Anda di halaman 1dari 8

Materi Inti 2

INTERVENSI PENGHAPUSAN STIGMA DAN DISKRIMINASI

Pengantar
Pengurangan stigma dan diskriminasi dalam rangka pengendalian HIV AIDS dan IMS di
fasyankes merupakan salah satu bentuk upaya menuju tercapainya tujuan “Three zeroes”.
Karena itu penting bagi petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes)
dapat melayani tanpa stigma dan diskriminasi.

Setiap tenaga kesehatan di setiap tingkatan termasuk tingkat Layanan harus memiliki
pemahaman yang baik dan benar tentang stigma dan diskriminasi, serta bagaimana
berperan dalam intervensi penghapusan stigma dan diskriminasi untuk mencapai “zero
discrimination”. Pelayanan kesehatan tanpa stigma dan diskriminasi.

Pada pembelajaran materi ini akan dibahas tentang: Nilai-nilai, sikap dan perilaku berkaitan
dengan stigma dan diskriminasi; Stigma dan diskriminasi dan Pentingnya intervensi
penghapusan stigma dan diskriminasi.

Pokok Bahasan 1.
Nilai-Nilai, Sikap dan Perilaku Berkaitan dengan Stigma dan Diskriminasi

Nilai-nilai, perilaku dan sikap adalah saling berkaitan satu sama lain, dalam menampilkan
perkataan dan perbuatan seseorang ketika menghadapi orang lain dalam kehidupannya,
termasuk yang berhubungan dengan pekerjaannya. Perubahan pada nilai-nilai dapat
mempengaruhi perubahan sikap dan perilaku seseorang. Perubahan nilai-nilai dapat terjadi
karena bertambahnya pemahaman tehadap sesuatu atau seseorang, yang menimbulkan
perasaan empati, sehingga membuahkan terjadinya perubahan sikap dan perilaku terhadap
yang bersangkutan. Ada kalanya nilai-nilai sulit berubah.

Nilai-nilai, Moral dan Sikap


Nilai merupakan tatanan tertentu atau kriteria di dalam diri individu yang dijadikan dasar
untuk mengevaluasi suatu sistem. Pertimbangan nilai adalah penilaian individu terhadap
suatu objek atau sekumpulan objek berdasarkan pada suatu sistem nilai tertentu.
Pengertian sikap menurut beberapa ahli, antara lain:
Menurut Bimo Walgito (2001) pengertian sikap adalah keyakinan atau pendapat seseorang
terkait situasi, subyek atau obyek yang disertai dengan munculnya perasaan tertentu.
Perasaan inilah yang akan dijadikan sebagai dasar orang tersebut untuk berperilaku dan
merespon dengan menggunakan cara tertentu sesuai dengan pilihannya. Sementara

1
menurut Purwanto (2000) sikap adalah suatu cara seorang individu untuk bereaksi atau
memberi respon terhadap suatu situasi. Maka dari itu seorang yang memiliki sikap positif
terkait suatu situasi ataupun obyek akan menunjukkan kesenangan dan kesukaan. Lain
halnya dengan sikap negatif yang akan menunjukkan suatu ketidaksenangan.

Nilai, moral, dan sikap adalah aspek-aspek yang berkembang pada diri individu melalui
interaksi antara aktifitas internal dan pengaruh stimulus eksternal. Pada awalnya seorang
anak belum memiliki nilai-nilai dan pengetahuan mengenai nilai moral tertentu atau tentang
apa yang dipandang baik atau tidak baik oleh kelompok sosialnya. Selanjutnya, dalam
berinter aksi dengan lingkungan, anak mulai belajar mengenai berbagai aspek kehidupan
yang berkaitan dengan nilai, moral, dan sikap. Dalam konteks ini, lingkungan merupakan
faktor yang besar pengaruhnya bagi perkembangan nilai, moral, dan sikap individu
(Harrocks, 1976; Gunarsa, 1988).
Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap, antara lain: pengalaman pribadi, kebudayaan,
orang lain yang dianggap penting, dan media massa.

