakit subklinis,


dengan tujuan menentukan resiko terhadap suatu

79
penyakit dan mendeteksi dini penyakit terutama bagi
individu beresiko tinggi (walaupun tidak ada gejala atau
keluhan).
2. Konfirmasi pasti diagnosis, yaitu untuk memastikan
penyakit yang diderita seseorang, berkaitan dengan
penanganan yang akan diberikan dokter serta berkaitan
erat dengan komplikasi yang mungkin saja dapat terjadi.
3. Menemukan kemungkinan diagnostik yang dapat
menyamarkan gejala klinis.
4. Membantu pemantauan pengobatan.
5. Menyediakan informasi prognosis atau perjalanan
penyakit, yaitu untuk memprediksi perjalanan penyakit
dan berkaitan dengan terapi dan pengelolaan pasien
selanjutnya.
6. Memantau perkembangan penyakit, yaitu untuk
memantau perkembangan penyakit dan memantau
efektivitas terapi yang dilakukan agar dapat
meminimalkan komplikasi yang dapat terjadi.
Pemantauan ini sebaiknya dilakukan secara berkala.
7. Mengetahui ada tidaknya kelainan atau penyakit yang
banyak dijumpai dan potensial membahayakan.
8. Memberi ketenangan baik pada pasien maupun klinisi
karena tidak didapati penyakit.
Tujuan dalam pemeriksaan penunjang yaitu:

1. Untuk menambah data penunjang selain data


pemeriksaan fisikUntuk memberi kejelasan dan

80
kepastian tentang kesungguhan penyakit yang diderita
oleh pasien
2. Untuk memudahkan dokter dalam melakukan
diagnosis.

E. Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan


Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang (Laboratorium)

Tujuan pemeriksaan laboratorium, diantaranya untuk


mendeteksi adanya penyakit, menentukan faktor risiko penyakit,
memantau perkembangan penyakit dan memantau efektivitas
pengobatan. Hasil pemeriksaan laboratorium memiliki peranan
penting dalam pengambilan keputusan medis, karena itu akurasi
hasil menjadi suatu keharusan. Hasil pemeriksaan yang tidak
akurat dikarenakan persiapan pemeriksaan yang kurang optimal
akan menyebabkan tujuan pemeriksaan tidak tercapai dan dapat
mengakibatkan diagnosa yang kurang tepat dan berujung pada
penanganan medis yang kurang tepat pula.

Persiapan pasien tergantung dari jenis pemeriksaan yang akan dilakukan.


Berikut ini, kami sampaikan beberapa persiapan pemeriksaan yang
umum dianjurkan :

1. Pasien harus puasa minimal selama 10 jam sebelum pengambilan


darah, kecuali untuk pemeriksaan glukosa puasa minimal 8 jam. Untuk
pemeriksaan trigliserida, sebaiknya pasien puasa selama 12 jam.

81
2. Selama puasa, pasien tidak diperbolehkan makan dan minum, kecuali
air putih.

3. Hindari merokok, makan permen karet, minum kopi dan teh (tanpa
gula), alkohol, addictive drugs (seperti amphetamine, morphine, heroin,
cannabis) karena akan mempengaruhi hasil pemeriksaan.

4. Jangan berpuasa lebih dari 14 jam.

5. Jangan melakukan aktivitas berat seperti berolahraga sebelum


pengambilan darah.

6. Pengambilan darah sebaiknya dilakukan pagi hari, antara pukul 07.00 -


09.00. Hal ini karena pagi hari merupakan keadaan basal tubuh dimana
pada umumnya belum melakukan banyak aktivitas.

Terkadang sebagian pasien masih mengabaikan anjuran tersebut, baik


karena lupa, terlalu sulit dilakukan ataupun karena kesibukan yang tidak
memungkinkan pasien mengikuti anjuran tersebut. Padahal persiapan
pemeriksaan ini dibuat berdasarkan berbagai pertimbangan yang fokus
pada keselamatan pasien (patient safety).

E. PENGENDALIAN INFEKSI
Penyakit infeksi pada manusia merupakan salah satu masalah kesehatan
utama bagi negara-nega di dunia, termasuk Indonesia. Kejadian infeksi tidak
hanya berasal dari rumah sakit, tetapi dapat dari fasilitas pelayanan kesehatan

82
lainnya. Tidak terbatas infeksi kepada pasien namun dapat juga pada petugas
kesehatan dan pengunjung yang tertular pada saat berada di dalam lingkungan
fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan sumber infeksi dapat berasal dari
Komunitas (Community Acquired Infection) atau dari Fasilitas Kesehatan
(Healthcare-Associated Infections).

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya di bidang


pelayanan kesehatan, perawatan pasien tidak hanya dilayani dirumah sakit saja
tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan dirumah (home
care).

Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan


kesehatan untuk melindungi petugas, pasien dan pengunjung, sangat penting
bagi petugas dan pengambil kebijakan untuk memahami konsep dasar penyakit
infeksi terlebih dahulu.

 BATASAN INFEKSI
1. Kolonisasi: terdapatnya agen infeksi/mikroorganisme yang hidup,
tumbuh dan berkembang biak di tubuh pejamu tanpa disertai adanya
gejala klinik atau respon imun.
2. Pembawa (carrier): individu (pasien, petugas kesehatan) yang membawa
kuman patogen, dengan atau tanpa disertai gejala klinik.
3. Infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya
mikroorganisme patogen, dengan atau tanpa disertai gejala klinik .
4. Penyakit menular atau infeksius: adalah penyakit akibat mikroorganisme
patogen yang dapat berjangkit dari satu orang ke orang lain, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
5. Inflamasi (radang atau peradangan local): merupakan bentuk respon
tubuh terhadap suatu agen (mikroorganisme,trauma, pembedahan, luka
bakar atau kimiawi), yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor),

83
panas (kalor), kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan
fungsi.
6. Syndrome respon inflamasi sistematik (sistematyc inflammatory
response syndrome/SIRS): sekumpulan gejala klinik atau kelainan
laboratorium yang menggambarkan respon tubuh (inflamasi) yang
bersifat sitematik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih dari keadaan
beriku: (1) hipertemi(≥ 38,3° C ) atau hipotermi (<36℃), (2) takikardi
(>90 kali per menit), (3) takipnoe (>20 kali permenit), serta (4)
leukositosis (>12.000 L) atau leukopenia (<4.000L0 atau pada hitung
jenis leukosit jumlah sel muda (batang) lebih dari 10%. SIRS dapat
disebabkan oleh infeksi atau non-infeksi seperti trauma, pembedahan,
luka bakar, pankreatitis, atau gangguan metabolic. SIRS yang disebabkan
infeksi disebut SEPSIS.
7. Infeksi terkait layanan kesehatan (Healthcare-Associated infectins/HAIs):
infeksi yang terjadi pada pasien terkait proses pelayanankesehatan
rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, dimulai saat
pasien masuk rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan walaupun
belum ditemukan infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, hingga setelah
pasien pulang. HAIs ini juga termasuk infeksi akibat kerja para petugas
kesehatan.
 Rantai Infeksi

Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen/ mikroorganisme yang


menyebabkan sakit. Faktor-faktor yang saling mempengaruhi dan saling
berhubungan disebut rantai infeksi sebagai berikut:

84
1. Adanya mikroorganisme (Agent) yang infeksius mikroba penyebab
infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur, ataupun parasite. Penyebab
utama infeksi nosocomial biasanya bakteri dan virus dan kadang-
kadang jamur dan jarang oleh parasite.
2. Adanya reservoar sebagai tempat patogen untuk mempertahankan
hidup tetapi dapat/tidak berkembang biak. Reservoar paling umum
adalah manusia.
3. Adanya portal of exit/ pintu keluar. Pintu keluar dari manusia
biasanya melalui satu tempat dan beberapa tempat. Portal of exit yang
utama adalah saluran pernapasan, saluran cerna, kulit, darah, saluran
urinarius dan saluran urogenitalia.
4. Cara penularan. Penularan atau transmission adalah perpindahan
mikroba dari sumber ke host. Penyebaran dapat melalui kontak, lewat
udara dan vector.
5. Adanya porta of entry/ pintu masuk tempat masuknya kuman dapat
melalui kulit, dinding mukosa, saluran cerna, saluran pernapasan dan
saluran urogenitalia. Mikroba yang terinfeksius dapat masuk ke

85
saluran cerna melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi
seperti: E.coli, Shigella.
6. Penderita (Host) yang rentan. Masuknya kuman ke dalam tubuh
penderita tidak selalu menyebabkan infeksi. Yang memegang peranan
sangat penting adalah mekanisme pertahanan tubuh hostnya.
Mekanisme pertahanan tubuh secara non spesifik antara lain adalah
kulit, dinding mukosa dan secret, kelenjar-kelenjar tubuh.
 Kewaspadaan Isolasi

Kewaspadaan isolasi adalah tindakan pencegahan dan pengendalian


infeksi yang disusun oleh CDC dan harus diterapkan dirumah sakit dan
pelayanan kesehatan lainnya. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk
menurunkan resiko transmisi penyakit dari pasien ke pasien lain atau pekerja
medis. Kewaspadaan isolasi memiliki dua pilar atau tingkatan, yaitu
Kewaspadaan Standar (Standard/Universal Precautions) dan kewaspadaan
berdasarkan cara transmisi (Transmission Based Precautions) (Akib et al,2008).

