Anda di halaman 1dari 4

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Bronkoskopi merupakan prosedur minimal invasif yang digunakan untuk


pemeriksaan diagnostik dan intervensi pada saluran napas. Bronkoskopi umumnya
dilakukan dengan menggunakan sedasi ringan dan premedikasi intravena (IV).
Bronkoskopi dapat dilakukan tanpa sedasi atau dengan anestesi umum apabila
diperlukan. Prosedur invasif bronkoskopi menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien.
Komplikasi bronkoskopi yaitu kecemasan, sesak napas, batuk, dan nyeri. Komplikasi
bronkoskopi meningkatkan ketidaknyamanan pasien.1–3
Kenyamanan dan kerjasama pasien saat bronkoskopi sangat penting karena
memengaruhi keberhasilan dan hasil luaran. Hubungan dokter-pasien yang baik,
pemberian informed consent, dan penggunaan premedikasi diharapkan dapat mengurangi
kecemasan serta meminimalisir komplikasi yang dialami oleh pasien. American College
of Chest Physicians tahun 2011 menyatakan bahwa kondisi prosedur optimal tercapai
ketika pasien merasa nyaman, dokter dapat melakukan prosedur, dan risiko minimal.1,2,4–
6

Premedikasi dengan antikolinergik selama prosedur bronkoskopi digunakan untuk


mengurangi sekresi berlebihan yang disebabkan oleh obat anestesi umum. Obat
antikolinergik masih terus digunakan sebagai premedikasi di pusat kesehatan. Dasar
pemikiran utama penggunaan agen antikolinergik selama bronkoskopi adalah untuk
meningkatkan visualisasi tracheobronchial tree melalui efek antisekresi, mencegah
refleks bronkokonstriksi, dan mencegah fenomena vasovagal. Obat antikolinergik seperti
atropin, glycopyrrolate, dan ipratropium bromide digunakan pada bronkoskopi karena
efek simpatetik yang dapat mencegah reaksi vasovagal seperti bradikardia, batuk, dan
sekresi saluran napas. Efek simpatetik antikolinergik dapat meningkatkan toleransi
prosedur dan visualisasi jalan napas. Premedikasi dengan atropin selama ini umum
digunakan pada prosedur bronkoskopi. Ipratropium bromide merupakan salah satu agen
antikolinergik dengan efek sistemik rendah. Ipratropium bromide merupakan quartenary

1
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

ammonium congener atropin sintetis dengan sifat bronkodilator atropin tetapi memiliki
absorbsi sistemik yang minimal.1,7
Sesak napas dapat dinilai dengan menggunakan skala Borg, baseline dyspnea
index (BDI), atau transition dyspnea index (TDI). Skala Borg dimodifikasi dari bentuk
aslinya menjadi skala 10 poin dengan ekspresi verbal tingkat keparahan yang dikaitkan
dengan angka tertentu. Skala Borg yang dimodifikasi memiliki reproduksibilitas yang
baik pada individu sehat dan dapat diterapkan pada penderita penyakit kardiopulmoner
serta untuk parameter statistik.8,9
Kontrol batuk sangat penting untuk kualitas bronkoskopi karena kemudahan
visualisasi bronkus dan mendapatkan sampel yang baik. Keparahan batuk dapat dinilai
dengan alat subjektif atau objektif. Evaluasi subjektif dari keparahan batuk dinilai dengan
kuesioner. Metode yang dapat digunakan untuk menilai batuk adalah visual analogue
scale (VAS), cough symptoms score (CSS), simplified cough score (SCS), dan cough
severity diary (CSD).10–14
Hipersekresi mukus jalan napas menyebabkan sulitnya visualisasi saat
bronkoskopi. Williams et al., (1998) menilai sekresi tracheobronchial dengan
menggunakan grading 1 hingga 3 berdasarkan ada tidaknya sekresi tracheobronchial dan
jumlah larutan saline yang digunakan untuk pembilasan. Berkurangnya sekresi
tracheobronchial akan mempermudah prosedur bronkoskopi dan meningkatkan
kenyamanan pasien.15,16
Ipratropium bromide bekerja untuk memblokir reseptor muscarinic (M).
Muscarinic antagonist mengurangi sekresi mukus, meningkatkan kemampuan paru untuk
membersihkan sekresi saluran napas, dan mengurangi penyempitan saluran napas karena
aktivasi sistem saraf parasimpatetik. Ipratropium bromide juga dapat mengurangi sesak
napas dan batuk. Efek terapi ipratropium bromide berupa efek antikolinergik yang
menghambat refleks vagal melalui mekanisme antagonis asetilkolin. Ipratropium
bromide inhalasi oral mempunyai sifat antimuscarinic dan bronkodilator otot polos yang
lebih kuat daripada atropin. Penelitian mengenai pengaruh inhalasi ipratropium bromide
sebagai premedikasi bronkoskopi terhadap sesak napas, batuk, dan sekresi
tracheobronchial belum pernah dilakukan dan dipublikasikan di dalam negeri. Penelitian
untuk membuktikan pengaruh inhalasi ipratropium bromide sebagai premedikasi
bronkoskopi terhadap sesak napas, batuk, dan sekresi tracheobronchial perlu dilakukan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

di Rumah Sakit Dokter Moewardi (RSDM) Surakarta. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menguatkan tingkat kenyamanan prosedur bronkoskopi serta menambah khazanah
ilmu pengetahuan di bidang pulmonologi dan kedokteran respirasi. 1,6,7

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah terdapat perbedaan skala Borg sesak napas pada pasien yang dilakukan
prosedur bronkoskopi setelah pemberian inhalasi ipratropium bromide?
2. Apakah terdapat perbedaan visual analogue scale (VAS) batuk pada pasien yang
dilakukan prosedur bronkoskopi setelah pemberian inhalasi ipratropium
bromide?
3. Apakah terdapat perbedaan grading sekresi tracheobronchial pada pasien yang
dilakukan prosedur bronkoskopi setelah pemberian inhalasi ipratropium
bromide?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan umum
Mengetahui dan menganalisis pengaruh inhalasi ipratropium bromide
sebagai premedikasi bronkoskopi terhadap penilaian sesak napas, batuk, dan sekresi
tracheobronchial.

2. Tujuan khusus
a. Menganalisis pengaruh inhalasi ipratropium bromide terhadap perbedaan
skala Borg sesak napas pada pasien yang dilakukan prosedur bronkoskopi.
b. Menganalisis pengaruh inhalasi ipratropium bromide terhadap perbedaan
VAS batuk pada pasien yang dilakukan prosedur bronkoskopi.
c. Menganalisis pengaruh inhalasi ipratropium bromide terhadap perbedaan
grading sekresi tracheobronchial pada pasien yang dilakukan prosedur
bronkoskopi.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Keilmuan
a. Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan dan memberikan informasi
ilmiah bahwa premedikasi dengan inhalasi ipratropium bromide
berpengaruh pada perbedaan sesak napas, batuk, dan sekresi
tracheobronchial pada pasien yang dilakukan prosedur bronkoskopi.
b. Hasil penelitian dapat bermanfaat sebagai landasan teoretis untuk penelitian
selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pemanfaatan
inhalasi ipratropium bromide sebagai bagian premedikasi persiapan prosedur
bronkoskopi sehingga tercapai pengaruh tatalaksana yang adekuat dan optimal.

Anda mungkin juga menyukai