Perilaku
Perilaku adalah keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir, bersikap, dan lain sebagainya
yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek, baik fisik maupun non fisik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku:
o Internal: Jenis ras/keturunan, kelamin, sifat fisik, kepribadian, intelegensia,
bakat
o Eksternal: Pendidikan, agama, kebudayaan, lingkungan, sosial ekonomi

Hubungan antara nilai-nilai, sikap dan perilaku


Orang-orang dengan infeksi HIV (HIV positif) menerima perlakuan yang tidak adil
(diskriminasi) dan stigma karena penyakit yang dideritanya. Stigma pada ODHA melekat
kuat karena masyarakat masih memegang teguh nilai-nilai moral, agama dan budaya atau
adat istiadat bangsa timur (Indonesia) di mana masyarakatnya belum/tidak membenarkan
adanya hubungan di luar nikah dan seks dengan berganti-ganti pasangan, sehingga jika
virus ini menginfeksi seseorang maka dianggap sebagai sebuah balasan akibat perilakunya
yang merugikan diri sendiri. Hal ini terjadi karena masyarakat menganggap ODHA sebagai
sosok yang menakutkan. Maka dari itu mencibir, menjauhi serta menyingkirkan ODHA
adalah sebuah hal biasa karena menjadi sumber penularan bagi anggota kelompok
masyarakat lainnya. Justifikasi seperti inilah yang keliru atau salah karena bisa saja
masyarakat tidak mengerti bahwa penularan virus HIV itu tidak hanya melalui hubungan
seksual akibat " membeli seks" tetapi ada banyak korban ODHA yang tertular akibat
penyebab lain seperti jarum suntik, transfusi darah ataupun pada bayi-bayi yang tidak
berdosa karena ibunya adalah ODHA.
Stigma dari lingkungan sosial dapat menghambat proses pencegahan dan pengobatan.
Penderita akan cemas terhadap diskriminasi dan sehingga tidak mau melakukan tes. ODHA
dapat juga menerima perlakuan yang tidak semestinya, sehingga menolak untuk membuka

2
status mereka terhadap pasangan atau mengubah perilaku mereka untuk menghindari
reaksi negatif. Mereka jadi tidak mencari pengobatan dan dukungan, juga tidak
berpartisipasi untuk mengurangi penyebaran. Reaksi ini dapat menghambat usaha untuk
mengintervensi HIV & AIDS.

Pokok Bahasan 2.
Stigma dan Diskriminasi

Stigma
Stigma adalah ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh
lingkungannya. (Ref. Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001, halaman 1091)
Para ahli psikologi social sepakat bahwa stigma adalah :
 Labeling : yaitu pemberian cap pada seseorang
 Stereotyping : tindakan menyamaratakan seseorang dalam satu kelompok setelah
hanya mengenal satu atau beberapa diantaranya
 Cognitive separation : Yaitu anggapan bahwa seseorang berbeda secara kognitif
 Emotional reaction :Reaksi emosional

Jenis jenis stigma


 Self stigma atau perceived stigma: adalah pada saat seseorang menyalahkan dan
mengisolasi diri mereka sendiri.
 Stigma by association : pada saat seluruh keluarga mendapat stigma karena salah
satu anggota keluarganya.
 Felt stigma atau real stigma : persepsi atau perasaan yang nyata terhadap seseorang
dan bukan datang dari orang tersebut.

Pada kenyataan sehari-hari,stigma adalah tindakan memberikan label sosial yang bertujuan
untuk memisahkan atau mendiskreditkan seseorang atau sekelompok orang dengan cap
atau pandangan buruk. Dalam praktiknya, stigma mengakibatkan tindakan diskriminasi,
yaitu tindakan tidak mengakui atau tidak mengupayakan pemenuhan hak-hak dasar indvidu
atau kelompok sebagaimana layaknya manusia yang bermartabat.

