Anda di halaman 1dari 6

Dakwah Sebagai Suatu Disiplin

Asep Hilmi Muhamad Sidik


Universitas Islam Sunan Gunung Djati Bandung
Asephilmi10@gmail.com

Abstrak
Hingga saat ini, masih banyak beberapa masyarakat yang mempertanyakan terkait keilmuan dakwah,
apakah dakwah termasuk ke dalam suatu ilmu atau pengetahuan. Selain itu, sebagian kaum muslimin
beranggapan bahwa dakwah hanyalah kegiatan memberikan peringatan, menyampaikan keutamaan Islam
dan adab-adab dalam Islam kepada orang lain, bukan sebuah ilmu yang harus dipelajari dan tidak perlu
spesialis yang professional untuk menyampaikan pesan-pesan agama. Untuk itu, diperlukan kajian
literatur berupa aspek epistimologi, ontologi, dan aksiologi terhadap ilmu dakwah.
Kata Kunci: Dakwah, ilmu, pengetahuan

PENDAHULUAN
Dakwah pada mualanya dipahami sebagai perintah Allah yang tertuang dalam Al-Quran. Bagi setiap
muslim yang taat kepada Allah. Maka perintah berdakwah wajib dilaksanakan. Ketika dakwah
dilaksanakan dengan baik, lalu di sadari bahwa dakwah itu merupakan suatu kebutuhan hidup manusia
maka dakwah punmenjadi suara aktivitas setiap muslim kapan pun dan dimana pun mereka berada.
Kemudian aktivitas dakwah pun berkembang dalam berbagai situasi dan kondisi dengan berbagai
dinamikanya. Dalam perkembangan terakhir di indonesia khusunya dalam lingkungan perguruan tinggi
agama islam, dakwah telah berkembang menjadi suatu ilmu dan kedudukannya di sejajarkan dengan
disiplin ilmu ilmu islam lainnya. Seperti ilmu fiqih, tafsir, hadist, aqidah, akhlak, tasawuf dan
sebagainya.1
Pada sisi lain, perbidangan ilmu ilmu keislaman telah lama dilakukan yang merupakan sistem keilmuan
islam. Secara umum ilmu ilmu yang berkembang dalam sejarah islam meliputi ilmu alquran ilmu hadist,
ilmu tafsir, bahasa arab, ilmu kalam atau teologi, fiqih siyasah atau tata hukum negara, pendidikan islam,
tasawuf, taraqat, sejarasain islam, peradaban islam, politik, ahklak, ilmu dakwah, perdaban islam,
perbandingan agama, kebudayaan islam, studi bahasa bahasa dan sastra sastra islam dan seterusnya.
Berdasarkan pembidangn tersebut ilmu dakwah merupakan salah satu disiplin ilmu yang telah mendapat
pengakuan sebagai ilmu yang dapat dan mampu berdiri sendiri berdasarkan syarat syarat kei ilmuan
kedudukan dakwah sesungguh nya samaa dengan disiplin ilmu lainnya dalam islam, akan tetapi ilmu
dakwah termasuk ilmu yang relatif mudah, sehingga dapat sebaian pihak yang masih mempersoalkan
aspek episteimologinya. Sementara dari aspek aksiologi tampaknya sudah demikian kokoh. 2
Pada aspek aksiologi aspek keberadaan ilmu dakwaah cukup dirasakan urgensinya dan mempunyai
kedudukan yang sangat strategis. Keberadaan dakwah islam disebut strategis karena pada tahap
operasionalnya kegiatan dakwah yang lebih dominan berperan dalam sosialisasi dan pelembagaaan