1. Kewaspadaan Standasr (Sandard/Universal Precautions)

Kewaspadaan standar adalah kewaspadaan dalam pencegahan dan


pengendalian infeksi rutin dan harus diterapkan pada setiap pasien di semua
fasilitas kesehatan. Kewaspadaan standar yaitu tindakam pengendalianinfeksi
yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko
penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh
berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas
kesehatan (Nursalam,2007).

Tindakan dalam kewaspadaan standar yaitu:

a. Kebersihan tangan

86
b. APD: sarung tangan, masker, goggle, face shield, gaun.
c. Peralatan perawatan pasien.
d. Pengendalian lingkungan.
e. Penatalaksanaan linen.
f. Pengelolaan limbah tajam/perlindungan dan kesehatan karyawan.
g. Penempatan pasien.
h. Hygiene respirasi/etika batuk
i. Praktek menyuntik aman
j. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal fungsi

2. Kewaspadaan berdasarka transmisi


Kewaspadaan berdasarkan transmisi merupakan tambahan untuk
kewaspadaan standar, yaitu tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi
yang dilakukan setelah jenis infeksinya sudah terdiagnosa atau diketahui
(Muchtar,2014). Berdasarkan pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah
sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya tahun 2008, jenis kewaspadaan
berdasarkan transmisi sebagai berikut:

a. kewaspadaan transmisi kontak

kewaspadaan transmisi kontak ini ditujukan untuk menurunkan resiko


transmisi mikroba yang secara epidemiologi ditransmisikan melalui
kontak langsung dan tidak langsung.

1. Kontak Langsung

87
Meliputi kontak permukaan kulit terluka/abrasi yang rentan/petugas
kesehatan dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Missal perawat
membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, dokter
bedah dengan luka basah saat mengganti perban, petugas tanpa sarung tangan
merawat oral pasien HSV atau scabies.

2. Transmisi kontak tidak langsung

Terjadi kontak antara orang yang rentan dengan benda yang


terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan, instrument yang
terkontaminasi, jarum, kasa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau
sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang
lainnya, dan melalui mainan anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien
terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati
dilingkungan pasien.

b. Kewaspadaan transmisi droplet

Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar terhadap pasien


dengan infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat
ditransmisikan melalui droplet(>5 um). Droplet yang besar terlalu berat untuk
melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak 1 m dari sumber. Transmisi
droplet melibatkan kontak konjungtiva atau mukosa membrane hidung/mulut,
orang rentan dengan droplet partikel besar mengandung mikroba berasal dari
pasien pengidap atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara,
selama prosedur suctin, bronkhskopi.

c. Kewaspadaan transmisi melalui udara (airborne precautions)

88
Kewaspadaan transmisi melalui uaraditerapkan sebagai tambahan
kewaspadaan standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui
terinfeksi mikroba yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui
jalur udara. Seperti transmisi partikel terinhalasi (varicella zoster) langsung
melalui udara.

 Penggunaan Alat Pelindung Diri

APD merupakan solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala


macam kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia. APD digunakan untuk
melindungi kulit dan merman mukosa petugas kesehatan dari resiko
terpaparnya darah, secret, ekskreta, kulit yang tidak utuh, dan selaput lender
pasien serta semua jenis cairan tubuh pasien.

 Mencuci tangan

89
Mencuci tangan merupakan salah satu bagian penting dalam penggunaan

Menurut WHO (2009) ada 5 moments hand hygiene, yaitu: 1) sebelum


kontak dengan pasien, 2) sebelum melakukan prosedur bersih/aseptic, 3)
setelah kontak dengan cairan tubuh pasien resiko tinggi, 4) setelah kontak
dengan pasien, 5) setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien.

A. Patient Safety

Keselamatan pasien atau Patient Safety di definisikan sebagai upaya


menghindari, mencegah dan memperbaiki hasil yang merugikan pasien atau
cidera akibat dari proses keperawatan kesehatan (US National Patient Safety
Foundation,1999).

90
Keselamatan pasien adalah prinsip paling fundamental dalam pemberian
pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling
kritis dri manajemen kualitas.

Dalam proses keperawatan terdapat lima tahapan:

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses


keperawatan. Dalam proses pengkajian, seorang perawat bertugas untuk
mengumpulan informasi berkenaan dengan kondisi pasien, baik melalui pasien
pribadi ataupun melalui keluarga, rekam medis, tenaga kesehatan, dan lainnya.
Informasi yang di kumpulkan oleh seorang perawat haruslah berupa fakta dan
actual.