Stigma dan diskriminasi terjadi karena adanya persepsi bahwa mereka dianggap sebagai
“musuh”, “penyakit”, “elemen masyarakat yang memalukan”, atau “mereka yang tidak taat
tehadap norma masyarakat dan agama yang berlaku”. Implikasi dari stigma dan
diskriminasi bukan hanya pada diri orang atau kelompok tertentu tetapi juga pada keluarga
dan pihak-pihak yang terkait dengan kehidupan mereka.

Tindakan menstigma atau stigmatisasi terjadi melalui beberapa proses yang berbeda-beda
seperti:

 Stigma aktual (actual) atau stigma yang dialami (experienced): jika ada orang atau
masyarakat yang melakukan tindakan nyata, baik verbal maupun non verbal yang
menyebabkan orang lain dibedakan dan disingkirkan.
 Stigma potensial atau yang dirasakan (felt): jika tindakan stigma belum terjadi tetapi
ada tanda atau perasaan tidak nyaman. Sehingga orang cenderung tidak

3
mengakses layanan kesehatan.
 Stigma internal atau stigmatisasi diri adalah seseorang menghakimi dirinya sendiri
sebagai “tidak berhak”, “tidak disukai masyarakat”

Proses stigma tidak bersifat tunggal, beberapa proses tersebut dapat terjadi secara
bersamaan dan dapat bersifat stigmatisasi ganda (misalnya menstigma seseorang dengan
sebutan: “kalau PSK biasanya suka minum (padahal tidak semua PSK suka mabuk-
mabukan).

Penyebab Stigma
 Kurangnya pengetahuan, kesalahpahaman dan ketakutan
 Penilaian moral tentang orang lain (terkait dengan nilai dan norma yang berlaku)
 Ketakutan akan kematian
 Kurangnya pengenalan/pemahaman akan stigma

Stigma yang terkait dengan HIV AIDS

 Stigma yang terkait dengan HIV AIDS adalah semua sikap yang tidak menyenangkan
dan ditujukan kepada mereka yang hidup dengan HIV AIDS (ODHA) atau mereka
yang merasa mengidap HIV AIDS, dan terhadap mereka yang penting dan dicintai,
rekan terdekat, kelompok sosial, dan masyarakat.
 Perilaku yang stigmatis sering ditujukan tidak hanya pada mereka yang mengidap
HIV, tapi juga perilaku yang diyakini telah menyebabkan infeksi tersebut. Stigma
dinyatakan secara jelas bila perilaku tersebut terkait dengan sumber penyakit tertentu
yang dianggap berada di bawah kontrol seseorang, seperti prostitusi atau
penggunaan narkoba suntik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi stigma terhadap Orang dengan HIV AIDS:

 HIV AIDS adalah penyakit yang mematikan


 HIV AIDS adalah penyakit karena perbuatan melanggar susila, kotor, tidak
bertanggungjawab.
 Orang dengan HIV AIDS dengan sengaja menularkan penyakitnya
 Kurangnya pengetahuan yang benar tentang cara penularan HIV

Disamping itu perlu diketahui juga tentang adanya anggapan yang salah seputar HIV AIDS
yang ada di masyarakat, seperti:

 HIV AIDS adalah penyakit orang homoseksual


 HIV AIDS adalah penyakit orang barat/turis
 HIV AIDS merupakan penyakit kutukan Tuhan.

Masih banyak lagi anggapan yang salah seputar HIV AIDS sehingga menambah stigma dan
diskriminasi terhadap ODHA.