1
Abdullah. 2002. Kajian Epistemologi, Konsepsi dan Aplikasi Dakwah. IAIN Press: Medan.
2
Abu al-Fatḥ al-Bayānūnī, al- Madkhal ila ‘Ilmi al- Daʻwah, Muassasah AlRisalah.
konsep konse islam ditengah tengah masyarakat. Karena itu, tanpa kegiatan dakwah tentu upaya
pengembangan dan pemasyarakatan sistem keilmuan islam menjadi tambah.
Abu al-Fatḥ al-Bayānūnī berpendapat secara tegas bahwa dakwah Islam adalah ilmu, bukan gerakan
serampangan dan tidak sistemastis. Dakwah sejak generasi awal adalah gerakan ilmiah dan amaliyah serta
memiliki kekhasan dalam epistemologi, ontologi, dan aksiologinya. Masih menurut beliau, ilmu ini
bertolak dari kaidah-kaidah ilmiah serta memiliki kriteria-kriteria syariat yang jelas. Ia adalah profesi
manusia paling mulia, yaitu Muhammad saw, dan begitu juga para rasul sebelumnya. Pendapat tersebut
beliau dukung dengan sejarah dakwah, ontologi, epistemologi, dan aksiologi dari ilmu dakwah.
Hingga saat ini, masih banyak beberapa masyarakat yang mempertanyakan terkait keilmuan dakwah,
apakah dakwah termasuk ke dalam suatu ilmu atau pengetahuan. Selain itu, sebagian kaum muslimin
beranggapan bahwa dakwah hanyalah kegiatan memberikan peringatan, menyampaikan keutamaan Islam
dan adab-adab dalam Islam kepada orang lain, bukan sebuah ilmu yang harus dipelajari dan tidak perlu
spesialis yang professional untuk menyampaikan pesan-pesan agama.

KAJIAN LITERATUR
A. Kontribusi Filsafat dalam Ilmu Dakwah
Filsafat ilmu’ itu sendiri yang seringkali dipahami sebagai padanan atau persamaan dari filsafat
pengetahuan, filsafat ilmu pengetahuan, filsafat ilmu hukum, filsafat ilmu politik, dan lain sebagainya.
Sementara ‘filsafat ilmu’ itu adalah sendiri dan berbeda samasekali dengan padanan seperti tersebut di
atas yang sering diasumsikan oleh sebagian mahasiswa terutama.
Secara mudah filsafat ilmu itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu kajian yang akan menjawab
pertanyaan tentang hakikat ilmu, ditinjau dari ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Hal ini dilakukan
secara sistematis dan mendalam. Sehingga filsafat ilmu tidak berpanjang lebar menjelaskan tentang
sejarah dari filsafat, teori dan konsep yang ada dalam diri filsafat, berbagai cabang filsafat, melainkan
membahas substansi dari filsafat itu sendiri.
Mengingat betapa pentingnya ilmu pengetahuan bagi kelangsungan hidup manusia, maka para filosuf
terdahulu telah berupaya membangun pola pikir yang logis dan sistematis berkenaan dengan kajian
terhadap ilmu pengetahuan. Kajian ini telah mendorong lahirnya filsafat ilmu, yaitu suatu cabang ilmu
pengetahuan yang membahas tentang ilmu itu sendiri.
Secara umum para ahli filsafat sepakat mengelompokkan studi filsafat ilmu pengetahuan itu menjadi 3
(tiga) aspek utama, yaitu aspek Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Ontologi lebih memfokuskan
pembahasannya di sekitar hakikat dari suatu ilmu pengetahuan, epistemologi menekankan pentingnya
cara atau metodologi ilmu pengetahuan dan aksiologi lebih banyak membahas tentang aspek manfaat atau
nilai guna dari ilmu itu sendiri.3