Keselamatan awal seorang pasien ditentukan dari cara seorang perawat


melakukan proses pengkajian. Seorang perawat harus mampu mengumpulkan
informasi mengenai kondisi pasien secara akurat, cepat, dan actual. Jika seorang
perawat melakukan kesalahan pada tahap selanjutnya yang dapat mengancam
keselamatan nyawa pasien. oleh karena itu, pada tahap ini perawat harus
mampu mengidentifikasi secara benar dan meningkatkan komunikasi secara
efektif agar tidak terdapat informasi yang salah dimengerti oleh perawat atau
informasi yang tidak tepat dan tidak cukup.

2. Diagnose Keperawatan

Diagnose keperawatan adalah menganalisis data subjektif dan objektif


untuk membuat diagnose keperawatan. Diagnose ini merupakan dasar bagi
seorang perawat merumuskan tindakan keperawatan. Analisis data yang telah
didapatkan oleh seorang perawat merupakan kunci keberhasilan dalam proses
keperawatan. Seorang perawat harus mampu mendiagnosa kondisi tubuh
pasien dan kebiasaan pasien secara tepat dan teliti. Jika terdapat kesalahan pada

91
saat perawat melakukan proses diagnose atau terdapat hal yang terlewatkan
oleh perawat, maka rencana tindakan yang akan disusun menjadi tidak tepat.
Oleh karena itu, dalam melakukan proses diagnose, seorang perawat harus
mampu berpikir kritis dan tepat sehingga tidak terjadi kesalahan yang dapat
mengancam nyawa pasien.

3. Intervensi

Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang


dapat mencapai tiap tujuan khusus. Perencanaan keperawatan meliputi
perumusan tujuan, tindakan, dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan pada
klien berdasarkan analisis pengkajian. Perencanaan meruakan dasar bagi
seorang perawat dalam melaksanakan implementasi.oleh karena itu, pada tahap
ini perawat harus mampu menyusun rencana tindakan yang akan diberikan
kepada pasien secara sistematis dan tepat. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi
kekurangan yang dapat mengancam keselamatan pasien saat proses
implementasi dijalankan.

4. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana


keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi,1995).
Jalannya proses implementasi harus mendukung keselamatan pasien. perawat
saat melakukan proses implementasi harus menjamin bahwa tindakan yang
akan dilakukan adalah tindakan yang tepat. Perawat juga harus mampu menilai
kemampuan secara pribadi dalam melaksanakan proses implementasi agar
tidak terjadi kesalahan saat memberikan tindakan pada pasien. Selain itu,
keselamatan pasien juga ditentukan dari peralatan medis dan lingkungan sekitar
pasien. Hal tersebut perlu diperhatikan agar pasien dapat terhindar dari infeksi
lain akibat lingkungan diluar tubuhnya.

92
5. Evaluasi

Evaluasi mengacu pada penilaian, tahapan, dan perbaikan. Pada tahap ini
perawat menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat
berhasil atau gagal. Proses evaluasi merupakan cermin bagi seorang perawat
terhadap setiap tindakan yang telah dilakukannya. Jika pada saat melakukan
proses evaluasi perawat menemukan tindakan atau kejadian yang salah, maka
hal-hal tersebut dapat segera diperbaiki sehingga dapat mencegah terjadinya
kondisi buruk pada pasien serta menjaga keselamatan pasien.

Oleh karena itu, proses keperawatan sangat berhubungan dengan patient


safety atau keselamatan pasien. proses tersebut dikatakan berhubungan karena
apabila seorang perawat melakukan kesalahan saat menjalani salah satu proses
keperawatan dalam menangani pasien, maka kesalahan tersebut akan
memungkinkan timbulnya kecelakaan kerja yang dapat mengancam
keselamatan pasien.

 Aplikasi Patient Safety

Pelayanan keperawatan yang baik adalah pelayanan keperawatan yang


memperhatikan keselamatan pasien. setiap tindakan keperawatan yang
dilakukan beserta dengan peralatan medisdan lingkungan sekitar sudah
seharusnya dikondisikan secara sempurna untuk menunjang keselamatan
pasien. oleh karena itu, diperlukan pengkajian terhadap keselamatan pasien.
pengkajian tersebut meliputi pengkajian dalam bidang sebagai berikut:

93
a. Struktur
b. Lingkungan
c. Peralatan dan teknologi
d. Proses
e. Orang
f. Budaya

94
Mengacu kepada enam hal tersebut, maka aplikasi keselamatan pasien
dapat dilakukan pada tempat dan dengan standar aplikasi sebagai berikut:

a. Kamar Operasi

Kamar operasi adalah suatu unit khusus di dalam rumah sakit yang berfungsi
sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan, baik efektif maupun
akut. Secara umum, lingkungan kamar operasi terdiri dari tiga srea, yaitu:

1. Area bebas terbatas (unrestricted area)


Pada area ini petugas dan pasien tidak perlu menggunakan pakaian
khusus kamar operasi.
2. Area Semi Ketat ( semi restricted area)
Pada area ini petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar
operasi yang terdiri atas topi, masker, baju, dan celana operasi.
3. Area ketat atau terbatas (restricted area)
Pada area ini petugas wajin mengenakan pakaian khusus kamar
operasi lengkap dan melaksanakan prosedur aseptic. Selain itu,
petugas wajib mengenakan pakaian khusus kamar operasi lengkap.