4
Diskriminasi
Pengertiannya adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara (berdasarkan
warna kulit, golongan, suku, ekonomi, agama dan sebagainya – kamus besar Bhs
Indonesia).
UNAIDS mendefinisikan stigma dan diskriminasi terkait dengan HIV sebagai ciri negatif
yang diberikan pada seseorang sehingga menyebabkan tindakan yang tidak wajar dan tidak
adil terhadap orang tersebut berdasarkan status HIV-nya.
Contoh-contoh diskriminasi:
 Keluarga yang tega mengusir anaknya karena menganggapnya sebagai aib.
 Rumah sakit dan tenaga kesehatan yang menolak untuk menerima ODHA atau
menempatkan ODHA di kamar tersendiri karena takut tertular.
 Atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status HIV mereka.
 Keluarga/masyarakat yang menolak ODHA.
 Mengkarantina ODHA karena menganggap bahwa HIV AIDS adalah penyakit
kutukan atau hukuman Tuhan bagi orang yang berbuat dosa.
 Sekolah tidak mau menerima anak dengan HIV karena takut murid lain akan
ketakutan.
 Odha mengalami masalah dalam mengurus asuransi kesehatan.
 Istri dan anak-anak dari seorang laik-laki yang meninggal baru-baru ini akibat AIDS,
diasingkan dari rumah keluarga suaminya atau desa mereka setelahkematian
suaminya.

Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Stigma dan diskriminasi telah dicatat dalam kaitannya dengan penyakit menular lain yang
tercela atau dianggap tidak dapat disembuhkan, termasuk TBC, sífilis dan lepra. Namun
stigma yang terkait dengan HIV AIDS tampak lebihberatdari stigma yang terkait dengan
penyakit menular lain yang mematikan.

Bentuk Diskriminasi
Bentuk Akibat
Isolasi dan kekerasan fisik dari keluarga, Diusir dari keluarga, rumah, pekerjaan,
teman dan komunitas organisasi, depresi, menyendiri, melarikan
diri.
Gossip, olok-olok, sebutan negatif, Pencemaran nama baik, tidak percaya pada
pengucilan, pengutukan, penghinaan, diri sendiri dan orang lain, merasa dibedakan,
penghakiman merasa ditolak
Tidak memberikan layanan terkait kesehatan Remaja putri tersebut tidak kembali ke
reproduksi kepada remaja putri layanan dan menjadi rentan tdhp
kemungkinan infeksi yang lebih serius
Memberikan layanan tanpa melakukan Kehilangan kesempatan untuk mendapatkan
analisa mendalam khususnya kepada pengobatan yang komprehensif sesuai
populasi tertentu kebutuhan

5
Perubahan perkembangan pengobatan, perawatan dan dukungan yang diharapkan
mempengaruhi paradigma stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV AIDS:

 HIV AIDS dapat mengenai siapapun, tanpa membedakan status sosial, pendidikan,
agama, warna kulit, latar belakang seseorang.
 HIV AIDS dapat mengenai orang yang tidak berdosa yaitu bayi dan anak.
 HIV AIDS sudah ada obatnya dan dapat mengembalikan kualitas hidup
penderitanya.
 Penularan HIV AIDS ke bayi/anak dapat dicegah
 Kepatuhan berobat dan minum obat adalah kunci utama pencegahan dan
pengendalian HIV AIDS.
 Setiap orang memiliki hak yang sama untuk akses pelayanan kesehatan paripurna
yang komprehensif.
 Ketidaktahuan seseorang bahwa ia menderita penyakit termasuk HIV AIDS dan
PIMS yang membuat orang menularkan penyakitnya.

Pokok Bahasan 3.
Pentingnya Intervensi Penghapusan Stigma dan Diskriminasi
Kelompok populasi tertentu seperti WPS, waria, gay dan penasun, sering menjadi subyek
stigma dan diskriminasi, serta sikap negative yang berkaitan dengan perilaku mereka, yang
dilakukan oleh keluarga mereka, masyarakat dan petugas kesehatan. Stigma seperti itu
juga sering terjadi di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan penegakan
hukum. Di fasilitas pelayanan kesehatan stigma dan diskriminasi dapat terjadi sejak dari
pasien masuk ke halaman fasyankes sampai di tempat pemeriksaan dan pasien pulang.
Pengaruh stigma dan diskriminasi terkait dengan HIV adalah dapat memperlambat tes HIV,
menyembunyikan status hasil tes reaktif dan kurangnya mencari layanan HIV. Semua itu
dapat menghambat upaya program kesehatan nasional untuk mengefektifkan
keterhubungan pasien ke layanan HIV dan mempertahankan mereka pada perawatan
jangka panjang. Karena itu adalah penting untuk melakukan upaya intervensi penghapusan
stigma dan diskriminasi di setiap jenjang pelayanan kesehatan, melibatkan semua tenaga
pelayanan baik medis maupun non medis