B. Ilmu Dakwah berdasarkan Aspek Ontologi


3
Judistira K. Garna. 1996. Ilmu Sosial – Dasar – Konsep dan Posisi. Program Pasasarjana Universitas Padjadjaran:
Bandung.
Ontologi ialah suatu kajian keilmuan yang berpusat pada pembahasan tentang hakikat. Ketika ontologi
dikaitkan dengan filsafat pendidikan, maka akan munculah suatu hubungan mengenai ontologi filsafat
pendidikan.4
Kata ontologi berasal dari perkataan yunani, yaitu Ontos: being, dan Logos:logic. Jadi, ontologi adalah
the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan) atau ilmu tentang yang ada.
Ontologi diartikan sebagai suatu cabang metafisika yang berhubungan dengan kajian mengenai eksistensi
itu sendiri. Ontologi mengkaji sesuai yang ada, sepanjang sesuatu itu ada. 5
Berbicara tentang ontologi ilmu dakwah pada dasarnya membahas tentang ada atau tidak adanya ilmu
dakwah. Kemudian juga melihat apakah ilmu dakwah memiliki sifat sebelum melanjutkan pembahasan
pada wilayah eksistensinya, yakni mempertanyakan apakah ilmu dakwah memeiliki esensi atau hanya
sekedar ada. Karena itu, sistematika berpikir haruslah runtut dimulai dari usaha mencari ontologi dakwah
terlebih dahulu sebelum masuk pada pencarian ontologi ilmu dakwah.
Baik dikalangan akademik maupun masyarakat pada umumnya terkesan masih belum memahami
diskursus ini secara tepat. Dakwah masih dipahami dalam arti sempit yaitu sebagai ceramah atau pidato di
atas mimbar. Apalagi secara keilmuan ilmu dakwah masih diragukan eksistensinya.
Kata dakwah menurut bahasa (etimologi) berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata: da’a –
yad’u – da’watan. Kata tersebut mempunyai makna menyeru, memanggil, mengajak dan
melayani.7Selain itu, perkataan dakwah juga mengandung makna mengundang, menuntun dan
menghasung. Sedangkan menurut terminologi (istilah), para ahli (ulama) telah memberikan batasan
dakwah sesuai dengan sudut padang mereka masing-masing. Dari sekian banyak definisi yang
dikemukakan, tiga definisi berikut ini dianggap dapat mewakili (representative) dari definisi yang ada.6
a. Syeikh Ali Mahfud mendefinisikan dakwah adalah mendorong (memotivasi) manusia untuk
melakukan kebaikan dan mengikuti petunjuk dan menyuruh mereka berbuat ma’ruf dan mencegah
dari perbuatan mungkar agar mereka memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. 7
b. Menurut M. Arifin, dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan ajakan baik dalam
bentuk tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha
mempengaruhi orang lain baik secara individual maupun secara kelompok agar supaya timbul dalam
dirinya suatu pengertian, kesadaran, sikap penghayatan erta pengamalan, terhadap ajaran agama
sebagai massage yang disampaikan kepadanya tanpa ada unsur-unsur paksaan. 8
c. Abdul munir Mulkan, mengemukakan bahwa dakwah adalah mengubah umat dari suatu situasi
kepada situasi lain yang lebih baik di dalam segala segi kehidupan dengan tujuan merealisasikan
ajaran Islam di dalam kenyataan hidup seharihari, baik bagi kehidupan seorang pribadi, kehidupan
keluarga maupun masyarakat sebagai suatu keseluruhan tata kehidupan bersama. 9
Berdasarkan tiga definisi di atas telah memberikan pemahaman yaitu: 4