95
b. Unit Gawat Darurat

Unit gawat darurat (UGD) adalah satu unit dalam rumah sakit yang
menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cidera
yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Sifat pasien yang mendapatkan
perawatan di UGD adalah sebagai berikut:

1. Perlu mendapatkan pertolongan segera, cepat, tepat, dana man.


2. Mempunyai masalah patologis, psikologis, lingkungan, dan keluarga.
3. Perlu mendapatkan informasi secara cepat dan tepat.
4. Unik

Aplikasi keselamatan pasien dalam unit gawat darurat dapat dilakukan


dengan cara:

1. Fasilitas yang tersedia dalam UGD telah tersedia dengan lengkap.


2. Peralatan medis yang tersedia di UGD adalah alat yang steril
3. Menggunakan alat injeksi sekali pakai

Berbeda dengan pasien yang memperoleh perawatan di ruang rawat inap


biasa. Pasien yang dirawat di ICU mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi
terhadap perawat dan dokter. Pasien yang berada di ruang ICU adalah pasien
yang berada dalam keadaan kritis atau kelumpuhan sehingga segala sesuatu
yang terjadi pada diri pasien hanya dapat diketahui melalui monitoring yang
baik dan teratur.

96
Pencegahan dan Penanganan Risiko Jatuh

Jatuh merupakan suatu yang umum yang terjadi pada lansia, orang sakit,
atau orang cedera yang sedang lemah. Untuk mencegah klien jatuh dan
mengalami cedera karenanya, perawat harus mempertimbangkan pedoman
pencegahan jatuh di tempat pelayanan kesehatan.

Risiko jatuh dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya salah


memperkirakan jarak dari tempat tidur ke lantai, merasa lemah atau pusingpada
saat mencoba untuk bangun, merubah posisi terlalu cepat dan kehilangan
keseimbangan ketika mencoba untuk bangun dari kursi. Hal ini umum terjadi
khususnya pada pasien usia lanjut, penyebab lain meliputi tidak mengenal
lingkungan sekelilingnya, meminum obat yang membuat kesadaran mereka
terhadap lingkungan berkurang, berada di tempat gelap, gangguan status mental
(misalnya: bingung atau disorientasi), gangguan mobilitas (misalnya: gangguan
berjalan, kelemahan fisik, menurunnya mobilitas tungkai bawah, gangguan
keseimbangan), riwayat jatuh sebelumnya, obat-obatan (sedatif dan penenang,
obat-obatan yang berlebihan), berkebutuhan khusus dalam hal toileting
(memerlukan bantuan untuk buang air, mengalami inkontinensia, diare, tidak
dapat menahan keinginan buang air) dan usia lanjut. Hal ini tentu akan
merugikan pasien terutama secara fisik, maka dari itu staff medis harus sangat

97
memperhatikan kondisi pasien dengan assesment risiko jatuh yang dengan
menggunakan instrument yang tepat.

Pelaksanaan program kegiatan manajemen risiko pasien jatuh


merupakan upaya yang dilakukan untuk kegiatan manajemen risiko pasien jatuh
merupakan upaya yang dilakukan untuk mencegah maupun menangani pasien
dengan risiko jatuh maupun pasien yang mengalami insiden jatuh sehingga
mengantisipasi terjadinya cedera fisik pada pasien serta untuk meningkatkan
mutu rumah sakit.

Ada beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan perawat untuk


menurunkan resiko terjadinya cedera pada klien akibat gerakan yang berbahaya
baik ketika berada atau tidak berada di tempat tidur atau kursi. Langkah
pertama yang dapat dilakukan adalah melakukan pengkajian keamanan.

Australia telah menjadi salah satu pelopor pelaporan kejadian dalam


praktik umum, dan studi oleh Badan Ancaman terhadap Keselamatan Pasien
Australia (Threats to Australian Patient Safety / TAPS) adalah salah satu analisis
insiden keselamatan pasien yang paling komprehensif di dunia internasional
(Australian Commision on Safety and Quality in Health Care, 2010).