Salah satu upaya untuk menurunkan sampai menghapus stigma dan diksriminasi
dikalangan petugas kesehatan adalah dengan melakukan pelatihan dan sensitisasi petugas,
yang meliputi dua hal, yaitu perbaikan sikap (attitude) dan keterampilan (skills). Petugas
kesehatan dalam menghadapi populasi kunci seharusnya tidak bersikap menghakimi,
memberi dukungan, tanggap, sepenuhnya respek dan memahami isu-isu yang dihadapi
populasi kunci. Pelatihan untuk sensitisasi dan pendidikan petugas kesehatan tentang isu-
isu spesifik pada populasi kunci, sikap dan praktik yang tidak diskriminatif, hak atas
kesehatan, kerahasiaan, pelayanan yang tidak memaksa (coercive) dan informed consent,
dapat dikembangkan dengan melibatkan perwakilan atau kelompok populasi kunci.
Keterampilan petugas kesehatan juga penting, harus mampu memberi respon terhadap
kebutuhan spesifik populasi kunci, dan menyediakan pelayanan yang berkualitas, mampu
memberikan informasi dan nasihat yang jelas dan benar tentang bermacam-macam

6
intervensi, perlatanan dan bahan (material) berkaitan dengan strategi penurunan risiko HIV,
serta member dukungan terhadap keberlanjutan pengobatan dan retensi perawatan.

Bebrapa langkah praktis yang dapat dilakukan untuk penghapusan Stigma dan
Diskriminasi:
 Jadilah contoh yang baik. Terapkan apa yang sudah kita ketahui.
 Doronglah ODHA untuk menggunakan layanan yang tersedia seperti konseling,
test HIV, pengobatan medis, ART, dan merujuk mereka pada siapa pun yang dapat
menolong.
 Berbagilah pada orang lain mengenai hal-hal yang sudah ketahui dan ajaklah
mereka untuk membicarakan tentang stigma dan bagaimana mengubahnya.
 Atasilah masalah stigma ketika Anda melihatnya di rumah, tempat kerja maupun
masyarakat. buatlah orang paham bahwa stigma itu melukai.
 Lawanlah stigma melalui kelompok.
 Mengatakan stigma sebagai sesuatu yang “salah” atau “buruk” tidaklah cukup.
 Berpikir besar. Mulai dari yang kecil, dan bertindak sekarang.

Gambar 1. Keragaman Seksualitas

7
Gambar 1. Keragaman Seksualitas

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Kementerian Kesehatan RI, 2012, Pedoman Penerapan Layanan Komprehensif HIV-PIMS


Berkesinambungan
2. Kementerian Kesehatan RI, 2012, Pedoman Penghapusan stigma dan diskriminasi bagi
pengelola program, petugas layanan kesehatan dan kader.
3. UNDP, Joint WHO /UNDP Informal Expert group Consultation, 2012, Developing a Regional
Health Sector Training package for MSM and Trans gender People
4. Kementerian Kesehatan RI, 2011, Pedoman Nasional Penanganan IMS
5. WHO, 2011, Prevention and Treatment of HIV and Other Sexually Transmitted Infections Among
Men Who Have Sex with Men and Transgender People
a. Departemen Kesehatan RI, Strategi Nasional Penanggulangan HIV AIDS, 2007 – 2010
6. Depertemen Kesehatan RI, 2007, Rencana Aksi Infeksi Menular Seksual dan Infeksi Saluran
Reproduksi Sebagai Strategi Nasional 2008-2012.

Anda mungkin juga menyukai