4
Saihu, S. 2019. Konsep Manusia Dan Implementasinya Dalam Perumusan Tujuan Pendidikan Islam Menurut
Murtadha Muthahhari. Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam, 1(2), 197-217.
5
Saihu, S. 2019. Rintisan Peradaban Profetik Umat Manusia Melalui Peristiwa Turunnya Adam As Ke-Dunia.
Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan Keislaman, 3(2), 268-279
6
Asep Shodiqin. 2011. Membingkai “Episteme” Ilmu Dakwah. Jurnal Ilmu Dakwah Vol. 5 No. 2.
7
Syeikh Ali Mahfuzh. 1952. Hidayat al-Mursyiddin. Dar Al-Kutub Al- ‘Arabiyyah: Cairo.
8
M. Arifin. 1991. Psikologi Dakwah: Suatu Pengantar Studi. Bumi Aksara: Jakarta.
9
Abdul Munir Mulkhan. 1993. Paradigma Intelektual Muslim. Sipress: Yogyakarta.
a. Dakwah tidak sama (identik) dengan tabligh, ceramah dan khutbah. Akan tetapi mencakup
komunikasi dakwah – dengan pesan-pesan agama – melalui lisan (bil lisan), tulisan (bil kitabah) dan
dengan keteladanan dan aksi sosial (bil hal).
b. Dalam pelaksanaan dakwah melibatkan sejumlah unsur sebagai suatu sistem, yaitu da’i,
mad’u, pesan yang bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah serta tujuan yang ingin di capai,
yaitu untuk kebahagiaan manusia baik di dunia dan di akhirat.
c. Objek dakwah (mad’u) meliputi individu, keluarga dan masyarakat secara luas. Keempat,
secara implisit definisi di atas juga mengisyaratkan bahwa dakwah harus diorganisir dan
direncanakan dengan baik.
Dari beberapa literatur para pakar telah mencoba merumuskan tentang definisi ilmu dakwah, antara lain
sebagai berikut:
a. Ilmu dakwah adalah kumpulan pengetahuan yang berasal dari Allah SWT yang dikembangkan
umat Islam dalam susunan yang sistematis dan terorganisir mengenai manhaj melaksanakan
kewajiban dakwah dengan tujuan berikhtiar mewujudkan khairul ummah. 10
b. Ilmu dakwah adalah suatu pengetahuan mengenai alternatifalternatif dan sarana-sarana yang terbuka
bagi terlaksananya komunikasi mengajak dan memanggil umat manusia kepada agama Islam,
memberikan informasi mengenai amar ma’ruf nahi mungkar agar dapat tercapai kebahagiaan di
dunia dan di akhirat, dan supaya terlaksananya ketentuan Allah SWT. 11
c. Toha Jahja Omar membedakan ilmu dakwah menjadi dua macam. Pertama, definisi secara umum,
yaitu suatu ilmu pengetahuan yang berisi cara-cara dan tuntunan-tuntunan, bagaimana seharusnya
menarik perhatian manusia untuk menganut, menyetujui dan melaksanakan suatu ideologipendapat-
pekerjaan tertentu. Kedua, ia mendefinisikan ilmu dakwah menurut Islam, yaitu mengajak manusia
dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan
dan kebahagiaan mereka di dunia dan di akhirat. 12
Berdasarkan Jurnal Asep tahun 2011 terkait perbedaan dakwah dan ilmu dakwah, dakwah keberadaannya
lebih menekankan pada praktek atau operasional, sedangkan ilmu dakwah adalah membicarakan dakwah
dari sudut teoritis (konsep keilmuan) yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan dan
pengembangan dakwah. Dapat ditegaskan bahwa ilmu dakwah adalah ilmu yang berfungsi
mentransformasikan dan menjadikan manhaj (kaifiat) dalam mewujudkan ajaran Islam menjadi tatanan
khairul ummah atau mentransformasikan dan menjadikan manhaj dalam mewujudkan iman menjadi amal
saleh. Hakikatnya adalah membangun dan mengembalikan manusia kepada fitrah, meluruskan tujuan
manusia, meneguhkan fungsi manusia sebagai khalifah dan sebagai pengemban risalah, serta sebagai
upaya manisfestasi dari rahmatan lil ’alamin. Pada sisi lain, sebagai sebuah disiplin keilmuan, ilmu
dakwah terus berkembang seiring dengan perkembangan ilmu, teknologi dan masyarakat. Ilmu dakwah
mempunyai banyak cabang, di antaranya adalah: filsafat dakwah, sejarah dakwah, fiqhud dakwah, Rijalul
dakwah, metodologi dakwah, manajemen dakwah, psikologi dakwah, perbandingan dakwah, sosiologi
dakwah, dan sebagainya. Cabang-cabang atau struktur dari ilmu dakwah ini tidak akan pernah berhenti.
Ilmu dakwah akan terus berkembang seiring dengan perkembangan waktu, ilmu dan teknologi. 5
Jika diterapkan kepada dakwah, dalam bidang ontologi, kajian utama ilmu dakwah ada empat, yaitu: dai
(dai atau orang yang menyampaikan pesan), mad‘ū (orang yang menerima pesan), mauḍū‘ (tema yang
disampaikan), dan wasā’il (media yang digunakan). Dai adalah orang yang menyampaikan pesan dan
nilai dakwah. Mad‘ū terkait dengan audiens yang menerima pesan dakwah. Mauḍū‘ terkait dengan tema
10
Amrullah Ahmad. 1994. Sistem Pendidikan Fakultas Dakwah. Majalah Media Dakwah: Jakarta.
11
Ahmad Subandi. Ilmu Dakwah. Syahida: Bandung.
12
Toha Jahja Omar. 1971. Ilmu Dakwah. Widjaya: Jakarta.
apa yang tepat untuk audiens. Sedangkan wasāil berhubungan dengan sarana dan media apa yang paling
efektif agar pesan dapat tersampaikan dengan baik dan maksimal. Dari empat bidang kajian utama itu
berkembang kajiankajian lainnya. Jika dilihat dari aspek ontologinya, ilmu dakwah sangat dekat dengan
ilmu komunikasi, karena objek kajian komunikasi juga adalah sender (sumber), message (pesan), channel
(media atau saluran komunikasi), dan receiver (penerima pesan). Berdasarkan pendekatan inilah Andi
Faisal Bakti berpendapat bahwa Ilmu Dakwah adalah Ilmu Komunikasi Islam.
C. Ilmu Dakwah berdasarkan Aspek Epistemologi