TAPS dan penelitian lainnya telah mengidentifikasi dua jenis insiden


keselamatan pasien yang luas:

1. Insiden terkait dengan proses perawatan, termasuk proses administrasi,


investigasi, perawatan, komunikasi dan pembayaran. Ini adalah jenis
kejadian umum yang dilaporkan (berkisar antara 70% -90% tergantung
pada penelitian).

2. Insiden terkait dengan pengetahuan atau keterampilan praktisi, termasuk


diagnosis yang tidak terjawab atau tertunda, perlakuan salah dan
kesalahan dalam pelaksanaan tugas.

98
Adapun istilah insiden keselamatan pasien yang telah dikenal secara luas
berikut definisinya yaitu:

1. Insiden Keselamatan Pasien (IKP) / Patient Safety Incident adalah setiap


kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi
mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian dan lain-lain)
yang tidak seharusnya terjadi.

2. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event adalah suatu kejadian


yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena
suatu tindakan (“commission”) atau karena tidak bertindak (“omission”),
bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.

3. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss adalah suatu insiden yang
belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak menyebabkan cedera
pada pasien.

4. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke


pasien, tetapi tidak menimbulkan cedera, dapat terjadi karena
“keberuntungan” (misal: pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi
tidak timbul reaksi obat), atau “peringanan” (suatu obat dengan reaksi
alergi diberikan , diketahui secara dini lalu diberikan antidotumnya).
5. Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable circumstance” adalah
kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbukan cedera, tetapi belum
terjadi insiden.

6. Kejadian Sentinel (Sentinel Event) yaitu suatu KTD yang


mengakibatkan kematian atau cedera yang diharapkan atau tidak dapat
diterima seperti: operasi pada bagian tubuh yang salah.

99
Kesalahan medis jarang diakui pasien, hampir tidak pernah disebutkan
dalam jurnal medis dan bahkan tidak dipertimbangkan oleh pemerintah;
Penelitian tentang keselamatan dalam pengobatan dianggap paling baik
sebagai topik pinggiran dan paling buruk. Kenyataan bahwa ribuan, mungkin
jutaan, orang-orang dilecehkan dengan tidak perlu dan sejumlah besar uang
terbuang sepertinya telah luput dari perhatian semua orang. Dari pemahaman
kami saat ini, ini nampaknya merupakan urusan yang aneh. Seolah-olah sebuah
epidemi berkecamuk di suatu negara tanpa ada yang memperhatikan atau
mengganggu untuk diselidiki.

- Pasien yang salah menanggapi panggilan di ruang tunggu, catatan


dimasukkan ke file pasien lain.
 PROTOKOL PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PASIEN JATUH

Standar Resiko Rendah

 Orientasi ruangan

 Posisi tempat tidur rendah dan ada pengganjal (rem) pada roda tempat
tidur
 Ada pengaman di samping tempat tidur dengan/atau sisi pengaman
 Mempunyai luas tempat tidur yang cukup untuk mencegah tangan, kaki
dan bagian tubuh lainnya terjepit atau menggantung

100
Standar Resiko Tinggi

 Memberikan tanda pengenal berupa gelang identitas pada pasien dengan


warna kuning.
 Terdapat tanda peringatan pasien resiko jatuh
 Pemberiaan informasi kepada pasien dan keluarga tentang protokol
pencegahan pasien jatuh.
 Membantu pasien saat akan melakukan mobilisasi
 Penempatan tempat tidur disesuaikan dengan perkembangan pasien.
 Alat yang tidak dibutuhkan dipindahkan atau dijauhkan dari lingkungan
pasien.
Penanganan Pasien Jatuh
 Segera lakukan pertolongan terhadap pasien tersebut
 Nilai apakah terdapat cedera akibat jatuh
 Nilai tanda-tanda vital
 Nilai adanya keterbatasan gerak
 Laporkan pada dokter
 Ikuti prosedur monitoring pasien, observasi/pantau pasien sesuai
kondisi
 Catat dalam status rekam medis
 Segera buat laporan insidennya dengan mengisi formulir laporan insiden
pada akhir jam kerja/ shift kepada atasan langsung paling lambat 2X24
jam
 Nilai faktor instrinsik dan ekstrinsik
 Mempertimbangkan teknologi untuk mencegah kejadian pasien jatuh
terulang.
B. Pengertian Infeksi Nosokomial

101
Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh
yang disertai suatu gejala klinis baik local maupun sistematik infeksi yang
muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai
menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu di rawat atau setelah selesai
dirawat disebut infeksi nosocomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah
sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan
bahwa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan
infeksi yang rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit
dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat.