Secara maknawi, epistimologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari sumber
(asal mula), struktur, metode, dan validitas pengetahuan. 13 Sedangkan menurut Koenta Wibisana
kebenaran epistimologis menyangkut masalah sumber, sarana, dan tata cara menggunakan sarana tersebut
untuk mencapai pengetahuan. Epistemologi merupakan bagian dari filsafat yang membahas tentang
keaslian pengertian, struktur, metoda dan validitas ilmu pengetahuan. 14
Al-Bayānūnī menyebut ada empat sumber utama mendapatkan ilmu ini, yaitu al-Quran, al-hadits, sirah,
dan pengalaman para dai. Dari sumber utama ini teori-teori ilmu dakwah dikembangkan. Dalam hal ini,
ilmu dakwah beririsan langsung dengan disiplin ilmu-ilmu keislaman lainnya.
Berdasarkan Andi Dermawan menelusuri dari rancang bangun filsafat pengetahuan Islam. Merujuk pada
kajian Muhammed ‘Abid Al-Jabiri dalam karyanya Bunyah al-‘Aql al-‘Arabi (1993), dan sekaligus
dijadikan sebagai titik tolak metodologis untuk membangun epistemologi keilmuan dakwah, 15 dengan
rincian sebagai berikut:
a. Melalui cara pengetahuan bayani atau lazim disebut epistemologi bayani. Bayani (explanatory),
secara epistemologis, mempunyai pengertian penjelasan, pernyataan, ketetapan. Sedangkan secara
epistemologis, bayani berarti pola pikir yang bersumber pada nash, ijma’, dan ijtihad. Epistemologi
bayani merupakan studi filosofis terhadap struktur pengetahuan yang menempatkan teks (wahyu)
sebagai sebuah kebenaran mutlak. Sedangkan akal hanya menempati tingkat kedua dan sifatnya
menjelaskan teks yang dimaksud. Tradisi bayani muncul tidak terlepas dari tradisi teks yang
berkembang dalam ajaran Islam. Setidaknya terdapat 50 ayat al-Qur’an yang mengungkap kata
bayani. Dalam dakwah Islam, teks atau nash al-Qur’an merupakan sumber utama sebagai tolok ukur
dan titik tolak dari seluruh kegiatan dakwah yang dilakukan oleh para juru dakwah. Oleh karena itu,
epistemology bayani merupakan bentuk dari sumber pengetahuan ilmu dakwah itu sendiri.
b. Melalui cara pengetahuan ‘irfani atau lazim disebut epistemologi ‘irfani. ‘Irfani, secara etimologis,
berarti al-ma’rifah, al-‘ilm, al-hikmah. Epistemologi ‘irfani secara eksistensial berpangkal pada zauq,
qalb, atau intuisi yang merupakan perluasan dari pandangan illuminasi, dan yang berakar pada tradisi
Hermes. Aturan normatif dalam ‘irfani praktis seperti dalam rumusan-rumusan tentang perjalanan
spiritual melalui beberapa tahapan. Pada dataran ini, dalam hubungannya dengan dakwah Islam tidak
begitu banyak berpengaruh terhadap sumber pengetahuannya, mengingat dakwah pada dasarnya lebih
kepada persoalan perubahan sosial dan transformasi nilai-nilai Islam yang kongkret dan rasional.
c. Melalui cara pegetahuan burhani atau lazim disebut epistemologi burhani. Burhani (demonstratif)
secara bahasa berarti argumentasi yang jelas. Sedangkan menurut istilah berarti aktifitas intelektual
untuk menetapkan kebenaran proposisi dengan metode deduktif, yakni dengan cara mengaitkan
proposisi satu dengan proposisi lainnya yang bersifat aksiomatik atau setiap aktifitas intelektual untuk
13
Ali Mudhofir. 1996. "Mengenal Filsafat” dalam Filsafat Ilmu. Liberty: Yogyakarta.
14
Miska Moh. Amien. 1983. Epistemologi Islam. UI Press: Jakarta.
15
Andi Dermawan. 2002. “Landasan Epistemologi Ilmu Dakwah”, dalam Andi Dermawan (ed.,), Metodologi Ilmu
Dakwah. LESFI: Yogyakarta.
menetapkan kebenaran suatu proposisi. Burhani membangun pengetahuan dan visinya atas dasar
potensi bawaan manusia, yakni kemampuan melakukan proses penginderaan, eksperimentasi atau
konseptualisasi. Metode ini pertama kali dikembangkan di Yunani melalui proses panjang dan
puncaknya pada Aristoteles. Metode ini, biasa disebut Aristoteles dengan sebutan analisis, yaitu
menguraikan ilmu atas dasar prinsip-prinsipnya. Nampaknya, epistemologi burhani inilah yang lebih
kental dengan sumber dakwah Islam setelah epistemologi bayani (teks / nash).