Infeksi nosocomial disebabkan oleh adanya infeksi dari kateter urin,


infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi
dan septicemia. Pemakaian infus dan kateter urin lama yang tidak di ganti-ganti.
Diruang penyakit dalam, diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infus.

Beberapa faktor dibawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi


kanula intravena yaitu: jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui
venaseksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipasang pada
tungkai bawah, tidak mengindahkan pronsip anti sepsis, cairan infus yang
hipertonik dan darah tranfusi karena merupakan media pertumbuhan
mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tets
obat, manipulasi terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung
kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bacteremia.

Infeksi yang muncul selama seserorang itu di rawat dirumah sakit dan
mulai menunjukkan suatu gejala selama dirawat atau setelah selesai dirawat
disebut infeksi nosocomial. Infeksi iatrogenic merupakan jenis infeksi
nosocomial karena prosedur diagnostic atau terapeutik.

102
Berikut adalah contoh infeksi nosocomial:

a. Infeksi Saluran Kemih

Infeksi ini merupakan kejadian tersering, sekitar 40% dari infeksi


nosocomial, 80% infeksinya dihubungkan dengan pengguna kateter urin.
Organisme yang bisa menginfeksi biasanya E.coli, klebsiella, proteus,
pseudomonas, atau enterococcus. Penyebab paling utama adalah kontaminasi
tangan atau sarung tangan ketika pemasangan kateter, atau air yang digunakan
untuk membesarkan gallon kateter. Dapat juga karena sterilisasi yang gagal dan
teknik septik dan aseptic.

b. Pneumonia Nosokomial

Pneumonia nosocomial dapat muncul, terutama pasien yang


menggunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan
NGT, dan terapi inhalasi. Kuman penyebab infeksi ini seperti klebsiella,
dan pseudomonas. Organisme ini sering berada di mulut, hidung,
kerongkongan, dan perut. Keberadaan organisme ini dapat menyebabkan
infeksi karena adanya aspirasi oleh organism eke traktus respiratorius
bagian bawah. Penyakit yang biasa ditemukan adalah: respiratory
syncytial virus dan influenza.

c. Bakteriemi Nosokomial

Infeksi ini memiliki resiko kematian yang sangat tinggi, terutama


disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotika seperti staphylococcus
dan candida. Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti
jarum suntik, kateter urin, dan infus. Faktor utama penyebab infeksi ini
adalah panjangnya kateter, suhu tubuh saat melakukan prosedur
invasive, dan perawatan dari pemasangan kateter dan infus.

103
C. Tipe Mikroorganisme yang Menyebabkan Infeksi

Penyebab infeksi dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

1. Bakteri

Bakteri merupakan penyebab terbanyak dari infeksi. Ratusan spesies


infeksi dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan dapat
hidup di dalamnya, bakteri bisa masuk melalui udara, air, tanah,
makanan, cairan dan jaringan tubuh dan benda mati lainnya.

2. Virus

Virus terutama berisi asam nukleat (nucleid acid), karenanya harus


masuk sel hidup untuk di produksi.

3. Fungi

Fungi terdiri dari ragi dan jamur

4. Parasit

Parasite hidup di dalm organisme hidup lain, termasuk kelompok


parasite adalah protozoa, cacing dan arthropoda.

D. Dampak Infeksi Nosokomial

Infeksi nosocomial dapat memberikan dampak sebagai berikut :

1. Menyebabkan cacat fungsional, serta stress emosional, dan dapat


menyebabkan cacat yang permanen serta kematian.
2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan pravalensi HIV/AIDS
yang tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan di berbagai Negara yang tidak mampu,
dengan meningkatkan lama perawatan dirumah sakit, pengobatan
dengan obat-obat mahal, dan penggunaan pelayanan lainnya.

104
4. Mordibitas, dan mortalitas semakin tinggi.
5. Adanya tuntutan secara hukum.
6. Penurunan citra rumah sakit.

E. Pengendalian dan PencegahanInfeksi Nosokomial

Perawat sebagai salah satu komponen sumber dya manusia (SDM)


dalam sistem pelayanan kesehatan dirumah sakit, yang bertugas
langsung pada garis depan dan mempunyai waktu lebih banyak
berhadapan dengan pasien, tanpa mengabaikan peran tenaga kerja
lainnya. Mutu pelayanan rumah sakit sebagian ditentukan juga oleh
perawat. Dimensi mutu pelayanan rumah sakit yang luas dapat berubah
sebagai dinamisasi dan adaptasi perkembangan waktu dan tuntutan
pasien. Akhir-akhir ini mutu pelayanan yang berorientasi pada
keselamatan pasien menjadi lebih menonjol (Prahasto, 2008).

Beberapa faktor yang mendorong penyebaran mikroba resisten


difasilitas antara lain kurangnya perhatian pada tindakan pencegahan
infeksi dasar, penggunaan alat tanpa disinfeksi, keterbatasan fasilitas cuci
tangan. Penggunaan antibiotika yang bijak dan rasional dapat
mengurangi beban penyakit, khususnya penyakit infeksi. Sebaliknya,
penggunaan antibiotika secara luas pada manusia dan hewan tidak sesuai
indikasi, mengakibatkan meningkatnya resistensi antibiotika secara
signifikan.

Infeksi nosocomial merupakan masalah serius bagi rumah sakit.


Kerugian yang ditimbulkan sangat membenbani rumah sakit dan pasien.
pencegahan dan pengendalian infeksi nosocomial merupakan upaya
penting dalam meningkatkan mutu pelayanan medis rumah sakit.

105
Kewaspadaan Standar Komponen utama yaitu standar
pencegahan dan pengendalian infeksi nosocomial dalam tindakan
operasional mencakup kegiatan sebagai berikut:

1. Mencuci tangan

Mencuci tangan sebaiknya dilakukan pada air yang mengalir dan dengan
sabun yang digosokkan selama 15-20 detik. Mencuci tangan dengan sabun biasa
dan air bersih adalah sama efektifnya mencuci tangan dengan sabun
antimikroba.

2. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri yang paling baik adalah yang terbuat dari bahan yang
telah diolah atau bahan sintetik yang tidak tembus oleh cairan. Sarung tangan
melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan dapat
melindungi pasien dari mikroorganisme yang terdapat di tangan petugas
kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) yang paling penting
untuk mencegah penyebaran infeksi. Satu pasang sarung tangan digunakan
untuk setiap pasien sebagai upaya menghindari kontaminasi silang.

106
3. Penggunaan Antiseptik
Larutan antiseptic dapat digunakan untuk mencuci tangan terutama pada
tindakan bedah, pembersihan kulit sebelum tindakan bedah atau tindakan
bedah invasive lainnya. Instrument yang kotor, sarung tangan bedah dan
barang-barang lain yang digunakan kembali dapat diproses dengan
dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
untuk mengendalikan infeksi.

107
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawat yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien agar dapat
mengidentifikasi mengenali masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien baik fisik, mental sosial, dan lingkungan.

Pemeriksaan fisik adalah sebuah proses dari seorang ahli medis


memeriksa tubuh pasien untuk menemukan tanda klinis penyakit. Hasil
pemeriksaan akan dicatat dalam rekam medis. Pemeriksaan fisik dan rekam
medis akan membantu dalam penegakan diagnosis dan perencanaan perawatan
pasien. Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk menentukan status kesehatan
pasien, mengidentifikasi masalah pasien dan mengambil data dasar untuk
menenrukan rencana tindakan keperawatan.

Tanda-tanda vital adalah suatu standar nilai yang digunakan untuk


mengukur fungsi dasar tubuh. Pengukuran Tanda-Tanda Vital (TTV) dilakukan
dengan tujuan untuk menggambarkan kondisi kesehatan seseorang secara umum.
Pengukuran Tanda-Tanda Vital (TTV) juga dapat memberikan petunjuk mengenai
penyakit yang sedang diderita seseorang, serta menggambarkan tingkat efektifitas
perawatan yang dijalani.

Diagnostik keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial


dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat mampu dan
mempunyai kewenangan standar praktik keperawatan dan kode etik keperawatan
yang berlaku di Indonesia ( Gordon,1976 dalam nursalam, 2004;59 ).

108
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di dalam
tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh
oleh mikroorganisme dan berproliferasi dalam jaringan tubuh (Kozier, et al, 1995).

Patient Safety atau dalam bahasa Indoneisa keselamatan pasien. Keselamatan


didefinisikan sebagai kebebasan dari cedera psikologis dan fisik. Ini merupakan
salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Pelayanan kesehatan dengan
cara yang aman dan dalam lingkungan masyarakat yang aman merupakan hal
penting untuk kesejahteraan dan ketahanan hidup pasien.

109
DAFTAR PUSTAKA

https://www.slideshare.net/chuliecsztstefanerszt/pemeriksaan-lab-dan-
diagnostik-60782186

http://aouraito.blogspot.com/2014/11/makalah-pemeriksaan-labor-dan-
diagnostik.html

http://.papermakalah.com/2017/09/makalah-patient-safety.html

https://id.scribd.com/document/436633170/pengkajian-anamnesa

https://www.academia.edu/43260952/Makalah-Pengkajian-Tanda-Tanda-
Vital-TTV-Vital-Sign

https://odemedia.blogspot.com/2018/01/makalah-pemeriksaan-fisik-head-
toe-toe.html?m=1

110

Anda mungkin juga menyukai