Keilmuan dakwah lebih bersifat dinamik yang mengandalkan episteme rasio, dimana akal mencoba difungsikan
untuk membumikan teks atau wahyu. Ilmu-ilmu bantu seperti psikologi, sosiologi, antropologi, sejarah peradaban
modern, serta filsafat mempunyai andil besar dalam setiap kajian riset maupun literernya. Di sinilah sesungguhnya
ilmu dakwah mempunyai jaringan antar disiplin dengan berbagai ilmu yang ada. Sekalipun demikian, bukan berarti
ilmu tersebut dapat dikatakan langsung sebagai “ilmu antar disiplin”.16

D. Ilmu Dakwah berdasarkan Aspek Aksiologis


Secara bahasa aksiologi berasal dari perkataan Axios (bahasa Yunani) yang berarti nilai, dan kata Logos
yang berarti; teori, jadi aksiologi mengandung pengertian ; teori tentang nilai. 17 Sementara secara umum
aksiologi dapat diartikan sebagai teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang
diperoleh
Aksiologi merupakan ilmu pengetahuan yang membahas tentang hakikat nilai dalam lapangan filsafat.
Dalam bahasa yang paling umum, sebuah nilai sering dikaitkan dengan baik-buruk, manfaat-tidak
manfaat. Sesuatu objek dikatakan bernilai jika ia memiliki unsur baik atau bermanfaat bagi kehidupan.
Misalnya nilai sebuah pisau, nilai sehat, nilai orang, nilai sebuah barang, dan lain sebagainya. Untuk
sampai pada pembahasan aksiologi ilmu dakwah, maka langkah pertama yang harus diupayakan adalah
mencoba mencari aksiologi dakwah itu sendiri.

Dilihat dari aspek aksiologinya, ilmu dakwah memiliki hubungan erat dengan ilmu-ilmu sosial dan
humaniora. Yusuf al-Qaraḍāwi menyebut bahwa seorang dai memerlukan ilmu-ilmu sosial dan
humaniora seperti psikologi, sosiologi, filsafat, etika, dan ilmu pendidikan. Selain itu dai juga
memerlukan ilmu bahasa dan sastra serta sejarah. 18

16
M. Rosyid, dkk. 2017. Pengantar Ilmu Dakwah: Sejarah, Perspektif, dan Ruang Lingkup. Penerbit Samudra Biru:
Yogyakarta.
17
Jujun S.Suriasumantri. 2017. Filsafat Ilmu Sebuah Pengetahuan Populer. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.
18
Yusuf al-Qaraḍāwi, Thaqāfah al-Dāʻiyah. Maktabah Edisi 13. Wahbah: Kairo.

Anda mungkin juga menyukai